Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"[1]

Show

Perang Salib[2][3][4] adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim[5][6] di Palestina secara berulang-ulang mulai masa zaman ke-11 hingga masa zaman ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[7] Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut berperang dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama masa zaman ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk gagasan campuran; selang agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi luhur ke Tanah Suci selama Masa zaman ke-11 hingga dengan Masa zaman ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Masa zaman ke-16 dan hasilnya ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan kawasan. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu ilmu.

Perang Salib berpengaruh sangat lapang terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan sedang berpengaruh hingga masa kini. Karena konfilk internal selang kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan hasilnya dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan dijadikan contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal selang kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun menyebabkan persekutuan selang satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan selang daya Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Situasi dan latar balik

Situasi di Eropa

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Masa zaman Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang dikarenakan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada penghabisan Masa zaman Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berupaya untuk menekan kekerasan yang terjadi menempuh gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai sukses, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan daya mereka dan kesempatan untuk memperluas kawasan kekuasaan pun dijadikan makin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa berperang melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya sukses menyerang dan menaklukan sebagian luhur Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 masa zaman dan menguasainya selama kurang bertambah 7 masa zaman.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan untuk kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan sama berat restu kepausan standar maupun pengampunan untuk siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, dijadikan perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII untuk Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus untuk Paus Urbanus II.

Perang Salib adalah sebuah cerminan dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada penghabisan masa zaman ke-11 di warga. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena demikianlah keadaanya Kontroversi Investiture, yang berlanjut mulai tahun 1075 dan sedang berlanjut selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berupaya untuk menarik gagasan publik, maka warga dijadikan terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kesudahan diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut nasihat Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini dijadikan dorongan untuk setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan tidak berkesudahan di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya artian dari “penebusan dosa” itu. Biasanya mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Sebuah teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika berperang untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlanjut. Teori ini mendekati untuk apa yang dikatakan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini artiannya bahwa jika para tentara salib sukses merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah hingga ke Yerusalem, orang tersebut akan dilepaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap mampu masuk Neraka jika memperagakan dosa sesudah Perang Salib. Semua faktor inilah yang memberikan dukungan warga untuk Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada masa zaman ke-12.

Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus diamati sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada masa zaman ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan warga Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas didudukinya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, daya bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang sukses memberikan tekanan yang kuat untuk kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[9]

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat untuk Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre).[10] Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, jumlah laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kesudahan memperagakan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada penghabisan masa zaman itu.

Penyebab langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I untuk Paus Urbanus II untuk membantu Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini diterapkan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung untuk didudukinya hampir semua wilayah Asia Kecil (Turki modern). Walaupun Pertentangan Timur-Barat sedang berlanjut selang gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat luhur dan hanya sedikit berfaedah untuk Alexius I. Paus menyeru untuk daya invasi yang luhur bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, sesudah Dinasti Seljuk bisa merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang mempunyai jabatan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi lepas sama sekali beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen dari Iberia sedang berperang untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama zaman. Kejatuhan bangsa Moor Toledo untuk Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang luhur. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis balik amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain berperang. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka berperang di sekitar yang terkait asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka bisa berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Semua faktor ini kesudahan akan dipertontonkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Pakar sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah daya luhur dari watak Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an sebuah Negara.

Perang

Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian luhur bangsa Perancis dan Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, kesudahan ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini mendapatkan kemenangan luhur. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka sukses menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka bisa menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik dijadikan rajanya. Mereka juga sukses menguasai Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Sesudah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, sukses menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun dia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin sukses merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, semua Edessa bisa direbut kembali.

Perang Salib II

Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak sukses memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pemimpin perang kesudahan dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang sukses mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, sesudah sukses mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, sesudah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin sukses mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem menempuh taktik penguasaan kawasan. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlanjut selama 88 tahun hasilnya. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota luhur Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat sukses sukses dari pengepungan yang diterapkan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kesudahan mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[18] Pasukan ini bangkit pada tahun 1189 M dengan dua jalur tidak sama. Pasukan Richard dan Philip menempuh jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - menempuh jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di kawasan Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Walaupun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka sukses merebut Akka yang kesudahan dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip kesudahan balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" persoalan kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina bertambah jauh, meski mampu beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, diciptakan akad selang Tentara Salib dengan Shalahuddin yang dinamakan dengan Shulh al-Ramlah. Dalam akad ini dibicarakan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.[19]

Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berupaya merebut Mesir bertambah dulu sebelum ke Palestina, dengan keinginan bisa pertolongan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka sukses menguasai Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Intinya selang lain Frederick bersiap membebaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil membebaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim pertolongan untuk Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina bisa direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.

Ketika Mesir diduduki oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pemimpin perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka bisa direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak mandek di Barat, di Spanyol, hingga umat Islam terusir dari sana.

Keadaan sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama membebaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana semua daya tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau kontruksi Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada masa zaman ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di warga. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib merasakan kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap serangan politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada masa zaman ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini hasilnya dihentikan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa bidang Barat dimana pada masa Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan pahit.[20] Jumlah pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada masa Renaissance.[21][22]

Politik dan Norma budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Masa zaman Pertengahan.[23] Pada masa itu, sebagian luhur benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada masa zaman ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian tidak diterima oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan norma budaya Islam selama berabad-abad menempuh hubungan selang Semenanjung Iberia dengan Sisilia, jumlah ilmu ilmu di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai memakai bahan dari batu-batuan yang tebal dan luhur seperti yang diciptakan di Timur, tidak lagi memakai bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa norma budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kesudahan mengarahkan untuk masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang luhur menumbuhkan perdagangan di semua Eropa. Jalan-jalan yang sebagian luhur tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat merasakan peningkatan dikarenakan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi bertambah karena jumlah orang ingin bepergian sesudah dikenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena jumlah negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, sama berat di Tanah Suci maupun kesudahan di daerah-daerah kesan Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa jumlah benda/barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk beragam jenis rempah-rempah, gading, batu-batu agung, teknik pembuatan benda/barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan jumlah lagi.

Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak bisa mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian luhur diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang diterapkan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak masa zaman ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi dijadikan sebesar atau sekuat sebelumnya dan hasilnya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib bertambah bisa digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat bisa dinamakan sebuah anomali. Kita juga bisa mengambil sebuah kompromi atas kedua gagasan di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, adalah tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat bisa dibicarakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk mendapatkan pertolongan logistik untuk Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai sebuah kelalaian luhur.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[24] Dimana persamaan selang “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan kesan yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada masa zaman ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme sedang terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut pakar sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari beragam arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Dia dijadikan sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh dijadikan makin buruk seiring dengan perkembangan dunia, sebuah anggota dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib

Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi[25][26][27] di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakang juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria dijadikan bidang yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak benar satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan kesan yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian untuk bangsa Yahudi meningkat.[28] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat makin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan untuk legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik untuk Anti-Semit masa zaman pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam jumlah narasi Yahudi. Di selang narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib.[29] Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, benar sebuah suku yang dinamakan Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah golongan tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian norma budaya perang salib yang sedang utuh. Memasuki masa zaman ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai sedang digunakan dan terus dikurangi dalam komunitas tersebut. Pakar ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa golongan dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari norma budaya, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat norma budaya suku ini pada tahun 1935.

Rujukan

  1. ^ (Indonesia) Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9794159492. ISBN 978-979-415-949-1
  2. ^ (Indonesia) Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. (1996). Kamus teologi. Kanisius. hlm. 249. ISBN 9794975249. ISBN 978-979-497-524-4
  3. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia. hlm. 111. ISBN 9794158380. ISBN 978-979-415-838-8
  4. ^ (Indonesia) An Illustrated Guide to The Lost Symbol: Panduan Berilustrasi Untuk Novel The Lost Symbol. PT Mizan Publika. hlm. 37. ISBN 6028811106. ISBN 978-602-8811-10-1
  5. ^ (Indonesia) Ward, Keith. Benarkah Agama Berbahaya. Kanisius. hlm. 90. ISBN 9792123008. ISBN 978-979-21-2300-5
  6. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2004). Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani. hlm. 155. ISBN 9795618814. ISBN 978-979-561-881-2
  7. ^ (Indonesia)M. Yahya Harun. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV. Bina Usaha Yogyakarta. Hlm. 4.
  8. ^ (Indonesia) Ensiklopedia Anak-anak Muslim. Grasindo. hlm. 46. ISBN 9790259778. ISBN 978-979-025-977-5
  9. ^ (Indonesia) Sholikhin, K. H. Muhammad. Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi. hlm. 48. ISBN 979168216X. ISBN 978-979-16821-6-9
  10. ^ (Indonesia) The Da Vinci Code & Tradisi Gereja. Kanisius. hlm. 126. ISBN 9792116222. ISBN 978-979-21-1622-9
  11. ^ (Indonesia) Stephen Lang J. & Randy Peter. 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. BPK Gunung Mulia. ISBN 97992901 .  ISBN 978-979-9290-16-8
  12. ^ (Indonesia) Hitti, Philip K. (2005). History of the Arabs: Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi. hlm. 811. ISBN 9793335971. ISBN 978-979-3335-97-1
  13. ^ (Indonesia) Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas. Kanisius. hlm. 108. ISBN 9792112154. ISBN 978-979-21-1215-3
  14. ^ (Indonesia) Kumoro, Bawono. Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka. hlm. 35. ISBN 9794335509. ISBN 978-979-433-550-5
  15. ^ (Indonesia) Lalu, Yosef. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Kanisius. hlm. 25. ISBN 9792126716. ISBN 978-979-21-2671-6
  16. ^ (Indonesia) Wellem, Frederiek Djara (2004). Kamus sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9796871394. ISBN 978-979-687-139-1
  17. ^ (Indonesia) Dirks, Dr. Jerald F. Abrahamic Faiths. Penerbit Serambi. hlm. 195. ISBN 9791112339. ISBN 978-979-1112-33-8
  18. ^ (Indonesia) H. Berkhof, I.H. Enklaar (1986). Sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 83. ISBN 9794150975. ISBN 978979415097
  19. ^ (Indonesia) Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja Bangung Publisher. hlm. 72. ISBN 6028620270. ISBN 978-602-8620-27-7
  20. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2005). Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi sekular-liberal. Gema Insani. hlm. 195. ISBN 9795619926. ISBN 978-979-561-992-5
  21. ^ (Indonesia) Smith, Daniel L. Bertambah Tajam dari Pedang. Kanisius. hlm. 248. ISBN 9792112529. ISBN 978-979-21-1252-8
  22. ^ (Indonesia) Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: sebuah krisis peradaban : analisis kritis bidang politik, ekonomi, sosial norma budaya, dan keamanan. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 205. ISBN 9794615137. ISBN 978-979-461-513-3
  23. ^ (Indonesia) Fletcher, Richard. Relasi Damai Islam-Kristen. Pustaka Alvabet. hlm. 92. ISBN 9793064730. ISBN 978-979-3064-73-4
  24. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Dr. Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam. BPK Gunung Mulia. hlm. 80. ISBN 9799581028. ISBN 978-979-95810-2-0
  25. ^ (Indonesia) Lefebure, Leo D. Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. BPK Gunung Mulia. hlm. 197. ISBN 9796871599. ISBN 978-979-687-159-9
  26. ^ (Indonesia) Ira C,ph.d. Makin Dibabat Makin Merambat. BPK Gunung Mulia. hlm. 108. ISBN 9796870002. ISBN 978-979-687-000-4
  27. ^ (Indonesia) Hillenbrand, Carole (2005). Perang salib: sudut pandang Islam. Penerbit Serambi. hlm. 85. ISBN 9791600708. ISBN 978-979-16007-0-5
  28. ^ (Indonesia) Armstrong, Karen (2003). Perang suci: dari perang salib hingga perang teluk. Penerbit Serambi. hlm. 11. ISBN 9793335327. ISBN 978-979-3335-32-2
  29. ^ (Indonesia) Wessels, Anton. Arab Dan Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 194. ISBN 9796870622. ISBN 978-979-687-062-2

  • Carole Hillenbrand, The Crusades, Islamic Perspectives. New York, 2000.
  • P.M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. New York, 1986.
  • Hans E. Mayer, The Crusades. Oxford, 1965.
  • Jonathan Riley-Smith, The First Crusade and the Idea of Crusading. Philadelphia, 1986.
  • Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
  • As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Al-Kautsar, 2006. ISBN 979-592-175-4.

Tautan luar

  • Kenneth Setton, ed., A History of the Crusades. Madison, 1969-1989 (e-book online)
  • Angeliki E. Laiou, The Crusades from the Perspective of Byzantium and the Muslim World, (e-book online), includes chapter on Historiography of the crusades.
  • Artikel online dari [1] dan [2]

edunitas.com


Page 2

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"[1]

Perang Salib[2][3][4] yaitu gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim[5][6] di Palestina secara berulang-ulang mulai zaman ke-11 sampai zaman ke-13, dengan tujuan bagi merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[7] Dinamakan Perang Salib, sebab setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]

Istilah ini juga dipergunakan bagi ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama zaman ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani bagi gagasan campuran; selang agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi akbar ke Tanah Suci selama Zaman ke-11 sampai dengan Zaman ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut sampai Zaman ke-16 dan habis ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama saat Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar pengetahuan pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh paling luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan sedang berpengaruh sampai saat sekarang. Sebab konfilk internal selang kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan habis dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam yaitu perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain bagi secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi selanjutnya ke Tanah Suci. Konflik internal selang kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan selang satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan selang daya Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Keadaan dan latar belakang

Keadaan di Eropa

Asal mula ide perang salib yaitu perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Zaman Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang diakibatkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada penghabisan Zaman Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya dipergunakan secara salah bagi bertengkar satu sama lain dan meneror masyarakat setempat. Gereja berupaya bagi menekan kekerasan yang terjadi menempuh gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai sukses, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat bagi menyalurkan daya mereka dan kesempatan bagi memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya yaitu saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya sukses menyerang dan menaklukan sebagian akbar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 zaman dan menguasainya selama kurang lebih 7 zaman.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia bagi memerangi kaum Muslim. Paus memberikan tidak sewenang-wenang restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian seluruh orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Perang Salib yaitu sebuah cerminan dari sorongan keagamaan yang intens yang merebak pada penghabisan zaman ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sbg “tentara gereja”. Hal ini sebagian yaitu sebab mempunyainya Kontroversi Investiture, yang berjalan mulai tahun 1075 dan sedang berjalan selama Perang Salib Pertama. Sebab kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berupaya bagi menarik gagasan publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya yaitu kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini yang belakang sekali diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang bagi Keadilan bagi mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut nasihat Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” yaitu faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi sorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa bagi mencari metode menghindar dari kutukan tidak berkesudahan di Neraka. Masalah ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya manfaat dari “penebusan dosa” itu. Biasanya mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi yaitu apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur bagi Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlangsung. Teori ini mendekati kepada apa yang dibicarakan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berfaedah bahwa jika para tentara salib sukses merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dimerdekakan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh sebab itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada zaman ke-12.

