Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah
Lihat Foto

freepik.com/macrovector

Sistem kekerabatan: Pengertian dan Jenisnya

KOMPAS.com - Sistem kekerabatan merupakan sistem keturunan yang dianut suku bangsa tertentu berdasarkan garis ayah, ibu, atau keduanya.

Dalam buku Pengantar Antropoligi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi (2019) oleh Gunsu Nurmansyah dan teman-teman, sistem kekerabatan adalah keturunan dan pernikahan.

Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip dalam mengelompokkan individu ke kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah.

Baca juga: Metode Pendekatan dalam Ilmu Antropologi

Berdasarkan buku Perkembangan Hukum Waris Adat di Indonesia (2016) karya Ellyne Dwi Poespasari, dalam kelompok asyarakat, jenis sistem kekerabatan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Sistem kekerabatan parental atau bilateral

Sistem keturunan yang ditarik menurut gairs dua sisi (bapak-ibu) atau disebut ouderlijk.

Di mana kedudukan anak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan. Dalam kekerabatan ini, berlaku perkawinan bebas.

Artinya kedudukan suami-sitri sederajat dan seimbang. Sistem kekerabatan ini diikuti masyarakat Jawa, Aceh, Kalimantan, dan lainnya.

Baca juga: Etnografi dalam Ilmu Antropologi

Sistem kekerabatan patrilineal

Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak. Dalam sistem ini, kedudukan anak laki-laki lebih utama dibandingkan anak perempuan.

Di beberapa budaya, bila suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka keluarga tersebut harus melakukan pengangkatan anak.

Pada sistem kekerabatan patrilineal, berlaku adat perkawinan jujur. Setelah perkawinan, si istri harus mengikuti suami dan menjadi anggota kerabat suami termasuk anak-anak yang dilahirkan dari perkawinannya.

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah
Lihat Foto

Shutterstock/Bagja89

Suku Minangkabau memiliki sistem kekerabatan matrilineal.

KOMPAS.com - Suku-suku di Indonesia memiliki ragam budaya, termasuk dengan sistem kekerabatan yang dianut.

Sistem kekerabatan merupakan pandangan mengenai garis keturunan dalam sebuah keluarga sebagai hasil dari sebuah perkawinan.

Baca juga: Sejarah Suku Rejang, Salah Satu Suku Bangsa Tertua di Sumatera

Gunsu Nurmansyah dkk dalam buku Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi (2019) menjelaskan bahwa sistem kekerabatan merupakan keturunan dan pernikahan.

Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip dalam mengelompokkan individu ke kelompok sosial, peran, kategori, dan silsilah.

Baca juga: Sejarah Samarinda, Suku, Bahasa, dan Asal-usul Nama yang Awalnya Samarandah

Lebih lanjut, Ellyne Dwi Poespasari dalam buku Perkembangan Hukum Waris Adat di Indonesia (2016) menjelaskan bahwa dalam kelompok masyarakat, terbagi menjadi tiga jenis sistem kekerabatan yaitu parental, patrilineal dan matrilineal.

Baca juga: Biodata Elly Kasim, Legenda Pop Minang Pelantun Ayam Den Lapeh

1. Sistem Kekerabatan Parental

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah

Sistem kekerabatan di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal salah satu diantaranya adalah
Lihat Foto

Shutterstock/svastika

Suku Jawa adalah penganut sistem kekerabatan parental.

Sistem kekerabatan parental atau bilateral adalah sistem keturunan yang ditarik menurut garis lahir dari dua sisi yaitu ayah dan ibu.

Dalam hal ini, baik kedudukan anak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan.

Dalam rumah tangga, posisi suami dan istri juga dilihat memiliki peran dan kedudukan seimbang.

Suku di Indonesia yang menganut sistem kekerabatan parental antara lain Jawa, Madura, Sunda, Bugis, dan Makassar.

OLEH: DITA FLORESYONA (ASRAMA BUNDO KANDUANG D.I YOGYAKARTA 2008)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi MahaPenyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingg penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul” SISTEM KEKERABATAN DI MINANGKABAU “.

Dalam menyusun makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah turut serta mendukung dan membimbing hingga terwujudnya makalah ini.

Tiada gading yang tak retak ,penulis menyadari semua keterbatasan yang dimiliki.Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya penulis dapat berbuat lebih baik lagi.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.Atas perhatian dari pembaca sekalian penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf bila ada kekhilafan.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman ini banyak putra –putri minang yang tidak mengetahui tentang sistem kekerabatan serta peran dan kedudukan mereka dalam kaum.Hal ini tentu sangat menyedihkan mengingat mereka adalah generasi penerus yang diharapkan dapat mengangkat dan mengharumkan nama minang.Tapi bagaimana hal itu dapat terjadi jika mereka sendiri kurang mengetahui tentang sistem kekerabatan yang berlaku di nagari mereka sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya yaitu minimnya pengetahuan yang mereka dapatkan tentang sistem kekerabatan yang ada di Minang .Untuk itulah makalah ini hadir sebagai salah satu sumber informasi bagi para generasi muda minang khususnya, yang kurang mengetahui mengenai seluk beluk sistem kekerabatan yang ada di Minangkabau.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa sistem kekerabatan yang berlaku di Minangkabau? 2.Apa yang dimaksud dengan sistem kekerabatan matrilineal? 3.Apa ciri-ciri sistem kekerabatan matrilineal? 4.Bagaimana peran dan kedudukan wanita di minang menurut sistem kekerabatan matrilimeal?

5.Bagaimana peran dan tanggung jawab laki-laki di minang?


1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ian adalah: 1.Untuk mengetahui sistem kekerabatan yang berlaku di Minangkabau 2.Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem kekerabatan matrilineal

3.Untuk mengetahui ciri-ciri sistem kekerabatan matrilineal

4.Untuk mengetahui .bagaimana peran dan kedudukan wanita di minang menurut sistem kekerabatan matrilimeal.

5.Untuk mengetahui bagaimana peran dan tanggung jawab laki-laki di minang .

BAB II ISI

2.1 Sistem Kekerabatan Yang Berlaku di Minangkabau

Masyarakat minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu.Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal.Dengan kata lain seorang anak di minangkabau akan mengikuti suku ibunya.

Segala sesuatunya diatur menurut garis keturunan ibu.Tidak ada sanksi hukum yang jelas mengenai keberadaan sistem matrilineal ini, artinya tidak ada sanksi hukum yang mengikat bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap sistem ini. Sistem ini hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun demikian, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri.

2.2 Ciri-ciri Sistem Kekerabatan Matrilineal

Adapun karakteristik dari sistem kekerabatan matrilineal adalah sebagai berikut: 1.Keturunan dihitung menurut garis ibu. 2. Suku terbentuk menurut garis ibu Seorang laki-laki di minangkabau tidak bisa mewariskan sukunya kepada anaknya.Jadi jika tidak ada anak perempuan dalam satu suku maka dapat dikatakan bahwa suku itu telah punah. 3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami) Menurut aturan adat minangkabau seseorang tidak dapat menikah dengan seseorang yang berasal dari suku yang sama . Apabila hal itu terjadi maka ia dapat dikenakan hukum ada, seperti dikucilkan dalam pergaulan. 4. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-laki Yang menjalankan kekuasaan di minangkabau adalah laki-laki ,perempuan di minangkabau di posisikan sebagai pengikat ,pemelihara ,dan penyimpan harta pusaka. 5. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi rumah istrinya

6. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.

2.3 Peran dan Kedudukan Wanita di Minangkabau

Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang.

Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak.

Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur apalagi bantahan.
Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya.

Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan.

2.4. Peran dan Kedudukan Laki-laki di Minangkabau

Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian maupun pembagian harta pusaka. Perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak.

Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Adapun peranan laki-laki di minangkabau terbagi atas:

2.4.1 Sebagai Kemenakan

Di dalam kumnya seorang laki-laki berawal sebagai kemenakan. Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya.

Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya.

Dalam kaitan ini, peranan surau menjadi penting, karena surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut. Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako, anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok: a. Kemenakan di bawah daguak Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya b. Kemenakan di bawah pusek Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah). c. Kemenakan di bawah lutuik

Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum.

2.4.2 Sebagai Mamak

Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum

2.4.3 Sebagai Penghulu

Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya.

Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual,menggadai atau menjadikan milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya:

Tagak badunsanak mamaga dunsanak Tagak basuku mamaga suku Tagak ba kampuang mamaga kampuang

Tagak ba nagari mamaga nagari

2.4.4 Peranan Laki-laki di Luar Kaum

Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu, seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya.Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak. Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda). Sumando ini di dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori;

a. Sumando ninik mamak

Artinya, semenda yang dapat ikut memberikan ketenteraman pada kedua kaum; kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai seorang yang arif dan bijaksana.Sikap ini yang sangat dituntut pada peran setiap sumando di minangkabau

b. Sumando kacang miang

Artinya, sumando yang membuat kaum istrinya menjadi gelisah karena dia memunculkan atau mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak dimunculkan.Sikap seperti ini tidak boleh dipakai.

c. Sumando lapik buruk

Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya semata tanpa peduli dengan persoalan-persoalan lainnya.

Dikatakan juga sumando seperti seperti itu sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus dijauhi.Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya, sebagaimana yang selalu diungkapkan dalam pepatah petitih:

Sadalam-dalam payo Hinggo dado itiak Sakuaso-kuaso urang sumando Hinggo pintu biliak Sebaliknya, peranan sumando yang baik dikatakan; Rancak rumah dek sumando
Elok hukum dek mamaknyo

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal dimana wanita mempunyai peran penting sebagai pengikat, pemelihara,dan penyimpan harta pusaka.Sedangkan laki-laki mempunyai peranan penting untuk mengatur dan mempertahankan harta pusaka.

Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya .

3.2 Saran

Makalah yang penulis susun ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan .Untuk itu ,saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada masa mendatang.