Tokoh yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar adalah

Max Havelaar adalah sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Edward Douwes Dekker). Novel ini pertama kali terbit pada 1860, yang diakui sebagai karya sastra Belanda yang sangat penting karena memelopori gaya tulisan baru.[butuh rujukan]

Tokoh yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar adalah
Max Havelaar

Sampul depan novel Max Havelaar cetakan ke-5 (1881)

PengarangMultatuliJudul asliMax Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-MaatschappijPenerjemahHB JassinNegara
Tokoh yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar adalah
Hindia BelandaBahasaBahasa Belanda
Bahasa Indonesia (1972)GenreNovel

Tanggal terbit

1860 (Hindia Belanda)
1972 (Bahasa Indonesia)Jenis mediasampul lunak

Novel ini terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda").

Roman ini ditulis oleh Multatuli hanya dalam tempo sebulan pada 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada 1860, roman itu terbit untuk pertama kalinya.

Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa yang menindas kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten. Max Havelaar adalah karya besar yang diakui sebagai bagian dari karya sastra dunia. Di salah satu bagiannya memuat drama tentang Saijah dan Adinda yang sangat menyentuh hati pembaca, sehingga sering kali dikutip dan menjadi topik untuk dipentaskan di panggung.

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib dil sekolah-sekolah di Belanda.

HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang.

Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.

Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1976 oleh Fons Rademakers sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Namun film Max Havelaar tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.

  • Film Max Havelaar (1976)
 

Artikel bertopik sastra ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Max_Havelaar&oldid=19161900"

Tokoh yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar adalah

Siapa penentang tanam paksa? kunci jawaban tema 7 kelas 5 SD MI halaman 33 pada subtema 1 pembelajaran 3. /Tangkap Layar Buku Tema 7 Kelas 5 SD MI Halaman 31

KabarLumajang.com – Halo siswa-siswi kelas 5 SD MI harus tetap semangat dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah ya.

Berikut ini akan mengulas materi di buku Tematik Kemendikbud kurikulum 2013 edisi revisi 2017 dengan judul “Peristiwa dalam Kehidupan” tema 7 kelas 5 SD MI.

Kali ini akan membahas kunci jawaban pada subtema 1 pembelajaran 3 di halaman 33 mengenai soal siapa penentang sistem tanam paksa.

Baca Juga: Apa yang Terjadi di Hotel Yamato Surabaya pada 19 September 1945? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 SD MI

Siswa diharapkan dapat memahami terlebih dahulu soal yang ada di buku kemudian menjawabnya sendiri, sebelum melihat kunci jawaban Buku Tematik ini.

>

Kunci jawaban ini digunakan sebagai referensi siswa siswi untuk belajar dan mengoreksi pekerjaan sekolahnya.

Sebagaimana dilansir KabarLumajang.com dari Alumnus IAN Sunan Ampel Surabaya Ngainah S.Pd.I, berikut kunci jawaban dari buku tematik halaman 33 tema 7 kelas 5 SD MI subtema 1 pembelajaran 3.

Baca Juga: Bagaimana Tanam Paksa Dilaksanakan? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 SD MI Halaman 33 Pembelajaran 3

Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 SD MI Halaman 33

Berikut ini merupakan pembahasan tentang sistem tanam paksa yaitu meliputi tokoh-tokoh penentang sistem tanam paksa yang berdampak tidak hanya bagi rakyat Indonesia tapi juga pada pemerintah kolonial Belanda sendiri.

Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Orang yang menentang tanam paksa terdiri dari:

Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van Hovel.

Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di antaranya:

a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.

Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memerhatikan kehidupan bangsa Indonesia. Karena kejayaan negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.

Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pendidikan (edukasi).



b. Membangun saluran pengairan (irigasi).


c. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (imigrasi/transmigrasi)


b) Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).

Tokoh yang menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar adalah
Gambar: 3 Tokoh Penentang Sistem Tanam Paksa (Edward Douwes Dekker, Baron Van Hovel dan Frans Van de Pute)

Di Sumatra Barat ,sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847, ketika penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sistem tanam paksa ini dilakukan melalui jaringan birokrasi lokal.

Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap:

1) Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.



2) Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.


3) Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman, dihapus kecuali kopi di Priangan.


Selain di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Sumatra Barat, Minahasa, Lampung, dan Palembang.

Kopi merupakan tanaman utama di dua tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman utama di dua wilayah yang kedua. Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.