Tari orek-orek dari kabupaten ngawi dilihat dari fungsi nya merupakan tari

kalian amati dan lihat gambar flora ini, jelaskan dan deskripsikan tentang gambar flora yang kalian lihat tersebut?​

Berikut yang bukan funggsi gambar ilustrasi di tunjukkan oleh nomor..

Tuliskan 5 contoh beserta namanya dari sebuah unsur garis

Apa arti dari garis lurus,lengkung,panjang,pendek,putus-putus beserta contoh nya

apa kepanjangan dari persegi ​

1. nada-nada yang tersusun dalam tangga nada memiliki titik-titik nada tertentu 2. bunyi yang beraturan serta memiliki tinggi rendah bunyi disebut 3. … Tangga nada yang memiliki interval 1 banding 1 banding 1 atau 2 banding 1 banding 1 banding 1 banding 1 atau 2 yaitu 4. interval nada dari do ke re merupakan contoh dari nama nada berjarak 5. lagu Yamko Rambe Yamko berasal dari daerah​

kalian amati dan lihat gambar flora ini, jelaskan dan deskripsikan tentang gambar flora yang kalian lihat ​

amanat film have a song on your lips, please yg pernah nonton kasih tau amanat nya dong kak​

apa yang kamu ketahui tentang properti tari ?jawan ya plisss​

buatlah makalah tradisional​

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oktaria Kusuma Wardani 10209244009

JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)
(3)
(4)
(5)

v

Bukan kecerdasan anda, melainkan sikap andalah yang akan

mengangkat anda dalam kehidupan... (Nurazizah)

Dibalik kesuksesan terdapat sepenggal doa orangtua yang

mengalir tanpa henti....


(6)

vi

memberikan perhatian, dukungan, bantuan, dan doa yakni:

 Kedua orang tua tercinta, Bapak Suwarjono dan Ibu Priyatin yang tiada henti memanjatkan doa terbaik untuk keberhasilan saya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kasih sayang, perhatian dan dukungan kalian.  Kedua kakak yang sangat saya cintai, mbak Indriana Setyarini dan mbak

Ari Nike Puspita yang setia mendengarkan keluh kesahku.

 Keponakan saya, Muhammad Fathoni dan Muhammad Ghofar

Rahman, yang selalu menghibur dengan canda tawa kalian.

 Sahabat-sahabat seperjuangan yang terhebat, Whinda, Juwita, Ema, dan Dina, yang selalu memberi dukungan tak terhingga.

 Sahabat-sahabat terheboh, Evi dan Erni, terimakasih atas dukungan dan kekonyolan kalian yang begitu berharga.

 Yang terkasih, Jovan Andy Winannta yang selalu membantu segala sesuatu dan selalu memberi motivasi.

 Seluruh teman-teman angkatan 2010 terimakasih atas motivasi, bantuan, dan dukungan kalian.

 Semua pihak yang telah membantu tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih yang sebesar-besarnya.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena dengan segala rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Eksistensi Tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dengan tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zamzani, M.Pd, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, yang telah memberikan kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Wien Pudji Priyanto DP, M.Pd, ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari, yang telah memberikan kesempatan, kemudahan, dan kelancaran kepada penulis.

3. Bapak Dr. Sutiyono, S.Kar., M.Hum sebagai Pembimbing I, rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan atas kesabaran dan kearifan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Enis Niken Herawati, M.Hum sebagai Pembimbing II, rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan atas kesabaran dan kearifan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Imam Joko Sulistyo, pimpinan sanggar Soeryo Budoyo yang telah memberikan izin dan berbagai informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

6. Ibu Sri Widajati, M.Si, pimpinan sanggar Sri Budoyo yang telah bersedia memberikan waktu dan pengetahuannya dalam pengambilan data penelitian ini.

7. Bapak Suripto selaku penata gending Orek-orek, yang bersedia memberikan informasi dalam pengambilan data penelitian ini.


(8)
(9)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO... ...v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR………...vii

DAFTAR ISI………...ix

DAFTAR TABEL………..xii

DAFTAR GAMBAR………xiii

DAFTAR LAMPIRAN………...xv

ABSTRAK………xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Fokus Permasalahan………3

C. Tujuan Penelitian……… 3

D. Manfaat Penelitian……….. 3

E. Batasan Istilah………... 4

F. Pertanyaan Fokus……… 5

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Teori……….. 6

1. Eksistensi……… 6

2. Tari………. 7

3. Kesenian ... 8


(10)

x

C. Hasil Penelitian Relevan……….15

BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian……….... 16

B. Setting Penelitian………. 16

C. Waktu Penelitian……… 17

D. Objek Penelitian………...18

E. Subjek Penelitian………..18

F. Teknik Pengumpulan Data……….. 19

G. Instrumen Penelitian... 21

H. Keabsahan Data... 21

I. Teknik Analisis Data... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian……… 24

1. Sejarah Kabupaten Ngawi……….. 24

2. Letak Geografis………...24

3. Kependudukan……… 26

a. Jumlah Penduduk... 26

b. Pendidikan... 27

c. Agama... 27

d. Mata Pencaharian... 27

B. Sejarah Tari Orek-orek……… 28

C. Bentuk PenyajianTari Orek-orek... 32

1. Gerak... 32

2. Iringan... 50

3. Rias dan Busana... 54

4. Pola Lantai... 58


(11)

xi

1. Perkembangan Tari Orek-orek... 62

2. Upaya Pelestarian Tari Orek-orek... 62

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……… 65

B. Saran ………. 66

DAFTAR PUSTAKA………... 68


(12)

xii

Halaman

Tabel1:Waktu Penelitian... 18

Tabel 2: Jumlah Penduduk Kabupaten Ngawi... 26

Tabel 3: Periodesasi Tari Orek-orek... 28

Tabel 4: Rincian busana tari Orek-orek... 55

Tabel 5: Rincian Busana Tari Orek-orek Putra... 81

Tabel 6: Rincian Busana Tari Orek-orek Putri... 83


(13)

xiii

Halaman

Gambar1 : Pose gerak sembahan...……… 33

Gambar 2 :Pose gerak lampahlembehan...……….. 34

Gambar 3 : Pose gerak kencrongan………... 35

Gambar 4 : Pose gerak lawungan………... 36

Gambar 5 : Pose gerak srisik……….. 38

Gambar 6 : Pose gerak pilesan……… 39

Gambar 7 : Pose gerak genjlengan...………... 40

Gambar 8 : Pose gerak lintang alian...………. 41

Gambar 9 : Pose gerak laku telu……….. 42

Gambar 10: Pose gerak odrogan………. . 43

Gambar 11: Pose gerak pondongan………. 44

Gambar 12: Pose gerak trap jamang………. 45

Gambar 13: Pose gerak keplok setan...………. 46

Gambar 14: Pose gerak ketrekan dan lilingan... .47

Gambar 15: Pose gerak jalan tawingan... 48

Gambar16: Gong bumbung dan sitter……… 50

Gambar 17: Kendang……… .. 51

Gambar 18: Gong dan Kempul……… .. 51

Gambar 19: Bonang……… . 52

Gambar 20: Kenong……… . 52

Gambar 21: Demung………... 52

Gambar 22: Slenthem……….... 53

Gambar 24: Rias penari orek-orek putra dan putri………... 54

Gambar 25:Busana penari orek-orek putri dan putra………... 57

Gambar 26:Busana penari orek-orek saat pemecahan Rekor MURI…... 57

Gambar 27:Pola lantai gerak sembahan………... 59

Gambar 28: Pola lantai gerak kencrongan………... 59


(14)

xiv

Gambar 32: Piagam pemecahan Rekor MURI... 106

Gambar 33: Sertifikat Pelatihan tari Orek-orek untuk guru-guru………... 107

Gambar 34: Piagam lomba tari Orek-orek………..108

Gambar 35: Persiapan tari Orek-orek saat Rekor MURI…...………..109

Gambar 36: Pementasan tari Orek-orek di Pendopo Wedya Graha Kab. Ngawi...110

Gambar 37: Pementasan tari Orek-orek di halaman Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kab. Ngawi ...……...111

Gambar 38: Pementasan tari Orek-orek untuk penyambutan Walikota dalam acara Baksos di Desa Giriharjo, Kec. Ngrambe, Kab. Ngawi... 112


(15)

xv

Halaman

Lampiran 1 : Glosarium... 72

Lampiran 2 : Peta Kabupaten Ngawi...75

Lampiran 3 : Pedoman Observasi... 76

Lampiran 4 : Pedoman Wawancara... . 77

Lampiran 5 : Daftar Pertanyaan... 78

Lampiran6 : Pedoman Dokumentasi... 79

Lampiran 7: Notasi iringan tari Orek-orek... 80


(16)

xvi Oleh

Oktaria Kusuma Wardani NIM 10209244009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi tari Orek-orek yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Ngawi, JawaTimur.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Setting penelitian dilakukan di sanggar Sri Boedoyo dan Soeryo Budoyo Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, JawaTimur. Waktu penelitian dimulai dari Februari sampai Maret 2015. Objek penelitian ini adalah eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Subjek penelitian ini adalah penari, pemusik, narasumber, dan sebagian masyarakat Kabupaten Ngawi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan pedoman observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Keabsahan data dilakukan dengan triangulasi untuk menguji kebenaran data tentang eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, JawaTimur. Adapun teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur adalah sebagai berikut: (1) tari Orek-orek muncul sekitar tahun 1946 melalui mbarang atau mengamen dari satu rumah ke rumah lain, pada tahun 1980 tari Orek-orek diresmikan menjadi tarian khas Kabupaten Ngawi dan berhasil memecahkan Rekor MURI dengan belasan ribu penari pada tahun 2014, (2) bentuk penyajian tari Orek-orek adalah tari berpasangan yang terdiri dari 18 ragam gerak dengan durasi waktu sekitar 7-8 menit, iringan tari Orek-orek menggunakan gamelan slendro, busana tari Orek-orek putri yaitu kemben, kebaya, kain jarik, stagen, dan sabuk, sedangkan penari putra menggunakan atasan rompi, celana panji, kain jarik, stagen cinde, sabuk, epek, dan iket, untuk properti yang digunakan dalam tari Orek-orek adalah sampur, dan (3) fungsi tari Orek-orek adalah sebagai tari hiburan, (4) eksistensi tari Orek-orek dapat dilihat dari perkembangan dari awal kemunculan hingga sekarang, upaya pelestarian juga mempengaruhi eksistensi tari Orek-orek agar keberadaannya tetap terlihat dan terjaga kelestariannya.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dengan berbagai suku bangsa memiliki berbagai corak kebudayaan yang bernilai cukup tinggi. Keanekaragaman corak budaya merupakan kekayaan yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tahu identitas dirinya. Ia tidak hanya sekedar mencari dan mengumpulkan benda dalam hidupnya, tetapi juga berusaha mencari dan mendapatkan makna hidup. Untuk itu ia berusaha mengenal dan menghayati rangkaian nilai-nilai luhur yang mengalir dalam kehidupan masyarakat dan bangsanya (Hamidy, 2012: 21).

