Apa bentuk-bentuk tindakan yang dapat dilakukan kaum Awam dalam membangun Gereja

Kaum Awam dalam Gereja Katolik Kelas XI Aurea Retno Dewanti, SFK

KOMPETENSI DASAR 3.3. Memahami fungsi dan peranan Hierarki dan awam dalam Gereja Katolik. 4.3. Melakukan aktivitas (menuliskan refleksi/doa/puisi/ membuat rangkuman) tentang fungsi dan peranan Hierarki Gereja.

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.3.5. Menjelaskan arti Kaum Awam menurut ajaran Gereja LG art. 30, dan peranan Kaum Awam dalam Gereja. 3.3.6. Menjelaskan arti ke-rasulan Awam 3.3.7. Menjelaskan ciri khas ke-rasulan Awam 3.3.8. Menjelaskan hubungan Awam dan hierarki yang sesungguhnya. 3.3.9. Menemukan bentuk-bentuk tindakan yang yang dapat dilakukan Kaum Awam dalam membangun Gereja di lingkungan dan parokinya.

ARTI AWAM Yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. Lumen Gentium, art.31)

PENGERTIAN AWAM Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumendokumen resmi Gereja ada dua macam (lihat LG 31) Definisi teologis : Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam dalam praktek seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci. Definisi tipologi : Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/biarawati. Maka dari itu, awam tidak mencakup para bruder dan suster. Untuk selanjutnya istilah AWAM yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis di atas.

PERANAN AWAM 1. Kerasulan internal atau kerasulan di dalam Gereja adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarki, walaupun awam dituntut pula untuk mengambil bagian di dalamnya. 2. Kerasulan eksternal atau kerasulan dalam tata dunia lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.

Peranan Awam dalam Kerasulan Eksternal (kerasulan dalam tata dunia) Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil, mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. Lumen Gentium, art. 31).

Peranan Awam dalam Kerasulan Eksternal (kerasulan dalam tata dunia) Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam TATA DUNIA sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang Kristus dan melayani keselamatan manusia Dengan kata lain, TATA DUNIA adalah medan bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dengan bidang-bidang ipoleksosbudhankamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.

Peranan Awam dalam Kerasulan Eksternal (kerasulan dalam tata dunia) Dengan paham Gereja sebagai Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia yang dimunculkan oleh Gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekular diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai ruang kerasulan bagi awam. 1. Dalam tugas nabiah, pewartaan sabda, seorang awam dapat : Mengajar agama, sebagai katekis atau guru agama; Memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb.

Peranan Awam dalam Kerasulan Eksternal (kerasulan dalam tata dunia) 2. Dalam tugas imamiah, menguduskan, seorang awam dapat : Memimpin doa dalam pertemuan-pertemuan umat; Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadat; Membagi komuni sebagai prodiakon; Menjadi pelayan altar, dsb. 3. Dalam tugas gerejawi, memimpin atau melayani seorang awam dapat: Menjadi anggota dewan paroki; Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb.

HUBUNGAN AWAM DAN HIERARKI Berbicara tentang hubungan antara awam dan hierarki, ada baiknya diperhatikan hal-hal berikut: 1. Gereja adalah Umat Allah Konsili Vatikan II menegaskan bahwa semua anggota Umat Allah (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam) memiliki martabat yang sama. Yang berbeda hanyalah fungsinya. Keyakinan ini dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam hidup dan karya semua anggota gereja.

HUBUNGAN AWAM DAN HIERARKI 2. Setiap Komponen Gereja Memiliki Fungsi yang Khas Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki bertugas memimpin (atau lebih tepat melayani) dan mempersatukan seluruh Umat Allah. Biarawan/Biarawati dengan kaul-kaulnya bertugas mengarahkan umat Allah kepada dunia yang akan datang (eskatologis). Para awam bertugas merasul dalam tata dunia. Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosbudhankamnas. Jika setiap komponen Gereja melaksanakan fungsinya masing-masing dengan baik, maka pasti ada kerjasama yang baik.

HUBUNGAN AWAM DAN HIERARKI 3. Kerja Sama Walaupun tiap komponen Gereja memiliki fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu, terlebih dalam kerasulan internal Gereja yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam hal ini hendaknya hierarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan. Pemimpin tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (karisma) yang ada. Hierarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas pelayanan.

REFLEKSI Temukan bentuk-bentuk tindakan yang dapat kalian lakukan dalam membangun Gereja di lingkungan dan parokimu!

