Tulis apa yang kamu ketahui tentang tari indang

Tari Indang alat dakwah ulama Minang Pariaman

Tari Indang adalah kesenian tradisional yang berasal dari Pariaman, Sumatera Barat. Sebagaimana tari tradisional dari daerah lain, Tari Indang juga memiliki ciri khas, mulai dari gerakan, musik pengiring, hingga busananya.

Dilansir dari Kesenian Indang: Kontinuitas dan Perubahan karya Nurmalena, kesenian indang merupakan ragam kesenian khas milik masyarakat pantai atau pesisir Sumatera Barat.

“Menurut Pian tukang dikie di daerah Sintuak Toboh Gadang, munculnya kesenian Indang bersamaan denan pengembangan agama Isam di Minangkabau, khususnya di Pariaman,” tulis Nurmalena.

Tari Indang menjadi kesenian tradisional yang masih bisa dijumpai dengan mudah hingga kini. Kesenian ini menjadi hiburan dalam beragam acara di Sumatera Barat.

Sejarah tari Indang

Mengutip buku Musik Tradisional Mingkabau karya Ediwar (dkk), kesenian Indang adalah salah satu kesenian yang bernafaskan Islam di Sumatera Barat.  “Kehadirannya merupakan realisasi dari sistem pendidikan tradisional di surau dalam rangka mengembangkan ajaran agama Islam,” tulis Ediwar (dkk).

Dilansir dari Olah Vokal dalam Tari Indang Pariaman Sumatera Barat karya Efrida, agama Islam mulai masuk dan berkembang di wilayah Pariaman pada abad ke-13 Masehi (M). Kesenian indang menjadi salah satu alat yang digunakan ulama untuk menyebarkan agama tersebut.

“Cara yang digunakan mirip dengan para wali di Jawa pada waktu mengajarkan siar Islam. Melalui seni suara atau olah vokal yang bernuansa Islam, ajaran Islam bersatu dengan kebudayaan,” tulis Efrida dalam jurnalnya. Erlinda menulis dalam bukunya yang berjudul Menapak Indang sebagai Budaya Surau, Islam mulai masuk ke wilayah Sumatera Barat lewat pesisir Pariaman.

Persebaran Islam di wilayah tersebut berkaitan erat dengan perkembangan politik ekonomi di Asia Tenggara. Perubahan tersebut membuat Bandar Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. “Akhirnya daerah Tiku dan Pariaman menjadi bandar utama penyalur lada dan emas yang dihasilkan oleh alam Minangkabau,” tulis Erlinda dalam bukunya.

Berkembangnya wilayah Pariaman membuat seorang ulama berniat menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut. Syekh Bahanuddin menggunakan sistem pendidikan surau dalam mengembangkan ajaran tersebut.

Sistem pendidikan Surau ini yang kemudian melahirkan kesenian Minangkabau bercorak Islam. Seni vokal yang awalnya berkembang pesat, mengalami kemajuan dengan menambahkan gerakan badan dan iringan rapa’i atau rebana. Kesenian inilah yang disebut baindang atau indang sampai saat ini.

Pertunjukan tari Indang

Menurut Nurmalena, kata indang secara etimologis berarti nyiru atau alat pemapi beras. “Dapat dikatakan ada hubungan asosiatif antara kata indang dengan pertunjukannya, karena kata indang atau mengindang beras juga menyeleksi kata-kata kiasan lawan sedemikian rupa, sehingga masing-masing tim yang saling berhadapan tidak kecolongan,” jelas Nurmalena.

Lebih lanjut, Efrida mengungkapkan bahwa kesenianIindang dalam penampilannya dilakukan secara berkelompok. Masing-masing kelompok tersebut terdiri dari delapan orang yang semuanya adalah laki-laki. Tari Indang memiliki gerakan yang monoton dengan iringan syair lagu bernuansa Islam.

Dalam pementasannya, tari Indang biasanya dilakukan oleh bebera kelompok yang saling bertanding untuk menjawab syair lagu secara bersahut-sahutan.

Lagu yang digunakan sebagai pengiring semacam pantun berbentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh kelompok lain. Lagu tersebut dilontarkan sambil menari bersama-sama. Efrida menambahkan, alat musik yang digunakan sebagai pengiring tarian ini awalnya berupa tamborin.

Alat musik tersebut sejenis rebana yang merupakan ciri khas kesenian dengan unsur Islam. Ediwar mengungkapkan bahwa pada awalnya rapa’i yang digunakan berukuran besar. Namun seiring bertambahnya gerakan baru yang lebih rumit dan cepat, seniman indang dan guru-guru surau menggunakan rapa’i berukuran kecil.

Sumber:

Efrida. 2012. Olah Vokal dalam Tari Indang Pariaman Sumatera Barat. ISI SurakartaErlinda. 2016. Menapak Indang sebagai Budaya Surau. Padang Panjang: LPPMPP ISI PadangpanjangEdiwar (dkk). 2018. Musik Tradisional Mingkabau. Yogyakarta: Gre Publishing Nurmalena

Sri Rustiyanti. 2014. Kesenian Indang: Kontinuitas dan Perubahan. Panggung. 24(3). Hal: 250-257

KOMPAS

Tari indang atau biasa disebut dengan tari dindin badindin adalah sebuah seni tari tradisional bagian dari macam macam kesenian daerah di Indonesia yang berasal dari budaya masyarakat minang, pariaman, provinsi sumatera barat. Tarian ini sebetulnya merupakan sebuah permainan alat musik yang dilakukan secara bersama sama.

