Berapa lama efek samping obat antibiotik akan hilang

Berapa lama efek samping obat antibiotik akan hilang

Pernahkah anda mendengar cerita seseorang setelah mengkonsumsi obat tiba-tiba mengeluhkan jantung berdebar debar, nyeri perut, atau mengantuk?Hal ini tentunya akan menimbulkan pertanyaan di benak Anda, mengapa hal ini bisa terjadi? Dan apakah ketika Anda mengonsumsi obat yang sama akan mengalami hal yang sama juga?

Jika seseorang mengkonsumsi obat dalam dosis yang tepat dan penggunaan yang benar kemudian merasakan efek yang tidak diinginkan seperti jantung berdebar lebih kencang, nyeri perut, atau mengantuk, maka dapat dimungkinkan orang tersebut mengalami efek samping obat. Seperti yang dikutip dalam National Health Service United Kingdom, efek samping ini dapat berkisar dari ringan (seperti kantuk atau mual) hingga kondisi yang mengancam jiwa, meskipun jarang terjadi. Risiko terjadinya efek samping pun bervariasi dari orang ke orang. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tubuh masing-masing orang, usia, berat badan, jenis kelamin, etnis, dan faktor-faktor lain seperti adanya riwayat penyakit.

Kemudian muncul pertanyaan selanjutnya, apakah semua obat memiliki potensi efek samping? Ya, semua obat memiliki efek samping dan semua orang memiliki potensi untuk mengalami efek samping. Hanya saja hal yang perlu digaris bawahi adalah tidak semua orang akan mengalami efek samping obat. Sebagai contoh jika si A dan si B sama-sama mengonsumsi salbutamol yang memiliki efek samping membuat jantung berdebar lebih kencang atau tidak beraturan, maka keduanya memiliki potensi yang sama untuk mengalami efek tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya mungkin hanya salah satu atau tidak ada yang mengalami efek samping obat.

Apakah efek samping obat dapat dihilangkan? Efek samping obat tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diupayakan untuk meminimalkan kemungkinan efek merugikan yang mungkin terjadi, dengan cara sebagai berikut :

1. Obat-obat anti nyeri seperti Ibuprofen, asam mefenamat, meloxicam, dan piroxicam yang memiliki potensi efek samping nyeri di perut, mual, dan muntah, disarankan untuk digunakan setelah makan atau tidak dalam keadaan perut kosong.

2. Antibiotik Levofloxacin memiliki efek samping berupa sulit tidur, maka disarankan untuk digunakan di pagi hari.

3. Antihistamin/Antialergi seperti cetirizin, loratadin, dan CTM yang memiliki efek samping mengantuk, disarankan untuk digunakan malam hari ketika akan beristirahat.

4. Furosemid, memiliki potensi efek samping peningkatan frekuensi BAK (Buang Air Kecil), disarankan untuk digunakan pagi hari supaya tidak mengganggu istirahat di malam hari.

5. Obat kemoterapi memiliki potensi efek samping mual muntah yang tinggi, sehingga memerlukan pemberian obat anti mual muntah untuk mengurangi potensi efek samping yang terjadi.

Lalu, bagaimana jika Anda mengonsumsi obat dan merasa mengalami efek samping dari obat tersebut? Segera konsultasikan kembali ke dokter atau apoteker Anda! Setelah memastikan gejala yang Anda alami adalah karena efek samping obat, maka dokter dapat mengganti obat yang Anda konsumsi dengan alternatif obat lain atau memberikan tambahan terapi sebagai penghilang atau pengurang efek samping yang anda alami. Sementara Apoteker akan memberikan konseling cara mengurangi Efek samping dari obat yang anda alami tersebut.

Selain berpotensi menimbulkan reaksi alergi, antibiotik juga bisa menimbulkan efek samping pada sebagian orang. Karena itulah, Anda tak boleh sembarangan mengonsumsi obat pembunuh bakteri tersebut. 

Kebanyakan orang tahunya antibiotik dalam bentuk oral saja, yaitu berupa tablet atau kapsul. Padahal obat ini juga tersedia dalam bentuk sirup, injeksi, bahkan losion/ krim. 

