Yang merupakan sebab konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan ditunjukkan oleh nomor

Perbedaan Ideologi Korea Selatan dan Korea Utara dalam Pengaruh Ekonomi, Politik, dan Keamanan Negara

Bendera Korea Utara dan Korea Selatan. Ilustrasi : (Thinkstock/SteveAllenPhoto)

Ghaza Kurnia (Penulis adalah mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia)

Hubungan politik Korea Selatan dan Korea Utara masih menuai keprihatianan masyarakat internasional, diakibatkan perang dingin yang masih berlanjut, bahkan akan mengguncang stabilitas keamanan negara. Semenjak terjadinya perang Korea pada tahun (1950-1953) yang meninggalkan jejak dengan pembagian dua Korea, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. Penyebab terjadinya perang Korea ini didasari oleh dua ideologi yang bebeda yaitu kapitalis bagi Korea Selatan dan komunis bagi Korea Utara. Sehingga menimbulkan pemisahan wilayah yang dibatasi dengan garis paralel 38 derajat pada tahun 1953. Hal ini menimbulkan hubungan politik antar dua negara menjadi kurang membaik. Korea Utara dan Korea Selatan Juga belum pernah menandatangani perjanjian perdamaian, maka secara resmi mereka masih dalam status perang dingin. Perang dingin ini mengakibatkan munculnya permasalahan-permasalahan dari dua pihak negara seperti terpisahnya keluarga dan kerabat, sehingga tidak bisa kembali ke kampung halaman karena masyarakat terpaksa tinggal sesuai wilayah yang ditempati, juga hubungan politik yang kurang membaik antar dua negara, bahkan isu keaamana dua negara yang masih belum usai. Sebagai contoh pada bulan Agustus tahun 2015 ketegangan terjadi karna adanya aksi provokasi di dua wilayah korea ( The Jakarta Post, 2015). Maka dari itu akibat dari konflik perang dingin diantara dua negara ini memicu kebijakan tertentu masing-masing negara dalam menyikapi stabilitas politik mereka.

Situasi keamanan yang mesih belum kondusif di wilayah dua Korea ini akan menjadi potensi-potensi konflik untuk masa yang akan datang dan ini mendatangkan keprihatinan tersendiri bagi masyarakat dunia. Jika dibiarkan dan tidak ada upaya untuk melakukan perdamaian maka akan berpotensi munculnya konflik-konflik baru dan mengancam satbilitas dan keamanan kawasan baik di Korea Selatan ataupun Korea Utara. Hal menjadikan suatu tantangan untuk parlemen masing-masing wilayah. Diplomasi parlemen ini juga mengambil peran besar dikarenakan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat serta peran utama dalam hubungan internasional yang menjadikannya harus mencari solusi terhadap tujuan negara yakni terwujudnya keamanan dan kedamaian untuk mendukung stabilitas wilayah kekuasaan (Muhamad, 2016).

Sebelumnya parlemen Korea Selatan pernah membujuk parlemen Korea Utara untuk bisa membicarakan secara langsung prihal masalah dua negara tersebut. Akan tetapi tidak mudah bagi parlemen Korea Selatan untuk mengajak parlemen Korea Utara bisa bertemu langsung dan membicarakan prihal perdamaian secara dua pihak di tengah-tengah perbedaan ideologi antar dua negara dan juga perbedaan sistem politik yang berbeda, kemudian ketegangan yang sering terjadi di dua negara Korea. Namun upaya berani yang dilakukan oleh parlemen Korea Selatan untuk melakukan pendekatan hubungan antar dua negara Korea masi tetap diusahakan dan perlu dicatat sebagai langkah yang baik demi pendekatan dan kebaikan hubungan antar dua negara, serta demi perdamaian dan menjaga stabilitas di dua negara Korea. Sebenarnya hubungan antar dua parlemen Korea sudah pernah terjalin, dimana mereka bertemu secara langsung pada tahun 1985 dan 2005, maka tidak tertutup kemungkinan mereka akan melakukan pertemuan untuk masa yang akan datang, sehingga diharapkan akan menjadi petemuan puncak antar dua parlemen Korea (Muhamad, 2016).

Perbedaan ideologi dan sistem politik ini membuat kecilnya kemungkinan akan adanya persatuan antar dua korea menjadi semenanjung korea, akan tetapi mereka tetap melakukan hubunngan antar negara demi kepentingan dua pihak negara, seperti contoh Pertemuan Tingkat Tinggi Korea 13-15 juni 2000 yang dimana hasil dari kofrensi tingkat tinggi antar- korea 2000 ini menghasilkan kesepakatan seperti masalah keluarga terpisah yang dimana nantinya di perbolehkan adanya reuni keluarga terpisa antar-Korea dan pembukaan tempat reuni bagi keluarga terpisah. Korea Selatan lebih mengutamakan kelajuan ekonomi sedangkan Korea Utara lebih memprioritaskan kepentingan militer dibandingkan kebutuhan sosial. Korea Utara yang sering skali mengalami kekurangan makanan dan kelaparan hingga menyebabkan tingginya tingkat kematian penduduk di Korea Utara tak heran Korea Utara sering kali meminta bantuan ke negara lain kecuali Korea Selatan(Aji : 2015). Hal ini membuat pemimpin Kim Dae Jung Korea Selatan terus membujuk pemimpin Korea Utara Kim Jong-2 untuk menerima kebijakan nya.