Terima kasih Tuhan memberkati


2. Kaum Awam dalam Gereja Katolik

Istilah “Awam” diterjemahkan dari kata Yunani “Laikos” yang berarti bukan ahli. Dalam  kaitan dengan kehidupan agama Yahudi, kelompok “Awam” adalah anggota umat yang bukan golongan Imam atau Levit yang terkenal sebagai ahli Kitab Suci (Taurat). Kompendium Ajaran Sosial Gereja  menjelaskan bahwa “ciri khas hakiki Kaum Awam beriman  yang bekerja di  kebun  anggur  Tuhan  (bdk.Mat  20:1-16) adalah corak sekular dari kemuridan mereka sebagai  orang   Kristen, yang justru dilaksanakan di dalam dunia”. Fakta dalam kehidupan Gereja, bagian terbesar dalam Gereja adalah Kaum Awam. Menurut Lumen Gentium art.31, Kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau berstatus religius yang diakui dalam Gereja. Jadi, kaum beriman Kristiani, berkat baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah. Dengan cara mereka sendiri, mereka ikut mengemban tugas Imamat, kenabian, dan rajawi Kristus. Dengan demikian, sesuai dengan kemampuannya  mereka melaksanakan perutusan segenap umat Kristiani dalam Gereja dan dunia.Tugas khas Kaum Awam adalah melaksanakan dan mewujudkan kabar baik di tengah-tengah dunia, di mana kaum klerus dan biarawan-biarawati tidak dapat masuk ke dalamnya kecuali melalui Kaum Awam.

Dewasa ini keterlibatan Kaum Awam dalam tugas menggereja dan memasyarakat semakin aktif. Harus  diakui bahwa masih ada Awam yang masih bersifat pasif, menunggu  perintah  dari  hierarki.  Namun  demikian,  hal  itu  tidak  mengurangi meningkatnya partisipasi Kaum Awam dalam kegiatan kerasulan gerejani. Melalui pelajaran ini, para peserta didik dibimbing untuk memahami siapa yang dimaksud dengan Kaum Awam dan apa yang menjadi tugas khasnya dalam Gereja dewasa ini. Peserta didik juga dibimbing untuk memahami makna, bentuk-bentuk keRasulan Awam serta   apa dan bagaimana hubungan  antara Awam dan hierarki sebagai partner kerja yang sederajat untuk membangun Kerajaan Allah.

Siapakah Kaum Awam itu? “Yang dimaksud dengan istilah Awam disini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat babtis    telah    menjadi anggota tubuh  Kristus, terhimpun  menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas Imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat kristiani dalam Gereja dan di dunia. Ciri khas dan istimewa Kaum Awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan Imam, meskipun kadang-kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan  keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka terutama diperuntukkan  bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak dapat diubah dan  dipersembahkan  kepada Allah, tanpa  semangat Sabda bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, Kaum Awam wajib mencari kerajaan Allah, dengan mengurusi  hal-hal yang fana dan  mengaturnya  seturut  kehendak  Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang  lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan  Kristus kepada sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut  kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus”. (Lumen Gentium, Art. 31)

Hubungan Kaum Awam dengan Hierarki: “Dari harta-kekayaan  rohani  Gereja Kaum Awam, seperti semua orang beriman kristiani, berhak menerima secara melimpah melalui pelayanan para Gembala hierarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen. Hendaklah para Awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan  dan keinginan-keinginan mereka kepada  para  Imam,  dengan  kebebasan  dan  kepercayaan, seperti  layaknya bagi anak-anak  Allah dan saudara-saudara  dalam Kristus. Sekadar ilmu-pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka para Awam mempunyai  kesempatan, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja. Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan melalui lembaga-lembaga yang didirikan gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena tugas suci bertindak atas nama Kristus.

Hendaklah para Awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus, yang dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang membahagiakan bagi semua orang, jalan kebebasan anak-anak  Allah. Hendaklah  mereka dengan ketaatan kristiani bersedia menerima apa yang ditetapkan oleh para Gembala hierarkis sejauh menghadirkan Kristus, sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan  di hadirat Allah para pemimpin mereka, sebab para pemimpin itu berjaga karena akan memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa kita, supaya itu mereka jalankan dengan gembira tanpa keluh-kesah (lih. Ibr 13:1).

Sebaliknya hendaklah para Gembala hierarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung jawab Kaum Awam dalam gereja. Dan hendaklah  mereka diberi kebebasan dan  keleluasaan untuk  bertindak;  bahkan  mereka  pantas  diberi  hati, supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para Gembala dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa , usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh Kaum Awam. Hendaklah para Gembala dengan saksama mengakui kebebasan sewajarnya, yang ada pada semua warga masyarakat duniawi.

