Upaya upaya apa saja yang dilakukan dalam menjaga agar pengelolaan sumerdaya perikanan tetap berkelanjutan?

MMC Kobar - Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan, terutama kerusakan habitat ikan seperti terumbu karang. Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan penurunan sumberdaya ikan. Hal tersebut dikarenakan terumbu karang memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), sebagai areal pengasuhan serta pertumbuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground). Salah satu upaya pemulihan sumberdaya perikanan adalah melalui rekayasa habitat buatan atau terumbu buatan.

Rumah ikan merupakan salah satu bentuk terumbu buatan yang tujuannya adalah membuat ekosistem sedemikian rupa sehingga menyediakan tempat untuk berlindung dan berkembang biak bagi ikan serta untuk menyediakan daerah penangkapan ikan yang berkelanjutan.

Hal inilah yang menjadi alasan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) melalui Dinas Perikanan melakukan kaji terap penangkapan ikan pada Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) bidang teknologi pengembangan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, berada di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu (07/04).

Dalam penjelasan singkatnya Kepala Diskan Kobar Rusliansyah menjelaskan maksud dan tujuan melakukan kegiatan kaji terap ini adalah untuk bisa menerapkan alat tangkap yang ramah bagi kelestarian sumber daya ikan di Kabupaten Kobar.

“Pemerintah Kabupaten Kobar dalam hal ini Dinas Perikanan sangat berterima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan pada hari ini, yang diharapkan akan sangat berdampak baik pada pengambilan kebijakan dalam hal kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di wilayah Kobar,” ujar Rusliansyah.

Pejabat Fungsional Perekayasa BBPI Semarang Sigit Priyo Prabowo menerangkan bahwa salah satu hasil riset team BBPI yang sudah diterapkan didalam manajemen pengelolaan ikan berkelanjutan adalah dengan alat Rumah Ikan.

“Rumah ikan ini dalam prakteknya dibuat dari bahan bahan yang tahan lama seperi dari bahan HDPE. Penggunaan alat tangkap ini sudah ada di beberapa lokasi yang sangat besar pengaruhnya bagi ekonomi nelayan karena disamping menjaga kelestarian sumberdaya alam, hasil tangkapan ikan juga mulai membaik serta menciptakan peluang usaha baru yaitu rekreasi mancing,” terang Sigit.

“Dua lokasi yang menjadi model dan telah berhasil ada di Brangsing Banyuwangi dan Cakalong Cirebon. Dengan biaya yang relatif terjangkau model dan pola penangkapan dengan rumah ikan sangat cocok diterapkan di kawasan perairan laut Kotawaringin Barat,” tutup sigit.

Dalam kunjungan kaji terap ini pula, beberapa alat tangkap ramah lingkungan yang sekarang mulai digunakan nelayan di Kabupaten Kobar, antara lain Rawai Ikan dan juga Bubu Rajungan. Disamping itu rekomendasi dari kajian peneliti dan perekayasa di BBPI juga disampaikan untuk penggunaan mesin kapal dimana beberapa mesin kapal yang baik dan cocok untuk nelayan juga telah banyak dikeluarkan oleh BBPI.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini diharapkan adanya sinergi dan kerjasama antara Dinas Perikanan Kabupaten Kobar dengan BBPI Semarang dalam pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Kobar.

Menurut Kepala Dinas Perikanan untuk menindaklanjuti kegiatan kaji terap ini, pada bulan Juni 2021 akan dilakukan pelatihan penangkapan ikan dengan narasumber para perekayasa dan peneliti dari BBPI Semarang. Dan pada tahun 2022 direncanakan akan diprogramkan kegiatan percontohan rumah ikan di kabupaten Kotawaringin Barat. (manis,nita&razak/diskan Kobar)


Upaya upaya apa saja yang dilakukan dalam menjaga agar pengelolaan sumerdaya perikanan tetap berkelanjutan?

INFO NASIONAL-Dimulai dengan tujuan ke-14 dalam SDGs yang menyepakati ekosistem samudera, laut dan sumber daya yang terkandungnya agar dikelola secara berkelanjutan, kebijakanpembangunanperikanan dan kelautan Indonesia harus dilandasi dengan tekad menjaga terpeliharanya keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumberdaya laut secara bertanggungjawab. Tujuan ke-14 dalam SDGs dijabarkan secara konkrit selama lima tahun kedepan.

Dalam RPJMN 2020-2024, disebutkan pembangunan perikanan tangkap dilaksanakan dengan basis spasial mengikuti deliniasi geografis di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Salah satu indikator pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah pemanfaatanSumber Daya Ikan (SDI) dibawah 80 persen maximum sustainable yield (MSY). Indikator  ini mengatur keberlanjutan SDI yang dimanfaatkan agar tetap lestari.

Pengelolaanperikanan yang berkelanjutan dan pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI) yang memperhatikan ketersediaan stok sumberdaya merupakan target pembangunandalam SDG 14. Upaya mencapai pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengamanatkan pembangunan perikanan melalui pendekatan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).

Dalam implementasinya, WPP memerlukan beberapa langkah terobosan antara lain melakukan transformasi kelembagaan dan fungsi serta penguatan pendataan dan langkah penyempurnaan lainnya. WPP seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai basis perhitungan stok, yang pendekatannya “fit for all”, tapi WPP harus mulai dikelola berbasiskan karakteristik masing-masing  seperti kondisi biota, daya dukung sampai kondisi social ekonomi masyarakat di WPP tersebut. Pengelolaan WPP ini harus dilengkapi data dan informasi yang akurat sebagai prasyarat dalam menentukan model pengelolaan yang tepat (science-based policy).

