Apa saja sumbangsih yang dapat dilakukan orang percaya dalam dinamika politik bangsa ini

https://doi.org/10.52157/me.v6i1.66
sikap Kristen, arena politik

Manusia diberi kuasa atas ciptaan. Allah berfirman kepada manusia pertama: "Penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej.1:28). Kuasa menjadi sebagian struktur ciptaan. Allah melihatnya, "sungguh amat baik" (Kej.1:31). Manusia, seperti seluruh ciptaan, hidup di bawah kuasa Allah.Tetapi manusia, berbeda dengan ciptaan lain, juga diberi kuasa sebagai subyek.Ia berkuasa atas makhluk yang lain. Pelaksanaan kuasa manusia atas manusia yang lain juga merupakan sebagian aturan kehidupan yang ditentukan Allah. "Tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah" (Roma 13:1). Orang Kristen boleh berpolitik;ia boleh berkuasa.  Orang Kristen berpolitik bukan untuk menghapuskan kuasa, tetapi untuk berusaha supaya kuasa dapat dipakai untuk tujuan yang benar dan adil. Orang Kristen perlu belajar bagaimana menghubungkan moralitas dengan kuasa supaya ia berhasil memperbaiki masyarakat. Sikap politik Yesus itu menjadi dasar bagi keterlibatan gereja dalam politik.Jelas, gereja bukanlah lembaga politik. Gereja tidak menyamakan diri dengan sebuah partai politik. Gereja tidak menganjurkan umatnya memilih partai tertentu. Akan tetapi, gereja melakukan pendidikan politik. Salah satu bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK) Orang Dewasa adalah pendidikan politik melalui khotbah, buku, pemahaman Alkitab, dan yang lainnya. Itu bukan berarti bahwa kita menjadi anggota suatu partai, melainkan bahwa kita mempunyai kesadaran politik. Kita bukan bersikap masa bodoh, melainkan mengkritisi keadaan dengan cara setiap hari membaca fakta dan opini di surat kabar. Kristus adalah Tuhan atas diri kita sebagai individu dan juga atas diri kitasebagai bangsa dan Negara. Oleh sebab itu, kita turut berpartisipasi dalam menentukan warna keyakinan dan kebijakan mengatur Negara. Salah satu cara partisipasi itu adalah ikut pemilu dan pilkada. Dengan ikut politik, orang percaya ikut menentukan nasib hari depan masyarakat sebab suara setiap orang percaya yang berhak ikut dalam demokrasi politk akan ikut dihitung. Di situlah orang percaya bisa memilih pemimpin yang bersih, gesit, cakap, kreatif, produktif, berintegritas dan dapat dipercaya, serta adil terhadap semua golongan etnik atau agama. Dengan partisipasi itu orang percaya sedang bersikap politis yang alkitabiah. Politik yang alkitabiah adalah suatu upaya dan proses sadar untuk memahami dan memaknai realitas politik dari cara pandang dan pola pikir Alkitab. Sebagai orang percaya yang mau atau sudah terjun dalam dunia politik agar hidup sesuai kebenaran firman Tuhan. Lakukanlah yang baik dan berkenan kepada Tuhan, bersikaplah jujur dan miliki integritas sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, berani menanggung resiko dari prinsip kebenaran yang dipegang teguh, dan menolak dosa dan tawaran duniawi. Berpolitik bukan berarti boleh kompromi dengan dosa atau hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah. Dalam berpolitik semua orang percaya harus mengedepankan prinsip firman Tuhan supaya tidak terjadi hasil keputusan yang bertentangan dengan isi firman Tuhan. Mazmur 37:27 berkata: “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, maka engkau akan tetap tinggal untuk selama-lamanya.” Kalau engkau setia dan taat kepada firman-Nya dan melakukan dengan sungguh-sungguh apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidupmu, maka engkau akan diangkat Tuhan kepada posisi yang terbaik sehingga nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupanmu. Politik itu bersih di tangan orang yang bersih hati dan sikapnya, tetapi kotor di tangan orang yang jahat. Ingatlah akan penderitaan sesamamu dan lakukanlah yang terbaik untuk kebaikan semua tanpa mengabaikan kebenaran iman Kristiani.