Keadaan Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci mesti diamati sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada zaman ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, daya bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang sukses memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[9]

Titik belakang lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur yaitu ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre).[10] Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium bagi mendirikan gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah bagi berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, jumlah laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang diperoleh dari para peziarah yang pulang ini yang belakang sekali memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada penghabisan zaman itu.

Penyebab langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama yaitu permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II bagi membantu Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan sebab sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berketetapan 15.000 prajurit, dalam kejadian ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berjalan selang gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang diperoleh amat akbar dan hanya sedikit berfaedah bagi Alexius I. Paus menyeru bagi daya invasi yang akbar bukan saja bagi mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi bagi merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang bermarkas di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas sama sekali beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur bagi keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat kesuksesan yang tinggi, selama abad. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 yaitu kemenangan yang akbar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit bagi dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan bagi dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di sekitar yang terkait asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini yang belakang sekali akan dilakukan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Pandai sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista yaitu daya akbar dari watak Castilia, dengan perasaan bahwa kegunaan yang tertinggi yaitu mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

Perang

Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian akbar bangsa Perancis dan Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, yang belakang sekali ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan akbar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka sukses menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sbg raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga sukses mendiami Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya yaitu Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, sukses menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun beliau wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin sukses merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

Perang Salib II

Kejatuhan County Edessa ini mengakibatkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib bagi merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak sukses memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang yang belakang sekali dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang sukses mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah sukses mencegah pasukan salib bagi menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar yaitu merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin sukses mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem menempuh taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berjalan selama 88 tahun habis. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota akbar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat sukses sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin yang belakang sekali mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim paling memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[18] Pasukan ini bangkit pada tahun 1189 M dengan dua jalur berlainan. Pasukan Richard dan Philip menempuh jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang paling jumlah di Eropa - menempuh jalur darat, menempuh Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia sebab tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka sukses merebut Akka yang yang belakang sekali dibuat menjadi ibu kota kerajaan Latin. Philip yang belakang sekali belakang ke Perancis bagi "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak bisa memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat akad selang Tentara Salib dengan Shalahuddin yang dikata dengan Shulh al-Ramlah. Dalam akad ini dituturkan bahwa orang-orang Kristen yang berkunjung berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.[19]

Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenali dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berupaya merebut Mesir lebih dulu sebelum ke Palestina, dengan hasrat dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka sukses mendiami Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Intinya ditengahnya Frederick bersiap memerdekakan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil memerdekakan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada saat pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir yang belakang sekali.

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada saat merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

Keadaan sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama memerdekakan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib menempuh Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh daya tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada zaman ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh bagi terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap serangan politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah yaitu orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada zaman ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini penghabisannya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa anggota Barat dimana pada saat Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan pahit.[20] Jumlah pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada saat Renaissance.[21][22]

Politik dan Hukum budaya istiadat

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Zaman Pertengahan.[23] Pada saat itu, sebagian akbar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada zaman ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian ditolak oleh dominasi gereja pada saat awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan hukum budaya istiadat Islam selama berabad-abad menempuh hubungan selang Semenanjung Iberia dengan Sisilia, jumlah pengetahuan pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama saat perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai memakai bahan dari batu-batuan yang tebal dan akbar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi memakai bahan kayu seperti sebelumnya. Sbg tambahan, tentara Salib dianggap sbg pembawa hukum budaya istiadat Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang yang belakang sekali mengarahkan kepada saat Renaissance pada abad-abad selanjutnya.

Perdagangan

Keperluan bagi memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang akbar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian akbar tidak pernah dipergunakan sejak saat pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan diakibatkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja sebab Perang Salib mempersiapkan Eropa bagi bepergian akan tetapi lebih sebab jumlah orang bersedia bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, sebab jumlah negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, tidak sewenang-wenang di Tanah Suci maupun yang belakang sekali di daerah-daerah kesan Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa jumlah benda/barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka tahu atau amat jarang ditemukan dan paling mahal. Barang-barang ini termasuk bermacam macam rempah-rempah, gading, batu-batu luhur, teknik pembuatan benda/barang kaca yang maju, wujud awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan jumlah lagi.

Kesuksesan bagi melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian akbar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium yaitu negara Kristen yang stabil sejak zaman ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan penghabisannya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sbg perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat dikata sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua gagasan di atas, khususnya bahwa Perang Salib yaitu metode Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama yaitu memerangi Islam dan tujuan yang kedua yaitu mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dituturkan mengabaikan tujuan yang kedua bagi memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo bagi mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sbg suatu kesalahan akbar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[24] Dimana persamaan selang “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan kesan yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sbg pahlawan Perang Salib. Pada zaman ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme sedang terus mengatakan keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sbg “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sbg pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut pandai sejarah Peter Mansfield, yaitu pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari bermacam arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Beliau menjadi paling sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu babak dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib

Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi[25][26][27] di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakang juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi anggota yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak mempunyai satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan kesan yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat.[28] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik belakang bagi Anti-Semit zaman pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam jumlah narasi Yahudi. Di selang narasi-narasi itu, yang terkenal yaitu catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib.[29] Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, mempunyai sebuah suku yang dikata Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian hukum budaya istiadat perang salib yang sedang utuh. Memasuki zaman ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai sedang dipergunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Pandai ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini yaitu keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari norma budaya, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat norma budaya suku ini pada tahun 1935.

Rujukan

  1. ^ (Indonesia) Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9794159492. ISBN 978-979-415-949-1
  2. ^ (Indonesia) Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. (1996). Kamus teologi. Kanisius. hlm. 249. ISBN 9794975249. ISBN 978-979-497-524-4
  3. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia. hlm. 111. ISBN 9794158380. ISBN 978-979-415-838-8
  4. ^ (Indonesia) An Illustrated Guide to The Lost Symbol: Panduan Berilustrasi Bagi Novel The Lost Symbol. PT Mizan Publika. hlm. 37. ISBN 6028811106. ISBN 978-602-8811-10-1
  5. ^ (Indonesia) Ward, Keith. Benarkah Agama Berbahaya. Kanisius. hlm. 90. ISBN 9792123008. ISBN 978-979-21-2300-5
  6. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2004). Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani. hlm. 155. ISBN 9795618814. ISBN 978-979-561-881-2
  7. ^ (Indonesia)M. Yahya Harun. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV. Bina Usaha Yogyakarta. Hlm. 4.
  8. ^ (Indonesia) Ensiklopedia Anak-anak Muslim. Grasindo. hlm. 46. ISBN 9790259778. ISBN 978-979-025-977-5
  9. ^ (Indonesia) Sholikhin, K. H. Muhammad. Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi. hlm. 48. ISBN 979168216X. ISBN 978-979-16821-6-9
  10. ^ (Indonesia) The Da Vinci Code & Tradisi Gereja. Kanisius. hlm. 126. ISBN 9792116222. ISBN 978-979-21-1622-9
  11. ^ (Indonesia) Stephen Lang J. & Randy Peter. 100 Kejadian Penting Dalam Sejarah Kristen. BPK Gunung Mulia. ISBN 97992901 .  ISBN 978-979-9290-16-8
  12. ^ (Indonesia) Hitti, Philip K. (2005). History of the Arabs: Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi. hlm. 811. ISBN 9793335971. ISBN 978-979-3335-97-1
  13. ^ (Indonesia) Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas. Kanisius. hlm. 108. ISBN 9792112154. ISBN 978-979-21-1215-3
  14. ^ (Indonesia) Kumoro, Bawono. Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka. hlm. 35. ISBN 9794335509. ISBN 978-979-433-550-5
  15. ^ (Indonesia) Lalu, Yosef. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Kanisius. hlm. 25. ISBN 9792126716. ISBN 978-979-21-2671-6
  16. ^ (Indonesia) Wellem, Frederiek Djara (2004). Kamus sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9796871394. ISBN 978-979-687-139-1
  17. ^ (Indonesia) Dirks, Dr. Jerald F. Abrahamic Faiths. Penerbit Serambi. hlm. 195. ISBN 9791112339. ISBN 978-979-1112-33-8
  18. ^ (Indonesia) H. Berkhof, I.H. Enklaar (1986). Sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 83. ISBN 9794150975. ISBN 978979415097
  19. ^ (Indonesia) Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja Wujud Publisher. hlm. 72. ISBN 6028620270. ISBN 978-602-8620-27-7
  20. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2005). Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi sekular-liberal. Gema Insani. hlm. 195. ISBN 9795619926. ISBN 978-979-561-992-5
  21. ^ (Indonesia) Smith, Daniel L. Lebih Tajam dari Pedang. Kanisius. hlm. 248. ISBN 9792112529. ISBN 978-979-21-1252-8
  22. ^ (Indonesia) Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: sebuah krisis peradaban : analisis kritis anggota politik, ekonomi, sosial hukum budaya istiadat, dan keamanan. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 205. ISBN 9794615137. ISBN 978-979-461-513-3
  23. ^ (Indonesia) Fletcher, Richard. Relasi Damai Islam-Kristen. Referensi Alvabet. hlm. 92. ISBN 9793064730. ISBN 978-979-3064-73-4
  24. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Dr. Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam. BPK Gunung Mulia. hlm. 80. ISBN 9799581028. ISBN 978-979-95810-2-0
  25. ^ (Indonesia) Lefebure, Leo D. Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. BPK Gunung Mulia. hlm. 197. ISBN 9796871599. ISBN 978-979-687-159-9
  26. ^ (Indonesia) Ira C,ph.d. Semakin Dibabat Semakin Merambat. BPK Gunung Mulia. hlm. 108. ISBN 9796870002. ISBN 978-979-687-000-4
  27. ^ (Indonesia) Hillenbrand, Carole (2005). Perang salib: sudut pandang Islam. Penerbit Serambi. hlm. 85. ISBN 9791600708. ISBN 978-979-16007-0-5
  28. ^ (Indonesia) Armstrong, Karen (2003). Perang suci: dari perang salib sampai perang teluk. Penerbit Serambi. hlm. 11. ISBN 9793335327. ISBN 978-979-3335-32-2
  29. ^ (Indonesia) Wessels, Anton. Arab Dan Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 194. ISBN 9796870622. ISBN 978-979-687-062-2

  • Carole Hillenbrand, The Crusades, Islamic Perspectives. New York, 2000.
  • P.M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. New York, 1986.
  • Hans E. Mayer, The Crusades. Oxford, 1965.
  • Jonathan Riley-Smith, The First Crusade and the Idea of Crusading. Philadelphia, 1986.
  • Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
  • As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Al-Kautsar, 2006. ISBN 979-592-175-4.

Pranala luar

  • Kenneth Setton, ed., A History of the Crusades. Madison, 1969-1989 (e-book online)
  • Angeliki E. Laiou, The Crusades from the Perspective of Byzantium and the Muslim World, (e-book online), includes chapter on Historiography of the crusades.
  • Artikel online dari [1] dan [2]

edunitas.com


Page 3

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"[1]

Perang Salib[2][3][4] yaitu gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim[5][6] di Palestina secara berulang-ulang mulai zaman ke-11 sampai zaman ke-13, dengan tujuan bagi merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[7] Dinamakan Perang Salib, sebab setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]

Istilah ini juga dipergunakan bagi ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama zaman ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani bagi gagasan campuran; selang agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi akbar ke Tanah Suci selama Zaman ke-11 sampai dengan Zaman ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut sampai Zaman ke-16 dan habis ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama saat Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar pengetahuan pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh paling luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan sedang berpengaruh sampai saat sekarang. Sebab konfilk internal selang kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan habis dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam yaitu perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain bagi secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi selanjutnya ke Tanah Suci. Konflik internal selang kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan selang satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan selang daya Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Keadaan dan latar belakang

Keadaan di Eropa

Asal mula ide perang salib yaitu perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Zaman Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang diakibatkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada penghabisan Zaman Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya dipergunakan secara salah bagi bertengkar satu sama lain dan meneror masyarakat setempat. Gereja berupaya bagi menekan kekerasan yang terjadi menempuh gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai sukses, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat bagi menyalurkan daya mereka dan kesempatan bagi memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya yaitu saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya sukses menyerang dan menaklukan sebagian akbar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 zaman dan menguasainya selama kurang lebih 7 zaman.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia bagi memerangi kaum Muslim. Paus memberikan tidak sewenang-wenang restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian seluruh orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Perang Salib yaitu sebuah cerminan dari sorongan keagamaan yang intens yang merebak pada penghabisan zaman ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sbg “tentara gereja”. Hal ini sebagian yaitu sebab mempunyainya Kontroversi Investiture, yang berjalan mulai tahun 1075 dan sedang berjalan selama Perang Salib Pertama. Sebab kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berupaya bagi menarik gagasan publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya yaitu kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini yang belakang sekali diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang bagi Keadilan bagi mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut nasihat Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” yaitu faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi sorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa bagi mencari metode menghindar dari kutukan tidak berkesudahan di Neraka. Masalah ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya manfaat dari “penebusan dosa” itu. Biasanya mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi yaitu apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur bagi Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlangsung. Teori ini mendekati kepada apa yang dibicarakan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berfaedah bahwa jika para tentara salib sukses merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dimerdekakan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh sebab itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada zaman ke-12.

