Apa saja pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh?

Muhammad Abduh, Pembaruan Pendidikan

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan pendidikan melalaui implementasi metode pembelajaran.  Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan latar belakang pemikiran, inti pemikiran dan pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap perkembangan pemikiran pendidikan Islam. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya-karya Muhammad Abduh dan karya-karya pemikir Islam yang mengkaji dan menganalisis pemikiran Muhammad Abaduh. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, sajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Hasil analisis mengindikasikan bahwa Muhammad Abduh adalah tokoh muslim yang popular yang dikenal sebagai  pemikir dalam bidang  pendidikan Islam mewakili kelompok modernis-rasionalis yang responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Muhammad Abduh melakukan pembaharuan dalam pendidikan Islam dengan memgintegrasikan antara ilmu umum dengan ilmu agama. Pendidikan baginya bukan hanya bertujuan mengembangkan aspek kognitif (akal), tetapi juga perlu menyelaraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan). Sehingga Umat Islam terhindar dari kejumudan, keterbelakangan dalam berfikir dan taklid yang berlebihan. Pemikiran Muhammad Abduh tentang pembaharuan pendidikan melalui implementasi metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dunia industry dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. 

Oleh: Suryati Ningsih

MADRASAHDIGITAL.CO – Muhammad Abduh  salah satu tokoh pembaharu Islam dari Mesir. Abduh juga merupakan seorang pemimpin dan tokoh Islam yang revosioner di masanya. Abduh lahir di Mesir pada 1849 M dari keluarga yang sederhana. Ayahnya bernama Abdullah bin Hasan yang memiliki hubungan sosial dengan bangsa Turki dan ibunya berasal dari dusun dekat Thanta daerah Gharbal.

Sejak kecil, Abduh dididik pendidikan agama dari ayahnya. Umur 19 tahun dikirim ke sekolah Masjid Ahmadi di Thantha menghafal Al-Quran dan ilmu bahasa Arab. Tidak puas sistem pendidikan yang ada Ia keluar dari sekolah masjid Ahmadi. Bimbingan pamannya bernama Syekh Darwisy membuat Abduh kembali ke sekolah masjid Ahmadi.

Beberapa tahun kemudian, Abduh sekolah di sekolah tinggi Azhar .Lagi-lagi di sekolah ini Abduh tidak puas dengan sistem pendidikan yang ada. Sistem pendidikan tinggi al-Azhar yang dipandang masih tradisional dan metode menghafal .Sistem pendidikan di al-Azhar membuat Abduh jenuh dan bosan .

Ketika sekolah di al-Azhar ini pula Abduh bertemu Jamaluddin al-Afghani yang bekerja sebagai guru di Azhar. Pertemuan Abduh dengan Afghani membawanya menjadi seorang reformis sejati dan memberi semangat baru dalam memperbaharui umatnya menjadi lebih baik.

Abduh Sempat Diasingkan

Sepak terjang Abduh sebagai pembaharu Islam terlihat saat Abduh diangkat menjadi pemimpin redaksi Majalah Al Waqai Al Misriyah bertepatan masa gerakan Arabi. Saat menjadi pemimpin redaksi Majalah Al Waqai Al Misriyah, Abduh  melakukan gerakan pembaharuan dan perubahan. Cara unik Abduh dalam melakukan pembaharuan dengan melancarkan kritik terhadap pemerintah setempat melalui artikel- artikel tentang masalah agama, sosial, politik dan kebudayaan.

Media ini pula yang membuat Abduh dijatuhi hukuman diasingkan ke luar negeri selama 3 tahun 3 bulan, tepatnya pada September 1882 dengan tuduhan terlibat dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Urabi Pasya pada 1882.

Ia dilarang pulang sebelum memperoleh izin dari Pemerintah Mesir. Hukuman itu jatuh pada September 1882. Sebelum tahun itu berakhir, ia meninggalkan Mesir dan pergi ke Negeri Syam untuk mencari tempat perlindungan hukum. Itu dia lakukan sampai bisa kembali ke tanah airnya.

Di balik itu semua, justru sahabat yang dipercayainya berbalik menentang dan menjatuhkannya. Entah apa alasan yang membuat Abduh dan al-Afghani terbuang dari Mesir. Faktor yang menyebabkan Abduh dan Afghani dibuang dari Mesir oleh Khedevi Taufiq Pasha salah satunya akibat berbagai kejadian baru di Mesir.