Iklan dari HonestDocs

Gratis Ongkir Seluruh Indonesia ✔️ Bisa COD ✔️ GRATIS Konsultasi Apoteker ✔️

Berapa lama efek samping obat antibiotik akan hilang

Perlu diketahui, antibiotik cuma efektif menyembuhkan penyakit akibat bakteri atau parasit tertentu saja, misalnya infeksi saluran kencing, bronkitis, serta pneumonia. 

Itu artinya gangguan kesehatan yang disebabkan virus atau jamur tidak termasuk di dalamnya. Jadi jika kena flu atau infeksi jamur, jangan minum antibiotik karena obatnya tidak tepat sasaran. 

Efek samping Antibiotik yang sering terjadi

Mengingat ada begitu banyak jenis bakteri di luar sana, maka tipe antibiotiknya juga beragam. Beberapa tipe mungkin lebih besar efek sampingnya dibanding lainnya. 

Nah berikut adalah deretan efek samping yang biasanya ditimbulkan oleh antibiotik:

1.Demam 

Walau dapat timbul setelah mengonsumsi tipe manapun, tapi yang paling sering ialah antibiotik dari golongan sulfonamide, cephalexin, minosiklin, maupun beta lactam. 

Biasanya demamnya bisa sembuh sendiri. Tapi kalau tak kunjung reda setelah 24-48 jam, tanyakan pada dokter apakah Anda boleh minum asetaminofen atau ibuprofen untuk menurunkannya. 

Iklan dari HonestDocs

Gratis Ongkir Seluruh Indonesia ✔️ Bisa COD ✔️ GRATIS Konsultasi Apoteker ✔️

Berapa lama efek samping obat antibiotik akan hilang

Terakhir, segeralah pergi ke UGD, bila demamnya lebih tinggi dari 40°C, disertai ruam atau gangguan pernapasan. 

2.Gangguan pencernaan

Setelah mengonsumsi antibiotik dari golongan penisiin, cephalosporin, atau fluorokuinolon, beberapa orang mengaku mengalami gangguan pencernaan seperti: 

  • Mual
  • Muntah
  • Diare
  • Salah cerna 
  • Sensasi kekenyangan
  • Nafsu makan turun
  • Kram atau sakit perut

Efek samping di atas rata-rata akan hilang begitu antibiotiknya berhenti diminum. Tapi segera hentikan konsumsinya jika muncul gejala mengkhawatirkan berikut sebab mungkin terjadi pertumbuhan tak terkendali dari bakteri jahat di usus.

  • Ada darah atau lendir di feses
  • Diarenya parah
  • Sakit perutnya terasa intens
  • Demam 
  • Muntah terus

Untuk meminimalisir gangguan pencernaan, mintalah pada dokter jenis antibiotik yang dapat dikonsumsi setelah makan, misalnya amoxicillin atau doxycycline. 

3.Sensitif terhadap cahaya matahari

Efek samping antibiotik satu ini rata-rata terjadi setelah menggunakan tetrasiklin. Karenanya lakukan tips berikut usai menggunakannya:

  • Jangan berlama-lama di bawah paparan sinar matahari 
  • Gunakan sunscreen ber-SPF tinggi bila terpaksa berada di luar ruangan
  • Kenakan pelindung tubuh seperti topi, kacamata hitam, dan busana lengan panjang

4.Infeksi jamur

Meski sudah dirancang untuk membunuh bakteri berbahaya saja, namun kadang antibiotik juga membasmi bakteri baik seperti Laktobasilus yang melindungi vagina dari infeksi jamur Candida. 

Iklan dari HonestDocs

Gratis Ongkir Seluruh Indonesia ✔️ Bisa COD ✔️ GRATIS Konsultasi Apoteker ✔️

Berapa lama efek samping obat antibiotik akan hilang

Alhasil, tak sedikit orang yang minum antibiotik kemudian mengalami infeksi jamur pada vagina, mulut, serta tenggorokannya. Gejala infeksi jamur akibat antibiotik antara lain:

  • Vagina gatal, bengkak, dan sakit
  • Kemaluan terasa sakit atau terbakar ketika buang air kecil atau berhubungan intim
  • Keluar cairan abnormal umumnya berwarna putih keabuan dan kental
  • Demam disertai menggigil
  • Ada lapisan putih tebal di mulut dan tenggorokan
  • Sakit ketika makan atau menelan
  • Tampak ada bercak putih di tenggorokan, pipi, lidah, atau langit-langit mulut
  • Nafsu makan turun

5.Noda pada gigi dan tulang

Penggunaan tetrasiklin dan doxycycline bisa memicu noda permanen pada gigi, khususnya anak yang usianya di bawah 8 tahun. 