Keadaan Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci mesti diamati sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada zaman ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, daya bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang sukses memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[9]

Titik belakang lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur yaitu ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre).[10] Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium bagi mendirikan gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah bagi berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, jumlah laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang diperoleh dari para peziarah yang pulang ini yang belakang sekali memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada penghabisan zaman itu.

Penyebab langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama yaitu permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II bagi membantu Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan sebab sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berketetapan 15.000 prajurit, dalam kejadian ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berjalan selang gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang diperoleh amat akbar dan hanya sedikit berfaedah bagi Alexius I. Paus menyeru bagi daya invasi yang akbar bukan saja bagi mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi bagi merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang bermarkas di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas sama sekali beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur bagi keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat kesuksesan yang tinggi, selama abad. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 yaitu kemenangan yang akbar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit bagi dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan bagi dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di sekitar yang terkait asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini yang belakang sekali akan dilakukan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Pandai sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista yaitu daya akbar dari watak Castilia, dengan perasaan bahwa kegunaan yang tertinggi yaitu mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

Perang

Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian akbar bangsa Perancis dan Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, yang belakang sekali ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan akbar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka sukses menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sbg raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga sukses mendiami Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya yaitu Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, sukses menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun beliau wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin sukses merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

Perang Salib II

Kejatuhan County Edessa ini mengakibatkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib bagi merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak sukses memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang yang belakang sekali dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang sukses mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah sukses mencegah pasukan salib bagi menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar yaitu merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin sukses mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem menempuh taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berjalan selama 88 tahun habis. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota akbar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat sukses sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin yang belakang sekali mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim paling memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[18] Pasukan ini bangkit pada tahun 1189 M dengan dua jalur berlainan. Pasukan Richard dan Philip menempuh jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang paling jumlah di Eropa - menempuh jalur darat, menempuh Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia sebab tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka sukses merebut Akka yang yang belakang sekali dibuat menjadi ibu kota kerajaan Latin. Philip yang belakang sekali belakang ke Perancis bagi "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak bisa memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat akad selang Tentara Salib dengan Shalahuddin yang dikata dengan Shulh al-Ramlah. Dalam akad ini dituturkan bahwa orang-orang Kristen yang berkunjung berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.[19]

Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenali dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berupaya merebut Mesir lebih dulu sebelum ke Palestina, dengan hasrat dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka sukses mendiami Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Intinya ditengahnya Frederick bersiap memerdekakan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil memerdekakan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada saat pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir yang belakang sekali.

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada saat merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

Keadaan sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama memerdekakan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib menempuh Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh daya tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada zaman ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh bagi terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap serangan politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah yaitu orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada zaman ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini penghabisannya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa anggota Barat dimana pada saat Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan pahit.[20] Jumlah pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada saat Renaissance.[21][22]

Politik dan Hukum budaya istiadat

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Zaman Pertengahan.[23] Pada saat itu, sebagian akbar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada zaman ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian ditolak oleh dominasi gereja pada saat awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan hukum budaya istiadat Islam selama berabad-abad menempuh hubungan selang Semenanjung Iberia dengan Sisilia, jumlah pengetahuan pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama saat perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai memakai bahan dari batu-batuan yang tebal dan akbar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi memakai bahan kayu seperti sebelumnya. Sbg tambahan, tentara Salib dianggap sbg pembawa hukum budaya istiadat Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang yang belakang sekali mengarahkan kepada saat Renaissance pada abad-abad selanjutnya.

Perdagangan

Keperluan bagi memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang akbar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian akbar tidak pernah dipergunakan sejak saat pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan diakibatkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja sebab Perang Salib mempersiapkan Eropa bagi bepergian akan tetapi lebih sebab jumlah orang bersedia bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, sebab jumlah negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, tidak sewenang-wenang di Tanah Suci maupun yang belakang sekali di daerah-daerah kesan Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa jumlah benda/barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka tahu atau amat jarang ditemukan dan paling mahal. Barang-barang ini termasuk bermacam macam rempah-rempah, gading, batu-batu luhur, teknik pembuatan benda/barang kaca yang maju, wujud awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan jumlah lagi.

Kesuksesan bagi melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian akbar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium yaitu negara Kristen yang stabil sejak zaman ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan penghabisannya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sbg perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat dikata sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua gagasan di atas, khususnya bahwa Perang Salib yaitu metode Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama yaitu memerangi Islam dan tujuan yang kedua yaitu mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dituturkan mengabaikan tujuan yang kedua bagi memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo bagi mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sbg suatu kesalahan akbar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[24] Dimana persamaan selang “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan kesan yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sbg pahlawan Perang Salib. Pada zaman ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme sedang terus mengatakan keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sbg “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sbg pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut pandai sejarah Peter Mansfield, yaitu pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari bermacam arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Beliau menjadi paling sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu babak dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib

Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi[25][26][27] di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakang juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi anggota yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak mempunyai satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan kesan yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat.[28] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik belakang bagi Anti-Semit zaman pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam jumlah narasi Yahudi. Di selang narasi-narasi itu, yang terkenal yaitu catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib.[29] Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, mempunyai sebuah suku yang dikata Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian hukum budaya istiadat perang salib yang sedang utuh. Memasuki zaman ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai sedang dipergunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Pandai ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini yaitu keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari norma budaya, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat norma budaya suku ini pada tahun 1935.

Rujukan

  1. ^ (Indonesia) Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9794159492. ISBN 978-979-415-949-1
  2. ^ (Indonesia) Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. (1996). Kamus teologi. Kanisius. hlm. 249. ISBN 9794975249. ISBN 978-979-497-524-4
  3. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia. hlm. 111. ISBN 9794158380. ISBN 978-979-415-838-8
  4. ^ (Indonesia) An Illustrated Guide to The Lost Symbol: Panduan Berilustrasi Bagi Novel The Lost Symbol. PT Mizan Publika. hlm. 37. ISBN 6028811106. ISBN 978-602-8811-10-1
  5. ^ (Indonesia) Ward, Keith. Benarkah Agama Berbahaya. Kanisius. hlm. 90. ISBN 9792123008. ISBN 978-979-21-2300-5
  6. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2004). Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani. hlm. 155. ISBN 9795618814. ISBN 978-979-561-881-2
  7. ^ (Indonesia)M. Yahya Harun. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV. Bina Usaha Yogyakarta. Hlm. 4.
  8. ^ (Indonesia) Ensiklopedia Anak-anak Muslim. Grasindo. hlm. 46. ISBN 9790259778. ISBN 978-979-025-977-5
  9. ^ (Indonesia) Sholikhin, K. H. Muhammad. Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi. hlm. 48. ISBN 979168216X. ISBN 978-979-16821-6-9
  10. ^ (Indonesia) The Da Vinci Code & Tradisi Gereja. Kanisius. hlm. 126. ISBN 9792116222. ISBN 978-979-21-1622-9
  11. ^ (Indonesia) Stephen Lang J. & Randy Peter. 100 Kejadian Penting Dalam Sejarah Kristen. BPK Gunung Mulia. ISBN 97992901 .  ISBN 978-979-9290-16-8
  12. ^ (Indonesia) Hitti, Philip K. (2005). History of the Arabs: Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi. hlm. 811. ISBN 9793335971. ISBN 978-979-3335-97-1
  13. ^ (Indonesia) Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas. Kanisius. hlm. 108. ISBN 9792112154. ISBN 978-979-21-1215-3
  14. ^ (Indonesia) Kumoro, Bawono. Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka. hlm. 35. ISBN 9794335509. ISBN 978-979-433-550-5
  15. ^ (Indonesia) Lalu, Yosef. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Kanisius. hlm. 25. ISBN 9792126716. ISBN 978-979-21-2671-6
  16. ^ (Indonesia) Wellem, Frederiek Djara (2004). Kamus sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9796871394. ISBN 978-979-687-139-1
  17. ^ (Indonesia) Dirks, Dr. Jerald F. Abrahamic Faiths. Penerbit Serambi. hlm. 195. ISBN 9791112339. ISBN 978-979-1112-33-8
  18. ^ (Indonesia) H. Berkhof, I.H. Enklaar (1986). Sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 83. ISBN 9794150975. ISBN 978979415097
  19. ^ (Indonesia) Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja Wujud Publisher. hlm. 72. ISBN 6028620270. ISBN 978-602-8620-27-7
  20. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2005). Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi sekular-liberal. Gema Insani. hlm. 195. ISBN 9795619926. ISBN 978-979-561-992-5
  21. ^ (Indonesia) Smith, Daniel L. Lebih Tajam dari Pedang. Kanisius. hlm. 248. ISBN 9792112529. ISBN 978-979-21-1252-8
  22. ^ (Indonesia) Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: sebuah krisis peradaban : analisis kritis anggota politik, ekonomi, sosial hukum budaya istiadat, dan keamanan. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 205. ISBN 9794615137. ISBN 978-979-461-513-3
  23. ^ (Indonesia) Fletcher, Richard. Relasi Damai Islam-Kristen. Referensi Alvabet. hlm. 92. ISBN 9793064730. ISBN 978-979-3064-73-4
  24. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Dr. Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam. BPK Gunung Mulia. hlm. 80. ISBN 9799581028. ISBN 978-979-95810-2-0
  25. ^ (Indonesia) Lefebure, Leo D. Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. BPK Gunung Mulia. hlm. 197. ISBN 9796871599. ISBN 978-979-687-159-9
  26. ^ (Indonesia) Ira C,ph.d. Semakin Dibabat Semakin Merambat. BPK Gunung Mulia. hlm. 108. ISBN 9796870002. ISBN 978-979-687-000-4
  27. ^ (Indonesia) Hillenbrand, Carole (2005). Perang salib: sudut pandang Islam. Penerbit Serambi. hlm. 85. ISBN 9791600708. ISBN 978-979-16007-0-5
  28. ^ (Indonesia) Armstrong, Karen (2003). Perang suci: dari perang salib sampai perang teluk. Penerbit Serambi. hlm. 11. ISBN 9793335327. ISBN 978-979-3335-32-2
  29. ^ (Indonesia) Wessels, Anton. Arab Dan Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 194. ISBN 9796870622. ISBN 978-979-687-062-2

  • Carole Hillenbrand, The Crusades, Islamic Perspectives. New York, 2000.
  • P.M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. New York, 1986.
  • Hans E. Mayer, The Crusades. Oxford, 1965.
  • Jonathan Riley-Smith, The First Crusade and the Idea of Crusading. Philadelphia, 1986.
  • Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
  • As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Al-Kautsar, 2006. ISBN 979-592-175-4.

Pranala luar

  • Kenneth Setton, ed., A History of the Crusades. Madison, 1969-1989 (e-book online)
  • Angeliki E. Laiou, The Crusades from the Perspective of Byzantium and the Muslim World, (e-book online), includes chapter on Historiography of the crusades.
  • Artikel online dari [1] dan [2]

edunitas.com


Page 4

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"[1]

Perang Salib[2][3][4] yaitu gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim[5][6] di Palestina secara berulang-ulang mulai zaman ke-11 sampai zaman ke-13, dengan tujuan bagi merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[7] Dinamakan Perang Salib, sebab setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[8]

Istilah ini juga dipergunakan bagi ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama zaman ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani bagi gagasan campuran; selang agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi akbar ke Tanah Suci selama Zaman ke-11 sampai dengan Zaman ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut sampai Zaman ke-16 dan habis ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama saat Renaissance.

Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar pengetahuan pengetahuan.

Perang Salib berpengaruh paling luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan sedang berpengaruh sampai saat sekarang. Sebab konfilk internal selang kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan habis dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam yaitu perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain bagi secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi selanjutnya ke Tanah Suci. Konflik internal selang kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan selang satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan selang daya Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Keadaan dan latar belakang

Keadaan di Eropa

Asal mula ide perang salib yaitu perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Zaman Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang diakibatkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada penghabisan Zaman Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya dipergunakan secara salah bagi bertengkar satu sama lain dan meneror masyarakat setempat. Gereja berupaya bagi menekan kekerasan yang terjadi menempuh gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai sukses, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat bagi menyalurkan daya mereka dan kesempatan bagi memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya yaitu saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya sukses menyerang dan menaklukan sebagian akbar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 zaman dan menguasainya selama kurang lebih 7 zaman.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia bagi memerangi kaum Muslim. Paus memberikan tidak sewenang-wenang restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian seluruh orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Perang Salib yaitu sebuah cerminan dari sorongan keagamaan yang intens yang merebak pada penghabisan zaman ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sbg “tentara gereja”. Hal ini sebagian yaitu sebab mempunyainya Kontroversi Investiture, yang berjalan mulai tahun 1075 dan sedang berjalan selama Perang Salib Pertama. Sebab kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berupaya bagi menarik gagasan publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya yaitu kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini yang belakang sekali diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang bagi Keadilan bagi mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut nasihat Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” yaitu faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi sorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa bagi mencari metode menghindar dari kutukan tidak berkesudahan di Neraka. Masalah ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya manfaat dari “penebusan dosa” itu. Biasanya mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi yaitu apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur bagi Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlangsung. Teori ini mendekati kepada apa yang dibicarakan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berfaedah bahwa jika para tentara salib sukses merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dimerdekakan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh sebab itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada zaman ke-12.

Keadaan Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci mesti diamati sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada zaman ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, daya bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang sukses memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[9]

Titik belakang lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur yaitu ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre).[10] Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium bagi mendirikan gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah bagi berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, jumlah laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang diperoleh dari para peziarah yang pulang ini yang belakang sekali memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada penghabisan zaman itu.