Gerakan al-Urwatul Wuthqa

Faktor lain yang membuat Abduh diusir dan dibuang dari Mesir karena pengaruh campur tangan bangsa asing. Ketika berada di pembuangan tahun 1882-1887, ia bertemu Jamaluddin al-Afghani kemudian pergi ke Paris pada 1884 selama 10 bulan. Paris ini pula Ia bersama Afgani mendirikan gerakan al-Urwatul Wuthqa atau rantai yang tidak pernah putus adalah gerakan untuk menyadarkan,memperjuangkan negara Islam.

Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia bersama Al-Afghani menerbitkan majalah yang senama dengan gerakan tersebut bernama Majalah al-Urwatul Wuthqa di Paris. Jurnal Urwatul ini adalah jurnal mingguan politik yang melaporkan dan memberi gambaran keadaan politik dan perjuangan muslim di negara- negara Islam untuk melepaskan diri dari dominasi negara-negara Barat.

Majalah ini memang luar biasa pengaruhnya di dunia Islam. Majalah ini juga mendapat reaksi beragam dari kalangan masyarakat Islam saat itu. Akibatnya, majalah ini tak berumur lama karena dilarang terbit oleh Pemerintah Inggris, India, dan Mesir.

Berhentinya Majalah Urwatul membuat Abduh dan Afghani menghentikan segala kegiatan politiknya dan membuat mereka berdua berpisah. Abduh melanjutkan perjalanannya ke Beirut pada 1884, sedangkan Afghani ke Rusia.

Pasca berhentinya Majalah al-Urwatul Wuthqa Abduh mengembara menjelajah jazirah Arab dinegeri- negeri Islam. Abduh yang terbuang ke luarnegeri memberi hikmah baginya,karena dengan kejadian ini. Ia bisa melakukan gerakan pembaharuan di negeri orang dengan pembaharuan pendidikan dan pengajaran di sejumlah negeri di tanah Arab. Salah satunya mengajar di Madrasah Sultaniyah pada akhir tahun 1885.

Di sekolah ini Abduh melakukan pelbagai pembaharuan mulai melakukan perubahan adminitrasi, sistem pendidikan dengan menambah pengajaran tentang fiqh, sejarah, dan ketuhanan hingga tahun 1888. Di sekolah tersebut ia mengajar mantiq, balaghah, dan sejarah Islam. Di dini dia juga banyak menulis dan menerjemah kitab-kitab ke dalam bahasa Arab. Pada saat itulah, Abduh menyelesaikan buku Risalah at Tauhid yang ditulisnya semasa mengajar di Sekolah Sultaniyah.

Menjadi Mufti

Pada tahun 1899, tepatnya tanggal 3 Juni Abduh diangkat menjadi mufti. Mufti adalah sebuah jabatan yang dianggap paling tinggi. Jabatan ini ia jabat sampai meninggal dunia pada tahun 1905. Jabatan mufti ini pula menjadi tempat untuk merealisasikan cita-citanya selama ini.

Muhammad Abduh tidak saja menjabat sebagai mufti, melainkan juga sebagai hakim di Kota Benha, beberapa kota di luar Kairo, dan selanjutnya menjabat sebagai penasihat di Mahkamah Tinggi Kairo. Ia diangkat sebagai Mufti 3 Juni 1899 menggantikan Syekh Hasunnah an-Nawawi.

Pada masa itu, Abduh terus berusaha melakukan gerakan pembaharuan salah satunya memperbaiki pandangan masyarakat tentang mufti. Mufti ketika itu dipandang sebagai pejabat resmi hanya untuk keperluan Pemerintah Mesir dan penasehat hukum kepentingan negara semata. Saat itu, Abduh tidak hanya bekerja fokus pada masalah negara melainkan juga memperhatikan kepentingan masyarakat yang tak luput dari perhatiannya seperti pelayanan publik kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Ketika itu Abduh bekerja dengan menegakkan kebenaran, keadilan, dan memasukkan undang-undang agama. Salah satunya mengeluarkan fatwa-fatwa yang kontroversial, seperti menghalalkan daging yang disembelih orang Yahudi dan Kristen, halal bagi orang Islam menyimpan uang di kantor pos, dan sejumlah fatwa lainnya.

Gerakan pembaharuan dilakukannya ketika ia menjabat sebagai mufti ini sering kali mendapat kritikan dari sebagian masyarakat kala itu. Namun, itu tak membuatnya patah semangat. Sisi lain dari fatwa- fatwa yang dikeluarkan Abduh ketika menjadi mufti menunjukkan pribadi Abduh dalam mengambil keputusan tidak terikat pada pendapat ulama tertentu dan tidak terikat kepada pendapat atau pengaruh suatu mazhab.

