Apa tujuan jaksa ajukan banding pada kasus ahok

Patricia Saraswati | CNN Indonesia

Sabtu, 13 May 2017 23:05 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada Ahok.Jika pihak Ahok mengajukan banding untuk meminta keringan atau pembebasan, Prasetyo menyebut banding yang dilakukan oleh jaksa dikarenakan perbedaan kualifikasi pasal yang dibuktikan antara jaksa penuntut umum dengan hakim."Alasan banding pertama karena standar operasional prosedur. Kedua, ada alasan lain yang mungkin berbeda dengan pihak terdakwa," kata Prasetyo seperti yang dilansir detikcom, Sabtu (13/5).Tim jaksa sendiri menyebut Ahok terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156 KUHP pada dakwaan subsider. Sementara, majelis hakim menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan primer dalam Pasal 156 a huruf a KUHP.Prasetyo menegaskan banding yang diajukan oleh jaksa hanya bertujuan untuk melakukan pembuktikan pasal."Kami hanya ingin menegakkan proses hukum baik dan benar. Jaksa berdiri di posisi subyektif karena mewakili masyarakat dan mencari keadilan. Tetapi sudut pandangnya tetap objektif, yang hitam ya hitam, yang putih ya putih, enggak bisa diputabalikkan," ujarnya.Sementara itu, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara masih menunggu pihak pemohon yakni pengacara Ahok dan jaksa untuk mempelajari berkas perkara (inzage) banding. Jika proses ini sudah selesai, PN Jakarta Utara segera mengirim berkas pekara banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta."Semua berkas-berkas yang diperlukan untuk perkara banding semua sudah disiapkan, yang belum adalah pemohon banding belum datang untuk inzage," kata juru bicara PN Jakarta Utara, Hasoloan Sianturi.Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono menilai, perbedaan pendapat dengan majelis hakim terkait vonis pada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merupakan hal yang wajar.Majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara dengan anggapan Ahok terbukti melakukan penodaan agama sesuai dakwaan pasal 156a huruf a KUHP. Vonis ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menjerat Ahok dengan pasal 156 KUHP dengan hukuman satu tahun pidana penjara dan masa percobaan dua tahun."Kami hormati semua bentuk putusan pengadilan. Termasuk perbedaan pendapat itu sesuatu yang wajar, tapi akhirnya tetap pada putusan hakim," ujar Ali usai persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5).

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA

Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan akan mengajukan banding atas vonis dua tahun penjara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. "Ya akan mengajukan banding," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat (12/5/2017) seperti dikutip Antara.

Hal itu, kata dia, standar (atau lazim dilakukan) karena terdakwanya juga banding. "Jaksa pun tentunya sesuai dengan standar prosedur yang ada, untuk mengajukan banding," kata dia. Baca Juga: Putusan, Penahanan Ahok dan Masa Transisi Peradilan   

Dia membantah tuntutan jaksa terhadap Ahok satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan di bawah tekanan atau intervensi. "Jadi gak ada istilah, tekanan-tekanan, yang nekan itu siapa?“ ujarnya mempertanyakan. "Kamu bisa buktikan tidak jika jaksa tidak independen?” katanya menanggapi pertanyaan wartawan mengenai independensi tuntutan Ahok. Karena itu, tegasnya, biarkanlah (hakim) menyatakan (putusan menghukum) seperti itu, jaksa sepenuhnya (mengacu) pada bukti dan fakta yang ada. "Beda pendapat dengan hakim, ya itu bisa saja terjadi. Itu tidak jarang, sering terjadi," dalihnya.

Sebelumnya, dalam sidang ke-20 pada Kamis (20/4) lalu, Tim Jaksa yang diketuai Ali Mukartono menyatakan Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyampaikan rasa permusuhan atau kebencian terhadap golongan tertentu seperti diatur Pasal 156 KUHP dalam dakwaan kedua. Sementara dakwaan pertama Pasal 156a KUHP (penodaan agama) dianggap tidak terbukti.     

Karenanya, Jaksa menuntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Artinya, jika dalam waktu 2 tahun ke depan Ahok melakukan tindak pidana serupa, ia harus menjalani hukuman selama 1 tahun penjara. (Baca Juga: Surat Dakwaan Ahok Hanya 7 Halaman)

Namun, pada Selasa (9/5), Majelis Hakim yang diketuai H. Dwiarso Budi Santiarto beranggotakan Jupriadi, Abdul Rosyad, Didik Wuryanto, dan I Wayan Wijarna, menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap Ahok. Ahok dianggap terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 156a huruf a KUHP sebagimana dakwaan pertama. Sementara dakwaan kedua Pasal 156 KUHP dianggap tidak terbukti.

Majelis juga memerintahkan Ahok untuk segera ditahan. Lalu, Ahok bersama tim pengacara langsung mengajukan banding. Kini, Ahok ditahan di Rutan Mako Brimob Depok, yang sebelumnya sempat ditahan di Rutan Cipinang segera setelah putusan dibacakan. (Baca juga: Testimonium de Auditu di Vonis Ahok)  

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) DKI Jakarta, Masyhudi menilai vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum merupakan hal yang wajar. "Masalah putusan yang lebih tinggi dari tuntutan JPU, itu hal yang menurut saya wajar," katanya di Jakarta, Rabu (10/5) lalu.

Menurutnya, rasa keadilan terhadap perkara tersebut, bisa saja berbeda antara penegak hukum. "Yang penting ini didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Apa tujuan jaksa ajukan banding pada kasus ahok

Apa tujuan jaksa ajukan banding pada kasus ahok
Lihat Foto

POOL / KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara. Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya menyatakan banding.