Pada hakikatnya kehidupan manusia merupakan bagian dari siklus kebudayaan, karena kebudayaan dalam arti luas menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia itu sendiri. Kesenian sebagai subsistem kebudayaan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dalam kehidupan manusia tidak mungkin lepas dari peranan seni. Bidang pendidikan, perdagangan, bahkan dalam agama pun terdapat unsur seni. Jika kita amati aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terlihat bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari seni. Melekatnya seni hampir pada seluruh aspek kehidupan manusia sangat sulit untuk memilah seni dan yang bukan seni (Bastomi, 1992: 1). Seni merupakan kebutuhan dasar manusia dimanapun mereka berada, serta dalam berbagai situasi dan kondisi yang bagaimanapun setiap daerah mempunyai kesenian ataupun adat istiadat.


(18)

Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur memiliki kesenian khas daerah yang beraneka ragam mulai dari Tari Pentul Melikan, Tari Bedoyo Srigati, Tari Kecetan, dan Tari Orek–orek. Tari Orek–orek adalah salah satu kesenian tradisional berupa tari kerakyatan yang merupakan perpaduan antara gerak tari dan iringan gamelan. TariOrek-orek adalah tari berpasangan putra dan putri yang tidak asing bagi masyarakat Kabupaten Ngawi.

Tari Orek–orek dipentaskan untuk menghibur diri dari rasa lelah setelah bekerja keras dan bergotong royong. Seiring berjalannya waktu, tari Orek–orek tidak hanya dipentaskan pada musim tertentu tapi juga dipentaskan pada acara– acara sebagai hiburan seperti acara penyambutan tamu pemerintah, dan acara pernikahan. Ada sebagian masyarakat yang masih memandang sebelah mata tari Orek-orek, mereka menganggap tarian ini kuno, jadul, monoton, dan tidak pantas ditarikan di kehidupan modern seperti saat ini, namun kenyataannya tari Orek-orek tetap dipertahankan sampai sekarang. Faktor lain yang menarik adalah beberapa daerah seperti Madiun, Magetan, Bojonegoro, Blora, dan Sragen juga mengakui bahwa mereka sebagai pemilik tari Orek-orek. Beberapa faktor itulah yang menjadi dasar pemikiran dan menarik minat peneliti untuk mengadakan penelitian di Kabupaten Ngawi dengan mengangkat permasalahan mengenai eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi.


(19)

B. Fokus Permasalahan

Di dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan masalah pada eksistensi tari Orek-orek yang dikhawatirkan semakin berkurang peminatnya di tengah maraknya tarian-tarian baru yang lebih bervariasi dan tidak monoton.

C. Tujuan Penelitian

Terkait dengan fokus permasalahan yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan eksistensi tari Orek-orek yang meliputi tentang sejarah, bentuk penyajian, fungsi tari Orek-orek, dan eksistensi tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pelaksanaan peningkatan wawasan, kualitas dan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan khususnya bidang seni tari.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, hasil penelitian ini dapat dijadikan sengai masukan dalam rangka menambah dokumentasi kesenian tradisional dalam mengembangkan kesenian daerah.


(20)

b. Bagi pelaku seni, hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam upaya peningkatan apresiasi seni, dapat digunakan sebagai acuan, tambahan referensi dan menambah pengetahuan tentang eksistensi tari Orek– Orek.

c. Bagi masyarakat Kabupaten Ngawi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam pemeliharaan serta mengembangkan kesenian tradisional sekitarnya.

E. Batasan Istilah 1. Eksistensi

Eksistensi adalah timbulnya/awal mula/hadirnya sesuatu yang ada baik benda maupun manusia menyangkut apa yang dialami. Eksistensi juga bisa diartikan sebagai sebuah perjalanan sesuatu dari awal munculnya hingga sekarang.

2. Kesenian Tradisional

Kesenian merupakan salah satu unsur di dalam kebudayaan yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Kesenian tradisional adalah bentuk seni yang berasal dan tumbuh di tengah masyarakat beserta pendukungnya.


(21)

3. Tari Orek–orek

Tari Orek-orek adalah tarian khas Kabupaten Ngawi yang ditarikan berpasangan laki-laki dan perempuan. Tari Orek–orek termasuk salah satu kesenian tradisional berupa tari kerakyatan yang merupakan perpaduan antara gerak tari dan nyanyian yang diiringi tetabuhan / gamelan.

F. Pertanyaan fokus

1. Bagaimana sejarah tari Orek–orek di Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur?

2. Bagaimana bentuk penyajian tari Orek–orek di Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur?

3. Bagaimana fungsi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur?

4. Bagaimana eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, Propinsi Jawa Timur?


(22)

6 A.Deskripsi Teoritik

1. Eksistensi

Eksistensi berasal dari bahasa latin extire yang artinya muncul, ada, timbul yang memiliki keberadaan. Eksistensi disusun dari kata ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat beberapa pengertian yang dibagi menjadi empat yaitu, (1) eksistensi adalah apa yang ada, (2) eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas, (3) eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada, dan (4) eksistensi adalah kesempurnaan (http://id.wikipedia.org/wiki/Ekstensi).

Menurut Zainal Abidin, eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Arti istilah eksistensi analog dengan “kata kerja” bukan “kata benda”, eksistensi adalah milik pribadi, tidak ada individu yang identik. Oleh sebab itu, eksistensi adalah milik pribadi yang keberadaannya tidak bisa disamakan satu sama lain (http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/22/eksistensi-manusia/).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang eksistensi, dapat disimpulkan bahwa eksistensi merupakan sesuatu yang keberadaanya terlihat, baik itu sebuah perkembangan maupun kemunduran dari sesuatu hal tersebut. Dalam konteks penelitian ini, kajian tentang eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi


(23)

menyangkut tiga aspek yaitu sejarah tari, bentuk penyajian, dan fungsi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi Jawa Timur.

2. Tari

Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah. Gerak-gerak ritmis yang indah yaitu mencakup jiwa manusia yang jiwa itu berupa akal, kehendak dan emosi (Soedarsono, 1972: 4-5). Curt Sachs (dalam Kusnadi, 2009:1) berpendapat bahwa tari adalah gerak yang ritmis. Gerak ritmis adalah gerak manusia yang sudah terolah tempo dan dinamikanya yang kadang cepat, kadang lambat, kadang patah-patah dan kadang mengalun. Tari adalah cakupan kegiatan olah fisik yang tujuan akhirnya adalah ekspresi keindahan (Sedyawati,1981:68). Berdasarkan ketiga pendapat yang diambil dapat dinyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis dandiwujudkan melalui tubuh manusia yang mengandung unsur keindahan. Dengan demikian, seni tari digunakan untuk mengungkapkan segala keindahan melalui gerak, sedangkan gerak tari itu sendiri mengandung unsur irama atau iringan, rias dan busana, tempat dan perlengkapan pertunjukan, serta penari.

Pembagian tari menurut fungsinya dibagi menjadi tiga yaitu tari upacara, tari pergaulan, dan tari pertunjukan. Tari Orek-orek termasuk ke dalam golongan tari pergaulan karena semata-mata hanya untuk hiburan. Tari mempunyai periodesasi berdasarkan struktur atau corak masyarakat Indonesia yang menjadi pendukung tari-tarian Indonesia sejak masa prasejarah sampai sekarang. Dengan demikian periodesasi tentang tari di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Zaman


(24)

masyarakat Primitif (20.000 S.M – 400 M), (2) Zaman masyarakat Feodal ( 400 M. – 1945), dan (3) Zaman masyarakat Modern (sejak 1945) (Soedarsono,1972: 13-14). Berdasarkan periodesasi tari yang diungkapkan oleh Soedarsono menunjukkan bahwa tari Orek-orek merupakan salah satu tari yang lahir pada awal zaman masyarakat modern yaitu setelah tahun 1945.

3. Kesenian

Kesenian merupakan suatu hal yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat, sehingga kesenian tidak terlepas dari perjalanan hidup manusia. Menurut Koentjaraningrat, kesenian merupakan bagian dari kebudayaan yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Di dalam kehidupan manusia terdapat adat-istiadat yang menciptakan berbagai jenis dan merupakan ciri khas suatu bangsa. Kesenian tumbuh dan berkembang dalam masyarakat seiring dengan pertumbuhan serta perkembangan sosial budaya masyarakat pendukungnya, sampai sekarang dikenal berbagai macam cabang kesenian di antaranya seni rupa, seni musik, seni tari dan drama (Koentjaraningrat, 1993:115).Di sisi lain definisi kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat (http://panjiindra2345.blogspot.com/2012/10/pengertian-kesenian_23.html).

Kesenian tradisional adalah kesenian yang lahir di dalam lingkungan masyarakat desa yang bersifat spontan dan masih mengacu pada tradisi atau adat di daerah tersebut. Kesenian tradisional biasanya lahir, tumbuh, dan berkembang


(25)

di suatu daerah dengan waktu yang cukup lama sehingga kesenian tersebut dijadikan icon atau identitas daerah tersebut. Kesenian tradisional merupakan warisan yang sangat berharga dan harus dilestarikan terutama oleh masyarakat pendukungnya. Begitu juga tari Orek-orek yang termasuk kesenian tradisional Kabupaten Ngawi sampai sekarang juga tetap bertahan dan dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Ngawi.

4. TariOrek-orek

Tari Orek-oreksebenarnyaberasaldariJawa Tengah,kemudiandigarapdandikembangkan di KabupatenNgawi.Tari Orek-orekmenjaditarian khas Kabupaten Ngawi yang ditarikan berpasangan laki-laki dan perempuan. Tari Orek–orek termasuk salah satu kesenian tradisional berupa tari kerakyatan yang merupakan perpaduan antara gerak tari dan nyanyian yang diiringi gamelan.Tari Orek-orek berfungsi sebagai tari hiburan, yaitu menggambarkan masyarakat yang selepas kerja, bergotong royong, melakukan tarian gembira untuk melepaskan rasa lelah. Gerak tari Orek-orek sederhana, diulang-ulang, dan monoton, namun tetap diminati dan masih eksis sampai sekarang.

5. Bentuk Penyajian

Maksud dari bentuk penyajian adalah wujud (tari) yang menampilkan secara keseluruhan menyangkut elemen-elemen pendukungnya antara lain gerak, iringan, tata rias dan busana, pola lantai, dan tempat pertunjukan.


