Analisis dan jelaskan faktor penyebab terjadinya bongkar pasang sistem demokrasi di Indonesia

Analisis dan jelaskan faktor penyebab terjadinya bongkar pasang sistem demokrasi di Indonesia

Analisis dan jelaskan faktor penyebab terjadinya bongkar pasang sistem demokrasi di Indonesia
Lihat Foto

KONTAN/Fransiskus Simbolon

Pengamat Politik Dr. J Kristiadi saat berlangsungnya diskusi Penegakan Hukum dan Strategi Nasional di Bumbu Desa, Jakarta, Minggu (13/03/2011).

Berbekal cita-cita mulia tersebut, bangsa Indonesia menyusun organisasi kekuasaan negara guna mewujudkan kesejahteraan rakyat lahir dan batin. Namun, upaya itu tidak selalu mulus, bahkan harus melalui jalan terjal, berkelok, berbelit, berpilin-pilin.

Sejarah panjang upaya menegara belum berhasil mewujudkan tatanan kekuasaan yang menghasilkan pemerintahan efektif dan demokratis.

Bongkar pasang penataan kekuasaan, mulai dari perubahan konstitusi sampai peraturan perundang-undangan turunannya, sosok negara Indonesia termasuk pemerintahannya, hingga kini belum jelas benar.

Berbagai model bentuk negara dan sistem pemerintahan silih berganti. Awalnya disepakati negara kesatuan, kemudian menjadi negara federal, kembali ke negara kesatuan; dan dinamika politik pasca reformasi, meskipun bentuknya negara kesatuan, rasa federal juga menyengat.

Tatanan pemerintahan tidak kalah dinamisnya. Diawali sistem presidensial, berubah menjadi sistem federal, kembali ke presidensial, dan hampir dua dekade terakhir menjadi rancu, presidensial rasa parlementer.

Muncul anekdot, bentuk negara dan pemerintahan adalah negara bukan-bukan. Bukan negara kesatuan, tetapi bukan pula federal; bukan presidensial, tetapi juga bukan parlementer.

Pada tataran lebih operasional semakin kusut masai dan nyaris melumpuhkan roda pemerintahan. Contoh paling kasatmata adalah kebijakan otonomi daerah.

Praktik desentralisasi mulai penyeragaman total pemerintahan lokal, termasuk budaya (atas nama persatuan dan kesatuan bangsa) pada masa Orde Baru, sampai rasa federasi yang menihilkan peran pemerintahan pusat pada masa Reformasi.

Tragisnya, bongkar pasang acap kali disertai bongkar paksa karena absennya politik perundang-undangan.

Dalam perspektif ideologis, apakah akar permasalahan tersebut dan bagaimana diatasinya? Mengingat akar permasalahan terletak pada tataran pengelolaan jiwa, tidak ada resep instan untuk mengobati penyakit tersebut.

Solusi harus dilakukan jangka panjang dengan melakukan pendidikan hasrat manusia Indonesia dalam mengelola gelora dan gerak jiwanya.

Pendidikan hasrat akan menghasilkan manusia yang terasah nuraninya sehingga secara gradual pengelolaan negara paralel dengan pengelolaan jiwa yang memuliakan kekuasaan.

Hadirnya negara bermartabat akan mewujudkan keadilan, dan merupakan senjata yang sangat ampuh untuk melawan ideologi apa pun.


SEBAGAI salah satu negara kepulauan yang besar dan multikultur, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menerapkan demokrasi dalam kehidupan bernegara masyarakatnya.

Apa itu demokrasi?

Secara etimologis, dalam bahasa Yunani demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuatan), yang secara harfiah apabila digabungkan memiliki makna kekuatan rakyat.

Dalam konteks demokrasi, Franklin D. Roosevelt menegaskan bahwa masyarakat memiliki kekuasaan penuh atas negara, sedangkan filsuf Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa demokrasi terjadi ketika masyarakat miskin memegang kekuasaan.