Barclay, William 2015 Pemahaman Alkitab Setiap Hari; Injil Matius Pasal 11 -28. Jakarta: BPK,Gunung Mulia Budiarjo, Miriam, 1989 Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Ebenstein, William, 1972 “Political Science”, dalam Encyclopedia Americana. New York: Americana Corporation Ehman, Bart D., 2004 The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press Hasibuan, Imran (ed)., 2013 Politik itu Suci Pemikiran dan Praktik Politik itu Sabam SIrait. Jakarta: Gramedia Koten, Yosef Keladu, 2010 Partisipasi Politik: SebuahAnalisisAtasEtika Politik Aristoteles. Maumere: Penerbit Ledalero More, George Foot, 1960 Judaism. USA: Hendrickson Publisher Robert, Robertus dan Ronny Agustinus (eds), 2014 Kembalinya Politik: Pemikiran Politik Kontemporer Dalam Imran Hasibuan (ed), Politik itu SUci Pemikiran dan Praktik Politik Sabam Sirait. Jakarta: Gramedia Sirait, Saut, 2011 Politik Kristen di Indonesia Suatu Tinjauan Etis. Jakarta: BPK Gunung Mulia Sopater, Soelarso (peny)., 1998 Seri Membangun Bangsa: Keadilan dalam Kemajemukan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Stambaugh, John, David Balch, 1997 Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia Strong, James, 1990 The New Strong’s: Exhausitive Concordance of The Bible. Nashville,Tennessee: Nelson’s Sumartana, Th., 2002 “Panggilan Gereja dalam Reformasi Politik di Indonesia; Sebuah Refleksi. “Dalam Buku Struggling in Hope. Jakarta: BPK Gunung Mulia Wahono, S. Wismoady, 1986 Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia Sumber Internet: Rasu, Ricko,Tt “Politik dalam Kajian Etika Kristen” (Bolehkah Orang Kristen atau Pendeta Berpolitik), internet, Diakses 10 Agustus 2017 Wikipedia “Politik”, https://id.wikipedia.org/wiki/Politik, Diakses 10 Agustus 2017 “Otokrasi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Otokrasi, Diakses 12 Agustus 2017

“Pengertian Makna dan Definisi Politik Secara Umum Serta Para Ahli”, http://www.ikerenki.com/2014/pengertian-politik-makna-definisi-umum,html, diakses 12 Agustus 2016