(26)

a. Gerak

Gerak merupakan gejala yang paling primer dari manusia untuk menyatakan keinginan-keinginannya atau merupakan bentuk refleksi spontan dari gerak batin manusia (Soedarsono, 1977:15).Gerak adalah perubahan posisi suatu benda dari satu posisi ke posisi yang lain. Pengertian gerak dalam tari tidak hanya terbatas pada perubahan posisi sebagai anggota tubuh tetapi juga ekspresi dari segala pengalaman emosional manusia (Kusnadi, 2009:3).Gerak di dalam tari terdapat dua jenis gerak, yaitu gerak murni dan gerak maknawi. Gerak maknawi ialah gerak yang mengandung arti yang jelas misalnya ulap-ulap dalam tari Jawa, sedangkan gerak murni ialah gerak yang sekedar digarap untuk mendapatkan bentuk yang artistik dan tidak dimaksudkan menggambarkan sesuatu misalnya ukel kedua tangan.

Tari Orek-orekmerupakan tari tradisi yang termasuk golongan tari rakyat. Sama halnya dengan tari kerakyatan yang lain, gerak dalam tari Orek-orek juga sesuai dengan ciri-ciri tari kerakyatan yaitu sederhana, monoton dan terjadi pengulangan gerak.

b. Iringan

Elemen dasar dari tari adalah gerak dan ritme, maka elemen dari musik adalah nada ritme dan melodi. Sejak saman prasejarah sampai sekarang dapat dikatakan dimana ada tari di sana ada musik, musik dalam tari bukan hanya sekedar iringan, tetapi musik adalah partner tari yang tidak boleh ditinggalkan karena musik dapat memberikan irama yang selaras, sehingga dapat membantu


(27)

mengatur ritme atau hitungan dalam tari dan memberikan gambaran dalam ekspresi suatu gerak (Soedarsono, 1997:46).

Musik dan tari merupakan dua hal yang saling melengkapi. Sebuah tari tanpa ada iringan / musik akan terasa hambar karena musik selain sebagai pengiring tari juga mempunyai fungsi yang lain yaitu sebagai ilustrasi, pemberi suasana dan memperkuat ekspresi gerak.Musik dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni musik internal dan musik eksternal. Musik internal yaitu musik yang sumbernya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri misalnya tepuk tangan, hentakan kaki, dan nyanyian. Sedangkan musik eksternal adalah musik yang berasal dari luar diri manusia, maksudnya berasal dari alat musik misalnya seperangkat gamelan, seruling, gitar, dan sebagainya.

c. Rias dan busana

Istilah rias berasal dari tata yang berarti aturan dan rias yang artinya membentuk atau melukis muka agar sesuai dengan tema atau karakter tari yang dibawakan (Kusnadi, 2009:6). Rias adalah menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah artistik yang mendukung pemeran dalam sebuah pementasan. Tugas rias adalah memberikan bantuan dengan jalan memberikan dandanan atau perubahan pada pemain hingga terbentuk dunia panggung dengan suasana yang kena dan wajar (Harymawan, 1993: 134).

Pada tarian tradisional yang tetap bertahan adalah desain dan warna simbolis. Secara murni hanya warna-warna tertentu saja yang bersifat teatrikal dan mempunyai sentuhan emosional. Warna mempunyai suatu nilai atau sifat yaitu:


(28)

1) Biru mengandung arti menyejukkan hati, kesabaran, ketaatan.

2) Biru tua mengandung arti menunjukan ancaman yang sangat berbahaya.

3) Ungu menunjukan keinginan, menimbulkan perasaan damai.

4) Hijau menggerakan perasaan segar dan memberikan suasana damai.

5) Merah menyatakan keberanian, kepahlawanan, cinta kasih.

6) Putih menyatakan kesucian dan kemurnian.

7) Kuning mengandung arti mengembirakan hati, mengajak tertawa, menunjukan kebaikan (Harymawan, 1988: 54).

Busana atau kostum adalah segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang dikenakan di dalam pentas(Harymawan, 1988: 127). Menurut Kusnadi, busana atau kostum adalah segala perlengkapan yang dikenakan oleh seorang penari yang mempunyai fungsi membentuk imaji sesuai dengan peranan yang dibawakan (Kusnadi, 2009: 6). Dengan demikian, busana dapat menutupi tubuh maupun kepribadian penari sehingga mempertegas tokoh yang sedang diperankan. Fungsi busana secara fisik yaitu untuk menutupi dan melindungi tubuh penari, sedangkan fungsi busana secara artistik adalah memberi keindahan, ilustrasi, dan menonjolkan karakter yang dimainkan.


(29)

d. Desain lantai

Desain lantai atau floor design adalah garis-garis lantai yang dilalui penari dalam sebuah ruang. Secara garis besar ada dua pola garis dasar yaitu garis lurus dan garis lengkung. Desain garis lurus terkesan lebih tegas misalnya dikembangkan menjadi bentuk segitiga, diagonal, zigzag, trapesium, segilima, dan sebagainya. Desain garis lengkung juga dapat diolah menjadi bentuk lingkaran, spiral, dan sebagainya.

e. Tempat pertunjukan

Pertunjukan tari selalu berkaitan dengan tempat dan tidak sembarang tempat dapat digunakan untuk pertunjukan tari. Pertunjukan tari biasanya digelar di sebuah panggung. Jenis panggung ada 4 antara lain: (1) panggung prosceniumatau bisa disebut juga panggung bingkai karena penonton melihat pertunjukan seperti di dalam bingkai dan terdapat tirai di kanan kiri panggung yang disa dibuka dan ditutup, sehingga panggung ini hanya dapat dilihat dari satu arah, (2) panggung arena yaitu penonton mengelilingi panggung, sehingga pertunjukan dapat dilihat dari segala arah, (3) panggung terbuka adalah panggung yang berada di luar ruangan tanpa sisi dan kadang juga tanpa atap, dan (4) panggung berbentuktapal kuda adalah panggung dengan posisi penonton mengelilingi panggung setengah lingkaran dan pada sisi tengah panggung agak menjorok atau masuk ke tempat penonton.


(30)

B. Kerangka Berpikir

Berbagai macam corak tradisi adat yang ada di Indonesia mencerminkan kebudayaan Bangsa Indonesia. Kebudayaan senantiasa akan terkait dalam kehidupan masyarakat pendukungnya sebagai latar belakang kehidupan.Kesenian merupakan hasil aktivitas masyarakat yang tidak dapat dipisahkan karena kesenian termasuk bagian dari kebudayaan. Kesenian tradisional pada hakikatnya lahir, hidup dan berkembang seiring tradisi masyarakat pendukungnya.

Demikian halnya dengan kesenian tari Orek–orek di Kabupaten Ngawi, kesenian ini lahir secara turun temurun dan berkembang di tengah masyarakat pendukungnya. Eksistensi kesenian tari Orek–orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi akan dikaji melalui 3 aspek yaitu : (1) Aspek sejarah, (2) Bentuk penyajian, dan (3) Fungsi.

Kesenian Tari Orek–orek menjadi kebanggaan masyarakat Ngawi sebagai warisan leluhur. BeberapadaerahsepertiMadiun, Magetan, Blora, danSragenjugamerasasebagaipemiliktariOrek-orek.Tahunlalu,tariOrek-orekjuga sempat masuk di Rekor MURI sebagai kesenian tradisional dengan belasan ribu penari. Faktor-faktoritulah yang menarik peneliti untuk melakukan pengkajian tentang eksistensi kesenian tari Orek–orek di tengah kehidupan masyarakat yang semakin modern sekarang ini.


(31)

C. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian ini didukung dengan adanya penelitian yang relevan sebelumnya, artinya penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan namun berbeda isi maupun hasil yang terdapat dalam penelitian. Berikut penelitian yang relevan sebelumnya:

1. Penelitian dengan judul “Fungsi dan Kedudukan tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi” oleh Karlina Inawati tahun 1992.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tari Orek-orek memiliki fungsi sebagai tari pergaulan karena unsur tari itu muncul sebagai ungkapan rasa kegembiraan dan bersifat rekreatif. Tari Orek-orek yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat menunjukkanadanya keterkaitan antara fungsi dan kedudukan dengan masyarakat pendukungnya.

Dari penelitian di atas memiliki persamaan objek penelitian yaitu tentang tari Orek-orek. Adapun dalam penelitian ini membahas tentang Eksistensi Tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.


(32)

16 A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah (Moleong, 2011: 6).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatatif untuk mengetahui bagaimana eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Dengan demikian untuk memperoleh data tentang eksistensi tari Orek-orek, peneliti melakukan kegiatan wawancara dengan beberapa orang, melakukan pengambilan video, gambar dan dokumen untuk mendeskripsikan sejarah tari Orek-orek, mendeskripsikan bentuk penyajian tari Orek–orek dan mendeskripsikan fungsi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi.

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Sanggar Soeryo Budoyo Jalan Kartini dan di Sanggar Sri Budoyo Jalan Ahmad Yani Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.


(33)

Di daerah tersebut jarang melakukan latihan tari Orek-orek, hanya pada saat diminta untuk pentas atau pada saat akan mengikuti lomba alasannya tarian tersebut cenderung sederhana atau tidak terlalu rumit.

Untuk melengkapi data, peneliti juga melakukan penelitian dengan wawancara maupun dokumentasi di rumah Bapak Suripto sebagai penata iringan tari Orek-orek, kemudian di rumah Bapak Moedjianto sebagai saksi munculnya tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Di SMAN 2 Ngawi, peneliti melakukan wawancara dengan pemusik dan mengambil dokumentasi pada saat latihan karawitan untuk mengiringi tari Orek-orek. Disperiyapura Kabupaten Ngawi turut membantu melengkapi data penelitian yaitu memberi beberapa dokumentasi saat tari Orek-orek memecahkan Rekor MURI. Di SDN 3 Ngrambe dan di halaman Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kabupaten Ngawi adalah tempat pengambilan video pementasan tari Orek-orek. Adanya setting penelitian yang lebih dari satu tempat diharapkan bisa melengkapi data penelitian tentang Eksistensi Tari Orek-orek, sehingga dapat diperoleh data secara lengkap dan valid.

C. Waktu Penelitian

Penelitian tentang eksistensi tari Orek-orek mulai dilaksanakan pada awal Februari sampai Maret, beserta dengan proses pelengkapan data dan penyelesaian di bulan April 2015. Wawancara dan pengambilan data mulai dilakukan tanggal 3 Februari sampai dengan akhir Maret 2015. Kegiatan selanjutnya adalah pengambilan dokumentasi yang dilakukan pada tanggal 20 Februari di Desa


(34)

Giriharjo Kecamatan Ngrambe dan tanggal 22 Maret 2015 di halaman Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kabupaten Ngawi. Berikut ini uraian waktu penelitian tentang eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi secara lengkap:

Tabel 1 Waktu Penelitian

No Keterangan Waktu

Des Jan Feb Mar Apr

1. Observasi 2. Penyusunan

proposal

3. Bimbingan

proposal

4. Mengurus surat

penelitian

5. Fokus

wawancara dan dokumentasi

6. Pengumpulan data

7. Seleksi data 8. Uji keabsahan

data

9. Penyusunan

laporan

D. ObjekPenelitian

Objek penelitian eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur adalah tari orek-orek itu sendiri.

