Air mutlak yang bisa digunakan untuk bersuci adalah

Air mutlak yang bisa digunakan untuk bersuci adalah

Ilustrasi (Pixabay) Ilustrasi (Pixabay)

Di dalam fiqih Islam air menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam bersuci, baik bersuci dari hadas maupun dari najis. Dengannya seorang Muslim bisa melaksanakan berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadas dan najis yang dihasilkan dengan menggunakan air.

Mengingat begitu pentingnya air dalam beribadah fiqih Islam mengatur sedemikian rupa perihal air, dari membaginya dalam berbagai macam kategori hingga menentukan hukum-hukumnya.

Di dalam madzhab Imam Syafi’i para ulama membagi air menjadi 4 (empat) kategori masing-masing beserta hukum penggunaannya dalam bersuci. Keempat kategori itu adalah air suci dan menyucikan, air musyammas, air suci namun tidak menyucikan, dan air mutanajis.

Sebelum membahas lebih jauh perihal pembagian air tersebut akan lebih baik bila diketahui terlebih dahulu perihal ukuran volume air yang biasa disebut di dalam kajian fiqih.

Di dalam kajian fiqih air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak.

Lalu apa batasan volume air bisa dianggap mencapai dua qullah atau tidak? Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد

“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“

Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.

Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga.

Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

Air Suci Namun Tidak Menyucikan

Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas maupun dari najis.

Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayar.

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air dengan ukuran 2 x 2 meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air, lalu setiap orang berwudlu dengan langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air di bak tersebut, bukan dengan menciduknya, maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi suci dan menyucikan. Namun bila volume airnya kurang dari dua qullah, meskipun ukuran bak airnya cukup besar, maka air tersebut menjadi musta’mal dan tidak bisa dipakai untuk bersuci. Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain selain menghilangkan hadas dan najis.

Juga perlu diketahui bahwa air yang menjadi musta’mal adalah air yang dipakai untuk bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu (tajdidul wudlu) tidak menjadi musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci tidak berhadas.

Sebagai contoh pula, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan saat berwudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib. Sedangkan air yang dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunah.

Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.

Contoh lainnya, air hujan yang dimasak tetap pada kemutlakannya sebagai air hujan. Ketika ia dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air hujan itu kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama menjadi air susu.

Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci.

Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan?

Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.

Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut.

Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.

Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis.

Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Bulan Safar, Rebo Wekasan, dan Hal-hal yang Penting Diperhatikan

Air. Foto: Pixabay

Dalam fiqih Islam, air merupakan sarana utama untuk membersihkan diri dari berbagai hadast. Namun, tidak semua air dapat digunakan untuk bersuci.

Dr. Muh. Hambali menjelaskan dalam buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian, bahwa jenis-jenis air untuk bersuci terbagi menjadi lima, di antaranya air mutlak, air musta’mal, air musyammas, air mudhaf, dan air mutanajjis.

Pembagian jenis air di atas telah disepakati oleh mayoritas ulama (jumhur al-ulama’). Masing-masing dari pembagian tersebut berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, salah satunya berikut ini:

قَالَ: قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Artinya: “Abu Hurairah berkata: ‘seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan bukan untuk memberikan kesulitan.’” (HR. Imam Bukhori).

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kelima jenis air untuk bersuci tersebut, simak penjelasannya di bawah ini.

Air. Foto: Pixabay

Berikut adalah penjelesan lengkap dari kelima jenis air untuk bersuci di atas yang dilansir dari buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim "Sehari-Hari" karya KH. Muhammad Habibillah.

Air mutlak adalah air yang suci dan menyucikan. Artinya, air ini bisa digunakan untuk bersuci. Jenis-jenis air yang masuk kategori air mutlak adalah air hujan, air sumur, air sungai, air telaga, air laut, embun, serta air es atau salju. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:

اِذْ يُغَشِّيْكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلٰى قُلُوْبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْاَقْدَامَۗ

Artinya: “(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).

Selain itu, Rasulullah juga bersabda yang artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: ‘Telah bersabda Rasulullah SAW tentang (hukum) air laut itu suci, (dan) halal bangkainya.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Air Musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci, baik berwudhu atau mandi wajib. Terkait dengan hukum air musta'mal, para ulama berbeda pendapat.

Sebagian menyatakan bahwa air musta'mal itu suci dan bisa menyucikan, sedangkan sebagian yang lain menyatakan bahwa air ini suci tapi tidak bisa menyucikan. Selain itu, para ulama juga menetapkan batasan air yang bisa disebut musta'mal dan tidak.

Batasannya adalah dua qullah. Artinya, air yang sudah melebihi volume dua qullah, meskipun sudah digunakan untuk bersuci, tidak disebut sebagai air musta'mal. Jika disesuaikan dengan standar besaran yang kita gunakan saat ini, volume dua qullah adalah sekitar 270 liter.

Air musyammas adalah air yang terpapar sinar matahari dalam wadah yang terbuat dari selain emas dan perak. Air jenis ini dimakruhkan untuk digunakan bersuci.

Air mudhaf adalah air yang berasal dari buah dan sejenisnya, misalnya air kelapa, air perasan jeruk, dan lain-lain. Selain itu, air mutlak yang telah bercampur dengan benda lain, seperti kopi, teh, atau gula juga masuk kategori air mudhaf. Air ini hukumnya suci tapi tidak menyucikan sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci.

Air mutanajjis adalah air mutlak yang sudah terkena najis. Air ini tidak bisa digunakan untuk bersuci jika sudah berubah salah satu sifatnya, yaitu bau, warna, dan rasanya. Jika salah satu dari ketiga sifat tersebut tidak berubah, para ulama bersepakat bahwa air tersebut bisa digunakan untuk bersuci.


Page 2