Apa jadinya bangsa Indonesia ketika ideologi Pancasila akan tergantikan dengan paham komunis

Liputan6.com, Jakarta - Pancasila sudah menjadi dasar negara sejak Indonesia lahir. Kendati begitu, perjalanan Pancasila sebagai ideologi Indonesia, sudah berkali-kali ingin diganti.

Sejarawan yang juga peneliti LIPI Asvi Warman Adam menyebut, ideologi Indonesia pernah diperdebatkan pada zaman Presiden Sukarno. Kala itu, diperdebatkan ideologi negara diganti oleh agama.

"Dalam perdebatan, apakah dasar negara kita itu adalah Pancasila ataukah agama Islam. Banyak yang menginginkan agama Islam sebagai dasar negara, namun tidak mencapai suara yang cukup (tidak sampai kata sepakat)," kata Asvi saat ditemui Liputan6.com di Jakarta, Rabu 31 Mei 2017.

Bahkan pada era Sukarno, Pancasila juga sempat diperdebatkan sebagai dasar negara pada 1957. Para konstituante memperdebatkan dasar negara Indonesia dalam persidangan.

"Mereka berdebat apakah dasar negara itu Pancasila atau Islam atau ideologi sosial ekonomi. Tetapi tidak satu pun dari kelompok yang mencapai suara, sehingga usul atau perdebatan itu menjadi terkatung-katung," ujar dia.

Namun, karena perdebatan tersebut dianggap tidak berhasil untuk menentukan ideologi Indonesia, maka Presiden Sukarno kembali mengeluarkan Dekrit Presiden pada Juni 1959.

Penggantian Pancasila pada Era Reformasi

Tak hanya itu, pada era reformasi upaya untuk mengganti ideologi negara kembali terjadi. Hal ini dilakukan dengan memasukkan agama ke dalam konstitusi dasar-dasar negara.

"Tapi itu juga tidak berhasil (mengganti Pancasila sebagai ideologi Indonesia)," tutur Asvi.

Menurut Asvi, hal ini menjadi bukti kuat Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sebab, telah berkali-kali dicoba dan diupayakan untuk diganti, tetapi berulang kali pula diputuskan ideologi Indonesia tetap Pancasila.

"Karena (Pancasila) itu kan dasar negara. Jika fondasi itu diganti, maka negara itu akan runtuh. Kita cukup Pancasila saja. Agama atau ideologi lain tidak bisa gantikan Pancasila sebagai dasar negara," pungkas Asvi.

Penggagas Pancasila

Sebagian orang mengenal Sukarno adalah tokoh yang pertama kali menjadi penggagas rumusan Pancasila. Namun, ternyata ada juga anggapan yang menyebut Mohammad Yamin dan Soepomo-lah sosok yang menggagas rumusan Pancasila yang kini menjadi dasar dan ideologi bangsa Indonesia.

"Jadi dikatakan bahwa penggagas pertama Pancasila itu bukanlah Sukarno tetapi Mohammad Yamin, kemudian dikatakan lagi bukan hanya Moh. Yamin tapi juga Soepomo," ungkap Asvi.

Ia mengatakan, lahirnya Pancasila diawali dengan serangkaian rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sejak 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945.

"Satu-satunya yang membahas tentang dasar negara itu hanya Sukarno dan itu disampaikan pada 1 Juni 1945. Jadi itulah sebabnya 1 Juni itu dijadikan sebagai Hari Kelahiran Pancasila," tutur dia.

Peneliti LIPI itu menjelaskan, keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan 1 Juni sebagai Hari Pancasila merupakan serangkaian proses, yang diawali dengan pidato dari Presiden Sukarno pada 1 Juni 1957.

"Kemudian tanggal 22 Juni yang dikenal sebagai Piagam Jakarta itu adalah masukan-masukan dari para tokoh dan kemudian disempurnakan lagi pada 18 Agustus 1957," terang Asvi.

Kabar24.com, KUPANG - Upaya mengganggu gugat Pancasila sebagai dasar negara dinilai akan menimbulkan dampak buruk bagi bangunan kebangsaan Indonesia.

Antropolog budaya dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Gregor Neonbasu, berpendapat Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah kuat menyatukan seluruh elemen bangsa sehingga tidak boleh digangggu dengan idelogi lain.