E. SubjekPenelitian

Subjek penelitian tentang Eksistensi Tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi adalah pimpinan Sanggar Soeryo Budoyo Bapak Imam, pelatih tari Ibu Rini Sulistyani, pimpinan Sanggar Sri Budoyo Ibu Sri Widajati, M,Si, penata iringan


(35)

Bapak Suripto, guru tari SDN 3 Ngrambe, dan beberapa tokoh masyarakat. Para penari dan pemusik Orek-orek juga merupakan salah satu subjek dalam penelitian ini. Sebagai pelengkap data penelitian, Disperiyapura juga turut membantu memberikan data tentang eksistensi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur yaitu berupa dokumentasi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai instrumen utama. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut.

a. Observasi ( Pengamatan langsung )

Teknik observasi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dengan meninjau secara langsung di lokasi data yang diteliti. Penggunaan pengamatan ialah pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya (Moleong, 2011: 175).

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung aspek-aspek yang diteliti. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi pasif yaitu peneliti hanya mengamati dan tidak ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan tari Orek-orek. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kesenian tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi, kemudian peneliti mencatat agar pada saat melakukan penelitian selanjutnya telah mempersiapkan segala sesuatunya.


(36)

b. Wawancara mendalam

Teknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawacancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186). Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan data-data tentang tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Wawancara dilakukan secara mendalam kepada orang-orang yang mengerti dan terlibat di dalam tari Orek-orek antara lain Bapak Imam sebagai pimpinan Sanggar Soeryo Budoyo, Ibu Sri Widajati sebagai pempinan dan pelatih tari Sanggar Sri Bodoyo, Ibu Rini Sulistyani sebagai pelatih tari, Bapak Suripto sebagai penata iringan tari Orek-orek, Bapak Moedjianto sebagai tokoh masyarakat sekaligus saksi munculnya tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Penari, pemusik, dan beberapa masyarakat juga termasuk daftar yang peneliti wawancara sebagai pelengkap data penelitian.

c. Studi dokumentasi

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi dokumentasi dengan cara mengambil gambar gerak yang ada pada tari Orek-orek, video rekaman dengan menggunakan kamera digital, tape recorder untuk menyimpan hasil wawancara antara penulis dengan narasumber, dan buku catatan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting. Semua ini bertujuan untuk memudahkan penulis dalam mengolah data dan untuk memperkuat hasil penelitian yang dilakukan penulis. Pengambilan video rekaman dilakukan pada tanggal 20 Februari 2015 di Desa


(37)

Giriharjo Kecamatan Ngrambe saat penyambutan Walikota Kabupaten Ngawi dalam acara Baksos SMAN 2 Ngawi dan tanggal 22 Maret 2015 di halaman Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kabupaten Ngawi.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian tentang eksistensi tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mencari dan mengumpulkan informasi untuk melengkapi data yang dibutuhkan berkaitan dengan eksistensi tari Orek-orek. Peneliti juga dibantu dengan alat untuk mengumpulkan informasi antara lain kamera untuk mengambil gambar dan video, hp untuk merekam suara narasumber dan alat tulis. Wawancara secara mendalam juga dilakukan peneliti guna mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan eksistensi tari Orek-orek.

H. Keabsahan Data

Untuk menentukan sah dan tidaknya suatu data yang diperoleh dari penelitian ini dengan menggunakan Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2011: 330).

Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan terhadap informan. Peneliti mengumpulkan data yang telah diperoleh melalui wawancara terhadap lebih dari satu responden agar dapat dibandingkan dan lebih akurat. Pengecekan ini dimaksudkan agar kebenaran informasi tentang objek penelitian yang diberikan


(38)

informan bisa dipastikan. Model triangulasi tersebut dapat disajikan sebagai berikut, antara lain data yang diperoleh dari hasil observasi akan diperkuat dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Data dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi tersebut akan dikumpulkan, dipilih, dan disesuaikan dengan topik permasalahan sehingga data yang diperoleh akan benar – benar objektif dan valid. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut mempunyai peranan yang sama penting dan saling mendukung untuk mendapatkan data tentang eksistensi tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang berhubungan dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintsesiskannya, mencari dan menemukan pola, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan&Biklen dalam Moleong, 2011: 248).

Adapun tahap-tahap analisis data adalah sebagai berikut: a. Reduksi Data

Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan seleksi, pemfokusan, dan penyederhanaan hasil wawancara. Dalam reduksi data ini peneliti mengarah pada pemfokusan masalah yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan penelitian yang sesuai dengan yang diharapkan.


(39)

b. Pemaparan data/ penyajian data

Tahap selanjutnya ialah pemaparan data. Setelah melakukan penyeleksian data, kemudian data dipaparkan secara transparan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan cara observasi, dan wawancara mendalam. Pemaparan data ini berbentuk deskriptif menjelaskan dengan kata-kata yang telah disusun menjadi sebuah kalimat-kalimat. Setelah melakukan seleksi wawancara dengan masyarakat, hasil wawancara tersebut dipaparkan ke dalam tulisan.

c. Penarikan kesimpulan

Setelah semua hasil terkumpul, melalui proses analisis, diseleksi kemudian dijabarkan melalui tulisan, lalu langkah berikutnya menarik kesimpulan dari hasil wawancara tersebut. Data yang terkumpul melalui proses seleksi, ditarik kesimpulan yang berupa kalimat-kalimat. Peneliti menarik kesimpulan dari data-data yang sudah terkumpul untuk menjadikan bahan pembahasan, yaitu eksistensi tari Orek-orek di Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.


(40)

24 A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Sejarah Kabupaten Ngawi

Ditinjau dari segi geografis maupun tata pemerintahannya, Ngawi merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai arti sejarah tersendiri yang tidak dapat dipisahkan sebagai bagian dari pertumbuhan dan perkembangan sejarah Bangsa Indonesia. Tanggal 7 Juli 1358M merupakan penetapan hari jadi Ngawi menurut persetujuan DPRD Dati II Ngawi melalui Surat Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi Nomor:188.70/34/1986 dan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tk.II Ngawi No.04 tahun 1987.

Ngawi berasal dari “Awi” atau bambu yang selanjutnya mendapat tambahan sengau menjadi Ngawi. Banyak sekali daerah Jawa yang nama tempatnya dikaitkan dengan nama flora, misalnya Pelem, Pakis, Waringin dan sebagainya. Ngawi juga termasuk salah satu tempat yang menggunakan nama tumbuhan yaitu berasal dari “Awi” yang menunjukkan suatu tempat di sekitar Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak tumbuh pohon awi atau pohon bambu.

2. Letak Geografis

Kabupaten Ngawi terletak di wilayah provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten


(41)

Ngawi adalah 1.298,58km2. Berdasarkan Perda pada tahun 2004 wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan yaitu : (1) Kecamatan Ngawi, (2) Kecamatan Geneng, (3) Kecamatan Paron, (4) Kecamatan Pitu, (5) Kecamatan Jogorogo, (6) Kecamatan Ngrambe, (7) Kecamatan Sine, (8) Kecamatan Kendal, (9) Kecamatan Kedunggalar, (10) Kecamatan Widodaren, (11) Kecamatan Mantingan, (12) Kecamatan Karangjati, (13) Kecamatan Bringin, (14) Kecamatan Pangkur, (15) Kecamatan Kwadungan, (16) Kecamatan Padas, (17) Kecamatan Kasreman, (18) Kecamatan Gerih, dan (19) Kecamatan Karanganyar.

Secara geografis, Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o21’-7o31’LS & 110o10’-111o40’BT.Berjarak sekitar 181 km dari ibukota Provinsi Jawa Timur dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 25m-300m di atas permukaan air laut dan bersuhu antara 20oC-32oC . Ada 4 kecamatan yang terletak di dataran tinggi yaitu Kec. Sine, Kec. Ngrambe, Kec. Jogorogo, dan Kec. Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu.

Batas-batas wilayah Kabupaten Ngawi :

Utara : berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, dan Kabupaten Bojonegoro.

Timur : berbatasan dengan Kabupaten Madiun

Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Magetan


(42)

Selain itu, Kabupaten Ngawi juga dialiri dua sungai besar yaitu Bengawan Solo dan Sungai Madiun. Sungai Madiun membujur dari selatan ke utara sedangkan Bengawan Solo membujur dari arah barat ke timur, kedua sungai tersebut bertemu di ujung kota kemudian mengalir dan menjadi satu ke arah Utara sebagai Bengawan Solo memasuki wilayah Kabupaten Bojonegoro.

3. Kependudukan a. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 439.536 jiwa dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 455.139 dengan jumlah keseluruhan sebesar 894.675 jiwa. Jumlah ini mencakup penduduk baik yang sudah bekerja maupun yang belum bekerja (sumber: data monografi Kab.Ngawi tahun 2010).

Tabel 2

Jumlah Penduduk Kab.Ngawi No Jenis Kelamin Jumlah penduduk

1. Laki-laki 439.536

2. Perempuan 455.139

Total keseluruhan 894.675

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan satu kewajiban dan salah satu cara untuk mencetak generasi penerus yang berwawasan luas, kritis, dan berbudaya.Di Kabupaten Ngawi, selain terdapat sekolah negeri dari SD, SMP, dan SMA, juga terdapat pondok pesantren antara lain Pondok Pesantren Gontor Putri 1 dan 2 terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi dan Pondok Modern


(43)

Darussalam Gontor Putri 3 di Desa Karangbanyu, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.

Secara umum, Kabupaten Ngawi masih didominasi sekolah negeri antara lain SD negeri yang telah tersebar di desa-desa. Pendidikan tingkat SMP masih terpusat di kota-kota kecamatan, dan untuk tingkat SMA negeri belum terdapat di tiap kecamatan. Kabupaten Ngawi juga terdapat beberapa SMK, MTs, MA, Sekolah minggu gereja dan playgroup.

c. Agama

Pemeluk agama di Kabupaten Ngawi sangat beragam mulai dari agama islam, khatolik, kristen protestan, hindu dan budha. Agama yang paling banyak pemeluknya didominasi oleh agama Islam, hal ini didukung dengan adanya beberapa sekolah madrasah bahkan pondok pesantren di wilayah Kabupaten Ngawi. Perbedaan agama di Kabupaten Ngawi tidak membuat kesenjangan ataupun perselisihan di tengah masyarakat, namun masyarakat tetap hidup damai berdampingan.

d. Mata pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Ngawi yang paling banyak adalah petani. Sektor pertanian menyumbang sekitar 40% dari APBD yang menyerap tenaga kerja kurang lebih 63% dari penduduk di Kabupaten Ngawi. Di samping pertanian, perdagangan juga merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja masyarakat Ngawi setelah pertanian.


