Unsur yang paling dominan pada bait ke 2 puisi karya Chairil Anwar tersebut adalah

Unsur yang paling dominan pada bait ke 2 puisi karya Chairil Anwar tersebut adalah
Derai-Derai Cemara, Chairil Anwar

Puisi Derai-Derai Cemara, karya Chairil Anwar.

Cemara menderai sampai jauh

Terasa hari akan jadi malam

Ada beberapa dahan ditingkap merapuh

Dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan

Sudah berapa waktu bukan kanak lagi

Tapi dulu memang ada suatu bahan

Yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan

Tambah terasing dari cinta sekolah rendah

Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan

Sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

a. Tema :

Dari puisi karya Chairil Anwar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tema yang terkandung di didalamnya adalah tentang fase perubahan dalam diri manusia, perhatikan pada bait pertama baris yang berbunyi Terasa hari akan jadi malam menurut penyusun makna yang tersirat darinya adalah mengenai perubahan manusia menuju usia tua, kemudian penyair menegaskannya kembali pada bait selanjutnya yaitu pada baris yang berbunyi Sudah berapa waktu bukan kanak lagi Baris tersebut menegaskan si aku yang sudah bukan kanak-kanak.

Penyair kemudian menyimpulkan puisinya pada bait ke-3 pada baris yang berbunyi Hidup hanya menunda kekalahan kemudian Sebelum pada akhirnya kita menyerah. menyerah terhadap takdir dan menyerah terhadap hidup itu sendiri.

b. Rasa :

Pada puisi diatas sikap penyair terhadap objek (objeknya mengenai perubahan dalam manusia) adalah sedih, sikap itu dapat terasa dari tiap bait dalam puisi diatas. Pada bait pertama si aku sadar hidupnya sudah tidak muda lagi, tersirat dalam baris Terasa hari akan jadi malam, lalu pada bait kedua penyair menjelaskan bahwa si aku sudah dapat menahan diri, menahan emosi pada baris yang berbunyi Aku sekarang orangnya bisa tahan, kemudian keterangan yang menegaskan kembali bahwa ia sudah tidak muda Sudah berapa waktu bukan kanak lagi, kemudian pada bait terakhir penyair menyimpulkan semuanya dalam baris yang berbunyi Hidup hanya menunda kekalahan .kemudian Sebelum pada akhirnya kita menyerah.

c. Nada :

Pada puisi diatas sikap penyair terhadap pembaca adalah iba atau lebih tepatnya mengadu, perhatikan bait ke -2 disana terdapat pernyataan mengenai si aku yang sudah berubah dan tidak seperti dahulu.

Bait ke-2 :

Aku sekarang orangnya bisa tahan

Sudah berapa waktu bukan kanak lagi

Tapi dulu memang ada suatu bahan

Yang bukan dasar perhitungan kini

d. Diksi :

Pilihan kata yang digunakan pada puisi diatas cenderung  sederahana dan terkesan dingin, sehingga pembaca seakan di bawa ke suasana menderita. Coba perhatikan beberapa pilihan kata yang khas tersebut diantaranya, Terasa hari akan jadi malam penyair menggunaakan perumpamaan yang tepat dalam menggambarkan perubahan manusia menuju kepada sang maut.

e. Pengimajinasian :

Dari puisi diatas dapat dirasa beberapa pengimajinasian sepeti visual yang dapat memicu imajinasai pembaca membayangkan hal itu, dan imajinasi taktil yang dapat memilcu bangkitnya perasaan pembaca yang kemungkinan sama dengan perasaan penyair saat menyusun puisi tersebut.

Imajinasi visual dapat dirasakan pada bait ke-1. Disana pembaca akan dapat membayangkan sebuah pohon cemara dalam suasana senja menuju malam,  dan beberapa dahannya merapuh

Bait ke-1 :

Cemara menderai sampai jauh

Terasa hari akan jadi malam

Ada beberapa dahan ditingkap merapuh

Dipukul angin yang terpendam

Imajinasi taktil dapat disarasakan pada bait ke-3. Disana pembaca akan lebih digiring kepada imajinasi perasaan, karena pada bait tersebut dominan menggunakan kata sifat dan kata kerja dibanding kata benda. Perhatikan.