Dari  pergaulan  persaudaraan  antara  Kaum Awam dan  para  Gembala itu  boleh diharapkan  banyak  manfaat  bagi  Gereja.  Sebab dengan  demikian  para  Awam diteguhkan kesadaran bertanggungjawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga Kaum Awam lebih mudah digabungkan dengan karya para Gembala. Sebaliknya, dibantu oleh pengalaman para Awam, para Gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam perkara-perkara rohani maupun jasmani. Dengan demikian seluruh Gereja, dikukuhkan  oleh semua anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat perutusannya demi kehidupan dunia.(Lumen Gentium artikel 37)

Pengertian Awam: Yang dimaksud dengan kaum Awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31). Definisi Awam dalam praktek dan dalam dokumen- dokumen Gereja ternyata mempunyai dua macam:

  • Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, Awam meliputi Biarawan/Biarawati seperti Suster dan Bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
  • Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan Biarawan/Biarawati. Maka dari itu Awam tidak mencakup para Suster dan Bruder.

Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istilah “Awam” yang digunakan adalah sesuai dengan pengertian tipologis di atas.

Hubungan Awam dan Hierarki sebagai Patner Kerja: Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan (hierarki) dan Awam memiliki martabat  yang sama, hanya  berbeda  fungsi. Semua fungsi sama  luhurnya,  asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.

Peranan Awam: Peranan Awam sering diistilahkan sebagai KeRasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai KeRasulan internal  dan  eksternal. KeRasulan internal  atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah keRasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hierarkis, walaupun Awam dituntut  juga untuk  mengambil bagian di dalamnya. KeRasulan eksternal atau keRasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para Awam. Namun harus disadari bahwa keRasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.

Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal): Berdasarkan panggilan khasnya, Awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya  sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31). Kaum Awam dapat menjalankan keRasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia. Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum Awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.

Sampai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat keRasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan keRasulan. Mereka menyangka bahwa keRasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sakral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja.

Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh gaudium et Spes, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan alasan kewargaan dalam masyarakat atau negara saja, tetapi juga karena dorongan  iman dan tugas keRasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan  kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan dengan sesama kita di dunia ini

Kerasulan dalam Gereja (internal): Karena Gereja itu Umat Allah, maka Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsolidasi diri untuk benar-benar menjadi Umat Allah. Ini adalah tugas membangun  gereja. Tugas ini dapat disebut keRasulan internal. Tugas ini pada dasarnya dipercayakan kepada golongan hierarkis (keRasulan hierarkis), tetapi Awam dituntut pula untuk ambil bagian di dalamnya. Keterlibatan Awam dalam tugas membangun gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki atau ditugaskan hierarki, tetapi karena pembabtisan ia mendapat tugas itu dari Kristus. Awam hendaknya berpartisipasi dalam tri tugas gereja. 1) Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat mengajar agama, sebagai katekis,memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau pendalaman iman, dsb

Dalam tugas Imamiah (menguduskan), seorang Awam dapat

  • Memimpin doa dalam pertemuan umat,
  • Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah,
  • Membagi komuni sebagi proDiakon,
  • Menjadi pelayan putra Altar, dsb

Dalam tugas nabiah (pewarta sabda), seorang Awam dapat:

  • Menjadi anggota dewan paroki,
  • Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dan sebagainya.

Hubungan antara Awam dan hierarki, perlu memerhatikan  hal-hal berikut ini:

  • Gereja sebagai Umat Allah: Keyakinan bahwa semua anggota warga Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi dapat menjamin hubungan yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa komponen-komponen  tertentu  lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan menyepelekan komponen  yang lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara konsekuen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.
  • Setiap Komponen Gereja memiliki Fungsi yang khas: Setiap komponen Gereja memiliki fungsi yang khas. Hierarki yang bertugas memimpin (melayani) dan mempersatukan Umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan Umat Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis). Para  Awam bertugas  meRasul dalam  tata  dunia.  Mereka menjadi  Rasul dalam keluarga-keluarga dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosobudhamkamnas. Jika setiap komponen gereja menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama yang baik pasti terjamin.
  • Kerja sama: Walaupun   tiap  komponen   memiliki  fungsinya  masing-masing,  namun   untuk bidang-bidang tertentu, terlebih dalam keRasulan internal yaitu membangun hidup menggereja, masih dibutuhkan  partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam hal ini hendaknya  hierarki  tampil  sebagai pelayan yang memimpin  dan mempersatukan.  Pimpinan  tertahbis, yaitu dewan Diakon, dewan Presbyter, dan dewan Uskup tidak berfungsi untuk  mengumpulkan  kekuasaan ke dalam tangan mereka, melainkan untuk menyatukan rupa-rupa  tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (kharisma) yang ada.

Hierarki   berperan   untuk   memelihara   keseimbangan  dan   persaudaraan   di antara  sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin  tertahbis  memperhatikan serta  memelihara  keseluruhan  visi, misi,  dan  reksa  pastoral.  Karena  itu,  tidak mengherankan bahwa di antara mereka termasuk dalam dewan hierarki ini ada yang bertanggungjawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin  perayaan sakramen-sakramen.

Tinggalkan Jejak Dengan mengisi form dibawah ini!