(44)

B. Sejarah Tari Orek-orek

Sejarah mempunyai tugas ganda. Pertama, sejarah bermaksud menceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Sejarah mengemukakan gambaran tentang hal-hal sebagai adanya dan kejadian-kejadian sebagai sesungguhnya terjadi. Kedua, sejarah harus mengikuti prosedur tertentu, harus tertib dalam penempatan ruang dan waktu, harus konsisten dengan unsur-unsur lain seperti topografi dan kronologi, harus berdasarkan bukti-bukti (Kuntowijoyo, 1999: 128).

Untuk mengetahui suatu peristiwa perlu diketahui sejarah dari peristiwa itu, selain mempunyai fungsi untuk mengetahui masa lampau, sejarah akan berfungsi untuk menemukan langkah-langkah apa untuk masa yang akan datang. Dalam sejarah harus menulis peristiwa, tempat dan waktu yang sekali terjadi secara rinci dan detail. Berikut ini adalah periodesasi tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi:

Tabel 3

Periodesasi tari Orek-orek

Tahun Keterangan

Sekitar 1946

Tari Orek-orek muncul melalui mbarang atau mengamen dari rumah ke rumah

1980 Tari Orek-orek diresmikan pemerintah menjadi salah satu tarian khas Kabupaten Ngawi

2014 Tari Orek-orek berhasil memecahkan Rekor MURI dengan belasan ribu penari


(45)

Masa penjajahan Belanda terkenal dengan sebutan kerja rodhi yaitu kerja paksa seperti pembuatan jalan raya, jembatan, benteng, tanpa upah, dan tanpa mengenal waktu. Tahun 1870 masyarakat dari berbagai daerah direkrut pemerintah Belanda untuk bekerja membangun Jembatan Ambarawa di daerah Jawa Tengah. Bapak Suripto mengatakan:

“...dulu ketika membangun jembatan pasti selalu ambrol, dibangun ambrol lagi sampai akhirnya mereka memutuskan untuk membuat hiburan dengan cara menari sesuka hati dan diiringi bunyi-bunyian seadanya. Setelah itu baru jembatan bisa dibangun sampai selesai...” (Wawancara dengan Suripto, 15 Februari 2015).

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Suripto, pembangunan Jembatan Ambarawa selalu rusak, lalu pekerja melakukan tari-tarian untuk mengibur diri dan mengusir rasa lelah. Selesai pembangunan jembatan, pekerja melakukan tari-tarian lagi sebelum kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Dua pekerja yang berasal dari Yogya (Pak Thole) dan dari Solo (Pak Samidin) melakukan perjalanan ke Kabupaten Ngawi, di sepanjang jalan mereka melakukan mbarang atau mengamen. Tidak disangka, ternyata masyarakat menyukai dan banyak pengikutnya, sehingga Pak Thole dan Pak Samidin memutuskan untuk menetap di Kabupaten Ngawi. Berbekal ketika membangun Jembatan Ambarawa, tarian yang pada saat itu morat-marit atau tidak beraturan, sehingga timbul keinginan untuk menciptakan tarian yang lebih beraturan dan indah. Sekitar tahun 1946 masyarakat mulai melakukan mbarang atau mengamen dari satu rumah ke rumah lain, dari satu desa ke desa lain, bahkan sampai ke daerah-daerah di luar Ngawi. Itu sebabnya tari Orek-orek tidak hanya dikenal masyarakat Ngawi saja,


(46)

namun juga masyarakat di daerah Madiun, Magetan, Sragen, dan Blora juga mengenal tarian ini. Bahkan daerah-daerah tersebut juga mengakui bahwa tari Orek-orek berasal dari daerah mereka. Beberapa orang yang melakukan mbarang atau mengamen tersebut hanya menggunakan baju seadanya yaitu kebaya dan kain jarik untuk putri, celana kain dan baju lengan panjang untuk putra, sedangkan gerakannya masih improvisasi atau bebas tidak terikat. Pada saat itu wajah penari diorek-orek dan alat musik yang digunakan juga terbatas antara lain bonang renteng, kendang, siter, dan gong bumbung. Mereka melakukan mbarang atau mengamen hanya untuk bersenang-senang dan menghibur masyarakat. Masyarakat menyebutnya tari Orek-orek karena saat mbarang atau mengamen, wajah penari diorek-orek yaitu dicoret-coret menggunakan arang dengan maksud memperjelas garis alis dan bibirnya juga diberi pewarna merah dari daun jati. Ada pendapat lain tentang nama Orek-orek, yaitu ketika membangun Jembatan Ambarawa, pekerja membuat tarian yang morat-marit, sehingga disebut dengan Orek-orek. Perbedaan pendapat mengenai nama Orek-orek tidak menjadi masalah besar bagi masyarakat, mereka tetap berkarya dan melestarikan tari tradisional khususnya tari Orek-orek.

Berdasarkan wawancara dengan bapak Moedjianto, beliau mengatakan:

“…sekitar tahun ’46 tari Orek-orek muncul, tapi waktu itu belum pentas seperti sekarang, cuma sekedar mbarang. Kemungkinan yang membuat atau mungkin yang mbarang itu bekas abdi dalem keraton, karena pada saat itu yang bisa menari dan ngerti iringan ya cuma orang-orang keraton saja…” (Wawancara dengan Moedjianto, 14 Februari 2015).


(47)

Tari Orek-orek saat itu masih sederhana dalam segala hal yaitu kostum, musik, dan geraknya yang merupakan gerak improvisasi atau bebas tidak terikat. Hal itu menggugah beberapa orang untuk berinisiatif menyempurnakan tari Orek-orek. Bapak alm.Pratikno yang bekerja sebagai polisi, alm.Sudji yang bekerja sebagai guru SD, alm.Hardjo Sakimun, ibu Sri Widajati, M.Si dan bapak Suripto merupakan beberapa orang yang ikut serta dalam menyempurnakan tari Orek-orek baik dari segi gerak, kostum, maupun iringan menjadi seperti yang masyarakat ketahui sekarang ini. Mereka tidak merubah ataupun mengurangi pola dasar dari gerak maupun iringan tari Orek-orek, hanya menambah dan menyempurnakan saja agar lebih terstruktur. Gerakan pada saat mengamen kebanyakan merupakan improvisasi, namun ada beberapa gerak yang mungkin sudah dikenal seperti pilesan yang terdapat juga dalam tari Gambyong. Gerakan lainnya adalah mengayunkan tangan yang sekarang disempurnakan menjadi gerak lembehan, dan gerak penghormatan di awal tarian juga tidak dihilangkan dalam tari Orek-orek. Ibu Sri Widajati, M.Si dianggap sebagai pencipta tari Orek-orek, pada kenyataannya tari ini sudah ada sekitar tahun 1946 yang tidak diketahui siapa nama penciptanya. Beliau hanya menambah dan menyempurnakan gerak-gerak yang dipakai mbarang dulu. Tari Orek-orek diresmikan menjadi tarian khas Kabupaten Ngawi pada tahun 1980 yang terdapat 18 ragam di dalamnya dan menggunakan alat musik seperangkat gamelan slendro.


(48)

C. Bentuk penyajian Tari Orek-orek 1. Gerak

Tari Orek-orek merupakan tari berpasangan yang terdiri dari penari laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pembagian tari menurut corak garapannya, tari Orek-orek termasuk tari tradisional karena mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang. Tari tradisional dibagi menjadi dua yaitu tari rakyat yang bersumber dari tradisi kerakyatan dan tari klasik yang bersumber dari tradisi istana (Kusnadi, 2009: 24). Tari klasik mempunyai ciri-ciri antara lain memiliki aturan tetap, mengandung makna pada setiap gerakan, mempunyai nilai-nilai keindahan yang tinggi, berasal dan hidup di kalangan istana. Tari rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain gerakan diulang-ulang, monoton, dinamis, berasal dari pinggiran atau desa, gerak, rias, dan busana sangat sederhana. Berdasarkan pembagian tari tersebut, tari Orek-orek merupakan tari rakyat atau kerakyatan. Ada 18 ragam dalam tari Orek-orek yaitu:

(1)Sembahan, (2) Lampah lembehan, (3) Kencrongan, (4) Lawungan, (5) Srisikan 1 terdiri dari seblak sampur, srisik; lembehan tangan, srisik; lawung, (6) Pilesan, (7) Genjlengan 1, (8) Lintang alian, srisik, (9) Tawing ulap-ulap, (10) Laku telu, (11) Odrogan, (12) Genjlengan 2, (13) Pondongan, (14) Trap jamang, (15) Keplok setan, (16) Lampah lembehan, ogek angguk, (17) Srisikan 2 terdiri dari lawung, srisik; ketrekan, srisik; jalan lilingan, dan (18) Jalan tawingan.


(49)

Gerak sembahan adalah sebuah gerakan yang dilakukan sebagai tanda penghormatan. Dahulu penghormatan ini ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai ungkapan rasa syukur, namun sekarang penghormatan itu juga ditujukan untuk para tamu ataupun penonton. Gerakan ini dilakukan dengan posisi badan mendak dan kedua telapak tangan bertemu di depan dagu. Penari putra posisi kaki tanjak kanan dan kedua telapak tangan bertemu di depan dada.

Gambar 1: Pose gerak Sembahan


(50)

Gerak kedua adalah lampah lembehan, yaitu berjalan dengan mengayunkan kedua tangan secara bergantian. Tangan kiri memegang ujung sampur dan tangan kanan tanpa sampur, bersamaan dengan kaki juga diangkat bergantian seperti jalan ditempat. Gerak kaki penari putra hampir sama, hanya volume gerak kakinya lebih besar dibanding dengan penari putri, posisi tangan penari putra yaitu tangan kanan ditekuk ke atas membentuk siku-siku dengan telapak tangan menghadap ke atas, sedangkan tangan kiri lurus dengan telapak tangan menghadap ke samping, dan dilakukan secara bergantian kanan kiri.

Gambar 2:

Pose gerak lampah lembehan (Foto: Okta, 2015)


(51)

Gerakan ketiga adalah kencrongan, yaitu tangan kanan menthang dan tangan kiri ditekuk di depan cethik, sedangkan posisi kaki, kaki kanan lurus dan kaki kiri ditekuk di belakang kaki kanan dengan jari-jari menyentuh lantai. Tangan yang menthang digerakkan bersamaan dengan kaki yang ditekuk di belakang gejug. Ini merupakan salah satu gerak yang membuktikan bahwa tari Orek-orek mengarah pada gaya Surakarta. Gerak kencrongan penari putra juga sama dengan penari putri, hanya volume geraknya lebih besar. Jika posisi kaki kiri penari putrid berada di belakang kaki kanan, untuk penari putra posisi kaki kiri justru berada di serong depan kaki kanan. Posisi tangan kanan lurus ke samping kanan dan tangan kiri ditekuk di depan dada, kemudian badan hoyog.