Pendekatan Pengelolaan Berbasis Ilmu Pengetahuan

Terkait pendekatan pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan untuk mendukung keberlanjutan sumberdaya serta pertumbuhan ekonomi di WPP, pengaturan input dan output untuk jenis tertentu menjadi factor penting. Pengaturan jumlahkapal dan penggunaan alat tangkap serta jumlah dan ukuran dari hasil tangkapan hanya dapat ditentukan dengan menggunakan data yang akurat melalui kajian dan analisis dari data yang tersedia.

Dengan kata lain, pemerintah dapat memiliki kebijakan yang berdasarkan kajian sains (science-based policy) dalam menentukan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam suatu WPP.  Termasukdidalamnya menentukan kelanjutan pengoperasian alat tangkapmisalnya trawl atau cantrang. Kajian tersebut juga dapat digunakan sebagai basis menentukan arah pengelolaan perikanan yang dapat mengakomodir para nelayan untuk beroperasi melalui penggunaan alat tangkap pengganti atau yang dimodifikasi.

Bappenas telah menerapkan pendekatan sains (science-based policy) melalui kajian bioekonomi untuk sumberdaya udang  di WPP 718 yang diharapkan  dapat direplikasi untuk perikanan lain di WPP yang berbeda. Kajian bioekonomi yang dikembangkan ini akan memperluas pemahaman tentang pengelolaan perikanan berbasis ekosistem serta mendukung pengambilan kebijakan melalui kebijakan perikanan udang berbasis sains (science-based policy) di perairan Aru-Arafura.

Dengan menggunakan pendekatan simulasi dinamik berbasis data empiris serta data primer yang didukung oleh data dari berbagai kajian sejenis di beberapa negara, analisis bioekonomi udang di laut Arafura menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi bisa dicapai dengan pengendalian jumlah kapal optimal yang dapat diijinkan.

Dari dua jenis tipe alat penangkapan udang yang dijadikan sampel mewakili mayoritas armada yang beroperasi yakni armada dengan target udang putih dan udang dogol (banana fleet) dan target udang windu dan udang dogol (tiger fleet) diperkirakan memperoleh manfaat ekonomi per kapal antara Rp 25 miliar-Rp 50 miliar per tahun. Untuk mencapai pemanfaatan ekonomi yang optimal ini diperlukan alokasi jumlahkapal yang optimal dengan kisaran 50-70 kapal dan secara gradual dievaluasi sesuai kapasitas biologi udang di Laut Arafura.

Pendekatan bioekonomi juga  sedang dilakukan untuk perikanan cantrang, di tengah kebijakan penggantian alat tangkap cantrang yang disinyalir memberikan nilai ekonomi yang tinggi namun dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumberdaya perikanan karena tingkat selektifitasnya yang rendah.

Studi ini akan dilakukan mendalam tentang bagaimana pengelolaan yang baik untuk perikanan cantrang agar tidak menimbulkan kerusakan ekosistem, namun juga tidak menimbulkan dampaksosial dan ekonomi yang luas. Sebagai tools, bioekonomi ini menjadi instrumen yang terbaik untuk mengukur kondisi stok ikan dan manfaat ekonomi optimum yang dapat diperoleh.

Harapan dari studi ini dapat disimpulkan apakah introduksi kebijakan baru tersebut dapat diterapkan dengan memberlakukan aturan pengelolaan dan pembatasan jumlah kapal yang berpegang pada keseimbangan ekologi dan ekonomi, yakni usulan jumlah kapal optimal (optimum effort).  Selanjutnya, kajian bioekonomi akan menunjang studi supply chain perikanan tuna, khususnya Tuna Longline mulai akhir 2021.

Prinsip Pengelolaan WPP menurut Bappenas

Kebijakan pengelolaan perikanan laut berbasis pembagian spasial seperti WPP dapat dijadikan sebagai referensi dasar yang mengatur penggunaan alat tangkap yang berkelanjutan di masing-masing WPP.  Setiap WPP akan memiliki Unit Pengelola Perikanan sebagai penanggungjawab pengelolaan.

Setiap unit akan bertanggungjawab menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) yang memuat berbagai rencana strategis pengelolaan yang bertujuan menyelesaikan isu perikanan di WPP terkait. Penggunaan alat tangkap perikanan dan kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan dua diantara banyakisu yang menjadi perhatian dalam penyusunan RPP.

Formulasi RPP juga harus sesuai dengan kaidah dalam indicator Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM).  Prinsip keberlanjutan dalam EAFM dapat mengkaji kemampuan daya dukung perairandalam kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan. Harapannya, RPP yang berdasarkan kajian bioekonomi dan sosial yang komprehensif serta indikator EAFM yang akurat, dapat menentukan apakah suatu WPP dapat memberikan izin operasional kapal dengan alat tangkap seperti cantrang atau penggantinya dalam kuota dan jangka waktu tertentu sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat tetap terjaga

Penelitian bioekonomi berbagai jenis perikanan seperti perikanan udang di Arafura, perikanan cantrang di Pantura, dan lain-lain merupakan sekuens awal dari peta jalan yang konkret dan sangat esensial untuk dilakukan.

Hal ini bermanfaat agar menjadi dasar dalam mempertimbangkan kelanjutan berbagai kegiatan perikanan, yang hakikatnya kegiatan ekonomi. Adanya perhitungan yang akurat dalam menciptakan keseimbangan antara pengelolaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sesuai mandat dari Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan tujuan pembangunan. 

Opini ditulis oleh Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas Sri Yanti JS (*)