JAKARTA, KOMPAS.com -
Jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencabut banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Ahok.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi mengatakan, PN Jakarta Utara telah menerima berkas pencabutan banding dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada Selasa (6/6/2017). Namun alasan pencabutan banding tersebut tidak disampaikan.

"Iya betul (dicabut), tanggal 6 Juni, dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara," ujar Hasoloan, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/6/2017).

(baca: Ahok Batal Banding, ACTA Bilang "Aneh Kalau Jaksa Tak Ikut Cabut Banding")

Setelah ini, PN Jakarta Utara akan memberitahukan pencabutan banding tersebut kepada tim penasihat hukum Ahok. PN Jakarta Utara juga akan mengirim berkas pencabutan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"Kalau sudah ada permintaan mencabut, nanti permintaan itu kami teruskan ke pengadilan tinggi. Kami akan segera mengirimnya karena setelah adanya permintaan ini kan kami harus beritahukan kepada pihak termohon banding dulu," kata Hasoloan.

Setelah PN Jakarta Utara meneruskan berkas pencabutan banding dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, lanjut Hasoloan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan memprosesnya.

"Kita lihat nanti. Kalau sudah dicabut, nanti apa sikapnya pengadilan tinggi dengan pencabutan ini," ucap Hasoloan.

(baca: Alasan Ahok Batal Banding yang Bikin Keluarga Terharu)

Pada Rabu (24/5/2017), PN Jakarta Utara mengirimkan berkas banding dari JPU ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Salah satu alasan pengajuan banding adalah putusan hakim yang dianggap tak sesuai dengan tuntutan jaksa.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menunjuk lima orang hakim untuk memeriksa dan mengadili kasus tersebut.

Kompas TV

Terdakwa kasus penodaan agama Ahok memutuskan untuk tidak mengajukan banding.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Merdeka.com - Jaksa Agung M Prasetyo memberikan penjelasan terkait banding yang dilakukan instansinya atas vonis kasus penodaan agama kepada Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Alasan pertama yakni menyangkut standar operasional prosedur (SOP).

Prasetyo menjelaskan, dalam SOP telah diatur pihak Kejagung harus mengajukan banding manakala terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan. SOP itu sesuai surat edaran Jaksa Agung Indonesia nomor SE001 tahun 1995 tanggal 27 April 1995 tentang pedoman tuntutan pidana.

"Bahwa apabila terdakwa banding maka JPU harus meminta banding agar bila masih diperlukan dapat menggunakan upaya hukum kasasi," katanya saat rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/6).

Sebab, ada pula ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1995 tentang Mahkamah Agung yang mengatur terdakwa tidak bisa mengajukan kasasi atas kasusnya apabila tidak menggunakan upaya banding dan hanya menjadi terbanding.

"Apabila hanya menjadi terbanding dan tidak menggunakan upaya hukum banding maka terbanding tidak bisa mengajukan kasasi," jelasnya.

Alasan kedua, Prasetyo mengungkapkan, upaya banding dari kubu Ahok berbeda dengan yang diajukan pihak Kejaksaan. Banding yang diajukan Kejaksaan bertujuan untuk menguji ketepatan penerapan pasal dakwaan sekaligus kebenaran materil. Sebab, majelis hakim memvonis Ahok dengan pasal yang berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Pasal 156 KUHP yakni menimbulkan permusuhan terhadap golongan tertentu di wilayah negara Indonesia. Sementara majelis hakim memilih pasal 156a pasal penodaan agama sehingga dengan demikian ada perbedaan antara tuntutan penuntut umum dengan putusan hakim," terangnya.

"Dan untuk menguji ketepatan penerapan pasal dan keterbuktian dakwaan serta menguji kebenaran materil sesuai fakta dan bukti yang ditemukan persidangan maka upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi memang seyogyanya dilakukan atas perkara yang bersangkutan," sambung Prasetyo.

Namun, belakangan kubu Ahok telah mencabut bandingnya ke Pengadilan Tinggi. Dengan melihat sikap Ahok, JPU tengah mempertimbangkan dan mengkaji banding yang diajukan.

"JPU saat ini sedang mengkaji kembali dengan seksama dan komprehensif untuk menentukan sikap yang akan diambil terhadap upaya banding yang disampaikan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut," ujarnya.

Tim JPU memperhatikan kaidah dan tujuan penegakan hukum sebagai bahan kajian. Pihaknya ingin memastikan keputusan vonis Ahok tidak hanya menegakkan kebenaran tetapi juga melihat aspek manfaat.

"Yang jadi bahan kajian adalah sebuah kaidah tujuan hukum dan penegakan hukum bukanlah untuk sekedar menegakkan kebenaran, keadilan, tapi juga memperhatikan nilai kemanfaatannya," ungkapnya.

Di samping itu, lanjut Prasetyo, dasar hukum mengajukan banding dilatarbelakangi kekhawatiran akan mudahnya menuntut dan melontarkan tuduhan ke pihak lain. Bahkan implikasi yang lebih luas yaitu membuat seseorang atau kelompok mudah menghakimi pihak lain yang dianggap menghina tokoh tertentu.

"Bahwa melakukan penodaan terhadap agama yang hal tersebut tidak mustahil dapat berkembang lebih luas dengan menuduh dan menghakimi orang lain karena dianggap telah menghina atau melecehkan tokoh yang diidolakannya. Sekarang ini sudah mulai nampak kebenarannya," tutupnya.