Gambar 3: Pose gerak kencrongan


(52)

Gerakan keempat adalah lawungan, penari putri adalah tangan kanan menthang dan tangan kiri ditekuk di depan cethik, sedangkan posisi kaki, kaki kanan lurus dan kaki kiri ditekuk di belakang kaki kanan dengan jari-jari menyentuh lantai. Tangan yang menthang digerakkan bersamaan dengan kaki yang ditekuk di belakang gejug. Penari putra juga sama tapi posisi kakinya tanjak. Gerakan ini sama dengan gerak kencrongan, bedanya adalah sampur disampirkan di atas tangan yang menthang.

Gambar 4: Pose gerak lawungan


(53)

Gerakan kelima adalah srisikan 1 yang terdiri dari seblak sampur, srisik, lembehan tangan, lawung dan singget. Gerakan seblak sampur untuk penari putrid dan putra sama, yaitu tangan kanan mengambil sampur dari tengah kemudian diseblakkan ke samping, begitu juga tangan kiri, gerakan ini dilakukan secara bergantian kanan kiri. Srisik penari putri dilakukan dengan posisi tangan kanan memegang ujung sampur ditekuk di bawah telinga kiri dan tangan kiri lurus ke samping dengan memegang ujung sampur kemudian berlari kecil-kecil dengan posisi kaki agak jinjit dan badan agak mendak. Srisik penari putra dilakukan dengan posisi tangan kiri ditekuk, telapak tangan menghadap ke atas dan tangan kanan ditekuk di depan dada. Gerak lembehan tangan untuk penari putrid maupun putra sama yaitu posisi kaki kiri sedikit melangkah kemudian dihentak-hentakkan, sedangkan posisi tangan kiri lurus ke depan sambil melambaikan tangan dan tangan kanan di pinggang. Gerakan tersebut dilakukan secara bergantian tangan kanan dan kiri. Kepala dipatahkan ke kanan dan ke kiri bersamaan dengan lembehan tangan. Gerak lawung adalah tangan kanan ditekuk ke atas dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan tangan kiri ditekuk di depan dada sebelah kiri, posisi tangan diayunkan bergantian kanan dan kiri bersama dengan langkah kaki kanan ke kanan dan kaki kiri melangkah di belakang kaki kanan.


(54)

Gambar 5: Pose gerak srisik (Foto: Okta, 2015)

Gerakan keenam adalah pilesan. Gerakan ini oleh sebagian orang disebut juga mususi karena gerakannya seperti orang yang sedang membilas beras. Posisi tangan kiri ngrayung ditekuk di depan cethik sebelah kanan kemudian tangan kanan ditekuk di samping tangan kiri dan dibolak-balik seperti gerakan mususi. Posisi badan condong ke kanan dan pandangan ke sebelah kiri. Gerakan ini dilakukan bergantian yaitu ngleyek ke kanan kemudian ke kiri. Posisi tangan kanan penari putra di pinggang dan ditekuk tangan kiri di depan jidat, kemudian badan hoyog.


(55)

Gambar 6: Pose gerak pilesan (Foto: Okta, 2015)

Gerakan ketujuh adalah genjlengan. Gerak ini merupakan salah satu gerakan yang menjadi khas tari Orek-orek di Kabupaten Ngawi. Kedua tangan di cethik sambil menggenggam sampur kemudian kepala dipatahkan ke kanan dan ke kiri bergantian sesuai dengan iringan kendang. Posisi kaki penari putra tanjak kanan, sedangkan posisi tangan yaitu tangan kanan di pinggang dan tangan kiri lurus ke samping, kemudian kepala di patahkan ke kanan dan ke kiri. Dilanjutkan bergantian tangan kanan yang lurus dan badan hoyog.


(56)

Gambar 7: Pose gerak genjlengan

(Foto: Okta, 2015)

Gerakan kedelapan adalah lintang alian, sampur penari putri diletakkan di pundak sebelah kiri. Tangan kanan ditekuk ke atas dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan tangan kiri ditekuk di depan cethik. Penari putra tidak menyampirkan sampur, namun posisi tangannya hampir sama dengan penari putri. Posisi tangan bergantian kanan dan kiri bersama dengan melangkahkan kaki ke kanan dan ke kiri.


(57)

Gambar 8: Pose gerak lintang alian

(Foto: Okta, 2015)

Gerak kesembilan yaitu tawing ulap-ulap. Gerakan ini seperti seseorang yang sedang melihat benda atau sesuatu dari kejauhan. Gerakan tawing ulap-ulap ini dilakukan dengan posisi tangan kiri di pinggang kemudian tangan kanan ditekuk ke atas dengan posisi telapak tangan di depan jidat menghadap ke bawah dilakukan ke kanan dan ke kiri, kemudian dilanjutkan tangan kanan ditekuk di bawah telinga kiri, gerakannya sama baik untuk penari putri maupun putra.


(58)

Gerakan kesepuluh adalah laku telu. Maksudnya adalah melangkah maju mundur 3 hitungan misalnya kanan, kiri, kanan, kemudian diulangi lagi kanan, kiri, kanan, dan seterusnya. Posisi tangan kanan memegang sampur ditekuk ke belakang bahu sebelah kanan dan tangan kiri lurus ke samping kanan memegang ujung sampur kemudian ditekuk dan diluruskan lagi bersamaan dengan langkah kaki kanan kiri.

Gambar 9: Pose gerak laku telu


(59)

Gerakan kesebelas adalah odrogan yaitu menggerakkan badan atau yang disebut dengan ogeg lambung. Tangan kanan penari putri memegang ujung sampur dan tangan kiri di pinggang, sedangkan penari putra juga ogeg lambung tapi yang memegang sampur adalah kebalikannya yaitu tangan kiri. Gerakan ini juga bisa disebut miwir sampur karena jari tangan mengapit ujung sampur dan sampur dibiarkan berkibar.

Gambar 10: Pose gerak odrogan

(Foto: Okta, 2015)

Gerakan keduabelas adalah mengulang ragam gerak ketujuh yaitu genjlengan dan gerakan ketigabelas adalah pondongan. Gerakan penari putri dan putra adalah tangan kiri ditekuk ke depan serong kiri dengan menggenggam ujung sampur dan tangan kanan memegang pangkal sampur. Posisi kaki kanan melangkah ke kanan dan kaki kiri mengikuti tapi dibelakang kaki kanan.


(60)

Gambar 11: Pose gerak pondongan

(Foto: Okta, 2015)

Gerakan keempatbelas adalah trap jamang. Gerakannya seperti orang yang sedang membenahi aksesoris kepala yang dipakai. Penari putri, posisi tangan kanan ditekuk di depan jidat seperti gerakan ulap-ulap dan tangan kiri ngithing di bawah telinga kemudian melakukan gerakan seperti mengusap. Penari putra, posisi tangan kanan ngithing di bawah telinga dan tangan kiri ngrayung lurus ke depan. Gerakan ini dilakukan bergantian ke kanan dan ke kiri.


(61)

Gambar 12: Pose gerak trap jamang

(Foto: Okta, 2015)

Gerakan kelimabelas adalah keplok setan, posisi badan penari putri maupun putra mendak. Penari putra dan putri berhadapan dengan posisi kedua telapak tangan putra dan putri lurus ke depan, kemudian saling bertemu, dilanjutkan kedua tangan ditekuk di atas bahu dan ditekuk di paha penari masing-masing. Gerakan ini diulang-ulang sesuai urutan yaitu telapak tangan penari putri dan putra bertemu di depan dada, dilanjutkan kedua tangan ditekuk di bahu masing-masing, lalu kedua tangan ditekuk di paha masing-masing.


(62)

Gambar 13: Pose gerak keplok setan

(Foto: Okta, 2015)

Gerakan keenambelas mengulang pada gerakan kedua yaitu lampah lembehan dan ogek angguk. Dilanjutkan dengan gerakan ketujuhbelas adalah srisikan 2 yang terdiri dari lawung, ketrekan, dan lilingan. Gerak lawung sama persis dengan gerakan keempat yaitu tangan kanan menthang dan tangan kiri ditekuk di depan cethik, sedangkan posisi kaki, kaki kanan lurus dan kaki kiri ditekuk di belakang kaki kanan dengan jari-jari menyentuh lantai. Tangan yang menthang digerakkan bersamaan dengan kaki yang ditekuk di belakang gejug. Gerak lilingan penari putri dan putra sama, yaitu tangan kanan ditekuk ke atas dan tangan kiri ditekuk ke bawah, lalu diayunkan bergantian diiringi dengan langkah kaki. Langkah kaki


(63)

ke kanan, tangan kanan ditekuk ke atas dan sebaliknya. Gerakan selanjutnya adalah ketrekan,yaitu posisi kaki kanan jinjit di depan kaki kiri kemudian tumpuan berpindah dari kaki kanan ke kaki kiri dan sebaliknya, sedangkan posisi tangan kanan lurus ke atas dan tangan kiri lurus ke samping. Untuk penari putri, tangan kanan kebyak sampur dan tangan kiri di depan chetik, sedangkan posisi kaki sama dengan penari putra yaitu kaki kiri jinjit di depan kaki kanan dan berpindah tumpuan secara bergantian.

Gambar 14:

Pose gerak ketrekan dan lilingan (Foto: Okta, 2015)


(64)

Gerakan kedelapanbelas adalah jalan tawingan, yaitu tangan kiri ditekuk dengan posisi telapak tangan ngrayung berada di bawah telinga kanan dan tangan kanan memegang sampur lurus ke samping kanan, dilakukan seperti orang berjalan ke kanan dan ke kiri. Gerakan penari putra, posisi tangan kanan lurus ke depan dengan telapak tangan menghadap ke atas dan tangan kiri di pinggang, sedangkan kaki adalah melakukan doublestep. Gerakan ini juga dilakukan bergantian ke kanan dan ke kiri.

Gambar 15:

Pose gerak jalan tawingan (Foto: Okta, 2015)


(65)

Berdasarkan ragam gerak tari Orek-orek, hampir keseluruhan gerakannya mengarah pada gaya Surakarta yang pada kenyataannya Kabupaten Ngawi merupakan tempat tari Orek-orek tumbuh dan berkembang berada di wilayah Jawa Timur, sedangkan Surakarta merupakan salah satu daerah yang berlokasi di Jawa Tengah. Menurut keterangan yang diberikan oleh bapak Imam:

“...ada sebuah julukan Pawitan Dirogo yang merupakan singkatan dari Pacitan, Ngawi, Magetan, Madiun, dan Ponorogo. Dasar inilah yang menjelaskan bahwa daerah-daerah yang saya sebutkan tadi termasuk etnis mataram. Walaupun wilahnya berada di Jawa Timur tapi tidak menutup kemungkinan termasuk ke dalam etnis mataram karena dari perjalanan sejarah daerah-daerah tersebut masih memiliki hubungan dengan kerajaan mataram...” (Wawancara dengan Imam, 3 Februari 2015).