Bait ke-3 :

Hidup hanya menunda kekalahan

Tambah terasing dari cinta sekolah rendah

Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan

Sebelum pada akhirnya kita menyerah

f. Kata Konkrit :

Pemilihan kata yang dilakukan penyair sangat lugas dan jelas, seperti pernyataan Terasa hari akan jadi malam yang pasti langsung merujuk kepada perubahan menuju akhir, entah itu kaitannya dengan hidup ataupun pada makna yang sebenarnya.

g. Gaya Bahasa :

Pada puisi Derai-Derai Cemara karya Chairil Anwar diatas cenderung tidak macam macam dan sederhana, namun terdapat beberapa baris disana yang menggunakan gaya bahasa atau majas perhatikan pada baris Cemara menderai sampai jauh kemudian Dipukul angin yang terpendam. Pada kedua baris diatas penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi yaitu penggambaran mengenai benda mati atau seolah-olah memiliki sifat layaknya manusia.

h. Irama :

Pada puisi diatas penyair menggunakan ritme yang damai dan mendayu dayu. Walaupun dalam puisi diatas terdapat pernyataan yang menegaskan bahwa ia sudah berubah, namun tetap dalam ritme yang damai.

i. Rima :

Dari puisi diatas terdapat pengulangan bunyi diantaranya rima berselang (a,b,a,b), Sebuah ciri khas Chairil Anwar yang selalu memperhatikan rima dalam setiap puisi-puisinya. Perhatikan kembali tiap baris dalam puisi Derai-Derai Cemara diatas yang akhirannya berpola a,b,a,b.

j. Tipografi :

Penampang dalam puisi Derai-Derai Cemara, pada dasarnya seperti puisi-puisi baru pada umumnya, pengungkapannya sudah bebas namun masih memperhatikan aturan aturan puisi lama. Seperti pada  jumlah baris yang sama pada tiap baitnya, kemudian pengulangan bunyi atau rimanya yang berpola berselang a,b,a,b seperti ciri khas pada pantun.

k. Amanat :

Pesan yang disampaikan penyair, kurang lebih seperti ini kehidupan manusia hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap manusia akan mati dengna tenang bila apa yang diharapkannya tercapai.

Kata puisi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata poet yang artinya orang yang menciptakan sesuatu lewat imajinasi pribadi (berdasarkan pengalaman dan belum pernah ada sebelumnya). Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.

Unsur yang paling dominan pada bait ke 2 puisi karya Chairil Anwar tersebut adalah

Di Indonesia, puisi merupakan bentuk kesusastraan yang paling tua. Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia, perkembangan puisi terdiri atas dua periode, yaitu puisi lama dan puisi modern.

 Puisi lama adalah jenis puisi yang masih terikat oleh persajakan, pengaturan larik dalam setiap bait, dan jumlah kata dalam setiap larik, serta musikalitas puisi sangat diperhatikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa puisi lama adalah puisi yang terikat berbagai aturan baik dari segi substansi maupun dari segi sistematika penulisan.

 Puisi modern adalah puisi yang tidak terikat sama sekali dengan aturan-aturan yang ada pada puisi lama. Puisi ini mulai terlihat dengan adanya pujangga-pujangga baru dan mulai terkenal pada tahun 1945. Saat itu itu Chairil Anwar adalah pelopor dari lahirnya puisi baru ini.

Unsur-Unsur Intrinsik Puisi

Unsur intrinsik puisi merupakan unsur-unsur yang berasal dari dalam naskah puisi itu sendiri. Adapun unsur intrinsik puisi sebagai berikut :

 Tema (sense) merupakan gagasan utama dari puisi baik itu yang tersirat maupun yang tersurat.