Pembaharuan yang dilakukan Abduh saat menjabat sebagai hakim hingga mufti tersebut tak lepas dari sikapnya dalam berijtihad. Ijtihad Abduh dalam mengambil suatu keputusan langsung pada sumber hukum Islam, yakni Al-Quran dan sunah. Dengan kata lain, Abduh  tidak terikat pada mazhab tertentu  hingga kemudian Muhammad Rasyid Ridha menyebut Abduh sebagai Mujtahid al Qadi, yaitu mujtahid mandiri. Dalam arti, Abduh dalam mengambil keputusan secara mandiri langsung pada Al-Quran dan sunah sebagai dasar suatu pertimbangan sebelum memutuskan suatu persoalan tanpa terikat oleh keputusan ulama tertentu.

Pada 1892, ia mendirikan organisasi sosial bernama Perserikatan amal kebajikan yang bertujuan menyantuni fakir miskin dan anak-anak yang tidak mampu. Pada masa itu secara perlahan tapi pasti Abduh mencapai puncak karier. Puncak karier Abduh diraih setelah terjun ke dunia pendidikan mengajar di al-Azhar.

Pembaruan di Bidang Pendidikan

Ketika berada di al-Azhar melihat sistem pendidikan Mesir tradisional dan kuno membuat pendidikan makin tidak sehat dan dualisme pendidikan. Pendidikan di al-Azhar terjadi dualisme, yakni tipe pendidikan umum dan pendidikan agama. Kondisi pendidikan yang demikian bagi Abduh membuat kualitas pendidikan makin tidak baik.

Sadar akan kemunduran yang dialami Mesir mendorong Muhammad Abduh mengadakan pembaharuan di berbagai bidang salah satunya pembaharuan bidang pendidikan. Pembaharuan pendidikan yang pertama kali dilakukan Muhammad Abduh memperbaiki kualitas pendidikan, yakni dengan merumuskan tujuan pendidikan dengan menekankan pada pendidikan akal.

Pendidikan akal ini ditujukannya sebagai alat untuk menanamkan kebiasaan berpikir bagi Abduh agar kejumudan berpikir yang telah merata dikalangan umat Islam dapat diterobos. Selain pendidikan akal Ia juga mementingkan pendidikan spiritual dengan tujuan melahirkan generasi yang mampu berpikir,tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan jiwa bersih.

Pendidikan akal dan moral dikembangkan Abduh dengan harapan mampu menemukan ilmu pengetahuan, mengimbangi kebudayaan Barat yang telah lama maju. Pemikiran pendidikan Muhammad Abduh diaplikasikan dalam seperangkat kurikulum pendidikan sejak tingkat dasar sampai tingkat atas  adalah pada tingkat dasar pelajaran yang diajarkan mencakup membaca, menulis, berhitung, pelajaran agama, dan sejarah.

Pada tingkat menengah, pelajaran yang diajarkan meliputi mantiq, akidah, fiqh, akhlak, dan pelajaran Islam. Sedangkan mata pelajaran yang diajarkan tingkat atas mencakup tafsir, hadis, bahasa Arab dengan segala cabangnya, akhlak, ushul fiqh, sejarah Islam, retorika, dan dasar-dasar berdiskusi serta ilmu kalam.

Kurikulum pendidikan yang dikembangkan Abduh tidak saja memasukkan ilmu-ilmu Barat, seperti ilmu pasti, ilmu bahasa, ilmu sosial, dan sebagainya. Muhammad Abduh juga menciptakan sistem pendidikan baru. Sistem pendidikan baru tersebut dilakukan dengan mempejari bersama-sama dengan ilmu-ilmu agama dan ilmu umum sebagaimana terlihat dalam kurikulum ciptaan Abduh.

Pemikiran pendidikan Muhammad Abduh dalam kurikulum pendidikan dari tingkat dasar, menengah, dan atas. Muhammad Abduh menekankan pada penanamkan pengertian,contoh teladan serta semangat dengan mencoba menghilangkan dualisme dalam pendidikan yang ada saat itu.

Abduh juga menerapkan metode diskusi dalam sistem pengajaran dalam setiap proses belajar dan mengajar untuk memberikan pengertian setiap mata pelajaran. Sistem pendidikan sebelumnya yang lebih menerapkan metode hafalan, menurut Abduh akan merusak daya nalar.

Pembaharuan pendidikan demikian itu diterapkan di lembaga tinggi al-Azhar tidak hanya sistem pengajaran, kurikulum, dan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa sampai asrama mahasiswa. Pembaharuan yang dilakukan Abduh luarbiasa bagi kemajuan al-Azhar Jumlah mahasiswa terus meningkat hingga al-Azhar menjadi pusat pendidikan didunia.