Solusi fasilitas pendidikan yang kurang memadai brainly

Pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu sektor dalam negeri yang membutuhkan perhatian khusus. Pasalnya, masih banyak masalah-masalah yang cukup signifikan yang belum bisa teratasi.

Memang tak bisa dipungkiri, mengatasi masalah yang mendasar bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika masalah tersebut sudah terjadi dalam waktu lama, pasti untuk membenahinya dibutuhkan proses yang tidak sebentar pula. 

Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai bagaimana cara mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia, mari kita kupas terlebih dahulu apa saja permasalahan pendidikan yang masih belum bisa dipecahkan hingga saat ini.

Menurut hasil survei PISA tahun 2018, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), menyebutkan ada tiga permasalahan yang harus segera ditangani. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Masih banyak siswa berprestasi rendah

Menurut Presiden Jokowi, diperlukan upaya yang lebih  besar untuk menekan jumlah siswa berprestasi rendah. Di tahun 2030, beliau menargetkan untuk mengatasi tingginya persentase siswa berprestasi rendah hingga 15 sampai 20 persen. 

Baca Juga: Cara Mewujudkan Pendidikan 4.0 Guna Mencetak Sumber Daya Unggul!

  • Tingginya persentase siswa yang mengulang kelas

Ditambah lagi, selain tingginya siswa berprestasi rendah, persentase siswa yang mengulang kelas juga masih tinggi, datanya mencapai 16 persen. Jumlahnya terbilang tinggi karena lebih banyak 5 persen dibandingkan rata-rata persentase dari negara-negara OECD.

  • Persentase ketidakhadiran siswa di kelas yang tinggi

Kemudian, ada juga permasalahan mengenai ketidakhadiran siswa. Di Indonesia, persentase ketidakhadiran siswa di kelas masih termasuk cukup tinggi. Tentunya untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan penanganan yang menyeluruh. 

Lantas, apa saja yang bisa dilakukan untuk menanggulangi permasalahan pendidikan di Indonesia?

Menurut Presiden Jokowi, langkah-langkahnya harus dimulai dari segala aspek. Mulai dari aspek anggaran infrastruktur, manajemen sekolah, regulasi sekolah, kualitas guru, hingga beban administratif guru. 

Nah sekarang, langsung saja kita bahas beberapa solusi-solusi lainnya yang mungkin bisa membantu untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia.

1. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik

Solusi fasilitas pendidikan yang kurang memadai brainly

Tenaga pendidik tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia. Sebenarnya Indonesia memiliki banyak jumlah pengajar, hanya saja banyaknya kuantitas ini tidak diimbangi dengan kualitas. 

Permasalahannya adalah tidak semua pengajar mampu mengajarkan materi sesuai kompetensi masing-masing.

Berdasarkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report di tahun 2016, masih ada 52 persen guru yang belum mempunyai sertifikat profesi. Sementara ada 25 persen guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik.

Untuk itu, sangat diperlukan upaya pengembangan kualitas tenaga pendidik Indonesia. Misalnya seperti melakukan beberapa strategi berikut ini:

  • Memfasilitasi guru untuk mengikuti berbagai macam pelatihan demi meningkatkan skill.
  • Mendukung guru untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk belajar mengajar.
  • Meningkatkan program beasiswa bagi guru yang ingin memperdalam ilmu mengajarnya melalui kuliah.
  • Meningkatkan kesejahteraan guru.
  • Menerapkan mindset bahwa guru adalah siswa yang juga harus terus belajar.

Baca Juga: Pentingnya Sertifikasi Pendidikan untuk Mendukung Kesejahteraan Guru!

2. Meningkatkan efisiensi proses belajar

Solusi fasilitas pendidikan yang kurang memadai brainly

Kemudian, solusi yang dapat dilakukan selanjutnya adalah terkait dengan proses belajar. Untuk membangun pendidikan yang optimal, proses belajar perlu dikaji lagi, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan siswa atau belum.

Proses belajar sendiri adalah suatu aktivitas yang meliputi membaca, mengobservasi, mendengarkan, meniru, dan mengikuti instruksi.