 Tipografi disebut juga ukiran bentuk puisi. Tipografi merupakan tatanan larik, bait, kalimat, frasem kata, dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasana.

 Amanat (intention) atau pesan merupakan suatu yang ingin disampaikan oleh penyair melalui karyanya.

 Nada (tone) merupakan sikap penyair terhadap pembacanya, misalkan sikap rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif dan yang lainnya.

 Perasaan (feeling) merupakan sikap pengarang terhadap tema dalam puisinya, misalnya kepuasan, kesedihan, kemarahan, keheranan, konsisten, simpatik, senang, sedih, kecewa, dan yang lainnya.

 Enjambemen merupakan pemotongan kalimat atau frase dengan diakhiri lirik. Kemudian meletakkan potongan itu diawal larik berikutnya. Tujuannya adalah untuk memberikan tekanan pada bagian tertentu ataupun sebagai penghubung antara bagian yang mendahuluinya dengan bagian-bagian yang berikutnya.

 Kata konkret, merupakan penggunaan kata-kata yang tepat atau bermakna denotasi oleh penyair.

 Diksi merupakan pilihan kata yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui puisi tersebut.

 Akulirik merupakan tokoh aku yang terdapat dalam puisi.

 Rima merupakan pengindah dalam puisi yang berbentuk pengulangan bunyi baik di awal, tengah, ataupun di akhir.

 Verifikasi merupakan berupa rima dan ritma. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi dan sedangkan ritma adalah tinggi rendahnya, panjang pendeknya, keras lemahnya bunyi dalam puisi)

 Majas merupakan cara penyair menjelaskan pikiran dan perasaannya dengan gaya bahasa yang sangat indah dalam bentuk puisi.

 Citraan merupakan gambaran-gambaran yang ada di dalam pikiran penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Gambaran pikiran ini merupakan sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang bisa dilihat oleh mata.

Unsur-Unsur Esktrinsik Puisi

Unsur ekstrinsik puisi adalah unsur yang tepatnya berada diluar teks atau naskah puisi. Umumnya unsur ekstrinsik ini berawal dari dalam diri pengarang atau lingkungan-lingkungan tempat sang pengarang ketika menulis karya puisinya. Adapun unsur-unsur ekstrinsik puisi adalah sebagai berikut.

 Unsur Biografi

Unsur boigrafi ini adalah latar belakang pengarang. Latar belakang cukup berpengaruh dalam pembuatan puisi, misalkan penulis puisi yang latar belakangnya berasal dari keluarga miskin, maka jika ia membuat puisi akan sangat menyentuh hati para pembacanya, yang terbawa dari latar belakang penulis sehingga mampu dikesankan dalam sebuah puisi.

 Unsur Sosial

Unsur sosial sangat erat kaitanya dengan kondisi masyarakat ketika puisi itu dibuat. Misalkan puisi itu dibuat ketika masa orde baru menjelang berakhir. Pada saat itu kondisi masyarakat itu sedang sangat kacau dan keadaan pemerintahan pun sangat carut marut, sehingga puisi yang dibuat pada saat itu adalah puisi yang mengandung sindiran-sindiran terhadap masyarakat.

 Unsur Nilai

Unsur nilai dalam puisi ini meliputi unsur yang berkaitan dengan pendidikan, seni, ekonomi, politik, sosial, budaya, adat-istiadat, hukum, dan lain-lain. Nilai yang terkandung dalam puisi menjadi daya tarik tersendiri sehingga sangat mempengaruhi baik atau tidaknya puisi.

Contoh Puisi dengan Unsur-Unsur Intrinsik dan Ekstrinsiknya

Contoh 1:

DOA

Tuhanku

Dalam termenung

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di Pintu-Mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

(Karya: Chairil Anwar)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Doa” Karya Chairil Anwar

1. Tema: Ketuhanan

2. Nada dan Suasana:

Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi. Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya.

Berhubungan dengan pembaca, maka puisi “Doa” tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan. Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah “pengembaraan di negeri asing”.

3. Perasaan:

Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi

”Doa” gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu.

Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain:

termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa

berpaling.

4. Amanat:

Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ”Doa” ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair.

Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ”pengembaraan di negeri asing” yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:

Tuhanku,

Di Puntu-Mu Aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

Contoh 2:

KARANGAN BUNGA

Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba

Sore itu

“Ini dari kami bertiga

Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang ditembak mati

siang tadi”.

(Karya: Taufiq Ismail)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Karangan Bunga” Karya Taufiq Ismail

1. Tema: Kepahlawanan

2. Amanat: Kita harus menghargai jasa para pahlawan dan Kita harus meneruskan perjuangan para pahlawan.

3. Sudut Pandang: Orang ketiga

4. Nada dan suasana: Nada sedih menimbulkan suasana duka

5. Tipografi: Bentuknya rapi, terdiri dari 2 bait, bait pertama terdiri dari 4

baris, bait kedua terdiri dari 5 baris.

6. Irama:

Bait pertama bersajak a b c b

Bait kedua bersajak a a a b b

7. Penginderaan/Citraan/Imaji

Penglihatan:

 bait pertama baris 1-4

 bait kedua baris 1-2

 bait kedua baris 4-5

Perasaan:

 bait kedua baris 3

8. Bahasa:

 Ungkapan/Pilihan Kata

 Tiga anak kecil: tiga tuntunan rakyat yang mekar dan baru lahir.

 Pita hitam sebagai tanda berduka cita/berkabung.

 Kakak kami berarti orang yang dianggap sebagai kakak. ( AR Hakim)

 Salemba: markas mahasiswa UI yang tergabung dalam KAMI

 Majas

 Datang ke Salemba: Alegori

 Pita hitam pada karangan bunga: Metafora

Contoh 3:

BERDIRI AKU

Berdiri aku di senja senyap

Camar melayang menepis buih

Melayah bakau mengurai puncak

Berjulang dating ubur terkembang

Angin pulang menyeduk bumi

Menepuk teluk mengempas emas

Lari ke gunung memuncak sunyi

Berayun-ayun di atas alas

Benang raja mencelup ujung

Naik marak menggerak corak

Elang leka sayap tergulung

Dimabuk warna berarak-arak

Dalam rupa maha sempurna

Rindu-sendu mengharu kalbu

Ingin datang merasa sentosa

Menyecap hidup bertentu tuju.

(Karya: Amir Hamzah)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Berdiri Aku” Karya Amir Hamzah

1. Tema:

 Tema Umum

Tema umum dari sajak ini adalah kesedihan.

 Tema Khusus

Sajak “Berdiri Aku” ini merupakan ekspresi kesedihan yang ditampilkan penyair dengan suasana sunyi. Kesedihan ini tidak lain dikarenakan oleh perpisahannya dengankekasihnya dan dia harus pulang ke Medan dan menikah dengan putrid pamannya. Perasan sedih yang sangat mendalam digambarkan penyair dengan suasana sunyi pantai disore hari. Dengan demikian penyair hanya mampu melihat keindahan alam sekitar karena kebahagiaannya dan harapan telah hilang.

2. Feeling atau Rasa:

Dalam sajak berdiri aku tergambar sikap pesimis penyair dalam mengadapi permasalahan hidupnya, sikap pesimis ini mejadikannya melankolis.

3. Amanat:

Amir Hamzah ingin menyampaikan ide dan pemikiranya untuk yang membacanya supaya menyerahkan hidupnya kepada Tuhan karena hanya dialah yang mampu memberi kepastian dalam kehidupan di dunia ini.

4. Tipograf/Tata Wajah:

Tipografi dalam sajak ini penyair memanfaatkan margin halaman kertas dan dalam penulisan sajak ini. Penyair begitu memperhatikan EYD.