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Ngawi termasuk dalam etnis mataram sehingga secara otomatis gerak tari Orek-orek pun mengarah pada gaya Surakarta yang merupakan pecahan Kerajaan Mataram. Gaya Surakarta di dalam tari Orek-orek misalnya gerak pilesan yang juga terdapat dalam tari Gambyong, selain itu dalam gerak kencrongan tangannya trap cethik.

Durasi yang sebenarnya dalam penyajian tari Orek-orek ini membutuhkan waktu sekitar 7-8 menit. Pada pertunjukan tertentu misalnya pertunjukan tari Orek-orek di depan mantan presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2013, tari Orek-orek dikemas dengan durasi 5 menit. Pertunjukan lain yang menggunakan tari Orek-orek yang telah dikemas dengan durasi 5 menit adalah ketika ujian praktek pelajaran tari Orek-orek di beberapa sekolah di Kabupaten Ngawi. Kemasan tari Orek-orek yang hanya berdurasi sekitar 5 menit tidak menghilangkan ragam gerak, namun mengurangi pengulangan pada tiap ragam gerak.


(66)

2. Iringan

Iringan merupakan salah satu roh dalam sebuah tarian yang tidak dapat dipisahkan. Demikian halnya tari Orek-orek juga menggunakan iringan yang sangat berperan dalam tarian tersebut. Berdasarkan sejarah terbentuknya tari Orek-orek, tarian ini awal mulanya digunakan untuk mbarang atau mengamen dari rumah ke rumah. Iringan yang digunakan pada saat mbarang tidak seperangkat gamelan jawa yang lengkap, namun hanya beberapa alat musik antara lain bonang renteng, kendang, siter, dan gong bumbung. Iringan pada saat itu nadanya juga sama seperti iringan yang digunakan sekarang namun tidak sedetail sekarang karena alat musiknya masih terbatas.

Berikut ini contoh gambar alat musik yang digunakan dalam tari Orek-orek pada saat mbarang atau mengamen.

Gambar 16: Gong bumbung dan siter


(67)

Seiring berkembangnya teknologi dan pengetahuan, iringan tari Orek-orek juga ikut berkembang yaitu dengan menggunakan seperangkat gamelan slendro yang terdiri dari bonang barung, bonang penerus, saron, demung, slenthem, kenong, kempul, kendang, dan gong.

Gambar 17: Kendang (Foto: Okta, 2015)

Gambar 18: Gong dan Kempul (Foto: Okta, 2015)


(68)

Gambar 19: Bonang (Foto: Okta, 2015)

Gambar 20: Kenong (Foto: Okta, 2015)

Gambar 21: Demung (Foto: Okta, 2015)


(69)

Gambar 22: Slenthem (Foto: Okta, 2015)

Sesuai dengan gamelan yang digunakan dalam tari Orek-orek yaitu gamelan slendro, sudah jelas bahwa iringannya adalah slendro. Berdasarkan pada keterangan yang diberikan oleh Bapak Suripto sebagai penata iringan tari Orek-orek mengatakan bahwa:

“...tari Orek-orek menggunakan iringan slendro pathet manyura. Intronya menggunakan srepeg kemudian buko celuk dan dilanjutkan sampak. Gending orek-orek tidak diketahui siapa penciptanya atau no name karena sudah ada sejak dulu yang digunakan untuk mbarang dari rumah ke rumah, bahkan di beberapa daerah antara lain Madiun, Gorang-gareng, Sragen, dan Blora juga mengenal gending orek-orek...” (Wawancara dengan Suripto, 15 Februari 2015).

Berikut ini iringan tari Orek-orek: Buka :

Kendang... (3)

5 3 5 3 6 5 3 (2) 3 1 2 3 5 3 2 (1) 2 1 2 1 3 2 1 (6) 1 1 1 2 3 (pos) Buko celuk :

2 2 2 2 2 1 3 2 2 6 6 2 1 2 6 3 Orek-orek puniki kesenian saking Ngawi


(70)

1) Pramiyarsa kakung putri, wit kina nganti saiki

Nduh gusti, mugi-mugi antuk berkahing Hyang Widhi Eoe... aeo eaeo... Eoe... aeo eaeo...

2) Kagungan langen beksa, weh luhuring budaya Yo pra kanca amakarya, dimen lestari widodo Tuwo mudho, sayuk rukun saiya saeka praya ( biasanya diselingi wangsalan oleh sindhen )

3. Rias dan Busana

Berdasarkan jenisnya, tari Orek-orek merupakan tari tradisional yang termasuk dalam tari rakyat. Rias dan busana tari rakyat berbeda dengan tari klasik yang cenderung meriah dengan memakai perhiasan kepala maupun perhiasan baju yang berkilauan. Tari orek-orek tidak hanya gerak dan desain lantainya saja yang sederhana, namun tata rias dan busananya pun cukup sederhana. Tata rias yang dipakai dalam tari Orek-orek yaitu rias panggung yaitu rias cantik yang menggunakan alas atau bedak secukupnya, blush onatau pemerah pipi, eye shadow, dan lipstik atau pemerah bibir untuk penari perempuan. Rias untuk penari laki-laki lebih sederhana karena hanya bertujuan mempertegas saja yaitu menggunakan alas atau bedak dan lipstik atau pemerah bibir.


(71)

Gambar 24:

Rias penari orek-orek putra dan putri (Foto: Okta, 2015)

Tabel 4:

Rincian busana tari Orek-orek

Tahun Keterangan

Sekitar 1946 (ketika mbarang)

Penari putri: kebaya dan kain jarik Penari putra: celana kain dan baju sopan

1980 Penari putri: kemben, kebaya, kain karik, sabuk, stagen Penari putra: atasan rompi, celana panji, kain jarik, stagen cinde, sabuk, dan epek

2014 (ketika pemecahan

Rekor MURI)

Penari putri dan putra: Manset, tayet, kain jarik, kace, sabuk

Busana yang digunakan dalam tari Orek-orek antara lain kain jarik, kemben, kebaya, dan sabuk. Untuk penari putra menggunakan celana panji, kain jarik, stagen cinde, atasan rompi, epek, dan sabuk. Aksesoris yang digunakan adalah gelung tekuk, keketan, mentul, sunggar, giwang, dan kalung. Aksesoris penari putra memakai iket yang diikat di kepala. Properti yang digunakan untuk penari putri maupun penari putra sama yaitu sampur, bedanya hanya cara pemakaiannya saja. Penari putri menggunakan sampur dengan diikat di pinggang,


(72)

sedangkan penari putra menggunakan sampur dengan cara mengalungkan di leher dan membiarkannya menjuntai ke bawah.

Pada tahun 2014, ketika tari Orek-orek dipentaskan untuk memecahkan Rekor MURI, busana yang digunakan adalah manset, kace, tayet, kain jarik, stagen, dan sabuk. Perubahan busana yang dipakai memiliki beberapa alas an antaralain busana dengan kebaya dan rompi tidak mencukupi sejumlah belasan ribu penari dalam Rekor MURI, busana menggunakan kebaya dianggap terlalu kuno dan terkesan ribet ditambah dengan aksesoris kepala untuk penari putri yang harus menggunakan gelung tekuk dan sebagainya. Penari putri juga pernah menggunakan kebaya modern pada pementasan tari Orek-orek dengan alasan lebih praktis dan agar penonton tidak bosan. Busana tari Orek-orek bisa saja diganti ataupun dimodifikasi asalkan tidak mengandung arti tertentu dan tidak menghilangkan patokan yang ada dalam tari Orek-orek, yaitu gerak dan iringan yang telah melekat di masyarakat. Busana yang telah dimodifikasi bertujuan untuk menyegarkan penonton agar tidak bosan, tidak kalah menarik, dan busana tersebut tidak mengandung arti tertentu. Berikut adalah foto busana yang digunakan dalam tari Orek-orek penari putra dan putri:


(73)

Gambar 25:

Busana penari orek-orek putri dan putra (Foto: Okta, 2015)

Gambar 26:

Busana penari Orek-orek saat pemecahan Rekor MURI (Foto: Okta, 2015)


(74)

4. Pola lantai

Pola lantai merupakan garis-garis yang dilalui oleh penari di dalam sebuah ruang. Pada dasarnya garis dibagi menjadi 2 yaitu garis lurus dan garis lengkung. Pola lantai garis lurus banyak digunakan dalam tari klasik misalnya tari serimpi, karena menampilkan kesan sederhana yang kuat. Pola lantai garis lengkung biasanya digunakan pada tari rakyat atau tradisi yang memberi kesan lembut dan lemah. Di dalam tari Orek-orek, garis lengkung sangatlah dominan dalam tarian tersebut, karena pola lantai yang asli adalah membentuk lingkaran. Jika desain lantai tari Orek-orek sekarang sudah banyak yang dibuat garis lurus bukanlah hal yang keliru, melainkan itu merupakan salah satu cara agar terlihat bervariasi dan tidak monoton tanpa mengubah gerak tari sedikitpun. Berikut ini adalah pola lantai yang digunakan dalam pementasan tari Orek-orek di depan Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman pada Maret 2015. Pola lantai ini tidak baku, melainkan bisa diganti dan diubah sesuai kebutuhan.

Keterangan simbol level: Level rendah =

Level sedang = Level tinggi = Keteranganarahhadap:

Depan = Belakang = Kanan = Kiri = Keteranganpenari:


(75)

Gambar 27:

Pola lantai gerak sembahan

Gambar 28:

Pola lantai gerak kencrongan

Gambar 29:

Pola lantai ragam gerak srisikan I

Gambar 30: Pola lantai gerak pilesan


(76)

5. Tempat pertunjukan

Tempat pertunjukan merupakan salah satu bagian penting yang harus ada dalam pementasan tari, mustahil jika menari tidak disediakan sebuah tempat. Ada beberapa tarian Indonesia khususnya di Jawa yang pementasannya memang harus di suatu tempat tertentu. Misalnya tari Bedhoyo Ketawang hanya boleh ditarikan di dalam Kraton dan tari Bedhoyo Srigati harus ditarikan di Pesanggrahan Srigati. Peraturan yang mengharuskan sebuah tarian dipentaskan di tempat tertentu biasanya tarian tersebut merupakan tarian sakral.

Tidak semua tarian memiliki peraturan yang sama, seperti tari Orek-orek tidak diharuskan untuk melakukan pementasan di suatu tempat tertentu. Tari Orek-orek bisa dipentaskan di tempat terbuka maupun di dalam ruangan yang cukup. Panggung merupakan salah satu tempat pertunjukan tari Orek-orek yang bisa digunakan, selain itu lapangan juga tidak kalah sering digunakan sebagai tempat pertunjukan tari Orek-orek. Pada sebuah acara sekitar tahun 2013 dan pada bulan Maret tahun 2015 tari Orek-orek dipentaskan di halaman Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kabupaten Ngawi, dan yang paling sering, tari ini dipentaskan di depan pejabat pemerintahan sebagai tari penyambutan. Tanggal 20 Februari 2015, tari Orek-orek juga dipentaskan untuk penyambutan Walikota Ngawi pada acara Baksos SMAN 2 Ngawi di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi. Tari Orek-orek juga pernah dipentaskan di lapangan saat pemecahan Rekor MURI pada bulan Agustus tahun 2014.