Sementara, banyak sekali yang bisa mempengaruhi proses belajar ini. Misalnya seperti teknologi informasi, teknologi komunikasi, fasilitas sekolah, dan masih banyak lagi. Karena itu, setiap lembaga pendidikan perlu mengutamakan aspek-aspek yang dapat mendukung proses belajar. 

Bangunlah lingkungan yang nyaman dan kondusif agar siswa dapat termotivasi dan bisa menangkap pelajaran dengan maksimal.

Dengan fasilitas dan teknologi yang baik pun, para pengajar dapat menyampaikan pelajaran dengan lebih mudah dan efektif. Begitu pun para siswa, mereka akan lebih mudah untuk membaca, menulis, menghafal, dan lain-lain jika fasilitas dan teknologi yang digunakan oleh sekolah memadai.

3. Menambah penyediaan dana pendidikan

Solusi fasilitas pendidikan yang kurang memadai brainly

Berbicara tentang dana, penyediaan dana di sektor pendidikan masih terbilang kurang maksimal. Bukan hanya biaya untuk lembaga pendidikan formal ataupun informal tapi biaya untuk mendukung fasilitas dan properti seperti alat tulis, buku, seragam, dan juga transportasi masih perlu ditingkatkan lagi. 

Meskipun demikian, pemerintah sudah melakukan beberapa program untuk membantu dana pendidikan, seperti:

  • Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
  • Kartu Indonesia Pintar
  • Program Indonesia Pintar
  • Bantuan Subsidi Upah

Selain program pemerintah, institusi pendidikan juga bisa mendapat sumber dana melalui P2P lending seperti Pintek. Pintek merupakan perusahaan finansial teknologi terpercaya karena sudah terdaftar di OJK sejak tahun 2018 dan juga telah menjadi AFPI.

Baca Juga: Pinjaman Online Terpercaya untuk Pendidikan dan Cara Pengajuannya!

Bukan cuma itu, Pintek juga menerapkan standar kebijakan privasi berdasarkan sertifikasi ISO 27001:2013 yang akan menjamin data dan informasi peminjam. Dengan begitu, segala bentuk transaksi di Pintek akan terjamin keamanannya.

Pintek memiliki produk Working Capital yang bisa digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan sekolah seperti renovasi gedung, pengadaan peralatan pembelajaran hingga meningkatkan kesejahteraan para guru.

Melalui produk tersebut, lembaga pendidikan bisa mendapatkan pendanaan mulai Rp 50 juta hingga miliaran rupiah dengan tenor mencapai 24 bulan.

Untuk memudahkan pihak sekolah atau universitas mendapatkan pendanaan, Pintek menawarkan pengajuan yang cepat, mudah dan tentu saja aman. Bahkan pencairan dananya hanya memakan waktu beberapa hari kerja saja.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut kamu dapat langsung mengunjungi situs resmi Pintek atau diskusi dengan tim Pintek lewat DiskusiPintek. Kamu juga dapat menghubungi Pintek melalui nomor telepon dan WhatsApp di 021-50884607.

Kamu juga bisa mendapatkan informasi menarik seputar Pintek dengan mengunjungi laman Instagram Pintek di @pintek.id dan @pintek.biz.

6 List Masalah Pendidikan Di Indonesia – Masalah pendidikan di Indonesia cukup ditindaklanjuti dan segera ditangani. Dibandingkan dengan Negara superpower, dari segi pendidikan Indonesia masih dikatakan tertinggal. Meskipun demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki harapan. Nyatanya Indonesia era Soekarno digadang-gadang sebagai Macan Asia yang disegani.

Masalah pendidikan di Indonesia memang kompleks. Dimana permasalahan yang muncul cukup mengganggu dalam rangka memaksimalkan di dunia pendidikan. Nah, berikut adalah beberapa masalah pendidikan Indonesia, barangkali salah satu dari ceklis di bawah seperti yang kamu rasakan saat ini. 

6 Masalah Pendidikan di Indonesia

1. Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

Entah disadari atau tidak, masalah pendidikan di Indonesia adanya keterbatasan jumlah guru yang terampil. Umumnya, guru-guru terampil dan berkualitas tersebar di kawasan kota atau daerah yang notabenenya mudah di akses. Sedangkan daerah-daerah terpinggir dan terpencil, sulit sekali mendapatkan guru. 

Memang ada banyak faktor hal ini terjadi. Dari banyak alasan, salah satunya masalah minat dari guru itu sendiri. lebih banyak guru yang memilih lokasi yang mudah diakses dari segi transformasi dan akses untuk mendapatkan kebutuhan pokok mudah didapatkan.

Sedangkan daerah terpencil, lagi-lagi tidak dilirik sama sekali. Mungkin ada saja guru yang terpanggil hati untuk bertugas di daerah pelosok yang minim akses, sayangnya hanya 1:10 saja. Jumlahnya pun sangat kecil sekali. Sehingga wajar saja jika terjadi kesenjagan tenaga guru terampil di pelosok dan di kota. 

Sehingga terdapat pula kesenjangan kualitas lulusan peserta didik. Tidak heran jika regenerasi yang tinggal di pelosok, nyari tidak terekspose atau muncul ke permukaan. Itu sebabnya, ini menjadi PR bagi pemerintah dalam upaya pemerataan tenaga pendidik terampil di pelosok, agar terjadi pemerataan.

2. Sarana dan Prasarana Tidak Memadai

Masalah pendidikan di Indonesia saya yakin sering dikeluhkan. Baik dikeluhkan oleh wali murit, guru dan muridnya itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri dadri segi sarana dan prasarana memang kurang memadai. Terutama sekolah-sekolah yang ada di pedesaan, pinggiran dan sekolah yang ada di pelosok. Ini masalah yang klasik dan sudah tidak asing lagi memang. 

Namun, seburuk-buruknya sarana dan prasaran yang ada di pinggiran kota dan desa, masih ada masalah pendidikan di Indonesia yang lebih parah. Kita tahu bahwa Indonesia Negara kepaulauan yang memiliki banyak sekali pulau. Banyak daerah bagian yang tidak terakses seperti halnya di tempat kita tinggal saat ini. 

Banyak generasi penerus yang tinggal di kepualauan, mereka tidak hanya terbatas pada sarana dan prasarana saja, tetapi terbatas dari banyak hal. Misalnya, harus melintasi pulau seberang setiap hari agar bisa masuk sekolah.

Hidup dengan keterbatasan koleksi buku karena tidak terakses  dan tidak terjamah. Belum lagi masalah tidak ada jaringan listrik. Sehingga mereka harus menggunakan penerang tradisional. Padahal, sekarang sudah era globalisasi, bahkan dunia teknologi yang serba terhubung dengan dunia luar, tetapi masih ada daerah yang belum terjamah di tanah Air kita. 

Sebenarnya dari masalah sarana dan prasarana tidak memadai ini saya ceritakan sebagai pembanding bagi pembaca. Sejelek-jeleknya prasarana yang sebagian putra-putri rasakan, selama masih ada akses listrik dan melek bahkan bisa mengangses internet dengan bebas, itu sudah lebih baik.

Memang ada kekurangan dari pihak pemerintah dalam melaksanakan peran pendidikan, tetapi apakah kita selamannya akan menyalahkan dan menuding? Alangkah baiknya tetap berjalan dan belajar dengan giat meski mengalami keterbatasan. Karena keterbatasan sebenarnya bukan sebagai alasan. 

3. Minim Bahan Pembelajaran

Tidak dapat dipungkiri masalah pendidikan di Indonesia juga terbentur pada keterbatasan bahan ajar. Kurangnya keterbatasan bahan wajar menurut saya hal yang wajar, karena memang dari kesadaran akan literasi di Indonesia termasuk di urutan akhir.

Dari sudut perspektif lain, menurut saya bisa jadi bukan karena masalah minimnya bahan pembelajaran, tetapi masalah kurangnya kesadaran untuk membuat inisiatif mencari modul pembelajaran. 

Lagi-lagi saya kurang setuju dengan masalah keterbatasan menjadi alasan. Mungkin banyak yang menyebutkan bahwa keterbatasan bahan pembelajaran tidak memadai. Padahal, sebenarnya kita bisa mencari sendiri. Tidak harus mengandalkan huluran bahan aja dari pemerintah, tetapi inisiatif untuk mencari. 

Jika memang tidak ada bahan pembelajaran tidak tersedia, bagi seorang pendidik bisa saja belajar dari buku luar. Kemudian dari pesan buku tersebut di transformasikan ke peserta didik. Atau bisa membuat atau menciptakan bahan pembelajaran jika memang tidak ada.

Dengan cara-cara seperti ini lebih solutif daripada menyalahkan ataupun menuding. Setidaknya dengan cara ini menjadi upaya memberikan jalan keluar untuk kebutuhan diri sendiri dan memberikan ruang jalan bagi orang lain. 

Bukan berarti saya pro dengan pemerintah. Hanya saja, sampai kapan kita menunggu pemerintah pendidikan. Menunggu belum tentu bertemu, tetapi dengan kita bergerak, meskipun hasilnya bukan gerakan besar, minimal memberi sedikit perubahan. 

4. Mahalnya Dana Pendidikan

Tidak dapat dipungkiri, masalah pendidikan di Indonesia yang paling mendasar terletak pada masalah biaya pendidikan. Meskipun sudah digadang-gadang gratis, tetap saja ada bagian yang membayar. Ironisnya, banyak masyarakat miskin yang hanya membayar tidak seberapa bagi orang borju tetap menyulitkan. 

Lagi-lagi di sini saya memiliki perspektif lain tentang masalah dana pendidikan. Masyarakat umum di tempat kita sudah terstereotipkan dan terdewakan dengan kata ‘lulusan dari mana?’ ‘lulus peringkat berapa?’ dan apapun itu yang menjadikan pendidikan itu adalah raja. 

Tidak dapat dipungkiri, memang lewat pintu pendidikan mampu mengantarkan seseorang ke masa depan yang lebih baik. Bahkan cukup bermodal peringkat terbaik dan dari sekolah terbaik bisa menentukan nasib seseorang. Secara lahir memang pendidikan adalah modal dasar dan segala. Tetapi di liihat dari ilmu hakikat atau urgensi atau sejatinya keberhasilan seseorang TIDAK SELALU di tentukan dari tingkat pendidikan. 

Stereotip masyarakat yang terlanjur beredar dan terlanjur terpatri memang sulit diubah. Nyatannya, banyak orang-orang hebat yang justru putus sekolah. Orang-orang yang awalnya dianggap bodoh dan nyleneh tidak berkesempatan kekolah, nyatanya memiliki garis hidup yang berbeda. secara hakikat pula, nilai, lulusan terbaik juga tidak akan menjadi jaminan bisa masuk. Malaikat pun tidak akan menanyakan “berapa peringkatmu?” malaikat juga tidak akan menanyakan “lulus di sekolah bergengsi atau tidak?”

Dari ulasan di atas seolah lembaga pendidikan menjadi tidak penting, hanya karena label dan stigma masyarakat. Padahal menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seluruh umat manusia. Masalahnya lagi, banyak orang yang mengartikan menuntut ilmu selalu dalam bentuk pendidikan, padahal ada jalur non pendidikan. 

Kembali lagi fokus ke masalah pendidikan di Indonesia terkait mahalnya dana pendidikan inilah yang menambah angka putus sekolah. Pertanyaannya adalah, akankah kita akan selalu menyalahkan dan menuntut pemerintah untuk menjamin masa depan generasi putus sekolah? Padahal ada banyak sekali jumlah. 

Di sini, saya justru bukan menyorot dari kewajiban pemerintah, tetapi sikap masyarakat yang berlebihan melabeli mereka yang putus sekolah. Bisa saja, berkat putus sekolah, mereka tetap memiliki motivasi belajar. Seperti yang saya tekankan sebelumnya, belajar bisa dilakukan secara non pendidikan. Bisa belajr dengan alam, belajar dengan lingkungan sosial dan belajar dengan pengalaman yang justru memiliki kualitas pendewasaan dan kemandirian lebih baik. 