5. Diksi:

Kata-kata seperti, senyap, mengurai, mengempas, berayun-ayun dan sayap tergulung identik dengan kesunyian. Kata-kata tersebut membentuk makna kesendirian yang ingin digambarkan pengarang. Kata “maha sempurna” dalam akhir bait juga merupakan arti konotasi dari tuhan yang maha sempurna. Kata “mengecap” memiliki arti yang ingin dirasakan. Permainan kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri untuk menyembunyikan ide pengarang.

6. Citraan:

Sajak Berdiri Aku ini menimbulkan imaji penglihatan ”visualimagery”, seolah-olah kita melihat suasana pantai yang indah. Dalam kalimat pertama imaji kita akan merasakan kesejukan dengan kata-kata tersebut tetapi satyang angin itulah yang menghempaskan harapan dan membawa lari sehingga yang terasa hanyalah sunyi yang semakin dalam. Dengan berbagai citraan yang mampu ditampilkan penyair ini pembaca akan ikut merasakan apa yang ditulis oleh penyair dengan inderanya sendiri.

Contoh 4:

IBU

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting

hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

bila aku merantau

sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

Ibu adalah gua pertapaanku

dan ibulah yang meletakkan aku disini

saat bunga kembang menyerbak bau sayang

Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

aku mengangguk meskipun kurang mengerti

bila kasihmu ibarat samudra

sempit lautan teduh

tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala

sesekali datang padaku

menyuruhku menulis langit biru

dengan sajakku.

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Ibu”

1. Rima:

Adalah persamaan bunyi yang terdapat pada larik-larik sajak. Pada sajak “Ibu” tampak terutama berupa dominasi rima akhir, walau juga terdapat rima tengah.

2. Diksi:

Yaitu pilihan kata sebagai simbol, hal ini karena bukan makna yang sebenarnya. Pada sajak “Ibu” terdapat diksi pada kata gua pertapaanku sebagai simbol makna kehidupan di dalam kandungan. Kemudian kata pahlawan adalah sebagai simbol seseorang yang telah berjasa besar dan telah rela berkorban. Kata bidadari juga menyiratkan suatu simbol kecantikan lahiriah maupun keelokan akhlak/budi pekerti. Dan kata bianglala adalah pelangi sebagai suatu simbol keindahan.

3. Majas:

Adalah ungkapan gaya dan rasa bahasa yang menunjukkan kepiawaian penyair. Pada sajak “Ibu” pengarang menggunakan majas perbandingan yang disebut metafora.

4. Imaji (pencitraan):

Yakni pembayangan kembali (reproduksi mental suatu ingatan) terhadap pengalaman sensasional (perasaan) dan pengalaman persepsional (fikiran). Pencitraan pada sajak “Ibu” berupa imaji visual yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-perseptual terhadap gambaran yang nampak, terdapat pada: sumur-sumur, daunan, reranting, mataair, airmata, ibu, mayang siwalan, bunga, langit, bumi, samudra, lautan, lumut, diri, pukat, sauh, lokan-lokan, mutiara, kembang laut, bidadari, bianglala.

Kemudian imaji gerakan yaitu pembayangan kembali pengalaman sensasional-perseptual yang berhubungan dengan gerakan, terdapat pada: merantau, mengalir, ronta, meletakkan, menunjuk, mengangguk, mandi, mencuci, berlayar, menebar, melempar, ditanya, kusebut, tunjukkan, berselendang, dan menulis.

5. Amanat:

Amanat penyair yang disampaikan dalam sajak Ibu adalah ajakan menyukuri nikmat karunia Tuhan lewat sosok dan peranan seorang ibu, yang kasih sayangnya diibaratkan sepanjang jalan bila dibanding bakti anak yang hanya sepanjang galah.

Contoh 5:

KARAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju

dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.

Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan

dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno,menjaga Bung Hatta,menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

dipanggang diatas apimu, digarami lautmu

Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu

Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(Karya: Chairil Anwar)

1. Tema:

Dalam puisi Karawang Bekasi kita dapat mengambil tema “Perjuangan”

2. Diksi:

Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam puisi tersebut adalah makna konotasi dan makna denotasi.