Penyebab langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama yaitu permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II bagi membantu Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan sebab sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berketetapan 15.000 prajurit, dalam kejadian ini sukses mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berjalan selang gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang diperoleh amat akbar dan hanya sedikit berfaedah bagi Alexius I. Paus menyeru bagi daya invasi yang akbar bukan saja bagi mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi bagi merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang bermarkas di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas sama sekali beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095[13], para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur bagi keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat kesuksesan yang tinggi, selama abad. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 yaitu kemenangan yang akbar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit bagi dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan bagi dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di sekitar yang terkait asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini yang belakang sekali akan dilakukan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Pandai sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista yaitu daya akbar dari watak Castilia, dengan perasaan bahwa kegunaan yang tertinggi yaitu mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

Perang

Perang Salib I

Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian akbar bangsa Perancis dan Norman[14], berangkat menuju Konstantinopel, yang belakang sekali ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan akbar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka sukses menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sbg raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga sukses mendiami Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M[15] dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya yaitu Raymond.

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, sukses menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun beliau wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin sukses merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

Perang Salib II

Kejatuhan County Edessa ini mengakibatkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16][17] Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib bagi merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak sukses memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang yang belakang sekali dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang sukses mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah sukses mencegah pasukan salib bagi menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar yaitu merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin sukses mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem menempuh taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berjalan selama 88 tahun habis. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota akbar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat sukses sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin yang belakang sekali mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.

Perang Salib III

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim paling memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III.[18] Pasukan ini bangkit pada tahun 1189 M dengan dua jalur berlainan. Pasukan Richard dan Philip menempuh jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang paling jumlah di Eropa - menempuh jalur darat, menempuh Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia sebab tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka sukses merebut Akka yang yang belakang sekali dibuat menjadi ibu kota kerajaan Latin. Philip yang belakang sekali belakang ke Perancis bagi "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak bisa memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat akad selang Tentara Salib dengan Shalahuddin yang dikata dengan Shulh al-Ramlah. Dalam akad ini dituturkan bahwa orang-orang Kristen yang berkunjung berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu.[19]

Perang Salib IV

Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenali dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berupaya merebut Mesir lebih dulu sebelum ke Palestina, dengan hasrat dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka sukses mendiami Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Intinya ditengahnya Frederick bersiap memerdekakan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil memerdekakan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan selanjutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada saat pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir yang belakang sekali.

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada saat merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.

Keadaan sesudah Perang Salib

Perang Salib Pertama memerdekakan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib menempuh Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh daya tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada zaman ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh bagi terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap serangan politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah yaitu orde Ksatria Hospitaller. Sesudah kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada zaman ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini penghabisannya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa anggota Barat dimana pada saat Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Perang Salib juga menimbulkan kenangan pahit.[20] Jumlah pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada saat Renaissance.[21][22]

Politik dan Hukum budaya istiadat

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Zaman Pertengahan.[23] Pada saat itu, sebagian akbar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada zaman ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian ditolak oleh dominasi gereja pada saat awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan hukum budaya istiadat Islam selama berabad-abad menempuh hubungan selang Semenanjung Iberia dengan Sisilia, jumlah pengetahuan pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama saat perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai memakai bahan dari batu-batuan yang tebal dan akbar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi memakai bahan kayu seperti sebelumnya. Sbg tambahan, tentara Salib dianggap sbg pembawa hukum budaya istiadat Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang yang belakang sekali mengarahkan kepada saat Renaissance pada abad-abad selanjutnya.

Perdagangan

Keperluan bagi memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang akbar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian akbar tidak pernah dipergunakan sejak saat pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan diakibatkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja sebab Perang Salib mempersiapkan Eropa bagi bepergian akan tetapi lebih sebab jumlah orang bersedia bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, sebab jumlah negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, tidak sewenang-wenang di Tanah Suci maupun yang belakang sekali di daerah-daerah kesan Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa jumlah benda/barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka tahu atau amat jarang ditemukan dan paling mahal. Barang-barang ini termasuk bermacam macam rempah-rempah, gading, batu-batu luhur, teknik pembuatan benda/barang kaca yang maju, wujud awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan jumlah lagi.

Kesuksesan bagi melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian akbar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium yaitu negara Kristen yang stabil sejak zaman ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan penghabisannya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sbg perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat dikata sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua gagasan di atas, khususnya bahwa Perang Salib yaitu metode Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama yaitu memerangi Islam dan tujuan yang kedua yaitu mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dituturkan mengabaikan tujuan yang kedua bagi memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo bagi mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sbg suatu kesalahan akbar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam.[24] Dimana persamaan selang “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan kesan yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sbg pahlawan Perang Salib. Pada zaman ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme sedang terus mengatakan keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sbg “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sbg pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut pandai sejarah Peter Mansfield, yaitu pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari bermacam arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Beliau menjadi paling sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu babak dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib

Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi[25][26][27] di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakang juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi anggota yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak mempunyai satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan kesan yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat.[28] Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik belakang bagi Anti-Semit zaman pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam jumlah narasi Yahudi. Di selang narasi-narasi itu, yang terkenal yaitu catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib.[29] Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, mempunyai sebuah suku yang dikata Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian hukum budaya istiadat perang salib yang sedang utuh. Memasuki zaman ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai sedang dipergunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Pandai ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini yaitu keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari norma budaya, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat norma budaya suku ini pada tahun 1935.

Rujukan

  1. ^ (Indonesia) Bosch, David J. Transformasi Misi Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9794159492. ISBN 978-979-415-949-1
  2. ^ (Indonesia) Gerald O'C, SJ. & Edward G Farrugia, SJ. (1996). Kamus teologi. Kanisius. hlm. 249. ISBN 9794975249. ISBN 978-979-497-524-4
  3. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Harta Dalam Bejana. BPK Gunung Mulia. hlm. 111. ISBN 9794158380. ISBN 978-979-415-838-8
  4. ^ (Indonesia) An Illustrated Guide to The Lost Symbol: Panduan Berilustrasi Bagi Novel The Lost Symbol. PT Mizan Publika. hlm. 37. ISBN 6028811106. ISBN 978-602-8811-10-1
  5. ^ (Indonesia) Ward, Keith. Benarkah Agama Berbahaya. Kanisius. hlm. 90. ISBN 9792123008. ISBN 978-979-21-2300-5
  6. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2004). Tinjauan historis konflik Yahudi Kristen Islam. Gema Insani. hlm. 155. ISBN 9795618814. ISBN 978-979-561-881-2
  7. ^ (Indonesia)M. Yahya Harun. 1987. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta: CV. Bina Usaha Yogyakarta. Hlm. 4.
  8. ^ (Indonesia) Ensiklopedia Anak-anak Muslim. Grasindo. hlm. 46. ISBN 9790259778. ISBN 978-979-025-977-5
  9. ^ (Indonesia) Sholikhin, K. H. Muhammad. Menyatu Diri Dengan Ilahi. Penerbit Narasi. hlm. 48. ISBN 979168216X. ISBN 978-979-16821-6-9
  10. ^ (Indonesia) The Da Vinci Code & Tradisi Gereja. Kanisius. hlm. 126. ISBN 9792116222. ISBN 978-979-21-1622-9
  11. ^ (Indonesia) Stephen Lang J. & Randy Peter. 100 Kejadian Penting Dalam Sejarah Kristen. BPK Gunung Mulia. ISBN 97992901 .  ISBN 978-979-9290-16-8
  12. ^ (Indonesia) Hitti, Philip K. (2005). History of the Arabs: Rujukan induk dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi. hlm. 811. ISBN 9793335971. ISBN 978-979-3335-97-1
  13. ^ (Indonesia) Michael Collins & Matthew A.Price. THE STORY OF CHRISTIANITY, Menelusuri Jejak Kristianitas. Kanisius. hlm. 108. ISBN 9792112154. ISBN 978-979-21-1215-3
  14. ^ (Indonesia) Kumoro, Bawono. Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka. hlm. 35. ISBN 9794335509. ISBN 978-979-433-550-5
  15. ^ (Indonesia) Lalu, Yosef. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Kanisius. hlm. 25. ISBN 9792126716. ISBN 978-979-21-2671-6
  16. ^ (Indonesia) Wellem, Frederiek Djara (2004). Kamus sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 351. ISBN 9796871394. ISBN 978-979-687-139-1
  17. ^ (Indonesia) Dirks, Dr. Jerald F. Abrahamic Faiths. Penerbit Serambi. hlm. 195. ISBN 9791112339. ISBN 978-979-1112-33-8
  18. ^ (Indonesia) H. Berkhof, I.H. Enklaar (1986). Sejarah gereja. BPK Gunung Mulia. hlm. 83. ISBN 9794150975. ISBN 978979415097
  19. ^ (Indonesia) Iqbal, Akhmad. Perang Perang Paling Berpengaruh Didunia. Jogja Wujud Publisher. hlm. 72. ISBN 6028620270. ISBN 978-602-8620-27-7
  20. ^ (Indonesia) Husaini, Adian (2005). Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke dominasi sekular-liberal. Gema Insani. hlm. 195. ISBN 9795619926. ISBN 978-979-561-992-5
  21. ^ (Indonesia) Smith, Daniel L. Lebih Tajam dari Pedang. Kanisius. hlm. 248. ISBN 9792112529. ISBN 978-979-21-1252-8
  22. ^ (Indonesia) Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: sebuah krisis peradaban : analisis kritis anggota politik, ekonomi, sosial hukum budaya istiadat, dan keamanan. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 205. ISBN 9794615137. ISBN 978-979-461-513-3
  23. ^ (Indonesia) Fletcher, Richard. Relasi Damai Islam-Kristen. Referensi Alvabet. hlm. 92. ISBN 9793064730. ISBN 978-979-3064-73-4
  24. ^ (Indonesia) Van Den End Th. Dr. Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam. BPK Gunung Mulia. hlm. 80. ISBN 9799581028. ISBN 978-979-95810-2-0
  25. ^ (Indonesia) Lefebure, Leo D. Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan. BPK Gunung Mulia. hlm. 197. ISBN 9796871599. ISBN 978-979-687-159-9
  26. ^ (Indonesia) Ira C,ph.d. Semakin Dibabat Semakin Merambat. BPK Gunung Mulia. hlm. 108. ISBN 9796870002. ISBN 978-979-687-000-4
  27. ^ (Indonesia) Hillenbrand, Carole (2005). Perang salib: sudut pandang Islam. Penerbit Serambi. hlm. 85. ISBN 9791600708. ISBN 978-979-16007-0-5
  28. ^ (Indonesia) Armstrong, Karen (2003). Perang suci: dari perang salib sampai perang teluk. Penerbit Serambi. hlm. 11. ISBN 9793335327. ISBN 978-979-3335-32-2
  29. ^ (Indonesia) Wessels, Anton. Arab Dan Kristen. BPK Gunung Mulia. hlm. 194. ISBN 9796870622. ISBN 978-979-687-062-2

  • Carole Hillenbrand, The Crusades, Islamic Perspectives. New York, 2000.
  • P.M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. New York, 1986.
  • Hans E. Mayer, The Crusades. Oxford, 1965.
  • Jonathan Riley-Smith, The First Crusade and the Idea of Crusading. Philadelphia, 1986.
  • Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.
  • As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Al-Kautsar, 2006. ISBN 979-592-175-4.

Pranala luar

  • Kenneth Setton, ed., A History of the Crusades. Madison, 1969-1989 (e-book online)
  • Angeliki E. Laiou, The Crusades from the Perspective of Byzantium and the Muslim World, (e-book online), includes chapter on Historiography of the crusades.
  • Artikel online dari [1] dan [2]

edunitas.com


Page 5

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah perang salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini meletus yang belakang sekali suatu peristiwa jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut melakukan usaha menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil sampai Yerusalem dan melancarkan agresi yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur sampai kemenangan. Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada belakang seratus tahun ke-12.

Tentara salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman. Mereka berlayar menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut selesai dan menolong bangsa Portugis menguasai Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beriman Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.

Latar balik

Setelah meletusnya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, telah tersedia tiga negara tentara salib yang didirikan di timur, yaitu Kerajaan Yerusalem, Kepangeranan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah serta hanya benar sedikit warga. Maka dari itu, kawasan ini sering diserang oleh negara-negara Muslim seperti Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap yang belakang sekali suatu peristiwa kekalahan mereka dalam Pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah Pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin tewas dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, terpaksa bersekutu dengan kekaisaran Romawi Timur, namun, pada tahun 1143, Kaisar Romawi Timur, John II Comnenus dan Raja Yerusalem Fulk dari Anjou, berpulang. Joscelin juga bertengkar dengan Count Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga Edessa tidak benar sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, seorang Atabeg dari Mosul, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Berpegang pada kebenaran Zengi maupun raja Baldwin II mengalihkan perhatian mereka ke arah Damaskus. Sayangnya, Baldwin dapat ditaklukan di luar kota tersebut pada tahun 1129. Damaskus yang ditinggali oleh Dinasti Burid, berikutnya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140.[3]

Pada belakang tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan nyaris seluruh pasukannya untuk menolong Ortoqid melawan Aleppo. Zengi, yang akan mengambil kesempatan atas kematian Fulk tahun 1143, dengan cepat melakukan usaha ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhir-akhirnya jatuh ke tangannya setelah sebulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim dari Yerusalem untuk menolong, tapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa wilayah Edessa dari Turbessel, tapi sedikit demi sedikit sisa kawasan tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri dipuji sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Beliau tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia. Peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan beliau sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada Damaskus, namun beliau dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan dialihkan oleh anaknya, Nuruddin.[4] Joscelin berupaya untuk menguasai kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu yang belakang sekali oleh duta agung dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilakukannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.

Perang salib yang baru diharapkan akan semakin teratur daripada Perang Salib Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa. Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Perancis telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Beliau telah mengumumkan hal itu pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini masih diperdebatkan, apakah Louis merencanakan perang salibnya sendiri, atau beliau akan memenuhi akadnya kepada saudaranya, Phillip, bahwa beliau akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki pilihan tidak terikatnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena beliau akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk berkhotbah di Perancis.[5]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Santo Bernardus dari Clairvaux.

Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[5] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin benar dan bersujud dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[6] Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernardus yang belakang sekali pergi ke Jerman.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan agresi terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak menolong secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang agresi tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menempatkan masalah dan menenangkan massa. Bernardus lalu berjumpa Rudolf di Mainz dan berhasil membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[7]

Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernardus bahwa mereka semakin mau bertempur melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak telah tersedia perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[8] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[9] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[10]

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai melakukan usaha pada belakang musim panas tahun 1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, dan berwawancara, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita akan menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita akan bertempur melawan mereka?"[11] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah sampai kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dicerai-beraikan setelah berjumpa dengan Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.

Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan."[12] Sayangnya, tentara salib gagal mengganti agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen dicerai-beraikan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka mau agar Kekristenan mengakar kuat ... .. yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya menempuh pengajaran, bukan menggunakan senjata."[13]

Pada belakang perang salib, Mecklenburg dan Pomerania merasakan penjarahan dan depopulasi yang belakang sekali suatu peristiwa maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan tentara Henry si Singa.[14] Akibatnya, warga Slavia kehilangan banyak aktivitas produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka di masa depan.[15]

Reconquista dan jatuhnya Lisboa

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Alfonso I dari Portugis

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan perang salib ke semenanjung Iberia. Beliau memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua.[6] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka selesai di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk berjumpa dengan Afonso I dari Portugal.[16]

Tentara salib setuju untuk menolong Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan Lisboa berlanjut dari 1 Juli sampai 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[16] Beberapa di sela mereka, yang telah berangkat semakin awal, menolong menguasai Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga menolong menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan. Berikutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang nyaris sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari tingkatan laut Genova-Pisa, kota ini berhasil direbut pada Oktober 1147.[17] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, beliau menguasai Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova.[17] Satu tahun yang belakang sekali, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[18]

Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba menguasai kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis berjumpa di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka menempuh Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang benar sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhir-akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi semakin lanjut. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan semakin lanjut dikumandangkan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah kaki tangan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tapi mereka tidak berangkat sampai bulan Mei.[19]

Rute Jerman

Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhir-akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugasi untuk memastikan agar tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut meletus di tidak jauh Philippopolis dan di Adrianopel, tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Semakin buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang berpegang pada kebenaran dan orang Jerman diminta untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel mau Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di balik untuk menolongnya bertahan melawan agresi Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk menguasai kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun beliau adalah musuh dari Roger.[20]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang nyaris dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.[21]

Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[22]

Rute Perancis

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Lukisan Dinding Kaisar Manuel I

Tentara salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.[23]

Semenjak negosiasi awal di sela Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang benar reputasi buruk yang belakang sekali suatu peristiwa pencurian dan pengkhianatan semenjak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis semakin berpegang pada kebenaran daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat dikelola oleh Louis.[24]

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil menempuh kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah menguasai Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Berpegang pada kebenaran Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang diproduksi oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya kepada Romawi Timur.[25]

Pasukan Perancis berjumpa sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan agresi terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak telah tersedia jaminan bahwa Bizantium akan menolong mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai agresi Seljuk dan lalu melakukan usaha keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus, pasukan Perancis berhasil memenangkan pertempuran.[26]

Mereka sampai Laodicea pada Januari 1148, nyaris pada waktu yang sama ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama.[27] Perjalanan pun tetap dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis merasakan kekalahan. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang semakin lanjut dan pasukan Perancis melakukan usaha menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi mau menempuh jalur darat, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia.[21] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, nyaris semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, berpegang pada kebenaran karena agresi Turki maupun karena sakit.[28]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat yang belakang sekali suatu peristiwa badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan beliau menolongnya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tapi Louis menolak. Beliau semakin memilih untuk menempatkan peziarahannya di Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada aspek militer perang salib.[29] Raymond mau agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di balik dan menceraikan Louis bila beliau menolak menolongnya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli, meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[30] Fulk, Patriark Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang selesai di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tapi target yang semakin diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[29]

Konsili Akko

Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa konsili harus dihimpunkan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlanjut pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour berjumpa dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, tidak jauh kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Berpegang pada kebenaran Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[31]

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijak, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang berpegang pada kebenaran dianggarkan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan melakukan usaha menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.[32]

Pengepungan Damaskus

Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan.[31] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk agresi tersebut dan langsung menyerang pasukan yang melakukan usaha menempuh perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap agresi gerilya.[29]

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk melakukan usaha ke anggota timur, yang semakin sedikit pertahanannya, tapi sekitar lagi persediaan makanan dan airnya.[31] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan keadaan Nuruddin di lapangan, sangatlah tidak mungkin untuk tentara salib untuk kembali ke posisi mereka yang semakin berpegang pada kebenaran.[29] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak benar pilihan selain meninggalkan kota.[31] Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka diikuti oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.[33]

Yang belakang sekali suatu peristiwa

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[31] Rencana baru diproduksi untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak telah tersedia bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan yang belakang sekali suatu peristiwa kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah yang belakang sekali suatu peristiwa dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang salib baru gagal, beliau mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[34] Bernardus berpulang pada tahun 1153.

Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan tetap menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan berhenti pada tahun 1492.[18]

Agresi terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan menguasai Kairo pada tahun 1160.[35] Akan tapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tapi agresi ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Beliau mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium akhir-akhirnya setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan menguasai semua ibukota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.[36]

Catatan kaki

  1. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 94
  2. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 95
  3. ^ Runciman 1952, hlm. 227–228
  4. ^ Durant (1950) hal.594.
  5. ^ a b Bunson (1998) hal.130.
  6. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48
  7. ^ Durant (1950) hal.391.
  8. ^ Davies, hal. 362
  9. ^ Herrmann, hal. 326
  10. ^ Herrmann, hal. 328
  11. ^ Christiansen, hal. 55
  12. ^ Christiansen, hal. 53
  13. ^ Christiansen, hal. 54
  14. ^ Barraclough, hal. 263
  15. ^ Herrmann, hal. 327
  16. ^ a b Runciman (1952) hal.258.
  17. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48.
  18. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.126.
  19. ^ Runciman (1952) hal.257,259.
  20. ^ Runciman (1952) hal.259-267.
  21. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.50
  22. ^ Runciman (1952) hal.267-270.
  23. ^ Runciman (1952) 259-263.
  24. ^ Runciman (1952) hal.268-269.
  25. ^ Runciman (1952) hal.269
  26. ^ Runciman (1952) hal.270-271.
  27. ^ Riley-Smith (1991) hal.51
  28. ^ Runciman (1952) hal.272-273.
  29. ^ a b c d Brundage (1962) hal.115-121.
  30. ^ Riley-Smith (1991) hal.49-50.
  31. ^ a b c d e Riley-Smith (1991) hal.50.
  32. ^ Runciman (1952) hal. 228-229.
  33. ^ Baldwin (1969) hal.510.
  34. ^ Runciman (1952) hal. 232-234 dan hal. 277.
  35. ^ Riley-Smith (1991) hal.56.
  36. ^ Riley-Smith (1991) hal.60.

Referensi

  • Baldwin, M. W. (1969). The first hundred years. Madison, WI: University of Wisconsin Press. 
  • Barraclough, Geoffrey (1984). The Origins of Modern Germany. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 481. ISBN 0-393-30153-2. 
  • Brundage, James (1962). The Crusades: A Documentary History. Milwaukee, WI: Marquette University Press. 
  • Christiansen, Eric (1997). The Northern Crusades. London: Penguin Books. hlm. 287. ISBN 0-14-026653-4. 
  • Davies, Norman (1996). Europe: A History. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1365. ISBN 0-06-097468-0. 
  • Herrmann, Joachim (1970). Die Slawen in Deutschland. Berlin: Akademie-Verlag GmbH. hlm. 530. 
  • Norwich, John Julius (1995). Byzantium: the Decline and Fall. Viking. ISBN 9780670823772. 
  • Riley-Smith, Jonathan (1991). Atlas of the Crusades. New York: Facts on File. 
  • Riley-Smith, Jonathan (2005). The Crusades: A Short History (ed. Second). New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 0-300-10128-7. 
  • Runciman, Steven (1952; repr. Folio Society, 1994). A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100–1187. Cambridge University Press. 
  • Tyerman, Christopher (2006). God's War: A New History of the Crusades. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-02387-0. 
  • William of Tyre; Babcock, E. A.; Krey, A. C. (1943). A History of Deeds Done Beyond the Sea. Columbia University Press. OCLC 310995. 

Bacaan lanjut

Primer

  • Anonim. De expugniatione Lyxbonensi. The Conquest of Lisbon. Disunting dan diterjemahkan oleh Charles Wendell David. Columbia University Press, 1936.
  • Odo dari Deuil. De profectione Ludovici VII in orientem. Disunting dan diterjemahkan oleh Virginia Gingerick Berry. Columbia University Press, 1948.
  • Otto dari Freising. Gesta Friderici I Imperatoris. The Deeds of Frederick Barbarossa. Disunting dan diterjemahkan olehCharles Christopher Mierow. Columbia University Press, 1953.
  • The Damascus Chronicle of the Crusaders, extracted and translated from the Chronicle of Ibn al-Qalanisi. Disunting dan diterjemahkan oleh H. A. R. Gibb. London, 1932.
  • William dari Tirus. A History of Deeds Done Beyond the Sea. Disunting dan diterjemahkan oleh E. A. Babcock and A. C. Krey. Columbia University Press, 1943.
  • O City of Byzantium, Annals of Niketas Choniatēs, diterj. Harry J. Magoulias. Wayne State University Press, 1984.
  • John Cinnamus, Deeds of John and Manuel Comnenus, trans. Charles M. Brand. Columbia University Press, 1976.

Sekunder

  • Gervers, Michael, ed. The Second Crusade and the Cistercians. St. Martin's Press, 1992.
  • Phillips, Jonathan, and Martin Hoch, eds. The Second Crusade: Scope and Consequences. Manchester University Press, 2001.
  • Phillips, Jonathan (2007). The Second Crusade: Extending the Frontiers of Christendom. Yale University Press. 
  • Setton, Kenneth, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 (tersedia daring).
  • Villegas-Aristizábal, Lucas, "Anglo-Norman involvement in the conquest of Tortosa and Settlement of Tortosa, 1148–1180", Crusades, 8, Aldeshot, 2009, pp. 65–129.

Pranala luar


edunitas.com


Page 6

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah perang salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini meletus dampak jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut melakukan usaha menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya sukses sampai Yerusalem dan melancarkan agresi yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur sampai kemenangan. Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada belakang seratus tahun ke-12.

Tentara salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman. Mereka berlayar menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut selesai dan menolong bangsa Portugis menguasai Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beriman Kristen, dan mereka mesti berjuang selama berabad-abad.

Latar balik

Setelah meletusnya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, telah tersedia tiga negara tentara salib yang didirikan di timur, yaitu Kerajaan Yerusalem, Kepangeranan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah serta hanya benar sedikit warga. Maka dari itu, kawasan ini sering diserang oleh negara-negara Muslim seperti Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap dampak kekalahan mereka dalam Pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah Pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin tewas dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, terpaksa bersekutu dengan kekaisaran Romawi Timur, namun, pada tahun 1143, Kaisar Romawi Timur, John II Comnenus dan Raja Yerusalem Fulk dari Anjou, berpulang. Joscelin juga bertengkar dengan Count Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga Edessa tidak benar sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, seorang Atabeg dari Mosul, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Berpegang pada kebenaran Zengi maupun raja Baldwin II mengalihkan perhatian mereka ke arah Damaskus. Sayangnya, Baldwin dapat ditaklukan di luar kota tersebut pada tahun 1129. Damaskus yang ditinggali oleh Dinasti Burid, berikutnya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140.[3]

Pada belakang tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan nyaris seluruh pasukannya untuk menolong Ortoqid melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil kesempatan atas kematian Fulk tahun 1143, dengan cepat melakukan usaha ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhir-akhirnya jatuh ke tangannya setelah sebulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim dari Yerusalem untuk menolong, tapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa wilayah Edessa dari Turbessel, tapi sedikit demi sedikit sisa kawasan tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri dipuji sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Beliau tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia. Peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan beliau sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada Damaskus, namun beliau dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan dialihkan oleh anaknya, Nuruddin.[4] Joscelin berusaha untuk menguasai kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu yang belakang sekali oleh duta agung dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilakukannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.

Perang salib yang baru diharapkan akan semakin teratur daripada Perang Salib Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa. Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Perancis telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Beliau telah mengumumkan hal itu pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini sedang diperdebatkan, apakah Louis merencanakan perang salibnya sendiri, atau beliau ingin memenuhi akadnya kepada saudaranya, Phillip, bahwa beliau akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki pilihan tidak terikatnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena beliau akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk berkhotbah di Perancis.[5]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Santo Bernardus dari Clairvaux.

Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[5] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin benar dan bersujud dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[6] Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernardus yang belakang sekali pergi ke Jerman.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan agresi terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak menolong secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang agresi tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menempatkan masalah dan menenangkan massa. Bernardus lalu berjumpa Rudolf di Mainz dan sukses membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[7]

Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernardus bahwa mereka semakin mau bertempur melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak telah tersedia perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[8] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[9] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara semuanya. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[10]

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai melakukan usaha pada belakang musim panas tahun 1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, dan berwawancara, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita ingin menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita ingin bertempur melawan mereka?"[11] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah sampai kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dicerai-beraikan setelah berjumpa dengan Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.

Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan."[12] Sayangnya, tentara salib gagal mengganti agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke keyakinan pagan mereka ketika tentara Kristen dicerai-beraikan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka mau agar Kekristenan mengakar kuat ... .. yang mesti mereka lakukan adalah menyebarkannya menempuh pengajaran, bukan menggunakan senjata."[13]

Pada belakang perang salib, Mecklenburg dan Pomerania merasakan penjarahan dan depopulasi dampak maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan tentara Henry si Singa.[14] Akibatnya, warga Slavia kehilangan banyak aktivitas produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka di masa depan.[15]

Reconquista dan jatuhnya Lisboa

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Alfonso I dari Portugis

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan perang salib ke semenanjung Iberia. Beliau memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua.[6] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka selesai di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk berjumpa dengan Afonso I dari Portugal.[16]

Tentara salib setuju untuk menolong Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan Lisboa berlanjut dari 1 Juli sampai 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[16] Beberapa di sela mereka, yang telah berangkat semakin awal, menolong menguasai Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga menolong menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan diminta untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan. Berikutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang nyaris sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari tingkatan laut Genova-Pisa, kota ini sukses direbut pada Oktober 1147.[17] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, beliau menguasai Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova.[17] Satu tahun yang belakang sekali, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[18]

Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba menguasai kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis berjumpa di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka menempuh Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang benar sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhir-akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi semakin lanjut. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan semakin lanjut dikumandangkan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah kaki tangan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tapi mereka tidak berangkat sampai bulan Mei.[19]

Rute Jerman

Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhir-akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugasi untuk memastikan agar tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut meletus di tidak jauh Philippopolis dan di Adrianopel, tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Semakin buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang berpegang pada kebenaran dan orang Jerman dimohon untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel mau Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di balik untuk menolongnya bertahan melawan agresi Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk menguasai kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun beliau adalah musuh dari Roger.[20]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang nyaris dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.[21]

Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[22]

Rute Perancis

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Lukisan Dinding Kaisar Manuel I

Tentara salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.[23]

Semenjak negosiasi awal di sela Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang benar reputasi buruk dampak pencurian dan pengkhianatan semenjak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis semakin berpegang pada kebenaran daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat diurus oleh Louis.[24]

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil menempuh kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah menguasai Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Berpegang pada kebenaran Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang diproduksi oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya kepada Romawi Timur.[25]

Pasukan Perancis berjumpa sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan agresi terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak telah tersedia jaminan bahwa Bizantium akan menolong mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai agresi Seljuk dan lalu melakukan usaha keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus, pasukan Perancis sukses memenangkan pertempuran.[26]

Mereka sampai Laodicea pada Januari 1148, nyaris pada waktu yang sama ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama.[27] Perjalanan pun tetap dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis merasakan kekalahan. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang semakin lanjut dan pasukan Perancis melakukan usaha menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi mau menempuh jalur darat, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia.[21] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, nyaris semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan mesti melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, berpegang pada kebenaran karena agresi Turki maupun karena sakit.[28]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat dampak badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan beliau menolongnya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tapi Louis menolak. Beliau semakin memilih untuk menempatkan peziarahannya di Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada bidang militer perang salib.[29] Raymond mau agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di balik dan menceraikan Louis bila beliau menolak menolongnya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli, meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[30] Fulk, Patriark Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang selesai di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tapi target yang semakin diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[29]

Konsili Akko

Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa konsili mesti dihimpunkan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlanjut pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour berjumpa dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, tidak jauh kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Berpegang pada kebenaran Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[31]

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijak, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang berpegang pada kebenaran dianggarkan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan melakukan usaha menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.[32]

Pengepungan Damaskus

Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan.[31] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk agresi tersebut dan langsung menyerang pasukan yang melakukan usaha menempuh perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap agresi gerilya.[29]

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk melakukan usaha ke anggota timur, yang semakin sedikit pertahanannya, tapi sekitar lagi persediaan makanan dan airnya.[31] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan keadaan Nuruddin di lapangan, sangatlah tidak mungkin untuk tentara salib untuk kembali ke posisi mereka yang semakin berpegang pada kebenaran.[29] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak benar pilihan selain meninggalkan kota.[31] Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka didampingi oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.[33]

Dampak

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[31] Rencana baru diproduksi untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak telah tersedia bantuan tiba, karena kurangnya keyakinan dampak kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah dampak dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang salib baru gagal, beliau mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[34] Bernardus berpulang pada tahun 1153.

Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan tetap menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan habis pada tahun 1492.[18]

Agresi terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan menguasai Kairo pada tahun 1160.[35] Akan tapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tapi agresi ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Beliau mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium akhir-akhirnya setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan menguasai semua ibukota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.[36]

Catatan kaki

  1. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 94
  2. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 95
  3. ^ Runciman 1952, hlm. 227–228
  4. ^ Durant (1950) hal.594.
  5. ^ a b Bunson (1998) hal.130.
  6. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48
  7. ^ Durant (1950) hal.391.
  8. ^ Davies, hal. 362
  9. ^ Herrmann, hal. 326
  10. ^ Herrmann, hal. 328
  11. ^ Christiansen, hal. 55
  12. ^ Christiansen, hal. 53
  13. ^ Christiansen, hal. 54
  14. ^ Barraclough, hal. 263
  15. ^ Herrmann, hal. 327
  16. ^ a b Runciman (1952) hal.258.
  17. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48.
  18. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.126.
  19. ^ Runciman (1952) hal.257,259.
  20. ^ Runciman (1952) hal.259-267.
  21. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.50
  22. ^ Runciman (1952) hal.267-270.
  23. ^ Runciman (1952) 259-263.
  24. ^ Runciman (1952) hal.268-269.
  25. ^ Runciman (1952) hal.269
  26. ^ Runciman (1952) hal.270-271.
  27. ^ Riley-Smith (1991) hal.51
  28. ^ Runciman (1952) hal.272-273.
  29. ^ a b c d Brundage (1962) hal.115-121.
  30. ^ Riley-Smith (1991) hal.49-50.
  31. ^ a b c d e Riley-Smith (1991) hal.50.
  32. ^ Runciman (1952) hal. 228-229.
  33. ^ Baldwin (1969) hal.510.
  34. ^ Runciman (1952) hal. 232-234 dan hal. 277.
  35. ^ Riley-Smith (1991) hal.56.
  36. ^ Riley-Smith (1991) hal.60.

Referensi

  • Baldwin, M. W. (1969). The first hundred years. Madison, WI: University of Wisconsin Press. 
  • Barraclough, Geoffrey (1984). The Origins of Modern Germany. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 481. ISBN 0-393-30153-2. 
  • Brundage, James (1962). The Crusades: A Documentary History. Milwaukee, WI: Marquette University Press. 
  • Christiansen, Eric (1997). The Northern Crusades. London: Penguin Books. hlm. 287. ISBN 0-14-026653-4. 
  • Davies, Norman (1996). Europe: A History. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1365. ISBN 0-06-097468-0. 
  • Herrmann, Joachim (1970). Die Slawen in Deutschland. Berlin: Akademie-Verlag GmbH. hlm. 530. 
  • Norwich, John Julius (1995). Byzantium: the Decline and Fall. Viking. ISBN 9780670823772. 
  • Riley-Smith, Jonathan (1991). Atlas of the Crusades. New York: Facts on File. 
  • Riley-Smith, Jonathan (2005). The Crusades: A Short History (ed. Second). New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 0-300-10128-7. 
  • Runciman, Steven (1952; repr. Folio Society, 1994). A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100–1187. Cambridge University Press. 
  • Tyerman, Christopher (2006). God's War: A New History of the Crusades. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-02387-0. 
  • William of Tyre; Babcock, E. A.; Krey, A. C. (1943). A History of Deeds Done Beyond the Sea. Columbia University Press. OCLC 310995. 

Bacaan lanjut

Primer

  • Anonim. De expugniatione Lyxbonensi. The Conquest of Lisbon. Disunting dan diterjemahkan oleh Charles Wendell David. Columbia University Press, 1936.
  • Odo dari Deuil. De profectione Ludovici VII in orientem. Disunting dan diterjemahkan oleh Virginia Gingerick Berry. Columbia University Press, 1948.
  • Otto dari Freising. Gesta Friderici I Imperatoris. The Deeds of Frederick Barbarossa. Disunting dan diterjemahkan olehCharles Christopher Mierow. Columbia University Press, 1953.
  • The Damascus Chronicle of the Crusaders, extracted and translated from the Chronicle of Ibn al-Qalanisi. Disunting dan diterjemahkan oleh H. A. R. Gibb. London, 1932.
  • William dari Tirus. A History of Deeds Done Beyond the Sea. Disunting dan diterjemahkan oleh E. A. Babcock and A. C. Krey. Columbia University Press, 1943.
  • O City of Byzantium, Annals of Niketas Choniatēs, diterj. Harry J. Magoulias. Wayne State University Press, 1984.
  • John Cinnamus, Deeds of John and Manuel Comnenus, trans. Charles M. Brand. Columbia University Press, 1976.

Sekunder

  • Gervers, Michael, ed. The Second Crusade and the Cistercians. St. Martin's Press, 1992.
  • Phillips, Jonathan, and Martin Hoch, eds. The Second Crusade: Scope and Consequences. Manchester University Press, 2001.
  • Phillips, Jonathan (2007). The Second Crusade: Extending the Frontiers of Christendom. Yale University Press. 
  • Setton, Kenneth, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 (tersedia daring).
  • Villegas-Aristizábal, Lucas, "Anglo-Norman involvement in the conquest of Tortosa and Settlement of Tortosa, 1148–1180", Crusades, 8, Aldeshot, 2009, pp. 65–129.

Pranala luar


edunitas.com


Page 7

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah perang salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini meletus dampak jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut melakukan usaha menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya sukses sampai Yerusalem dan melancarkan agresi yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur sampai kemenangan. Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada belakang seratus tahun ke-12.

Tentara salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman. Mereka berlayar menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut selesai dan menolong bangsa Portugis menguasai Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beriman Kristen, dan mereka mesti berjuang selama berabad-abad.

Latar balik

Setelah meletusnya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, telah tersedia tiga negara tentara salib yang didirikan di timur, yaitu Kerajaan Yerusalem, Kepangeranan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah serta hanya benar sedikit warga. Maka dari itu, kawasan ini sering diserang oleh negara-negara Muslim seperti Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap dampak kekalahan mereka dalam Pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah Pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin tewas dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, terpaksa bersekutu dengan kekaisaran Romawi Timur, namun, pada tahun 1143, Kaisar Romawi Timur, John II Comnenus dan Raja Yerusalem Fulk dari Anjou, berpulang. Joscelin juga bertengkar dengan Count Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga Edessa tidak benar sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, seorang Atabeg dari Mosul, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Berpegang pada kebenaran Zengi maupun raja Baldwin II mengalihkan perhatian mereka ke arah Damaskus. Sayangnya, Baldwin dapat ditaklukan di luar kota tersebut pada tahun 1129. Damaskus yang ditinggali oleh Dinasti Burid, berikutnya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140.[3]

Pada belakang tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan nyaris seluruh pasukannya untuk menolong Ortoqid melawan Aleppo. Zengi, yang ingin mengambil kesempatan atas kematian Fulk tahun 1143, dengan cepat melakukan usaha ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhir-akhirnya jatuh ke tangannya setelah sebulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim dari Yerusalem untuk menolong, tapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa wilayah Edessa dari Turbessel, tapi sedikit demi sedikit sisa kawasan tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri dipuji sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Beliau tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia. Peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan beliau sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada Damaskus, namun beliau dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan dialihkan oleh anaknya, Nuruddin.[4] Joscelin berusaha untuk menguasai kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu yang belakang sekali oleh duta agung dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilakukannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.

Perang salib yang baru diharapkan akan semakin teratur daripada Perang Salib Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa. Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Perancis telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Beliau telah mengumumkan hal itu pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini sedang diperdebatkan, apakah Louis merencanakan perang salibnya sendiri, atau beliau ingin memenuhi akadnya kepada saudaranya, Phillip, bahwa beliau akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki pilihan tidak terikatnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena beliau akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk berkhotbah di Perancis.[5]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Santo Bernardus dari Clairvaux.

Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[5] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin benar dan bersujud dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[6] Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernardus yang belakang sekali pergi ke Jerman.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan agresi terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak menolong secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang agresi tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menempatkan masalah dan menenangkan massa. Bernardus lalu berjumpa Rudolf di Mainz dan sukses membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[7]

Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernardus bahwa mereka semakin mau bertempur melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak telah tersedia perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[8] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[9] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara semuanya. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[10]

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai melakukan usaha pada belakang musim panas tahun 1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, dan berwawancara, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita ingin menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita ingin bertempur melawan mereka?"[11] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah sampai kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dicerai-beraikan setelah berjumpa dengan Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.

Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan."[12] Sayangnya, tentara salib gagal mengganti agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke keyakinan pagan mereka ketika tentara Kristen dicerai-beraikan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka mau agar Kekristenan mengakar kuat ... .. yang mesti mereka lakukan adalah menyebarkannya menempuh pengajaran, bukan menggunakan senjata."[13]

Pada belakang perang salib, Mecklenburg dan Pomerania merasakan penjarahan dan depopulasi dampak maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan tentara Henry si Singa.[14] Akibatnya, warga Slavia kehilangan banyak aktivitas produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka di masa depan.[15]

Reconquista dan jatuhnya Lisboa

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Alfonso I dari Portugis

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan perang salib ke semenanjung Iberia. Beliau memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua.[6] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka selesai di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk berjumpa dengan Afonso I dari Portugal.[16]

Tentara salib setuju untuk menolong Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan Lisboa berlanjut dari 1 Juli sampai 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[16] Beberapa di sela mereka, yang telah berangkat semakin awal, menolong menguasai Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga menolong menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan diminta untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan. Berikutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang nyaris sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari tingkatan laut Genova-Pisa, kota ini sukses direbut pada Oktober 1147.[17] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, beliau menguasai Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova.[17] Satu tahun yang belakang sekali, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[18]

Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba menguasai kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis berjumpa di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka menempuh Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang benar sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhir-akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi semakin lanjut. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan semakin lanjut dikumandangkan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah kaki tangan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tapi mereka tidak berangkat sampai bulan Mei.[19]

Rute Jerman

Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhir-akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugasi untuk memastikan agar tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut meletus di tidak jauh Philippopolis dan di Adrianopel, tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Semakin buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang berpegang pada kebenaran dan orang Jerman dimohon untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel mau Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di balik untuk menolongnya bertahan melawan agresi Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk menguasai kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun beliau adalah musuh dari Roger.[20]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang nyaris dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.[21]

Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[22]

Rute Perancis

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Lukisan Dinding Kaisar Manuel I

Tentara salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.[23]

Semenjak negosiasi awal di sela Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang benar reputasi buruk dampak pencurian dan pengkhianatan semenjak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis semakin berpegang pada kebenaran daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat diurus oleh Louis.[24]

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil menempuh kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah menguasai Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Berpegang pada kebenaran Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang diproduksi oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya kepada Romawi Timur.[25]

Pasukan Perancis berjumpa sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan agresi terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak telah tersedia jaminan bahwa Bizantium akan menolong mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai agresi Seljuk dan lalu melakukan usaha keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus, pasukan Perancis sukses memenangkan pertempuran.[26]

Mereka sampai Laodicea pada Januari 1148, nyaris pada waktu yang sama ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama.[27] Perjalanan pun tetap dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis merasakan kekalahan. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang semakin lanjut dan pasukan Perancis melakukan usaha menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi mau menempuh jalur darat, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia.[21] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, nyaris semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan mesti melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, berpegang pada kebenaran karena agresi Turki maupun karena sakit.[28]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat dampak badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan beliau menolongnya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tapi Louis menolak. Beliau semakin memilih untuk menempatkan peziarahannya di Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada bidang militer perang salib.[29] Raymond mau agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di balik dan menceraikan Louis bila beliau menolak menolongnya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli, meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[30] Fulk, Patriark Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang selesai di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tapi target yang semakin diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[29]

Konsili Akko

Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa konsili mesti dihimpunkan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlanjut pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour berjumpa dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, tidak jauh kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Berpegang pada kebenaran Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[31]

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijak, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang berpegang pada kebenaran dianggarkan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan melakukan usaha menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.[32]

Pengepungan Damaskus

Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan.[31] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk agresi tersebut dan langsung menyerang pasukan yang melakukan usaha menempuh perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap agresi gerilya.[29]

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk melakukan usaha ke anggota timur, yang semakin sedikit pertahanannya, tapi sekitar lagi persediaan makanan dan airnya.[31] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan keadaan Nuruddin di lapangan, sangatlah tidak mungkin untuk tentara salib untuk kembali ke posisi mereka yang semakin berpegang pada kebenaran.[29] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak benar pilihan selain meninggalkan kota.[31] Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka didampingi oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.[33]

Dampak

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[31] Rencana baru diproduksi untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak telah tersedia bantuan tiba, karena kurangnya keyakinan dampak kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah dampak dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang salib baru gagal, beliau mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[34] Bernardus berpulang pada tahun 1153.

Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan tetap menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan habis pada tahun 1492.[18]

Agresi terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan menguasai Kairo pada tahun 1160.[35] Akan tapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tapi agresi ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Beliau mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium akhir-akhirnya setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan menguasai semua ibukota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.[36]

Catatan kaki

  1. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 94
  2. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 95
  3. ^ Runciman 1952, hlm. 227–228
  4. ^ Durant (1950) hal.594.
  5. ^ a b Bunson (1998) hal.130.
  6. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48
  7. ^ Durant (1950) hal.391.
  8. ^ Davies, hal. 362
  9. ^ Herrmann, hal. 326
  10. ^ Herrmann, hal. 328
  11. ^ Christiansen, hal. 55
  12. ^ Christiansen, hal. 53
  13. ^ Christiansen, hal. 54
  14. ^ Barraclough, hal. 263
  15. ^ Herrmann, hal. 327
  16. ^ a b Runciman (1952) hal.258.
  17. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48.
  18. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.126.
  19. ^ Runciman (1952) hal.257,259.
  20. ^ Runciman (1952) hal.259-267.
  21. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.50
  22. ^ Runciman (1952) hal.267-270.
  23. ^ Runciman (1952) 259-263.
  24. ^ Runciman (1952) hal.268-269.
  25. ^ Runciman (1952) hal.269
  26. ^ Runciman (1952) hal.270-271.
  27. ^ Riley-Smith (1991) hal.51
  28. ^ Runciman (1952) hal.272-273.
  29. ^ a b c d Brundage (1962) hal.115-121.
  30. ^ Riley-Smith (1991) hal.49-50.
  31. ^ a b c d e Riley-Smith (1991) hal.50.
  32. ^ Runciman (1952) hal. 228-229.
  33. ^ Baldwin (1969) hal.510.
  34. ^ Runciman (1952) hal. 232-234 dan hal. 277.
  35. ^ Riley-Smith (1991) hal.56.
  36. ^ Riley-Smith (1991) hal.60.

Referensi

  • Baldwin, M. W. (1969). The first hundred years. Madison, WI: University of Wisconsin Press. 
  • Barraclough, Geoffrey (1984). The Origins of Modern Germany. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 481. ISBN 0-393-30153-2. 
  • Brundage, James (1962). The Crusades: A Documentary History. Milwaukee, WI: Marquette University Press. 
  • Christiansen, Eric (1997). The Northern Crusades. London: Penguin Books. hlm. 287. ISBN 0-14-026653-4. 
  • Davies, Norman (1996). Europe: A History. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1365. ISBN 0-06-097468-0. 
  • Herrmann, Joachim (1970). Die Slawen in Deutschland. Berlin: Akademie-Verlag GmbH. hlm. 530. 
  • Norwich, John Julius (1995). Byzantium: the Decline and Fall. Viking. ISBN 9780670823772. 
  • Riley-Smith, Jonathan (1991). Atlas of the Crusades. New York: Facts on File. 
  • Riley-Smith, Jonathan (2005). The Crusades: A Short History (ed. Second). New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 0-300-10128-7. 
  • Runciman, Steven (1952; repr. Folio Society, 1994). A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100–1187. Cambridge University Press. 
  • Tyerman, Christopher (2006). God's War: A New History of the Crusades. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-02387-0. 
  • William of Tyre; Babcock, E. A.; Krey, A. C. (1943). A History of Deeds Done Beyond the Sea. Columbia University Press. OCLC 310995. 

Bacaan lanjut

Primer

  • Anonim. De expugniatione Lyxbonensi. The Conquest of Lisbon. Disunting dan diterjemahkan oleh Charles Wendell David. Columbia University Press, 1936.
  • Odo dari Deuil. De profectione Ludovici VII in orientem. Disunting dan diterjemahkan oleh Virginia Gingerick Berry. Columbia University Press, 1948.
  • Otto dari Freising. Gesta Friderici I Imperatoris. The Deeds of Frederick Barbarossa. Disunting dan diterjemahkan olehCharles Christopher Mierow. Columbia University Press, 1953.
  • The Damascus Chronicle of the Crusaders, extracted and translated from the Chronicle of Ibn al-Qalanisi. Disunting dan diterjemahkan oleh H. A. R. Gibb. London, 1932.
  • William dari Tirus. A History of Deeds Done Beyond the Sea. Disunting dan diterjemahkan oleh E. A. Babcock and A. C. Krey. Columbia University Press, 1943.
  • O City of Byzantium, Annals of Niketas Choniatēs, diterj. Harry J. Magoulias. Wayne State University Press, 1984.
  • John Cinnamus, Deeds of John and Manuel Comnenus, trans. Charles M. Brand. Columbia University Press, 1976.

Sekunder

  • Gervers, Michael, ed. The Second Crusade and the Cistercians. St. Martin's Press, 1992.
  • Phillips, Jonathan, and Martin Hoch, eds. The Second Crusade: Scope and Consequences. Manchester University Press, 2001.
  • Phillips, Jonathan (2007). The Second Crusade: Extending the Frontiers of Christendom. Yale University Press. 
  • Setton, Kenneth, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 (tersedia daring).
  • Villegas-Aristizábal, Lucas, "Anglo-Norman involvement in the conquest of Tortosa and Settlement of Tortosa, 1148–1180", Crusades, 8, Aldeshot, 2009, pp. 65–129.

Pranala luar


edunitas.com


Page 8

Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah perang salib kedua yang dilancarkan dari Eropa. Perang ini meletus yang belakang sekali suatu peristiwa jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah negara tentara salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–1099), dan juga negara yang pertama kali jatuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut melakukan usaha menyeberangi Eropa secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Romawi Timur, Manuel I Comnenus. Setelah melewati Bizantium dan memasuki Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dikalahkan oleh tentara Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil sampai Yerusalem dan melancarkan agresi yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib di Timur sampai kemenangan. Kegagalan ini memicu jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada belakang seratus tahun ke-12.

Tentara salib yang mampu menggapai kemenangan adalah gabungan tentara salib Flandria, Frisia, Normandia, Inggris, Skotlandia, dan Jerman. Mereka berlayar menuju Tanah Suci. Di tengah perjalanan, tentara tersebut selesai dan menolong bangsa Portugis menguasai Lisboa tahun 1147. Sementara itu, Perang Salib Utara dikobarkan sebagai upaya untuk mengubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beriman Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.

Latar balik

Setelah meletusnya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, telah tersedia tiga negara tentara salib yang didirikan di timur, yaitu Kerajaan Yerusalem, Kepangeranan Antiokhia, dan County Edessa. County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah serta hanya benar sedikit warga. Maka dari itu, kawasan ini sering diserang oleh negara-negara Muslim seperti Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap yang belakang sekali suatu peristiwa kekalahan mereka dalam Pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah Pertempuran Azaz pada tahun 1125, Joscelin tewas dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin II, terpaksa bersekutu dengan kekaisaran Romawi Timur, namun, pada tahun 1143, Kaisar Romawi Timur, John II Comnenus dan Raja Yerusalem Fulk dari Anjou, berpulang. Joscelin juga bertengkar dengan Count Tripoli dan Pangeran Antiokhia, sehingga Edessa tidak benar sekutu yang kuat.

Sementara itu, Zengi, seorang Atabeg dari Mosul, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Aleppo merupakan kunci kekuatan di Suriah. Berpegang pada kebenaran Zengi maupun raja Baldwin II mengalihkan perhatian mereka ke arah Damaskus. Sayangnya, Baldwin dapat ditaklukan di luar kota tersebut pada tahun 1129. Damaskus yang ditinggali oleh Dinasti Burid, berikutnya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140.[3]

Pada belakang tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa dengan nyaris seluruh pasukannya untuk menolong Ortoqid melawan Aleppo. Zengi, yang akan mengambil kesempatan atas kematian Fulk tahun 1143, dengan cepat melakukan usaha ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhir-akhirnya jatuh ke tangannya setelah sebulan pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim dari Yerusalem untuk menolong, tapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa wilayah Edessa dari Turbessel, tapi sedikit demi sedikit sisa kawasan tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium. Zengi sendiri dipuji sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang berjaya". Beliau tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia. Peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan beliau sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada Damaskus, namun beliau dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan dialihkan oleh anaknya, Nuruddin.[4] Joscelin berupaya untuk menguasai kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.

Reaksi dari Barat

Berita jatuhnya Edessa dikabarkan oleh para peziarah pada awal tahun 1145, lalu yang belakang sekali oleh duta agung dari Antiokhia, Yerusalem dan Armenia. Uskup Hugh dari Jabala melaporkan berita ini kepada Paus Eugenius III, yang mengeluarkan bula kepausan quantum praedecessores pada tanggal 1 Desember 1145 yang memerintahkan dilakukannya Perang Salib Kedua. Hugh juga memberitahu Paus bahwa seorang raja Kristen timur diharapkan akan memberi pertolongan kepada negara-negara tentara salib.

Perang salib yang baru diharapkan akan semakin teratur daripada Perang Salib Pertama. Apalagi, tentara salib akan dipimpin oleh raja-raja terkuat dari Eropa. Sayangnya, paus hanya mendapat sedikit tanggapan. Louis VII dari Perancis telah memikirkan ekspedisi baru tanpa campur tangan Paus. Beliau telah mengumumkan hal itu pada istanannya di Bourges tahun 1145. Saat ini masih diperdebatkan, apakah Louis merencanakan perang salibnya sendiri, atau beliau akan memenuhi akadnya kepada saudaranya, Phillip, bahwa beliau akan pergi ke Tanah Suci. Mungkin Louis menghendaki pilihan tidak terikatnya setelah mendengar tentang quantum praedecessores. Sayangnya, Kepala Biara Suger dan bangsawan lainnya tidak senang dengan rencana Louis, karena beliau akan pergi dari kerajaan selama beberapa tahun. Louis berkonsultasi dengan Bernardus dari Clairvaux, yang menyuruhnya menemui Eugenius. Kini Louis pasti telah mendengar tentang bula kepausan, dan Eugenius dengan penuh semangat mendukung perang salib Louis. Bula kepausan dikeluarkan kembali pada tanggal 1 Maret 1146, dan Paus Eugenius memberikan kekuasaan kepada Bernardus untuk berkhotbah di Perancis.[5]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Santo Bernardus dari Clairvaux.

Paus memerintahkan Bernardus untuk mengkhotbahkan Perang Salib Kedua dan memberikan indulgensi sebagaimana yang diberikan oleh Paus Urbanus II untuk Perang Salib Pertama.[5] Parlemen dihimpunkan di Vézelay, Burgundia tahun 1146, dan Bernardus berkhotbah dihadapan dewan pada 31 Maret. Louis VII dari Perancis, istri Louis Aliénor dari Aquitania, pangeran dan pemimpin-pemimpin benar dan bersujud dibawah kaki Bernardus untuk menerima salib peziarah. Conrad III dari Jerman dan keponakannya Frederick Barbarossa, menerima salib dari tangan Bernardus.[6] Paus Eugenius sendiri datang ke Perancis untuk menyemangati. Bernardus yang belakang sekali pergi ke Jerman.