Definisi demokrasi lainnya yang paling sering kita dengar adalah oleh Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, yang mengatakan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Konsep demokrasi muncul sekitar tahun 508-507 SM di era Yunani Kuno. Setelah itu Republik Romawi pertama kali mengadopsi konsep demokrasi dari Yunani Kuno dan menggunakan sistem pemerintahan republik di peradaban Barat, yang kemudian diikuti oleh negara-negara modern lainnya.

Sebagai sebuah sistem bernegara, demokrasi menempatkan aspirasi rakyat melalui wakil-wakilnya sebagai pemilik kekuasaan tertinggi yang memberikan legitimasi kepada seorang pemimpin melalui mekanisme pemilihan yang terbuka, adil, dan jujur.

Namun, apabila prinsip demokrasi tidak diimbangi oleh literasi politik dan pengetahuan yang baik, kebebasan berpendapat bisa disalahgunakan sehingga berpotensi memicu konflik sosial-politik di kalangan masyarakat.

Demokrasi Pancasila sebagai pilihan

Di Indonesia sistem demokrasi mulai semarak kembali sejak era Orde Baru (1966) karena di masa pemerintahan Soeharto masyarakat Indonesia dilibatkan secara langsung dalam menentukan pemimpin negara melalui Pemilihan Umum yang bersifat Luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia).

Selain itu, lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR baik di pusat maupun daerah, MPR, dan lain-lainnya juga mulai menjalankan fungsinya untuk menampung suara rakyat.

Meskipun demikian, praktik demokrasi juga tidak bisa dikatakan maksimal di era ini karena sistem pemerintahan Soeharto yang opresif dan militeristik, khususnya terhadap kelompok minoritas dan kelompok agama.

Namun, sejauh ini prinsip atau sistem demokrasi merupakan pilihan tepat untuk negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengingat masyarakatnya yang sangat pluralis.

Oleh karena itu, sejauh ini Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem pemerintahan yang paling mungkin diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan konsep Demokrasi Liberal, Demokrasi Kapitalis, dan Demokrasi Terpimpin yang dalam catatan sejarah perjalanan bangsa pernah gagal diterapkan di Indonesia.

Sebagai warga negara Indonesia, tentunya kita sudah tidak asing dengan kata “Demokrasi”. Apabila kita berbicara dengan teman sejawat mengenai kondisi politik negara ini, pasti kata tersebut menjadi salah satu yang minimal satu kali muncul dalam sebuah perbincangan.

Demokrasi

Sebuah kata yang secara harfiah dalam KBBI memiliki arti bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya atau gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dilandasi oleh konsep berpikir dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah dikontrol dan diawasi oleh rakyat melalui undang-undang yang dibuat oleh wakil-wakilnya di parlemen. Sistem demokrasi juga mengenal sebuah konsep yang bernama “trias politika”. Dimana dalam sebuah sistem pemerintahan demokrasi terdapat 3 pemisah kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Tapi, pernahkah kamu bertanya-tanya, mengapa negara ini menganut sistem demokrasi? Apakah begitu saja demokrasi menjadi sebuah sistem pemerintahan yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Nah, artikel ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut karena akan berfokus pada sejarah dari sistem demokrasi di Indonesia.

Berawal dari dilantiknya Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden sehari setelah kemerdekaan negara Indonesia dideklarasikan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pada saat itu pemerintah Indonesia belum mengatur sistem apa yang akan dianut oleh negara Indonesia. Presiden dan wakil presiden pun pada saat itu masih mencari sistem apa yang sekiranya cocok untuk dianut dan dijalankan oleh negara ini.

Sistem presidensial pun dipilih oleh Soekarno-Hatta sebagai sistem yang akan dijalankan pada masa awal kemerdekaan. Sistem yang digunakan tersebut berpusat kepada presiden dan wakil presiden sehingga pada saat itu rakyat Indonesia mempercayakan segalanya kepada Soekarno-Hatta. Dalam menjalankan tugasnya, Soekarno-Hatta didampingi oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan membentuk Kabinet Presidensial.

