Zat yang berbahaya hasil letusan gunung berapi yang dapat merusak dan mematikan tumbuhan adalah

Merdeka.com - Gunung meletus menjadi fenomena alam langka yang tak bisa diprediksi.Gunung meletus biasanya akan mengeluarkan cairan magma yang disebut lava dengan suhu 700 hingga 1200 derajat celcius.

Magma di dalam perut bumi inilah yang berperan dalam membentuk gunung berapi, tergantung pada derajat kekentalan dan kedalaman magma.

Gunung meletus yang kerap terjadi apakah memberi dampak serius? Berikutdampak gunung meletus di berbagai segi baik positif dan negatif :

2 dari 9 halaman

1. Destinasi Wisata Baru

Dampak gunung Meletus dari sisi positif yang pertama ialah menciptakan destinasi wisata baru. Adanya perubahan wilayah dan kondisi alam dari fenomena pasca-vulkanik, biasanya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Hal ini bisa dimanfaatkan oleh warga lokal sebagai lapangan pekerjaan baru setelah merasa rugi sebagai korban bencana gunung meletus.

3 dari 9 halaman

Wilayah sekitar gunung berapi yang sering meletus sangat tepat dijadikan sebagai area pembangkit listrik vulkanik. Mengandalkan energi panas yang dihasilkan dari sekitar gunung, tentunya akan menghemat tenaga di wilayah tersebut.

3. Pasir dan Batu Jadi Bahan Bangunan

Dampak gunung meletus dari sisi positif berikutnya tentu diperoleh dari hasil semburan di dalam perut bumi. Ketika lava mengalir, tentu membawa material-material tertentu dengan kualitas baik, seperti pasir dan batu. Masyarakat lokal dapat memanfaatkannya sebagai bahan bangunan yang kokoh, dan tentunya lebih hemat.

Zat yang berbahaya hasil letusan gunung berapi yang dapat merusak dan mematikan tumbuhan adalah
2015 Merdeka.com

4. Hutan dengan Ekosistem Baru

Lava yang mengalir dan semburan awan panas dengan abu vulkaniknya tentu memberi perubahan pada ekosistem di sekitarnya, baik binatang dan tumbuhan.

Dampak gunung meletus diamati dari sisi positif, hal ini akan menciptakan ekosistem baru. Hutan yang rusak akibat letusan akan segera digantikan dengan pepohonan baru dengan membawa ekosistem baru juga.

4 dari 9 halaman

Pasir hasil semburan gunung meletus akan membawa banyak pasir, serta tanah yang dilalui oleh abu vulkanis akan membuat tanah menjadi lebih subur dan sangat baik untuk bercocok tanam.

Tentunya bisa membawa keuntungan bagi masyarakat dalam membuat perkebunan baru, bangkit pasca bencana alam gunung meletus.

6. Mata Air Penuh Mineral

Dampak gunung Meletus dari sisi positif berikutnya ialah munculnya mata air yang penuh dengan mineral berkhasiat, atau biasa disebut makdani. Makdani merupakan sumber air panas yang bisa menjadi pengobatan alami penyakit kulit, manfaat dari belerang.

5 dari 9 halaman

Dampak gunung meletus yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat selain dari segi wisata, bisa melahirkan pula lokasi tambang pasir baru. Berbagai materi vulkanik terutama pasir kualitas bagus bisa dijual dengan harga tinggi.

8. Memicu Hujan Orografi

Hujan orografi atau orografis merupakan hujan yang terjadi di daerah pegunungan. Udara yang mengandung uap air bergerak naik ke atas pegunungan, hingga terjadi penurunan suhu dan terkondensasi. Akhirnya turun hujan di lereng gunung yang sangat menyejukkan, menenangkan, baik untuk kesehatan, dan wilayah lereng, yang berhadapan dengan datangnya angin.

6 dari 9 halaman

Zat yang berbahaya hasil letusan gunung berapi yang dapat merusak dan mematikan tumbuhan adalah
ilustrasi Gunung Meletus 2018 NASA

1. Hewan dan Manusia Meninggal

Tentunya dampak negatif dari gunung meletus ialah memakan banyak korban makhluk hidup, termasuk tumbuhan, hewan dan manusia.

Beberapa warga ada yang tidak sempat melarikan diri akibat kecepatan awan panas yang dating tiba-tiba, sakit dari gas beracun, dan sebagainya.

7 dari 9 halaman

Ketika gunung meletus, dampak yang bisa dirasakan hingga ke kota atau negara lain ialah pencemaran udara. Gas yang ikut disemburkan dari dalam perut bumi mengandung zat berbahaya, seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S), nitrogen dioksida (NO2) dan material debu lain yang biasanya mengandung racun.

3. Kebakaran Hutan

Magma yang keluar dari gunung menjadi lava dengan suhu yang begitu panas hingga mudah membakar hutan yang dilewatinya.

4. Awan Panas

Dampak negatif dari gunung meletus selanjutnya yakni keluarnya awan panas. Kecepatan awan panas yang berwarna seperti awan mendung gelap ini mampu menewaskan semua makhluk hidup yang dilaluinya.