Bila ibu hamil yang minum obat ini, maka ada kemungkinan gigi buah hatinya nanti juga ikut ternoda. Noda serupa juga bisa timbul pada tulang. Namun tak seperti pada gigi, efeknya masih dapat diputar-balikkan. 

Efek samping Antibiotik yang jarang terjadi

Efek samping antibiotik lainnya yang jarang terjadi tapi berbahaya antara lain:

1.Tendonitis (radang pada tendon)

Ciprofloxacin merupakan contoh antibiotik yang umumnya menyebabkan tendonitis. Walau bisa dialami siapa saja, namun berikut adalah mereka yang beresiko lebih tinggi mengalami tendonitis:

  • Penderita gagal ginjal
  • Pernah menjalani transplantasi ginjal, jantung, atau paru-paru
  • Sebelumnya sudah mengalami gangguan tendon
  • Mengonsumsi steroid
  • Usianya lebih dari 60 tahun

2.Kejang

Antibiotik jenis ciprofloxacin, imipenem, cephalosporin, cephalexin, serta cefixime, bisa menimbulkan kejang. Jadi kalau Anda pernah kejang atau menderita epilepsi, sampaikan itu pada dokter agar beliau meresepkan yang lebih aman. 

3.Gangguan jantung

Beberapa antibiotik seperti erythromycin atau fluorokuinolon (ciprofloxacin) juga dapat memicu gangguan jantung seperti detak jantung tak beraturan atau turunnya tekanan darah. 

4.Reaksi darah

Lain lagi dengan beta lactam dan sulfamethoxazole yang berpotensi menyebabkan turunnya jumlah sel darah putih (leukopenia), atau trombositopenia (rendahnya kadar trombosit). 

5.Steven-Johnson Syndrome (SJS)

Lebih dari itu, gangguan kulit dan selaput membran juga dapat dipicu oleh beta lactam dan sulfamethoxazole. Gejala SJS mirip flu seperti demam atau sakit tenggorokan, namun diikuti dengan munculnya ruam melepuh yang kemudian menyebar.

Reaksi Alergi vs Efek Samping Antibiotik

Tapi kalau yang muncul adalah gejala ekstrim seperti sesak napas; bengkak pada wajah, lidah, atau bibir; atau gatal-gatal, maka kemungkinannya itu adalah reaksi alergi dan bukan sekedar efek samping belaka. 

Dalam hal ini, segeralah menghubungi dokter karena kalau gejalanya parah, maka nyawa bisa jadi taruhannya. 

Cara meminimalisir efek samping Antibiotik

Untungnya ada upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir efek samping antibiotik, seperti:

  1. Jangan paksakan menggunakan antibiotik ketika dokter tidak meresepkannya. Besar kemungkinan Anda memang tak membutuhkannya. 
  2. Tapi kalau diresepkan, maka tanyakan pada dokter soal fungsi hingga detail aturan pakainya. 
  3. Setelah itu, minum sesuai petunjuk. Hindari berhenti minum antibiotik meskipun sudah merasa sembuh. Tindakan gegabah ini dapat membuat bakteri penyebab penyakitnya jadi kebal terhadap antibiotik tersebut. 
  4. Mencari tahu lebih dulu apa kira-kira penyebab penyakitnya, bisa melalui browsing atau bertanya pada dokter (baik secara offline atau online). Tentu saja Anda tak perlu menggunakan antibiotik jika penyebabnya bukan bakteri. 
  5. Terakhir, jangan membeli antibiotik memakai resep orang lain, atau sebaliknya. Ingat, beda sumber penyakitnya, lain pula jenis antibiotik yang dibutuhkan untuk mengatasinya. 

Artikel ini hanya sebagai informasi kesehatan, bukan diagnosis medis. HonestDocs menyarankan Anda untuk tetap melakukan konsultasi langsung dengan dokter yang ahli dibidangnya.

Terima kasih sudah membaca. Seberapa bermanfaat informasi ini bagi Anda?
(1 Tidak bermanfaat / 5 Sangat bermanfaat)

Terima kasih atas saran dan masukannya! Kami akan meningkatkan kualitas layanan kami agar lebih bermanfaat.