(77)

D. Fungsi Tari Orek-orek

Fungsi tari diabadikan untuk kepentingan masyarakat, bahkan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang melingkupinya yang diadakan demi keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat tersebut (Curt Sachs dalam Soedarsono, 1999: 55). Berdasarkan fungsinya, tari dibedakan menjadi 3 yaitu fungsi tari sebagai upacara, hiburan, dan pertunjukan. Tari ritual upacara adalah tari yang berfungsi sebagai sarana upacara adat atau agama yang masih banyak terdapat di daerah-daerah yang tradisinya sangat melekat. Tari hiburan adalah tari yang berfungsi sebagai ungkapan kegembiraan, dan tari sebagai pertunjukan merupakan tari yang dalam penggarapannya memang dikhususkan untuk sebuah pertunjukan.

Tari Orek-orek awal mulanya sengaja ditarikan masyarakat untuk menghibur diri dari rasa lelah setelah bekerja keras. Pada musim panen, masyarakat juga menarikan tari Orek-orek sebagai ungkapan syukur mereka terhadap hasil panen yang melimpah. Sekarang tari Orek-orek ditarikan untuk memperingati HUT Kabupaten Ngawi setiap tahun, penyambutan tamu kehormatan, acara pernikahan, panggung hiburan, dan tidak jarang juga digunakan untuk festival atau lomba tari. Jika dikategorikan menurut 3 fungsi tari, maka tari Orek-orek termasuk dalam kategori tari hiburan, karena tarian ini memang hanya untuk hiburan tanpa ada makna yang terkandung di dalamnya.


(78)

E.Eksistensi Tari Orek-orek 1. Perkembangan tari Orek-orek

Tari Orek-orek muncul sekitar tahun 1946 dan diresmikan pada tahun 1980. Tarian ini merupakan salah satu warisan leluhur yang sangat berharga dan masyarakat Ngawi sangat menjaga tari tradisional tersebut. Tari Orek-orek mengalami perkembangan agar keberadaannya tetap melekat di masyarakat. Perkembangan yang dimaksud antara lain gerak yang dulu masih improvisasi kemudian digarap menjadi 18 ragam gerak. Alat musik yang awalnya hanya menggunakan kendang, bonang renteng, siter, dan gong bumbung sudah berkembang menggunakan gamelan slendro. Busana pada saat mbarang hanya seadanya yaitu kebaya dan kain jarik untuk putri, celana kain dan atasan lengan panjang untuk putra, pada peresmian tahun 1980 sudah dikembangkan menjadi kemben, kabaya, jarik, stagen, dan sabuk untuk penari putri dan celana panji, atasan rompi, stagen cinde, sabuk, dan epek untuk penari putra. Tidak berhenti sampai di situ, busana tari Orek-orek pada penari putri juga pernah memakai kebaya modern. Pada saat pemecahan Rekor MURI, busana yang digunakan adalah manset, kace, tayet, jarik, stagen, dan sabuk.

2. Upaya Pelestarian tari Orek-orek

Upaya pelestarian tari Orek-orek pun dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, sehingga sampai sekarang tari Orek-orek tetap terjaga eksistensinya di tengah kehidupan modern ini. Tari Orek-orek sering ditarikan pada acara pernikahan, hari jadi Kabupaten Ngawi setiap tahun, dan penyambutan tamu kehormatan. Untuk melestarikan tari Orek-orek, pemerintah memasukkan


(79)

tari tersebut ke dalam mata pelajaran umum di sekolah dan juga dilakukan ujian praktek tari Orek-orek. Upaya tersebut selain bertujuan untuk memperkenalkan kepada siswa sebagai generasi penerus, juga bermaksud agar mereka lebih memahami, menghargai, dan ikut melestarikan tari Orek-orek sebagai kesenian tradisional Kabupaten Ngawi. Pemerintah juga mengadakan pelatihan tari Orek-orek untuk para guru di Kabupaten Ngawi. Hal itu membuktikan bahwa pemerintah sangat mendukung pelestarian tari Orek-orek dan guru-guru juga antusias demi menjaga eksistensi tari tersebut. Sesuai dengan Surat Keputusan No: 6614/R/MURI/8/2014, tari Orek-orek telah tercatat di Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) dengan belasan ribu penari pada tanggal 31 Agustus 2014. Tarian massal yang melibatkan belasan ribu pelajar dan mahasiswa itu diikuti 15.316 penari se-Kabupaten Ngawi yang terdiri dari pelajar tingkat SD sebanyak 10.089 orang, tingkat SMP 3.162 orang, tingkat SMA 2.050 orang, SLB 5 orang, serta mahasiswa STKIP Ngawi sebanyak 50 orang. Dalam pertunjukan, tim MURI menghitung total peserta tari Orek-orek hanya sebanyak 15.124 orang.Tari Orek-orek pernah ditarikan pada beberapa kegiatan antara lain:

a. Sejak tahun 1980, tari Orek-orek ditarikan pada saat HUT Kabupaten Ngawi setiap tahun dan sampai sekarang.

b. Sekitar tahun 1995, tari Orek-orek ditarikan untuk penyambutan Gubernur Jawa Timur di Mantingan, Kabupaten Ngawi.

c. Tahun 2002, diadakan lomba tari Orek-orek di Dinas Kebudayaan Kabupaten Ngawi.


(80)

d. Tahun 2009, tari Orek-orek mengikuti “Gelar Seni Budaya” di Surabaya, Jawa Timur.

e. Tahun 2010, tari Orek-orek ditarikan di Dinas Pendidikan Propinsi Surabaya, Jawa Timur.

f. Tahun 2013, tari Orek-orek ditarikan di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Halal Bihalal.

g. Tahun 2013, tari Orek-orek ditarikan di Pendopo Wedya Graha Kabupaten Ngawi.

h. Februari 2014, diadakan pelatihan tari Orek-orek untuk guru-guru yang dilaksanakan di KabupatenNgawi.

i. Tahun 2014, tari Orek-orek berhasil memecahkan Rekor MURI dengan belasan ribu penari di alun-alun Merdeka Kabupaten Ngawi. j. Awal tahun 2015, tari Orek-orek ditarikan dalam ujian praktek tari

SMKN 1 KabupatenNgawi.

k. Februari 2015, tari Orek-orek ditarikan untuk penyambutan Walikota Kabupaten Ngawi di Desa Giriharjo,Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, dalam acara Baksos SMAN 2 Ngawi.

l. Maret 2015, tari Orek-orek dipentaskan dihalaman Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kabupaten Ngawi.

Beberapa kegiatan di atas merupakan bukti bahwa tari Orek-orek masih terjaga eksistensinya di tengah kehidupan modern sekarang. Bukan hanya pemerintah, namun masyarakat dan generasi penerus adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian tari Orek-orek.


(81)

65 A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Tari Orek-orek muncul sekitar tahun 1946 yang berawal dari mbarang atau mengamen dari satu rumah ke rumah lain, satu desa ke desa lain, bahkan sampai ke luar daerah. Itulah sebabnya tari Orek-orek dikenal di beberapa daerah seperti Madiun, Magetan, Blora, dan Sragen. Tari Orek-orek mengalami penyempurnaan gerak, iringan, busana, dan pada akhirnya tahun 1980 diresmikan menjadi tarian khas Kabupaten Ngawi. Tahun 2014, tari Orek-orek berhasil memecahkan Rekor MURI dengan belasan ribu penari.

2. Tari Orek-orek merupakan tari berpasangan laki-laki dan perempuan dengan durasi waktu sekitar 7-8 menit. Bentuk penyajian tari Orek-orek awalnya melalui mbarang dengan gerakan improvisasi atau gerak spontan, pada tahun 1980 dipatenkan gerak tari Orek-orek terdiri dari 18 ragam gerak. Iringan tari Orek-orek mengalami perubahan atau perkembangan, yang awalnya hanya menggunakan bonang renteng, kendang, siter, dan gong bumbung, sekarang menggunakan seperangkat gamelan slendro. Demikian halnya dengan busana yang digunakan dalam pementasan tari Orek-orek juga mengalami perubahan, awalnya untuk penari putri


(82)

menggunakan kemben, jarik, stagen, dan sabuk, sedangkan penari putra menggunakan atasan rompi, celana panji, kain jarik, stagen cinde, sabuk, dan epek. Pada saat pemecahan Rekor MURI, busana yang digunakan adalah manset, jarik, kace, stagen, dan sabuk. Properti yang digunakan dalam tari Orek-orek adalah sampur.

3. Fungsi tari Orek-orek adalah sebagai tari hiburan.

4. Eksitensi tari Orek-orek dapat dilihat dari perkembangan dari awal kemunculan hingga sekarang, baik dari segi gerak, iringan, maupun busana. Upaya pelestarian juga merupakan hal yang mempengaruhi eksistensi tari Orek-orek agar keberadaannya tetap terlihat dan terjaga kelestariannya.

B. Saran

Tari Orek-orek merupakan salah satu tarian khas Kabupaten Ngawi yang eksistensinya harus tetap dilestarikan di tengah kehidupan modern sekarang, maka peneliti mengajukan beberapa saran antara lain:

1. Pemerintah Kabupaten Ngawi lebih memperhatikan keberadaan kesenian tradisional yang ada di daerah Ngawi, salah satu diantaranya adalah tari Orek-orek. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan lebih sering mementaskan tari Orek-orek pada acara-acara tertentu. Pemerintah juga dapat menyelenggarakan lomba kreasi tari Orek-orek tanpa menghilangkan patokan yang telah ada, sehingga generasi tertantang untuk saling berkreasi.


(1)

108

Gambar 34:

Piagam lomba tari Orek-orek


(2)

109

Gambar 35:

Persiapan tari Orek-orek saat Rekor MURI (Dok: Disperiyapura, 2014)


(3)

110

Gambar 36:

Pementasan tari Orek-orek di Pendopo Wedya Graha Kab. Ngawi (Dok: Aini Record, 2013)


(4)

111

Gambar 37:

Pementasan tari Orek-orek

di halaman Gedung Sasana Atmaja Dr. Rajiman Kab. Ngawi (Foto: Sri, 2015)


(5)

112

Gambar 38:

Pementasan tari Orek-orek untuk penyambutan Walikota dalam acara Baksos di Desa Giriharjo, Kec. Ngrambe, Kab. Ngawi


(6)

113

Gambar 39:

Latihan karawitan tari Orek-orek di SMAN 2 Kab. Ngawi (Foto: Okta, 2015)