8 dari 9 halaman

Gunung meletus juga melontarkan batu pijar yang mengarah kemana saja sejauh mungkin. Batu pijar panas yang bisa membakar bangunan, hutan, hingga bisa menewaskan.

6. Lahar yang Merusak

Dampak gunung meletus tentunya memunculkan lahar dengan berbagai jenis, seperti lahar dingin, lahar letusan eksplosif, lahar sekunder, dan lahar primer. Segala yang dilewati apalagi dengan wilayah yang landau, lahar akan mudah menghancurkan bangunan dalam sekejap. Keberadaannya yang mengancam ekosistem daerah pegunungan.

Zat yang berbahaya hasil letusan gunung berapi yang dapat merusak dan mematikan tumbuhan adalah
2015 Merdeka.com

9 dari 9 halaman

Dampak negatif gunung meletus selanjutnya dengan melumpuhkan aktivitas masyarakat, baik dalam bercocok tanam dan mencari nafkah jadi terhenti karena terpaksa mengungsi cukup lama. Ekonomi yang harus dibangkitkan kembali dari awal setelah bencana alam.

8. Guguran Lava Pijar

Dampak negatif dari gunung meletus dengan adanya gugura lava pijar, yang berasal dari aliran lava atau kubah lava. Ketika longsor bisa mengikis tanah dengan luas berjuta meter kubik dan tentunya berbahaya bagi lingkungan.

Itulah beberapa dampak gunung meletus dari berbagai segi, baik positif dan negatif. Setiap manusia akan mengalami hal yang tidak terduga dan harus segera bangkit, setiap bencana yang terjadi pasti membawa berkah tersendiri bergantung dari cara memaknainya. Semoga bermanfaat.

Saat gunung berapi meningkat aktivitas vulkaniknya dan meletus, yang banyak menjadi perhatian adalah penduduk di sekitar gunung. Mereka diminta mengungsi dan menjauh dari titik panas gunung api. Selain berdampak kepada manusia, letusan gunung api berdampak pula terhadap vegetasi dan ekosistem di sekitar gunung.

Salah satu gunung berapi di Pulau Bali yang saat ini tengah menjadi sorotan adalah Gunung Agung. Gunung api yang terakhir erupsi pada 1963 itu kini kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkaniknya dan berada pada status awas sampai 29 Oktober 2017. Sehari setelah tanggal tersebut statusnya diturunkan ke level siaga.

Gunung Agung adalah salah satu gunung berapi yang telah ikut membentuk permukaan bumi. Lebih dari separuh dari jumlah total gunung api daratan aktif (terrestrial active volcano) mengelilingi Samudera Pasifik dan dikenal sebagai “Ring of Fire”.

Indonesia sangat unik, karena di negeri ini terdapat serangkaian gunung api aktif di Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Dengan sekitar kurang lebih 130 gunung api aktif terbentang di wilayah ini, membuat Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia.

Join 175,000 people who subscribe to free evidence-based news.

Erupsi gunung berapi umumnya berdampak terhadap ekosistem dan vegetasi di sekitarnya. Beberapa aktivitas vulkanik yang dapat berdampak terhadap vegetasi di antaranya lahar dan gas pyroclastic flows, gas panas (beberapa menyebutnya sebagai awan panas) yang dapat mencapai suhu 700 derajat Celsius yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Di Gunung Merapi di Yogyakarta, fenomena ini dinamakan wedhus gembel.

Dampak dari material padat aktivitas gunung berapi umumnya menyebabkan penimbunan vegetasi. Pohon dan tumbuhan lainnya terkubur oleh timbunan material padat dari gunung berapi. Sedangkan dampak dari wedhus gembel atau pyroclastic flows adalah kebakaran yang menghanguskan vegetasi.

Belajar dari Gunung Merapi Yogyakarta

Dari hasil penelitian saya di Gunung Merapi pada erupsi 2006 terdapat lima tingkat kerusakan di empat lokasi pohon tusam atau pinus (Pinus merkusii) yang terkena dampak awan panas (wedhus gembel) yaitu:

1) pohon terbakar,

2) pohon terbakar dengan cabang yang patah,

3) pohon patah,

4) pohon tumbang tercerabut dari akarnya, dan

5) pohon yang mampu bertahan hidup.

Penelitian saya menemukan kerusakan pohon pinus terbesar adalah kategori 4 (pohon tumbang tercerabut dari akarnya) sebanyak 31%. Sebanyak 23% dari pepohonan patah (kategori 3), dan 21% terbakar dengan cabang yang patah (kategori 2). Pohon yang hanya terbakar sebanyak 16% dan hanya 9% pohon pinus yang selamat.

Debu vulkanik juga berdampak terhadap tumbuhan. Debu-debu vulkanik yang jatuh dan menempel di permukaan daun dapat menghambat proses fotosintesis sehingga memperlambat pertumbuhan. Biasanya hujan yang disertai angin dapat menghilangkan debu-debu tapi perlu beberapa waktu. Debu tidak segera hilang setelah hujan pertama.