3. Majas:

Majas yang digunakan dalam puisi Karawang Bekasi adalah Majas Metafora, adapun kutipan dalam puisi tersebut adalah “Aku sekarang api aku sekarang laut”, Sang Penyair mengibaratkan dirinya seperti laut dan api,mempunyai sifat-sifat seperti api yang selalu membakar dan panas.

4. Rima:

Adapun Rima yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Pada bait pertama terdapat rima sempurna dan bersajak {aaaa}

 Pada bait kedua terdapat rima aliterasi dan bersajak {ab-aa}, dan ada perulangan kata “Kami”

 Pada bait ke tiga terdapat rima terbuka dan bersajak {aa} antara suku”sa” dan “wa”.

 Pada bait ke empat terdapat rima tertutup dan bersajak {bab}.

 Pada bait ke lima terdapat rima sempurna (berkata-berkata) dan bersajak {bab}.

 Pada bait ke enam terdapat rima rangkai bersajak {aaaa}

 Pada bait ke tujuh terdapat rima berpeluk dan pengulangan kata aku dan kami.

5. Amanat:

 Kita harus menghargai perjuangan para pahlawan

 Kita harus bekerja keras untuk mencapai cita-cita yang kita inginkan.

 Semangat perjuangan harus selalu mengelora meskibun berada di daerah yang dianggap kecil.

Contoh 6:

SERENADA KELABU

1

Bagai daun yang melayang.

Bagai burung dalam angin.

Bagai ikan dalam pusaran.

Ingin kudengar beritamu!

2

Ketika melewati kali

terbayang gelakmu.

Ketika melewati rumputan

terbayang segala kenangan.

Awan lewat indah sekali.

Angin datang lembut sekali.

Gambar-gambar di rumah penuh arti.

Pintu pun kubuka lebar-lebar.

Ketika aku duduk makan

kuingin benar bersama dirimu.

(Karya: W.S. Rendra)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Serenada Kelabu” Karya W.S. Rendra

1. Tema:

Tema dari puisi Serenada Kelabu ini adalah kerinduan yang mendalam dalam diri seseorang.

2. Diksi (pilihan kata):

Dalam puisi ini, Rendra menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga menimbulkan daya/kekuatan yang diinginkannya. Seperti pada bait Ketika melewati kali terbayang gelakmu. Penyair memilih kata gelak untuk menggantikan kata tawa, dengan tujuan untuk menambah nilai estetis puisi. Diksi (pilihan kata) dalam puisi ini cukup sederhana, namun dalam kesederhanaan itulah letak kekuatan dan keindahan puisi Serenada Kelabu ini.

4. Rima:

Rima adalah pengulangan bunyi untuk membentuk keindahan bunyi. Dalam puisi Serenada Kelabu ini, Rendra juga bermain dengan bunyi untuk mencapai keindahan. Seperti pada bait berikut ini, Rendra memanfaatkan rima akhir an untuk menambah nilai estetis puisi.

Ketika melewati rumputan

terbayang segala kenangan.

Rima akhir dengan vocal i juga membantu menambah nilai keindahan puisi:

Awan lewat indah sekali.

Angin datang lembut sekali.

Gambar-gambar di rumah penuh arti.

5. Tipografi:

Tipografi adalah penataan bentuk larik/baris dalam puisi yang dapat menambah aspek kekuatan makna dan ekspresi penyair. Dalam hal ini, puisi Serenada Kelabu memiliki tipografi atau bentuk yang biasa, Rendra tidak melakukan eksperimen pada bentuk puisi. Namun isi dan unsur lain yang terkandung dalam puisi ini sudah cukup untuk menjadi kekuatan makna dan ekspresi Rendra.

Contoh 7:

DERAI-DERAI CEMARA

Cemara menderai sampai jauh

Terasa hari akan jadi malam

ada beberapa dahan ditingkap merapuh

dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan

sudah berapa waktu bukan kanak lagi

tapi dulu memang ada satu bahan

yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan

tambah terasing dari cinta sekolah rendah

dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan

sebelum pada akhirnya kita menyerah

1994

(Karya: Chairil Anwar)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Derai-Derai Cemara” Karya Chairil Anwar

1. Tema: Perubahan dalam diri manusia yang terpisah dari kehidupan masa lalu.

2. Rasa: sedih.

3. Nada: iba atau merengek.

4. Amanat: kehidupan hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap manusia akan mati dengan tenang kalau apa yang harapkannya tercapai.

5. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini sangat sederhana dan dingin, sehingga pembaca seolah-olah mengalami pesakitan yang dialami oleh pengarang.

6. Imajinasi: imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun menggunakan kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca.

7. Kata-kata konkret: kata-kata yang jika dilihat secara denotative sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.

8. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin disampaikan.

9. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.

10. Rima: unsur bunyi dalam sajak ini sangat dingin sehingga menimbulkan kemerduan puisi, dan dapat memberikan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut.

Contoh 8:

JALAN SEGARA

Di sinilah penembakan

Kepengecutan

Dilakukan

Ketika pawai bergerak

Dalam panas matahari

Dan pelor pembayar pajak

Negeri ini

Ditembuskan ke punggung

Anak-anaknya sendiri

(Karya: Taufiq Ismail)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Jalan Segera” Karya Taufiq Ismail

1. Tema: keprihatinan terhadap suatu kondisi Negara.

2. Rasa: prihatin mengingat kejadian yang telah terjadi.

3. Nada: sedih.

4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.

5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin disampaikan.

6. Irama: irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.

Contoh 9:

PADAMU JUA

Habis kikis

segala cintaku hilang terbang

pulang kembali aku padamu

seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap

pelita jendela di malam gelap

melambai pulang perlahan

sabar, setia selalu.

Satu kekasihku

aku manusia

rindu rasa

rindu rupa.

Di mana engkau

rupa tiada

suara sayup

hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu

engkau ganas

mangsa aku dalam cakarmu

bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar

sayang berulang padamu jua

engkau pelik menarik ingin

serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi

menunggu seorang diri

lalu waktu - bukan giliranku

mati hari - bukan kawanku.

(Karya: Amir Hamzah)

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah

1. Tema: penantian.

2. Rasa: kesedihan.

3. Nada: sedih.

4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.

5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin disampaikan.

6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.

Contoh 10:

KITA ADALAH PEMILIH SYAH REPUBLIK INI

Tidak ada lagi pilihan

Kita harus berjalan terus

Karena berhenti atau mundur

berarti hancur

apakah akan kita jual keyakinan kita

dalam pengabdian tanpa harga

akan maukah kita duduk satu meja

dengan para pembunuh tahun yang lalu

dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku!”

Tidak ada lagi pilihan

Kita harus berjalan terus

Kita adalah manusia bermata sayu,

Yang di tepi jalan mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara

Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama

Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka

Kita yang tak punya dengan seribu slogan

Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan

Kita harus berjalan terus

(Karya: Taufiq Ismail dari Tirani dan Benteng, 1993

Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Kita Adalah Pemilik Syah Republik Ini” Karya Taufiq Ismail

1. Tema: perjuangan.

2. Rasa: semangat.

3. Nada: keras dan penuh semangat.

4. Diksi: diksi yang digunakan dalam sajak ini menggunakan makna konotasi atau tidak menggunakan kata yang sebenarnya seperti layaknya puisi yang lain.

5. Gaya bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam puisi ini sangat sederhana, dan dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin disampaikan.

6. Irama: irama dalam puisi ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah.

Referensi:

https://www.slideshare.net/UtamiTrianti/kumpulan-puisi-dan-unsur-intrinsiknya