Dengan dijalankannya sistem presidensial, timbul kekhawatiran bahwa akan adanya absolutisme dari pemerintah. Untuk itu, demi menghindari absolutisme atau kekuatan dari satu pihak, pemerintah Indonesia mengeluarkan 3 maklumat.

Pertama, Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisikan perubahan KNIP menjadi lembaga legislatif. Kedua, Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik. Ketiga, Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan dari sistem presidensial ke sistem parlementer.

Sistem parlementer pun dianut dan kedaulatan sepenuhnya digenggam oleh rakyat. Dengan berjalannya sistem ini Presiden membentuk satu kabinet lagi, namun kabinet ini tidak berjalan lama. Hal itu disebabkan oleh banyaknya tantangan yang masih harus dihadapi oleh Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah adanya keinginan Belanda untuk kembali ke Indonesia.

Berbagai perjanjian dilakukan untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, dan Perjanjian Roem-Royen. Namun perjanjian-perjanjian tersebut tak kunjung menemui jalan tengah.

Hingga pada akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa turun tangan untuk menengahi konflik antara kedua negara dengan mengadakan Konferensi Meja Bundar. Konferensi ini diselenggarakan di Den Haag, Belanda tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949.

Salah satu dari hasil Konferensi Meja Bundar adalah kembalinya kedaulatan seutuhnya ke tangan Indonesia setelah Belanda yang masih berusaha untuk menguasai kembali negara yang dulu pernah dijajahnya itu. Tentu saja, Konferensi ini dianggap sebagai momentum yang penting bagi sejarah Indonesia.

Dengan koneksi langsung ke Kerajaan Belanda yang dimiliki Indonesia, Indonesia merubah namanya menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada masa ini Indonesia terbagi menjadi beberapa negara-negara bagian dan sistem kepemimpinan dan pemerintahan pada era RIS pun berubah.

Sistem yang dijalankan selama RIS memang membuat posisi Indonesia menjadi lemah. Namun, kondisi Indonesia yang pecah dan terbagi ke beberapa bagian ini akhirnya terlalui dengan umur yang hanya sebentar. Sistem ini hanya berjalan selama satu tahun. Ada banyak negara bagian RIS yang tidak puas dengan berlangsungnya sistem ini. Negara-negara bagian tersebut mengusulkan untuk kembali menjadi Republik.

Pada tanggal 15 Agustus 1950, usulan untuk kembali menjadi Republik diterima oleh Presiden RIS, Soekarno. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan ditandatanganinya UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950) sebagai pengganti UUD RIS, sistem Republik pun kembali dijalankan oleh Indonesia. Tidak ada lagi nama RIS, tidak ada lagi negara-negara bagian di dalam satu negara Indonesia.

Sampailah kita ke sistem yang menjadi pokok tulisan ini yaitu Demokrasi. Dengan dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950, Indonesia sudah menganut sistem Demokrasi. Namun demokrasi yang dianut indonesia pertama kali adalah Demokrasi Liberal.

Berjalannya sistem demokrasi ini menemui berbagai penyesuaian. Demokrasi Liberal dianggap tidak cocok dijalankan di Indonesia, sehingga Soekarno sebagai Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadi penanda dijalankannya sistem Demokrasi Terpimpin.

Kemudian sistem ini berubah kembali seiring turunnya Soekarno dari bangku kepresidenan Indonesia. Setelah berbagai kejadian terjadi, salah satunya G30S-PKI, masa pemerintahan Soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya pun berakhir. Soeharto pun mengambil alih kursi kepemimpinan Indonesia dengan menjalankan sistem Demokrasi Pancasila.

And the rest is history.

Kamu bisa belajar lebih lengkap lagi mengenai sistem demokrasi yang berjalan di negara Indonesia melalui aplikasi Belajar Pahamify. Tak perlu merasa bingung belajar menggunakan apa saat melakukan social distancing. Karena, di kala pandemi Covid-19 ini kamu bisa tetap belajar seru di rumah dengan aplikasi belajar Pahamify! Makanya tunggu apalagi? Yuk download Pahamify sekarang juga!

Penulis: Afif Rizki