Downloads

Vol. 6 No. 1 (2017): April

Jawaban

Jika ada sebuah topik yang bisa memicu perdebatan spontan ataupun perbedaan pendapat – bahkan di antara sesama orang-percaya – itu adalah diskusi mengenai politik. Sebagai pengikut Kristus, bagaimana seharusnya sikap dan keterlibatan kita dalam ranah politik? Ada sebuah pendapat bahwa “agama dan politik tidak bisa menyatu.” Apakah pendapat itu benar? Dapatkah kita memiliki pandangan politik yang bertentangan dengan iman Kristen kita? Jawabannya adalah tidak bisa. Alkitab menyatakan dua kebenaran mengenai sikap kita terhadap politik dan pemerintahan. Kebenaran yang pertama: adalah kehendak Allah meliputi dan mengambil alih setiap aspek dalam kehidupan kita. Kehendak Dia-lah yang harus diutamakan di atas segala sesuatu dan semua orang (Mat 6:33). Rencana dan tujuan Allah itu pasti dan kehendak-Nya tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang Allah rencanakan, Dia akan melaksanakannya. Tidak ada satupun pemerintahan yang dapat menghalangi kehendak-Nya (Dan 4:34-35). Bahkan, Dialah yang “memecat raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21) karena “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Dan 4:17). Pemahaman yang benar terhadap kebenaran ini akan membantu kita untuk melihat bahwa politik hanyalah sebuah cara yang Allah gunakan untuk menggenapi kehendak-Nya. Meskipun orang-orang jahat menyalahgunakan kekuasaan politik mereka, yang memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang jahat, namun Allah memakainya untuk kebaikan, karena Dia turut bekerja “dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). Kedua, kita harus memahami fakta bahwa pemerintah tidak bisa menyelamatkan kita! Hanya Allah yang bisa. Alkitab tidak pernah mengindikasikan Yesus ataupun para rasul mencurahkan waktu dan tenaga untuk mengajar orang-percaya mengenai bagaimana mereformasi dunia tanpa iman melalui praktek penyembahan berhala, asusila dan korupsi dengan bantuan pemerintah. Para rasul tidak pernah memanggil orang-percaya supaya tidak taat, sebagai cara untuk memprotes ketidakadilan hukum atau rencana jahat Kerajaan Romawi. Sebaliknya, para rasul memerintahkan orang Kristen mula-mula, termasuk semua orang-percaya hari ini, untuk memberitakan Injil dan menjalani hidup yang menunjukkan bukti nyata dari kekuatan Injil yang mengubahkan. Sudah dipastikan bahwa tanggung jawab kita kepada pemerintah adalah untuk menaati hukum dan menjadi warga negara yang baik (Rom 13:1-2). Allah telah menetapkan semua otoritas. Dia melakukannya untuk kepentingan kita, “dan menghormati orang-orang yang berbuat baik” (1 Ptr 2:13-15). Paulus berkata di surat Roma 13:1-8 bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berkuasa dengan penuh otoritas atas kita semua – semoga demi kebaikan kita – dengan memungut pajak, dan memelihara kedamaian. Ketika kita memiliki hak suara dan dapat memilih pemimpin sendiri, kita harus menggunakan hak tersebut untuk memilih mereka yang memiliki pandangan yang sama dengan kita. Salah satu dusta Setan yang terbesar adalah: kita bisa menaruh harapan kita mengenai moralitas budaya dan kehidupan yang saleh di tangan para pejabat politik dan pemerintahan. Sebuah bangsa tidak bisa berharap pihak penguasa yang akan mengadakan perubahan. Gereja melakukan kesalahan jika mengira para politikus yang bertugas untuk membela, mendahulukan, dan menjaga kebenaran Alkitab dan nilai-nilai Kekristenan. Tujuan Allah yang unik terhadap Gereja tidak berada di tangan kebijakan politik. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa kita harus mencurahkan energi, waktu dan uang kita dalam urusan pemerintahan. Misi kita bukan untuk mengubah bangsa melalui reformasi politik, namun untuk mengubah hati orang lain melalui Firman Allah. Ketika orang-percaya memiliki pemikiran bahwa penginjilan dan pemuridan terkait dengan kebijakan pemerintah, mereka merusak misi Gereja itu sendiri. Sebagai orang Kristen, kita diberikan amanat untuk mengabarkan Injil Kristus dan berkhotbah untuk menegur dosa di jaman ini. Sebuah budaya hanya bisa berubah jika hati para individunya telah diubahkan oleh Kristus. Orang-percaya, di sepanjang jaman telah hidup dan bahkan semakin bertambah, di bawah pemerintahan yang antagonis, penuh penindasan dan tak beriman. Hal ini benar-benar terjadi pada orang-percaya mula-mula yang, meskipun berada di bawah rezim politik yang tidak memiliki belas kasihan, tetap dapat memelihara iman mereka di bawah tekanan budaya yang sangat besar. Mereka memahami bahwa merekalah, dan bukan para penguasa, yang merupakan terang dan garam dunia. Mereka berpegang kepada ajaran Paulus untuk menaati otoritas pemerintah, bahkan menghormati, menghargai dan berdoa untuk mereka (Rom 13:1-8). Yang lebih penting, mereka memahami bahwa, sebagai orang percaya, harapan mereka terletak dalam perlindungan yang disediakan oleh Allah sendiri. Hal yang sama juga berlaku bagi kita pada hari ini. Ketika kita menaati apa yang diajarkan oleh Alkitab, kita menjadi terang dunia, sesuai dengan maksud Allah bagi diri kita. Para pelaku politik bukanlah juru selamat dunia ini. Keselamatan bagi seluruh umat manusia telah diwujudkan melalui Yesus Kristus. Allah mengetahui bahwa dunia ini memerlukan keselamatan, jauh sebelum ditemukannya sistem pemerintahan. Dia menunjukkan kepada dunia bahwa penyelamatan tidak bisa dilakukan oleh kekuatan manusia, baik melalui kekuatan ekonomi, kekuatan militer, atau kekuatan politik. Damai sejahtera, kepuasan, harapan dan sukacita – dan keselamatan umat manusia – hanya dapat digenapi melalui karya iman, kasih dan karunia Yesus Kristus.

English