Baca Juga : Rumah Murah untuk Buruh Segera Diresmikan di Depokl

"Pancasila merupakan idelogi kita yang sudah kuat dan tidak boleh diganggu-gugat dengan alasan apa pun," ujarnya, di Kupang, Kamis (27/4/2017).

Dikatakannya hal itu menyoal berbagai isu yang mencuat akhir-akhir ini terutama di ibu kota negara terkait berbagai tantangan kehadiran ideologi kepentingan dari kelompok atau kalangan tertentu yang tengah dihadapi pemerintah dan masyarakat.

Menurut Ketua Dewan Riset Daerah Nusa Tenggara Timur itu, menganggu Pancasila berarti mau mencari negara baru.

Baca Juga : Rusunami Serpong DP Hanya 1%

Apabila dasar negara Pancasila yang selama ini telah meyatukan seluruh masyarakat Indonesia diganti dengan ideologi lain maka hanya akan menimbulkan kegaduhan dan perpecahan.

Menurutnya, tanpa Pancasila maka eksistensi Indonesia sebagai bangsa dan negara akan mudah digoyang dan dengan sendirinya menumbangkan "bangunan" yang dinamakan Indonesia Raya.

"Hemat saya tanpa Pancasila maka Indonesia yang besar itu akan terbagi-bagi menjadi kepingan-kepingan yang tidak memiliki kekuatan sebagai Indonesia seperti sekarang ini," katanya.

Baca Juga : Ikatan Dokter Sarankan JKN Tak Tanggung Penyakit Akibat Merokok

Neonbasu menyadari, saat ini ideologi Pancasila sedang ditantang dengan kehadiran ideologi dari luar.

"Pancasila itu ideologi yang tahan banting selama ini dan Pancasila yang sama merupakan kekuatan dan landasan tempat 'kita semua' berpijak sebagai bangsa dan negara yang kuat," katanya.

Menurut Antropolog budaya itu, interaksi masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali, meski kembali pada roh hidup berbangsa dan bernegara.

Setelah itu, lanjutnya, setiap warga Indonesia harus memiliki pola pikir hidup berbangsa dan bernegara yang tepat, benar dan konsisten sesuai roh hidup berbangsa dan bernegara.

"Dengan demikian maka usaha menanamkan keempat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara [Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika] akan berjalan sesuai harapan para pendiri bangsa dan negara ini," katanya.

Dalam konteks itu, Neonbasu memandang penting upaya menanamkan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan negara seperti dilakukan pada massa Orde baru melalui Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4).

"Pola dan sistem Orde Baru mengenai BP7 dan P4 sangat urgent pada masa sekarang ini agar rasa memiliki bangsa dan negara sebagai satu kesatuan tetap kokoh hingga ke masyarakat akar rumput," katanya. 

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

pancasila

Oleh: Carlos Fernando (Mahasiswa Binus University Jakarta)

Ideologi memiliki banyak definisi yang sudah mengalami perkembangan. Secara etimologis, ideologi adalah ilmu dari ide (science of ideas), yang berasal dari kata idea (gagasan atau konsep), dan logos (ilmu). Kaelan (2013) menyimpulkan bahwa secara etimologis, ideologi adalah pelajaran tentang arti dari dasar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mendefinisikan ideologi sebagai cara berpikir seseorang atau sebuah golongan, atau sebuah paham, teori, dan tujuan. Beberapa tokoh di Indonesia mendefinisikan ideologi sebagai sekumpulan gagasan atau pikiran yang memiliki orientasi pada tindakan dan memiliki sebuah sistem yang teratur (didefinisikan oleh Sastrapratedja (2001)), hasil refleksi manusia karena kemampuannya dalam menjaga jarak dengan dunia kehidupannya (didefinisikan oleh Soerjanto), dan doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol masyarakat atau bangsa yang dijadikan pedoman atau perjuangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa tersebut (didefinisikan oleh Mubyarto) (Nurwardani dkk., 2016).

Dalam mendirikan sebuah negara atau bangsa, pengertian ideologi dari Mubyarto memiliki definisi yang paling sesuai, sehingga dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah misi-misi untuk mencapai visi dari negara. Untuk mendukung pendapat tersebut, terdapat beberapa teori ideologi yang pada dasarnya menyimpulkan bahwa ideologi berfungi sebagai sistem kepercayaan (didefinisikan oleh Martin Seliger), proyek nasional (didefinisikan oleh Alvin Gouldner), dan relasi sosial (didefinisikan oleh Paul Hirst) (Thompson, 1984).