Nama indang sendiri berasal dari nama alat musik yang bernama tepuk, alat musik ini adalah alat musik yang digunakan untuk mengiringi seni tari ini. Indang atau bisa juga disebut ripai, adalah sebuah instrumen yang dimainkan dengan cara ditepuk dan memiliki unsur unsur keindahan seni tari. Bentuknya seperti rebana tapi berukuran agak sedikit lebih kecil dari ukuran rebana.

Tari indang sendiri, saat ini kerap kali mewakili Indonesia dalam pagelaran budaya internasional sehingga menjadi budaya Indonesia yang mendunia. Gerakan rancak dan dinamis yang muncul dari para penarinya yang akan membuat tarian indang ini banyak diminati masyarakat manca negara. Nah, bagi anda yang ingin mempelajari seni tari ini yang berasal dari tanah minang ini, ketahuilah dahulu bagaimana informasi seputar sejarah, perkembangan, dan unsur unsur yang membentuknya.

Tari Indang

Menurut beberapa versi, seni tari indang ini sebetulnya merupakan buah akulturasi budaya melayu dan budaya Islam pada masa penyebaran agama Islam pada abad ke 13 ini. Seni tari ini diperkenalkan oleh salah seorang ulama dari pariaman yang bernama syekh Burhanudin sebagai salah satu media dakwah yang digunakan untuk menyebarkan Agama Islam pada abad ke 13 sebagai fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat.

1. Tema dan makna filosofi

Sebagai media dakwah, teri indang mengundang beberpa elemen pendukung yang bernafaskan budaya agama Islam. Seni tari ini kerap disuguhkan atau dipertunjukkan bersama iringan sholawat Nabi atau syair yang mengajarkan nilai keIslaman.

Tak heran bila kemudian pada masa silam tari indang justru lebih sering di tampilkan di surau atau masjid. Adapun hingga saat ini, beberapa nagari di ranah minang masih kerap menyuguhkan seni tari ini dalam upacara tabuik, atau upacara peringatan wafatnya cucu Rasulallah yang di selenggarakn tiap tanggal 10 muharram.

2. Gerakan tari indang

Sekilas, semua gerakan tari indang akan tampak seperti gerakan tari saman yang berasal dari aceh. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih seksama tari indang akan cenderung lebih dinamis. Gerakan penarinya lebih santai namun tetap rancak, terlebih jika dikolaborasikan dengan musik pengiringnya yang khas nuansa melayu.

Gerakan tari indang dindin badindin diawali dengan pertemuan 2 kelompok penari yang kemudian akan menyusun diri berbanjar dari kiri ke kanan. Mereka akan duduk bersila dan memperagakan gerakan simetris yang sangat membutuhkan kerja keras dan latihan yang cukup. Gerakan tari indang akan dapat anda saksikan di youtube jika anda tidak memiliki kesempatan melihat seni tari ini secara langsung.

3. Iringan tari

Tari indang dindin badindin diiringi oleh 2 ragam bunyi, yaitu bunyi yang berasal dari tabuhan alat musik tradisional khas melayu seperti rebana dan gambus, serta bunyi yang berasal dari syair yang dinyanyikan oleh seseorang tukang dzikir. Tukang dzikir sendiri adalah bagi seseorang yang memandu tari melalui syair dan lagu yang dinyanyikannya.

Pada perkembangannya, alat musik yang mengiringi tari indang kini semakin beragam. Beberapa alat musik modern seperti akordeon, piano dan beberapa alat musik lainnya juga kerap ditemukan. Selain itu, syair lagu yang kerap dinyanyikan kini juga lebih sering hanya 1 jenis saja, yaitu lagu dindin badindin lagu ini merupakan salah satu karya tiar ramon.

4. Setting panggung

Tari indang hanya boleh ditarikan oleh penari pria saja. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yang tidak memperkenankan wanita mempertontonkan dirinya di khalayak umum. Namun, aturan ini kian lama semakin ditinggalkan. Buktinya dari beberapa pementasan tari indang kini kerap di temukan dengan penari wanita.

Jumlah penarinya sediri cukup beragam, tapi yang sering ditemukan tarian ini ditampilkan oleh penari bejumlah ganjil, sperti 7 orang penari, 9 orang, 11 orang atau bahkan 13 orang dengan satu atau dua orang bertindak sebagai tukang dzikir. Para penari tari indang dalam budaya minang disebut dengan istilah anak indang.

5. Tata rias dan busana

Dalam perkara tat rias dan busana, tari indang tidak memiliki banyak aturan. Yang jelas, khusus untuk para penarinya wajib mengenakan pakaian adat melayu sebagai simbol dan identitas asal tarian tersebut. Ementara untuk tukang dzikir bebas untuk engenakan pakaian apapun asal sopan.

6. Properti tari

Pada awal masa kemunculannya, tari indang wajib dilengkapi dengan indang atau rebana kecil sebagai propertinya. Namun, kini properti tersebut sering ditingglkan dan digantikan fungsinya oleh lantai punggung yang dapat menghasilkan suara ketka ditepuk.

Nah, itulah sedikit yang dapat saya sampaikan tentang informasi seputar tari indang dindin badindin yang berasal dari pariaman sumatera barat. Tertarik untuk mempelajarinya? Semoga bermanfaat.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA