Muhammad Hidayat, Al-Amin, (2014) Perlawanan Rakyat Selayar dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1949. Diploma thesis, universitas negeri makassar.
AbstractABSTRAK Muhammad Hidayat Al-Amin, 2014. Perlawanan Rakyat Selayar dalam Mempertahankan Kemerdekaan 1945-1949. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar. Dibimbing oleh Patahuddin dan Ahmadin 5 Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui situasi dan kondisi keadaan masyarakat ketika runtuhnya kekuasaan Jepang di Selayar, kemudian untuk mengetahui bentuk perlawanan rakyat Selayar dalam mengahadapi Sekutu danNICA, serta bagaimana peranan lasykar AMRIS dan PPNI sebagai organisasi perjuangan yang bertujuan untuk merangkul semua elemen masyarakat dari berbagai kampung untuk melakukan perlawanan kepada Sekutu dan NICA. Penelitian dilakukan melalui studi lapangan dan kajian pustaka dengan menggunakan metode sejarah yang melalui beberapa tahapan kerja, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi sumber, interpretasi dan historiografi (penulisan) yang merupakan pengungkapan kisah sejarah secara tertulis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa disaat runtuhnya pendudukan Jepang di Selayar pada tahun 1945 keadaan rakyat Selayar kian memburuk. Kebutuhan seperti sandang pangan sulit didapatkan, hal ini disebabkan karena hasil bumi Selayar digunakan untuk membiayai perang dalam melawan Sekutu. Disisi lain masih ada keuntungan sempat didapatkan oleh rakyat Selayar seperti pemberian latihan kemiliteran, dari keterampilan inilah yang digunakan untuk melawan Belanda dan Sekutu. Latarbelakang rakyat Selayar melakukan strategi gerilya dalam melawan Belanda adalah karena berawal dari tertangkapnya beberapa pemimpin seperti Rauf Rahman, Nastoera, Muh. Amin Solong, dan Muh. Ali Solong. Strategi gerilya dengan melakukan penyerangan dadakan dilakukan dengan harapan bahwa Belanda dapat dipukul mundur. Akan tetapi cara itu selalu digagalkan oleh Belanda. Berawal dari perlawanan ini ternyata telah mampu mempersatukan rakyat Selayar dalam sebuah wadah perjuangan yakni Angkatan Muda Rakyat Indonesia Selayar (AMRIS) dan Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Selayar. Dari kedua wadah inilah yang telah menjadi sarana untuk melakukan kerjasama dan bergabung dalam kesatuan Lasykar Pembertontak Republik Indonesia (LAPRIS) dan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa dalam upaya mempertahankan kemerdekaan di Selayar kerap kali gagal, hal ini didasari karena persenjataan dan kekuatan yang dimiliki rakyat Selayar tidak seimbang dengan persenjataan dan kekuatan milik NICA, ditambah tertangkapnya beberapa pimpinan AMRIS dan PPNI. Dengan tertangkapnya beberapa pimpinan tersebut menyebabkan terjadinya kefakuman pergerakan yang dilakukan oleh rakyat disebabkan tidak ada yang dapat memimpin sehingga NICA mampu menguasai Selayar hingga adanya pengakuan kedaulatan. Actions (login required)
Jakarta: Pascakemerdekaan, Indonesia masih mengalami banyak peperangan untuk mempertahankan kedaulatan negara. Yuk kita simak artikel di bawah ini untuk mengenal macam-macam perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, seluruh negara jajahan Jepang di Asia Tenggara diambil alih oleh pasukan sekutu, yaitu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies). Tugas AFNEI adalah menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan tentara Sekutu yang ditahan Jepang, melucuti serta mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya. Dikutip dari laman Ruangguru, kedatangan tentara sekutu ternyata juga disertai dengan kedatangan NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang bertujuan ingin kembali menegakkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Tentara AFNEI bersama NICA sampai ke Indonesia pertama kali pada tanggal 16 September 1945 di Tanjung Priok. Kemudian, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Salah satunya dengan melalui perjuangan bersenjata. 1. Pertempuran SurabayaPertempuran arek-arek Surabaya dengan pihak Sekutu bersama NICA diawali oleh insiden bendera di Hotel Yamato, Surabaya, tanggal 19 September 1945. Salah seorang tentara Belanda menurunkan bendera merah putih lalu menggantinya dengan bendera Belanda. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Arek-arek Surabaya menurunkan bendera Belanda dan merobek warna biru agar menjadi warna bendera Indonesia. Selain peristiwa perobekan bendera, kedatangan pasukan Sekutu ke Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby memicu kemarahan arek-arek Surabaya. Hal ini terjadi karena tentara Sekutu membebaskan tahanan di penjara di Kalisosok, menduduki Pangkalan Udara Tanjung Perak, dan Gedung Internatio. Para pemuda pun melawan dan menimbulkan pertempuran bersenjata yang menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby. Peristiwa ini kemudian membuat hubungan Inggris dan Indonesia merenggang. Sehingga Inggris mengeluarkan ultimatum agar para pemuda menyerah paling lambat 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Namun, para pemuda Surabaya tetap bertempur membela tanah kelahirannya.Baca juga: Fisika Kelas 9: Mengapa Bisa Terjadi Petir? Tokoh yang sangat berperan dalam membakar semangat pada pemuda saat itu adalah Bung Tomo. Hampir tiga minggu para pemuda mempertahankan Surabaya hingga banyak korban jatuh akibat pertempuran ini. Untuk mengenang peristiwa ini kemudian setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran Ambarawa berhasil memukul mundur pasukan Sekutu dan NICA ke Ambarawa, lho! Letkol Isdiman, Mayor Suharto, dan Kolonel Sudirman juga ikut terlibat dalam pertempuran Ambarawa. Pasukan Sekutu dan NICA yang terdesak pada tanggal 15 Desember 1945 akhirnya meninggalkan daerah Ambarawa dan menandai berakhirnya pertempuran Ambarawa. Untuk mengenang peristiwa ini setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri. Pada bulan Oktober 1945, pasukan Sekutu dan NICA mulai datang serta melakukan pendudukan terhadap kota Bandung. Pasukan Sekutu dan NICA segera mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata milik mereka, sehingga memicu kemarahan. Pertempuran bersenjata kemudian berlangsung selama kurun waktu November 1945-Maret 1946. Puncak pertempuran terjadi ketika tanggal 23 Maret 1946, pihak Sekutu dan NICA mengeluarkan ultimatum untuk mengosongkan kota Bandung. Komandan Divisi III Siliwangi A.H. Nasution bersama pemuda mengambil inisiatif untuk mengosongkan kota Bandung dan membakar seluruh kota beserta infrastruktur penting pemerintahan ataupun militer pada tanggal 24 Maret 1946.Salah satu tokoh yang berperan dalam pertempuran ini adalah Moh. Toha yang harus gugur ketika berupaya meledakkan gudang mesiu milik NICA di Bandung Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Bandung Lautan Api. Pertempuran Medan Area terjadi karena beberapa peristiwa. Pertama adalah insiden yang dilakukan oleh salah satu penghuni hotel di Jalan Bali, Medan tanggal 13 Oktober 1945, yang menginjak lencana merah putih. Para pemuda Indonesia yang marah kemudian menyerang hotel tersebut sehingga timbul banyak korban. Kedua adalah adanya ultimatum dari pimpinan tentara Sekutu di Sumatera Utara, yaitu T.E.D. Kelly tanggal 18 Oktober kepada rakyat Indonesia untuk menyerahkan senjatanya kepada Sekutu. Hal ini memicu perlawanan antara rakyat Medan dengan sekutu. Terlebih pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Peristiwa ini menimbulkan pertempuran yang lebih besar antara rakyat Medan melawan Sekutu. Sekutu bersama NICA melancarkan aksi besar-besaran sejak 10 Desember 1945, serta mengusir dan menindas rakyat Indonesia.Rakyat Medan merespons pada 10 Agustus 1946 dengan membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area untuk melanjutkan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA. Pertempuran Medan Area berakhir tanggal 1 Desember 1946 setelah pihak NICA mengajukan gencatan senjata kepada pihak Republik. Pada masa itu, Indonesia telah menyepakati perjanjian Linggarjati di mana secara de facto wilayah Indonesia hanya terdiri dari Sumatera, Jawa dan Madura. Ngurah Rai tetap berusaha mengusir Belanda dari Bali dengan melakukan long march dan bergerilya melawan musuh. Puncak serangan pasukan Belanda terjadi tanggal 20 November 1946. Pasukan Belanda mengepung desa Marga tempat I Gusti Ngurah Rai bersembunyi.Walaupun terdapat ketidakseimbangan kekuatan antara tentara Indonesia dan Belanda, I Gusti Ngurah Rai tetap bertempur hingga titik darah penghabisan. Pada 29 November 1946, Ngurah Rai gugur dalam pertempuran melawan Belanda. Pertempuran sengit antara Belanda dan tentara Indonesia di Bali dikenal dengan Perang Puputan (pertempuran habis-habisan). Editor : Citra Larasati |