Alasan untuk tidak masuk sekolah tatap muka

JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Suharti menyampaikan alasan diterbitkannya kebijakan baru terkait pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah.

Suharti mengatakan, salah satu alasan Kemendikbud Ristek kini mengizinkan PTM 100 persen digelar karena pertimbangan situasi pandemi Covid-19 sudah mulai membaik di akhir tahun 2021.

“Dalam beberapa bulan terakhir tahun 2021, sudah banyak progres kondisi pandemi (Covid-19) juga membaik, situasi PPKM juga menurun,” kata Suharti dalam “Webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tahun 2022”, Senin (3/1/2022).

Baca juga: PTM Terbatas 100 Persen Tiap Hari Mulai Januari 2022, Ini Aturan dan Syaratnya

Selain itu, Suharti menyampaikan, selama pandemi Covid-19, bidang pendidikan banyak mendapat dampak negatif. Salah satunya, angka putus sekolah meningkat di jenjang sekolah dasar (SD).

Ia juga mengatakan, banyak kepala lembaga perguruan tinggi di Indonesia yang menyampaikan bahwa sejumlah mahasiswa menjadi tidak aktif kuliah.

“Sebagai contoh saja anak-anak yang putus sekolah untuk anak SD saja ini meningkat 10 kali lipat dibanding tahun 2019,” ungkap dia.

Baca juga: Pelaksanaan PTM 100 Persen di Bawah Ancaman 136 Kasus Omicron di Indonesia

Selanjutnya, Suharti mengatakan, banyak orangtua yang mendapat tekanan ekonomi saat pandemi Covid-19 berlangsung.

Hal tersebut juga membuat para orangtua peserta didik mengajak anaknya untuk ikut membantu bekerja atau mencari uang.

“Kemudian ada juga orangtua yang merasa pembelajaran jarak jauh yang diikuti oleh anaknya tidak memberikan kemampuan bagi mereka, dan merasa sama saja anak-anak tidak sekolah, jadi mereka juga tidak menyekolahkan anaknya,” kata dia.

Suharti juga menyampaikan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan kemampuan siswa selama periode pandemi Covid-19.

Kemudian, disebutkan juga adanya kesenjangan pembelajaran antara anak-anak dari kelompok keluarga kaya dan keluarga miskin. Menurutnya, kesenjangan teresebut mencapai angka 10 persen.

Sementara itu, hasil studi yang dilakukan Kemendikbud Ristek mengungkap ada sejumlah risiko eksternal yang dialami oleh anak-anak didik selama pandemi Covid-19.

“Termasuk di dalamnya bertambahnya kekerasan dalam rumah, kemudian juga risiko pernikahan anak, eksploitasi anak ini meningkat cukup tinggi,” ucap dia.

Baca juga: Jakarta Terapkan PTM 100 Persen di Tengah Omicron, Anggota DPR Minta Tes Covid-19 Acak

Oleh karena itu, Kemendikbud Ristek kini berupaya memulihkan kondisi pembelajaran anak-anak dan kembali menggelar PTM.

Hal ini diatur dalam kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 tertanggal 21 Desember 2021.

“Tentu ini perlu membuat kita mencari solusi bagaimana memastikan bahwa anak-anak ini bisa kembali sekolah,” tuturnya.

Adapun dalam SKB 4 menteri tersebut mengatur bahwa sekolah dapat melaksanakan PTM secara penuh dengan kapasitas 100 persen setiap hari.

Baca juga: Jokowi Teken Perpres, Premium Tetap Bisa Didistribusikan ke Seluruh Indonesia

Sekolah yang diizinkan menggelar PTM 100 persen adalah sekolah di daerah yang ditetapkan sebagai daerah khusus atau berada di level PPKM 1 dan 2 serta capaian vaksinasi dosis 2 pada tenaga kependidikan di atas 80 persen dan masyarakat lanjut usia di atas 50 persen.

Sedangkan bagi daerah yang capaian vaksinasi dosis 2 pada pendidik dan tenaga kependidikan 50-80 persen dan capaian vaksinasi dosis 2 pada warga lansia 40-50 persen, PTM dilaksanakan secara bergantian dengan jumlah peserta didik 50 persen dari kapasitas ruang kelas.