Beberapa jenis tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi vulkanik ini akan mati, sedangkan beberapa jenis tumbuhan dengan karakter fisiologi yang khusus mampu beradaptasi dengan kondisi ini dan bertahan bahkan mampu berkembang biak.

Di Gunung Merapi, misalnya, untuk beradaptasi dengan wedhus gembel yang membakar vegetasi, beberapa jenis tumbuhan seperti pohon Casuarina junghuhniana memiliki kulit batang yang keras dan tebal untuk melindungi dari suhu panas yang tinggi. Jenis pohon Casuarina ini juga terdapat di lereng Gunung Agung.

Beberapa jenis pohon lainnya seperti tusam (Pinus merkusii) justru memanfaatkan api dan suhu yang tinggi ini untuk membantu perbanyakan anakan. Suhu tinggi ikut membantu memecahkan kulit biji tusam yang keras sehingga biji dapat berkecambah dan menjadi semai anakan baru.

Elastisitas ekosistem

Ekosistem alam ibarat karet gelang. Karet gelang jika ditarik akan melar. Jika tarikan tersebut dilepaskan, karet akan kembali ke posisi awal asalkan tarikan masih dalam batas normal atau tidak melampaui elastisitasnya. Jika melampaui tingkat elastisitasnya, maka karet akan putus.

Demikian juga sebuah ekosistem alam. Tarikan dalam konteks ekosistem adalah sebuah gangguan (misalnya erupsi gunung api). Ekosistem alam memiliki kemampuan untuk memperbaiki sendiri (self-repair) setelah mengalami gangguan, yaitu melalui proses yang dinamakan suksesi.

Penimbunan vegetasi tumbuhan oleh material erupsi akan memicu terjadinya proses suksesi primer dalam vegetasi. Proses suksesi primer terjadi ketika semai-semai pohon dari biji yang berasal dari tumbuhan di lokasi lain yang tidak terkena erupsi mulai bermunculan. Biji-bijian ini mungkin dipencarkan oleh binatang-binatang seperti serangga dan burung, atau angin.

Suksesi primer dan regenerasi vegetasi yang terjadi di atas aliran lahar tebal seperti yang dapat dijumpai di kawasan sekitar Gunung Batur Bali membutuhkan waktu yang lama. Ahli biologi Anthony J. Whitten dan rekannya menulis kurang lebih setahun setelah erupsi Gunung Agung pada 1963, diperkirakan hanya 10% permukaan tanah di sekitar Besakih yang diselimuti rerumputan hijau, terna (tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu), semak belukar, dan tunas-tunas pohon-pohon yang terkena dampak erupsi. Secara keseluruhan pada saat itu ditemukan 83 jenis tumbuhan. Sedangkan sisa permukaan tanah (90 % lainnya), tetap gundul, “bagaikan telah disemen”.

Sedangkan dari awan panas yang membakar vegetasi proses suksesi sekunder terjadi. Suksesi sekunder terjadi jika sesudah gangguan seperti erupsi atau kebakaran akibat awan panas masih tersisa beberapa tanaman individu yang masih hidup, bertunas atau masih tersisa warisan biologis.

Lahan yang telah gundul akibat erupsi tertutupi oleh lahar yang mengeras dan perlahan-lahan akan retak. Di retakan itu akan muncul tumbuhan pionir (mungkin lumut dan paku-pakuan) yang akan memfasilitasi tumbuhan tingkat tinggi yang lain dapat tumbuh di areal tersebut.

Restorasi ekosistem

Lamanya proses suksesi bergantung pada seberapa parah kerusakannya dan seberapa besar luas wilayah yang terdampak. Juga faktor ada tidaknya warisan biologi (misalnya sumber benih di lokasi dan lokasi sekitarnya) dan ada tidaknya campur tangan manusia untuk dapat mempercepat proses suksesi alami tersebut, atau restorasi ekosistem.

Selain upaya restorasi ekosistem, diperlukan pula pemantauan terhadap dinamika vegetasi tumbuhan di kawasan gunung berapi. Kawasan hutan pegunungan (termasuk kawasan gunung berapi) berperan sangat penting sebagai tempat dengan keanekaragaman hayati. Pemantauan yang rutin dapat mendeteksi perubahan areal bervegetasi menjadi areal untuk peruntukan lain.

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) saat ini dapat dimanfaatkan untuk memonitor vegetasi di kawasan gunung berapi.

Data citra satelit pada tahun yang berbeda-beda dapat dikumpulkan dan diolah untuk dianalisis untuk membandingkan ada tidaknya perubahan luas areal vegetasi serta perubahan indeks kehijauan vegetasi (densitas tutupan hijau atau vegetasi di suatu lahan) dengan menggunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

Sebagai kesimpulan, ekosistem memiliki elastisitas dan mampu memperbaiki sendiri pasca-terkena gangguan alam. Dengan demikian penting untuk memantau dinamika ekosistem dan perubahan lanskap serta vegetasinya agar dapat ditentukan tingkat suksesinya. Jika suksesi progresif, itulah yang diharapkan. Sebaliknya, jika suksesi terhambat, perlu dilakukan intervensi ekologi dengan restorasi ekosistem untuk mengubah arah suksesi dan mempercepat laju suksesi.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini