Terbentuknya jaringan integrasi Nusantara melalui dua cara sebutkan dua cara tersebut

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan laut yang luas. Kondisi perairan laut tersebut tidak membatasi interaksi antarpulau, bahkan dimanfaatkan sebagai saluran perdagangan. Aktivitas perdagangan yang terjalin antarpulau satu dengan yang lain menimbulkan terbentuknya jaringan perdagangan nasional antarpulau di Indonesia.

Begitupun dengan penyebaran agama Islam, dimana Islam dan jaringan perdagangan antarpulau sangat erat kaitannya.  Kontak dagang Islam dan jaringan perdagangan antarpulau ini sudah berlangsung sejak abad ke-7, dan jalur perdagangan yang digunakan mengikuti jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina.

Hubungan penyebaran pengaruh agama Islam dan jaringan perdagangan antarpulau ini, ditempuh melalui 2 jalur perdagangan utama yaitu lewat jalur darat dan jalur laut.

Terkenal dengan juluran jalur Sutra (the silk route). Dengan jalur ini, para pedagang Islam melintasi Jazirah Arab melewati Baghdad, Samarkand, kota-kota di Uzbekistan, Tajkistan, Turkemistan, kemudian ke daratan Tiongkong.

Sesampainya di Lanzhao, jalur darat terpecah menjadi jalur selatan ke Calcutta dan jalur timur ke Xian sampai Guangzhou tetapi tujuan utama kedua rombongan ini sama-sama menuju selat malaka. Dari selat malaka yang strategis, pedagang Islam itu dapat menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.

Jalur ini dimulai dari pesisir Jazirah Arab ke Teluk Persia melewati kota-kota pelabuhan di pesisir Irak dan Iran menuju India. Dari India para pedagang Islam ini berlanjut ke Selat Malaka dan menyebar ke berbagai wilayah atau kepulauan di Indonesia.

(Baca juga: Saluran Penyebaran Islam di Indonesia)

Sumber Berita Penyebaran Islam di Indonesia

Ada berbagai macam informasi  yang didapat  mengenai proses masuknya Islam ke Indonesia dari berbagai sumber, baik itu sumber asing maupun sumber di dalam negeri. Beberapa informasi tersebut antara lain:

  • Laksamana Cheng ho dari Tiongkok mencatat terdapatnya kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain Samudra Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke 13 sampai abad ke 15.
  • Catatan Ma Huan, penjelajah dan penerjemah dari Tiongkok, memberitakan adanya komunitas muslim di pesisir utara Jawa Timur.
  • Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia merinci tentang situasi jalur lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudera Pasai yang berasal dari Jawa, Melayu, India Turki, Arab, dan Persia.
  • Catatan Chou Ku-Fei (1178 M) terdapatnya 2 tempat yang menjadi komunitas orang Ta-shih yaitu Fo Lo-an dan Sumatera Selatan. Wilayah ini kekuasaan Sriwijaya. Fo-Lo-an sekarang lebih dikenal sebagai Kuala Brag, Trengganu dan Malaysia.
  • Berita Jepang (784) pendeta Kanshin menemui kapal-kapal posse dan Ta-Shih K-ou.
  • Catatan perjalanan Marco Polo (1292), yang mengisahkan perjalanan Marco Polo ke Sumatera bagian utara. Ia sempat singgah ke Kerajaan Islam Samudera Pasai dalam pelayarannya dari Cina ke Eropa.

Terbentuknya jaringan nusantara melalui jalur perdagangan pusat-pusat integrasi nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai, kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalurutama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara.

Dengan demikian prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang dan kemampuan menguasai lautan.
 

Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu

  1. pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai,
  2. kemampuan mengendalikan (kontrol) politik dan militer para penguasa tradisional (raja-raja) dalam menguasai jalur utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara.

Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan kemampuan menguasai lautan.

Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di  Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda- beda. Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang dari pendukung budaya Austronesia di Asia Tenggara Daratan, maka pada masa perkembangan  Hindu-Buddha  di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya.

Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan mempunyai pengaruh amat besar terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara. Mereka secara langsung terintegrasi ke dalam jaringan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting  sebagai pintu  gerbang yang menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India.

Pada masa itu, Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar- bandar penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara.

Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama “jalur sutra”. Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 M hingga abad ke-16 M, dengan komoditas kain sutera yang dibawa dari Cina untuk  diperdagangkan di  wilayah lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain Samudra  Pasai, Malaka,  dan Kota Cina (Sumatra Utara sekarang).

Kehidupan penduduk di  sepanjang Selat Malaka menjadi lebih  sejahtera oleh  proses integrasi perdagangan dunia  yang melalui jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagang- pedagang asing yang melewati jalur itu.

Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh- pengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap masyarakat di  sekitar Selat Malaka.  Bahkan sampai saat ini pengaruh budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat Malaka.

Selama masa Hindu-Buddha di  samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku.

Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar  Selat Malaka, dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditaspenting yang menjadi barang perdagangan pada saat itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih, dan pala.

Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan politik  baru di  Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti ditunjukkan oleh D.G.E. Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra.

Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu  (Melayu)  di  pantai  timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Agak ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sanskerta, Sriwijaya. Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara,  dengan rajanya yang terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling (Kalingga), dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit.

Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrasi secara politik,  sejauh ini  dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit. Kekuatan integrasi secara politik  di sini  maksudnya adalah kemampuan kerajaan- kerajaan tradisional tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah  kekuasaannya itu   sebagai kesatuan- kesatuan politik  di  bawah pengawasan dari kerajaan-kerajaan tersebut.  Dengan  demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk.

Kerajaan utama yang disebutkan di  atas berkembang dalam periode yang berbeda-beda. Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk media. Selain dengan kekuatan dagang, politik, juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa.

Interelasi antara aspek-aspek kekuatan tersebut yang membuat mereka berhasil mengintegrasikan Nusantara dalam pelukan kekuasaannya. Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusat- pusat kekuasaan yang kuat  dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara.

Hubungan pusat dan daerah hanya dapat berlangsung dalam bentuk hubungan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan (mutual benefit). Keuntungan yang diperoleh dari pusat kekuasaan antara lain, berupa pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti berupa barang-barang yang digunakan untuk kepentingan kerajaan, serta barang-barang yang dapat diperdagangkan dalam jaringan perdagangan internasional.

Sebaliknya kerajaan- kerajaan kecil memperoleh perlindungan dan rasa aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan tersebut. Jika pusat kekuasaan sudah tidak memiliki kemampuan dalam mengontrol dan melindungi daerah bawahannya, maka sering terjadi pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar terancam disintegrasi. Kerajaan-kerajaan kecil lalu melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaan-kerajaan besar lama dan beralih loyalitasnya dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan mengontrol dan lebih bisa melindungi kepentingan mereka.

Sejarah Indonesia masa Hindu- Buddha ditandai oleh proses integrasi dan disintegrasi semacam itu. Namun secara keseluruhan proses integrasi yang lambat laun itu kian mantap dan kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan perdagangan.

Bukti Peninggalan  Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan

Terbentuknya jaringan integrasi Nusantara melalui dua cara sebutkan dua cara tersebut
Terbentuknya jaringan integrasi Nusantara melalui dua cara sebutkan dua cara tersebut
Terbentuknya jaringan integrasi Nusantara melalui dua cara sebutkan dua cara tersebut
Terbentuknya jaringan integrasi Nusantara melalui dua cara sebutkan dua cara tersebut