Di daerah dengan PPKM level 3, PTM juga bisa dilaksanakan setiap hari secara bergantian dengan kapasitas 50 persen dan lama belajar empat jam per hari.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Alasan untuk tidak masuk sekolah tatap muka
Foto: Keterangan Pers Menko dan Menteri terkait Hasil Ratas PPKM, 27 September 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengungkapkan pandemi Covid-19 meningkatkan ketimpangan dalam dunia pendidikan, terutama dalam bidang numerasi, literasi, dan karakter. Pandemi menurutnya memperparah kesenjangan ini terutama dengan adanya hambatan akses internet dan ketersediaan gawai untuk belajar.

"Kami menemukan kemungkinan kita kehilangan 0,8 sampai 1,2 tahun belajar. Seolah satu genrasi kehilanagn hampir setahun, ini kami dalami dan kaji melihat dampaknya seperti apa apakah permanen atau tidak," kata Nadiem, Selasa (28/9/2021).

Yang menajdi kekhawatiran adalah jika pembelajaran jarak jauh (PJJ) terus berlangsung, bukan hanya kehilangan pembelajaran yang dialami siswa, melainkan juga dampak psikis. Pasalnya, selama PJJ berlangsung di masa pandemi, banyak daerah yang tidak memiliki akses internet ikut melakukan PJJ artinya tidak ada pembelajaran sama sekali.

"Saya suka marah kalau ada daerah yang koneksi internet tidak ada, gawai tidak ada, dan mereka diperbolehkan saja melakukan PJJ artinya tidak sekolah. Artinya harusnya mereka tidak melakukn itu, kalau tidak bisa PJJ harusnya dicarikan solusi PTM dari dulu ini perjuangan baru kita," kata Nadiem.

Saat ini 40% sekolah di Indonesia telah melakukan sekolah tatap muka, dia menegaskan angka ini masih kecil dibandingkan yang seharusnya.

"Kalau tidak mau ketinggalan anak-anak harus tatap muka dengan protokol kesehatan yang teraman yang bisa dilakukan di masing-masing daerah," tegasnya.

Nadiem menyebutkan potensi ketinggalan ini terutama pada tingkat pendidikan SD dan PAUD, yang sangat membutuhkan interaksi langsung dengan PTM. Dia menegaskan jika sekolah-sekolah tidak dibuka, dampaknya bisa jangka panjang dan berlangsung permanen, apalagi siswa SD dan PAUD masih belum bisa menerima vaksin.

"Jadi ini merupakan satu hal yang lebih mencemaskan buat kami adalah seberapa lama anak-anak ini sudah melaksanakan PJJ yang jauh di bawah efektivitas sekolah tatap muka," jelasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

PPKM Diperpanjang, Ini Update Sekolah Tatap Muka

(rah/rah)

Apa kekurangan dari pembelajaran tatap muka?

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran tatap muka juga memiliki beberapa kekurangan yaitu siswa beresiko akan terpapar covid-19 sehingga kurang maksimal jika dilaksanakan dalam situasi new normal seperti saat ini.

Apa alasan tatap muka di sekolah?

Oleh karena itu belajar secara tatap muka dapat memberikan kita fokus yang terarah di kelas, sehingga dapat memahami materi dengan baik. Selain itu, ketika belajar tatap muka bersama teman-teman maka secara tidak langsung soft skills yang kita miliki akan terasah.

Apa kelebihan belajar offline?

Siswa lebih fokus. Selain lebih terpantau, pembelajaran ini juga membuat siswa dapat lebih fokus dengan pembelajaran. Secara langsung, siswa dapat belajar dan mengerjakan tugas tanpa adanya gangguan jaringan internet atau alat sehingga dapat belajar dengan lancar.

Mengapa belajar tatap muka lebih baik daripada Online?

Dengan adanya pembelajaran tatap muka ini mampu mengurangi biaya kuota siswa sehingga tidak perlu menggunakan internet yang lebih banyak dari sebelumnya. Kelima, waktu belajar mengajar lebih efesien. Pada saat pembelajaran tatap muka sistem pembelajarannya tidak perlu meluangkan banyak waktu seperti belajar online.