Negara Indonesia menganut ideologi yang berbeda dengan negara-negara lain yaitu ideologi Pancasila, yang dirumuskan oleh founding fathers dari Indonesia dan sudah disesuaikan dengan norma-norma dan budaya yang berlaku di Indonesia. Sama seperti tujuan ideologi lain, tujuan dari ideologi Pancasila adalah sebagai struktur kognitif untuk memahami dan menafsirkan dunia, orientasi dasar untuk memahami tujuan dan kehidupan manusia, norma-norma untuk menjadi pedoman untuk bertindak, bekal dan jalan untuk menemukan identitas, kekuatan untuk mendorong untuk menjalankan dan mencapai tujuan, dan pendidikan untuk memahami dan menerapkan norma-norma yang terkandung dalam ideologi tersebut (Nurwardani dkk., 2016). Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi negara memiliki fungsi utama untuk mencapai tujuan negara Indonesia, yaitu yang tercantum pada pembukaan UUD 1945.

Selain itu, Pancasila juga memiliki fungsi untuk mempersatukan bangsa Indonesia, dan juga menjunjung tinggi dan menghargai hak-hak manusia, terutama dalam aspek sosial.

Peran Pancasila sebagai ideologi sangat penting sebagai pemersatu bangsa Indonesia, yang merupakan bangsa yang sangat heterogen dari segi suku, agama, dan ras. Sila pertama Pancasila menjelaskan satu Tuhan yang sama, yang menyatukan seluruh agama yang di Indonesia dan sila ketiga menjelaskan tentang persatuan Indonesia, yang menyatukan seluruh masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu.

Dengan demikian, tanpa adanya ideologi Pancasila, sangat mungkin akan terjadi perpecahan karena tidak ada hal yang menyatukan perbedaan suku, agama, dan ras. Ancaman perpecahan juga pernah terjadi oleh masyarakat Indonesia timur saat sila pertama Pancasila masih berpihak kepada agama Islam pada Piagam Jakarta (ketuhanan dengan menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya), yang menyebabkan perubahan pada sila pertama Pancasila saat itu (Nurwardani dkk., 2016).

Hal ini menjelaskan bahwa adanya kekeliruan pada sila Pancasila saja sudah menyebabkan ancaman perpecahan, tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi perpecahan bila tidak ada Pancasila sebagai ideologi. Selain pemersatu bangsa, tidak adanya Pancasila sebagai ideologi juga dapat menyebabkan tidak adanya rasa menghargai orang lain, sehingga juga memungkinkan terjadinya perpecahan.

Sebagai mahasiswa, cara untuk melestarikan dan memperkuat ideologi Pancasila adalah dengan mempelajari mata kuliah Pancasila dengan sungguh-sungguh, mengamalkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehdiupan sehari-hari, dan tidak melupakan Pancasila dalam kehidupan sosial. Nilai-nilai dari ideologi Pancasila yang dapat diterapkan adalah untuk bangga menjadi warga negara Indonesia, menghargai dan menghormati hak-hak asasi manusia baik diri sendiri ataupun orang lain, dan mengamalkan dan menerapkan nilai agama-agama yang dipercaya dalam kehidupan sehari-hari dengan sungguh-sungguh, serta menghargai dan menghormati kepercayaan orang lain sebagai bentuk toleransi.

ReferensiKaelan, 2013, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya. Yogyakarta: Penerbit ParadigmaNurwardani, P., Saksama, H. Y., Kuswanjono, A. Munir, M., Mustansyir, R., Nurdin, E. S., Mulyono. E., Prawatyani, S. J., Anwar, A. A., Evawany, Priyautama, F., dan Festanto, A. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pancasila. Jakarta: Direktorkat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.Sastrapratedja, M. 2001. Pancasila sebagai Visi dan Referensi Kritik Sosial. Yogyakarta: Penerbitan Universtias Sanata Dharma

Thomson, J.B. 1984. Studies in the Theory of Ideology Los Angeles: University of California Press.