5. Mutu Pendidikan Rendah

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia juga terletak pada mutu pendidikan yang rendah. Masih menyambung pembahasan di atas. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan bisa saja disebabkan oleh perspektif masyarakat secara umum. Dimana menuntut ilmu bukan sebagai kewajiban atau kesadaran diri yang merupakan bentuk kewajiban terhadap diri sendiri. 

Yap, saya menyebut belajar sebagai kewajiban setiap masing-masing individu sebagai bekal hidup dan bekal untuk bertahan hidup dari rasa lapar. Sayangnya, belajar sebagai kewajiban kini bergeser mencari pangkat, gengsi dan mendapatkan gelar. Disinilah awal mula mutu pendidikan rendah. 

Kok bisa? Karena tujuan yang dicapai menjadi berambigu. Banyak yang berbondong-bondong mengejar statistic atau pengakuan. Tidak mengejar esensi dari pembelajaran itu sendiri. Analagi versi saya, kita fokus mencari wadah ember yang bagus, lupa fokus untuk mengisi ember tersebut. Mutu pendidikan bisa tinggi jika fokusnya terletak pada isi ember, bukan pada bentuk ember. Bukankah begitu? 

6. Minoritas Bagi Kelompok Difabel

Masalah pendidikan di Indonesia tidak banyak dijadikan sorotan adalah masalah pendidikan bagi kelompok difabel. Ternyata masih banyak kelompok difabel yang kesulitan dalam mencari sekolah inklusi. Itu berarti masih sedikit sekolah-sekolah inklusi bagi mereka. Satu sisi, sekolah inklusi secara tidak langsung juga mengkotak-kotakan dan semakin tereksklusi dari realitas sosial. 

Kendala yang sering dihadapi bagi difabel ketika memutuskan sekolah umum, mereka terkendala dari pembangunan sekolah yang tidak ramah untuk di fable. Misalnya tidak ada jalan khusus difabel yang menggunakan sepatu roda atau pintu kurang representative bagi difabel. Belum lagi masalah buku-buku pelajaran yang dikemas dalam huruf braille. 

Ada satu pengalaman menarik bagi saya, suatu ketika pernah mengajar di salah satu kelompok difabel yang memilih sekolah ditempat umum. Ternyata mereka harus belajar lebih keras daripada orang pada umumnya.

Sepulang sekolah, anak-anak lain bisa saja hanya bermain dan bersenang-senang, tetapi mereka tidak ada waktu bermain, karena mereka mengejar ketertinggalan. Karena keterbatasan mereka, mengharuskan mereka belajar lebih giat.  Dari sini, sebenarnya dibutuhkan keseimbangan dalam proses belajar bagi kelompok difabel. 

Belum lagi masalah tentang akses jalan, sarana kamar mandi di sekolah yang juga belum ramah dengan difabel. Padahal, segala sesuatunya harus dibangun sesuai standar difabel. Bukan karena mereka minoritas, bukan berarti mengambil hak mereka menikmati fasilitas umum. Setidaknya jika pembangunan dilakukan ramah difabel, orang umum pun bisa juga mengaksesnya. 

Jika standar pembangunan di standarkan orang pada umumnya, maka difabel akan kesulitan mengakses. Sehingga mereka terkesan dikesampingkan. Padahal mereka sama-sama generasi penerus yang memiliki hak yang sama, memiliki peluang sukses yang sama dan memiliki hak bahagia.

Bukan karena minoritas, lantas semakin dipandang berbeda. Sebenarnya mereka kuat bahkan bisa saya sebut mereka lebih kuat. Mereka memang special, bukan special dalam konotasi negative, tetapi benar-benar special dalam arti sebenarnya, karena sebenarnya memiliki kegigihan lebih besar. 

Nah, itulah beberapa masalah pendidikan di Indonesia. Dari beberapa masalah di atas, pengalaman manakah yang paling dekat denganmu? Semoga dengan pembahasan ini bermanfaat. 

Terimakasih sudah membaca artikel tentang Masalah Pendidikan Indonesia, selanjutnya baca artikel kami yang lain :

Kontributor : Irukawa Elisa

Rekomendasi Buku Pendidikan Indonesia