Tidak hanya itu, Pertemuan tingkat tinggi ini masih berkelanjutan seperti Pertemuan Tingkat Tinggi Antar-Korea tahun 2007 dan Pertemuan Tingkat tinggi Antar-Korea tahun 2018 juga dua Korea perna melakukan perjanjian dan kerja sama multilateral (six party talk). Perjanjian ini berhasil dilaksanakan pada pertemuan KTT tahun 2000 yang pertama kali dan menjadi peluang besar untuk pertemuan selanjutnya sebagai keuntungan bagi dua negara demi memajukan ekonomi dan kekuatan militer.

Situasi keamanan yang mesih belum kondusif di wilayah dua Korea ini akan menjadi potensi-potensi konflik untuk masa yang akan datang dan ini mendatangkan keprihatinan tersendiri bagi masyarakat dunia. Jika dibiarkan dan tidak ada upaya untuk melakukan perdamaian maka akan berpotensi munculnya konflik-konflik baru dan mengancam satbilitas dan keamanan kawasan baik di Korea Selatan ataupun Korea Utara. Hal menjadikan suatu tantangan untuk parlemen masing-masing wilayah. Diplomasi parlemen ini juga mengambil peran besar dikarenakan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat serta peran utama dalam hubungan internasional yang menjadikannya harus mencari solusi terhadap tujuan negara yakni terwujudnya keamanan dan kedamaian untuk mendukung stabilitas wilayah kekuasaan (Muhamad, 2016).

Sebelumnya parlemen Korea Selatan pernah membujuk parlemen Korea Utara untuk bisa membicarakan secara langsung prihal masalah dua negara tersebut. Akan tetapi tidak mudah bagi parlemen Korea Selatan untuk mengajak parlemen Korea Utara bisa bertemu langsung dan membicarakan prihal perdamaian secara dua pihak di tengah-tengah perbedaan ideologi antar dua negara dan juga perbedaan sistem politik yang berbeda, kemudian ketegangan yang sering terjadi di dua negara Korea. Namun upaya berani yang dilakukan oleh parlemen Korea Selatan untuk melakukan pendekatan hubungan antar dua negara Korea masi tetap diusahakan dan perlu dicatat sebagai langkah yang baik demi pendekatan dan kebaikan hubungan antar dua negara, serta demi perdamaian dan menjaga stabilitas di dua negara Korea. Sebenarnya hubungan antar dua parlemen Korea sudah pernah terjalin, dimana mereka bertemu secara langsung pada tahun 1985 dan 2005, maka tidak tertutup kemungkinan mereka akan melakukan pertemuan untuk masa yang akan datang, sehingga diharapkan akan menjadi petemuan puncak antar dua parlemen Korea (Muhamad, 2016).

Perbedaan ideologi dan sistem politik ini membuat kecilnya kemungkinan akan adanya persatuan antar dua korea menjadi semenanjung korea, akan tetapi mereka tetap melakukan hubunngan antar negara demi kepentingan dua pihak negara, seperti contoh Pertemuan Tingkat Tinggi Korea 13-15 juni 2000 yang dimana hasil dari kofrensi tingkat tinggi antar- korea 2000 ini menghasilkan kesepakatan seperti masalah keluarga terpisah yang dimana nantinya di perbolehkan adanya reuni keluarga terpisa antar-Korea dan pembukaan tempat reuni bagi keluarga terpisah. Korea Selatan lebih mengutamakan kelajuan ekonomi sedangkan Korea Utara lebih memprioritaskan kepentingan militer dibandingkan kebutuhan sosial. Korea Utara yang sering skali mengalami kekurangan makanan dan kelaparan hingga menyebabkan tingginya tingkat kematian penduduk di Korea Utara tak heran Korea Utara sering kali meminta bantuan ke negara lain kecuali Korea Selatan(Aji : 2015). Hal ini membuat pemimpin Kim Dae Jung Korea Selatan terus membujuk pemimpin Korea Utara Kim Jong-2 untuk menerima kebijakan nya.

Tidak hanya itu, Pertemuan tingkat tinggi ini masih berkelanjutan seperti Pertemuan Tingkat Tinggi Antar-Korea tahun 2007 dan Pertemuan Tingkat tinggi Antar-Korea tahun 2018 juga dua Korea perna melakukan perjanjian dan kerja sama multilateral (six party talk). Perjanjian ini berhasil dilaksanakan pada pertemuan KTT tahun 2000 yang pertama kali dan menjadi peluang besar untuk pertemuan selanjutnya sebagai keuntungan bagi dua negara demi memajukan ekonomi dan kekuatan militer.

AFP/KOREAN BROADCASTING SYSTEM Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri), dan Presiden Korea Selatan Moon Jae In berpegangan tangan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Antar-Korea di Panmunjom, Jumat (27/4/2018).

Sehingga kemungkinan akan bersatunya Korea Selatan dan Korea Utara sangat kecil, bahkan dapat dikatakan nihil. Sebab tidak adanya hal yang menutup kemungkinan akan berakhirnya perang dingin antar dua korea ini, lalu jika dipikir secara rasional, andaikan perang dingin ini masih berkelanjutan dan tidak ada upaya perdamaian, maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar di kedua belah pihak negara, seperti terganggunya stabilitas keamanan, juga dari segi ekonomi dan politik. Oleh karena itu dengan adanya konferensi yang dilakukan oleh dua negara Korea, seperti Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Korea, diharapkan bisa menjadi batu loncatan bagi kedua Negara Korea mengakhiri perang dingin atas perselisihan yang terjadi selama ini.