Walaupun semangatnya meluap-luap, namun pada dasarnya Bernardus bukanlah seorang fanatik maupun penganiaya. Seperti pada Perang Salib Pertama, khotbahnya dengan tidak sengaja menyebabkan agresi terhadap orang Yahudi. Pendeta fanatik Perancis yang bernama Rudolf telah menyebabkan pembantaian Yahudi di Rhineland, Cologne, Mainz, Worms, dan Speyer. Rudolf menyatakan Yahudi tidak menolong secara finansial untuk menyelamatkan Tanah Suci. Bernardus menentang agresi tersebut dan berkelana dari Flandria ke Jerman untuk menempatkan masalah dan menenangkan massa. Bernardus lalu berjumpa Rudolf di Mainz dan berhasil membuatnya diam, lalu mengembalikannya ke biara.[7]

Perang salib Wend

Ketika Perang Salib Kedua diserukan, banyak orang Jerman Selatan yang menjadi sukarelawan perang. Orang-orang Sachsen di Jerman Utara merasa enggan. Pada pertemuan Reichstag di Frankfurt tanggal 13 Maret 1147, mereka memberitahu Santo Bernardus bahwa mereka semakin mau bertempur melawan bangsa Slavia. Paus Eugenius menerima rencana Sachsen dan mengeluarkan bula kepausan divina dispensatione pada 13 April. Bula Kepausan ini menyatakan bahwa tidak telah tersedia perbedaan nilai spiritual yang didapat dalam masing-masing perang salib. Orang yang menjadi sukarelawan melawan bangsa Slavia adalah bangsa Denmark, Sachsen, dan Polandia,[8] dan juga terdapat bangsa Bohemia.[9] Wakil Paus, Anselm dari Havelberg, diberi wewenang untuk memegang kekuasaan secara keseluruhan. Kampanye militer itu sendiri dipimpin oleh keluarga-keluarga Sachsen seperti Ascania, Wettin, dan Schauenburg.[10]

Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada Juni 1147, sehingga tentara salib mulai melakukan usaha pada belakang musim panas tahun 1147. Setelah mengusir Obotrit dari wilayah Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara salib menganjurkan untuk menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, dan berwawancara, "apakah itu bukan tanah kita sehingga kita akan menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita akan bertempur melawan mereka?"[11] Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisun Dobin. Setelah pengepungan Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah sampai kota Kristen Stettin, lalu tentara salib dicerai-beraikan setelah berjumpa dengan Uskup Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania.

Menurut Bernardus dari Clairvaux, tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan."[12] Sayangnya, tentara salib gagal mengganti agama orang-orang Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen dicerai-beraikan. Albert dari Pomerania menjelaskan, "jika mereka mau agar Kekristenan mengakar kuat ... .. yang harus mereka lakukan adalah menyebarkannya menempuh pengajaran, bukan menggunakan senjata."[13]

Pada belakang perang salib, Mecklenburg dan Pomerania merasakan penjarahan dan depopulasi yang belakang sekali suatu peristiwa maraknya pertumpahan darah, terutama diakibatkan oleh keganasan tentara Henry si Singa.[14] Akibatnya, warga Slavia kehilangan banyak aktivitas produksi, sehingga membatasi perlawanan mereka di masa depan.[15]

Reconquista dan jatuhnya Lisboa

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Alfonso I dari Portugis

Pada musim semi tahun 1147, Paus mengatur perluasan perang salib ke semenanjung Iberia. Beliau memerintahkan Alfonso VII dari León untuk menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan Perang Salib Kedua.[6] Pada Mei 1147, kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca buruk memaksa kapal mereka selesai di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk untuk berjumpa dengan Afonso I dari Portugal.[16]

Tentara salib setuju untuk menolong Afonso menyerang Lisboa. Pengepungan Lisboa berlanjut dari 1 Juli sampai 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tapi beberapa dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.[16] Beberapa di sela mereka, yang telah berangkat semakin awal, menolong menguasai Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga menolong menguasai Sintra, Almada, Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan. Berikutnya mereka mulai menghasilkan keturunan.

Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang nyaris sama, Alfonso VII of León, Ramon Berenguer IV, dan lainnya, memimpin tentara salib Catalunya dan Perancis melawan kota pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari tingkatan laut Genova-Pisa, kota ini berhasil direbut pada Oktober 1147.[17] Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, beliau menguasai Tortosa setelah pengepungan selama lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova.[17] Satu tahun yang belakang sekali, Fraga, Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya.[18]

Perang Salib di Timur

Joscelin mencoba menguasai kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tapi Nuruddin menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis berjumpa di Étampes untuk mendiskusikan rute mereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka menempuh Kekaisaran Romawi Timur tersebut, yang benar sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama. Meskipun demikian, akhir-akhirnya mereka memutuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi semakin lanjut. Di Perancis, Kepala Biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan semakin lanjut dikumandangkan oleh Adam dari Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih sebagai raja dibawah kaki tangan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana pergi ke Tanah Suci pada hari Paskah, tapi mereka tidak berangkat sampai bulan Mei.[19]

Rute Jerman

Tentara salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh Conrad, Geza II dari Hongaria, akhir-akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan Jerman tiba di wilayah Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan Romawi Timur ditugasi untuk memastikan agar tidak terjadi masalah apapun. Pertempuran-pertempuran kecil dengan beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut meletus di tidak jauh Philippopolis dan di Adrianopel, tempat jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan menjadi kaisar, Frederick. Semakin buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel. Hubungan dengan Manuel kurang berpegang pada kebenaran dan orang Jerman diminta untuk menyeberang ke Asia Kecil secepat mungkin. Manuel mau Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di balik untuk menolongnya bertahan melawan agresi Roger II, yang telah mengambil kesempatan untuk untuk menguasai kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun beliau adalah musuh dari Roger.[20]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Kaisar Frederick I, adipati Swabia selama Perang Salib Kedua

Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi. Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang nyaris dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober 1147 dalam Pertempuran Dorylaeum Kedua.[21]

Turki Seljuk menggunakan taktiknya. Mereka berpura-pura mundur, lalu menyerang kavaleri kecil Jerman yang terpisah dari pasukan utama karena mengejar mereka. Conrad mulai mundur pelan-pelan ke Konstantinopel, dan pasukannya diganggu setiap hari oleh Turki Seljuk, yang menyerang dan menaklukan penjaga depan. Bahkan Conrad terluka saat bertempur dengan mereka. Divisi yang lain, dipimpin oleh Otto dari Freising, maju ke selatan pantai Mediterania dan dapat ditaklukan pada awal tahun 1148.[22]

Rute Perancis

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Lukisan Dinding Kaisar Manuel I

Tentara salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis, Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine, Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa, memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya.[23]

Semenjak negosiasi awal di sela Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini dilakukan sehingga Manuel dapat memusatkan perhatiannya pada pertahanan kekaisarannya dari tentara salib, yang benar reputasi buruk yang belakang sekali suatu peristiwa pencurian dan pengkhianatan semenjak Perang Salib Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan pasukan Perancis semakin berpegang pada kebenaran daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel, tapi mereka dapat dikelola oleh Louis.[24]

Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyeberang dari Brindisi menuju Durres, seluruh pasukan mereka menyeberangi Bosporus menuju Asia Kecil menempuh kapal. Mereka disemangati oleh rumor bahwa Jerman telah menguasai Iconium, tapi Manuel menolak memberi Louis bantuan tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan Manuel dibutuhkan di Balkan. Berpegang pada kebenaran Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang diproduksi oleh kakek dari Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk menyerahkan wilayah manapun yang direbutnya kepada Romawi Timur.[25]

Pasukan Perancis berjumpa sisa pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan tiba di Efesus pada bulan Desember. Di situ, mereka menyadari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan agresi terhadap mereka. Sementara itu, Manuel mengirim utusan yang menyatakan keluhan mengenai penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak telah tersedia jaminan bahwa Bizantium akan menolong mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke Konstantinopel. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai agresi Seljuk dan lalu melakukan usaha keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam pertempuran kecil diluar Efesus, pasukan Perancis berhasil memenangkan pertempuran.[26]

Mereka sampai Laodicea pada Januari 1148, nyaris pada waktu yang sama ketika Otto dari Freising dihancurkan di tempat yang sama.[27] Perjalanan pun tetap dilanjutkan. Barisan depan dibawah pimpinan Amadeus dari Savoy terpisah dari pasukan di Gunung Cadmus, sementara pasukan Louis merasakan kekalahan. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang semakin lanjut dan pasukan Perancis melakukan usaha menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga dibakar agar pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi mau menempuh jalur darat, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlayar ke Antiokhia.[21] Setelah terlambat selama 1 bulan karena badai, nyaris semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hancur, berpegang pada kebenaran karena agresi Turki maupun karena sakit.[28]

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Raymond dari Poitiers menyambut Louis VII di Antiokhia.

Louis tiba di Antiokhia pada tanggal 19 Maret, setelah terlambat yang belakang sekali suatu peristiwa badai. Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan. Louis disambut oleh paman Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan beliau menolongnya bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tapi Louis menolak. Beliau semakin memilih untuk menempatkan peziarahannya di Yerusalem daripada memusatkan perhatian pada aspek militer perang salib.[29] Raymond mau agar Aliénor, istri Louis, tetap berada di balik dan menceraikan Louis bila beliau menolak menolongnya. Louis segera meninggalkan Antiokhia menuju County Tripoli, meninggalkan Aliénor. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[30] Fulk, Patriark Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang selesai di Lisboa tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli, keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah Edessa, tapi target yang semakin diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah Damaskus.[29]

Konsili Akko

Bangsawan Yerusalem menyambut datangnya pasukan dari Eropa, dan diumumkan bahwa konsili harus dihimpunkan untuk menentukan target terbaik tentara salib. Pertemuan berlanjut pada tanggal 24 Juni 1148. Dewan Haute Cour berjumpa dengan tentara salib dari Eropa di Palmarea, tidak jauh kota Akko (kota utama di Kerajaan Yerusalem). Berpegang pada kebenaran Louis maupun Conrad dibujuk untuk menyerang Damaskus.[31]

Beberapa bangsawan (baron) Yerusalem menyatakan bahwa menyerang Damaskus adalah tindakan yang tidak bijak, karena Dinasti Burid di Damaskus, meskipun Muslim, adalah sekutu mereka melawan dinasti Zengid. Conrad, Louis, dan Baldwin bersikeras bahwa Damaskus adalah kota suci untuk Kekristenan. Seperti Yerusalem dan Antiokhia, Damaskus akan menjadi hadiah yang berpegang pada kebenaran dianggarkan di mata Kristen Eropa. Pada bulan Juli, pasukan mereka dikumpulkan di Tiberias dan melakukan usaha menuju Damaskus. Mereka berjumlah 50.000 tentara.[32]

Pengepungan Damaskus

Tentara salib memilih untuk menyerang Damaskus dari barat, tempat berdirinya kebun buah yang akan memberi mereka makanan.[31] Mereka tiba pada tanggal 23 Juli. Pasukan Muslim sudah siap untuk agresi tersebut dan langsung menyerang pasukan yang melakukan usaha menempuh perkebunan diluar Damaskus. Damaskus meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin Zengi dari Mosul. Damaskus lalu menyerang perkemahan tentara salib. Tentara salib dapat dipukul mundur dari tembok ke perkebunan. Di sana mereka rentan terhadap agresi gerilya.[29]

Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk melakukan usaha ke anggota timur, yang semakin sedikit pertahanannya, tapi sekitar lagi persediaan makanan dan airnya.[31] Nuruddin dan Saifuddin telah tiba. Dengan keadaan Nuruddin di lapangan, sangatlah tidak mungkin untuk tentara salib untuk kembali ke posisi mereka yang semakin berpegang pada kebenaran.[29] Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan pengepungan, dan ketiga raja tidak benar pilihan selain meninggalkan kota.[31] Conrad, lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur, mereka diikuti oleh pemanah Turki yang terus menerus menyerang mereka.[33]

Yang belakang sekali suatu peristiwa

Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain.[31] Rencana baru diproduksi untuk menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak telah tersedia bantuan tiba, karena kurangnya kepercayaan yang belakang sekali suatu peristiwa kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini terus berkepanjangan, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon dihentikan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk memperkuat aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.

Bernardus dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernardus meminta maaf kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah yang belakang sekali suatu peristiwa dari ketidakberuntungan dan kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk menyerukan perang salib baru gagal, beliau mencoba memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua.[34] Bernardus berpulang pada tahun 1153.

Perang Salib Wend membuahkan hasil yang manis dan pahit. Sementara Sachsen menyatakan Wagria dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan tetap menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck. Sachsen menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan pembebasan beberapa tahanan Denmark, namun pemimpin-pemimpin Kristen saling mencurigai dan menuduh satu sama lain atas tuduhan mensabotase kampanye militer. Di Iberia, kampanye militer di Spanyol, dan juga pengepungan Lisboa, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan berhenti pada tahun 1492.[18]

Agresi terhadap Damaskus membawa malapetaka kepada Yerusalem: Damaskus tidak lagi percaya kepada negara-negara tentara salib, dan kota itu diberikan kepada Nuruddin tahun 1154. Baldwin III menguasai Ascalon pada tahun 1153, yang menyeret Mesir kedalam konflik ini. Yerusalem mampu memasuki Mesir dan menguasai Kairo pada tahun 1160.[35] Akan tapi, bantuan dari Eropa jarang datang setelah bencana yang diakibatkan oleh Perang Salib Kedua. Raja Amalric I dari Yerusalem bersekutu dengan Romawi Timur dan melancarkan invasi gabungan ke Mesir tahun 1169, tapi agresi ini gagal. Pada tahun 1171, Salahuddin Ayyubi, keponakan dari salah satu jenderal Nuruddin, menjadi Sultan Mesir. Beliau mempersatukan Mesir dan Suriah, lalu mengepung kerajaan tentara salib. Sementara itu, aliansi dengan Bizantium akhir-akhirnya setelah kematian Kaisar Manuel I pada tahun 1180, dan pada tahun 1187, Yerusalem diserang dan direbut oleh Salahuddin. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan menguasai semua ibukota negara-negara tentara salib, memicu meletusnya Perang Salib Ketiga.[36]

Catatan kaki

  1. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 94
  2. ^ J. Norwhich, Byzantium: The Decline and Fall, 95
  3. ^ Runciman 1952, hlm. 227–228
  4. ^ Durant (1950) hal.594.
  5. ^ a b Bunson (1998) hal.130.
  6. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48
  7. ^ Durant (1950) hal.391.
  8. ^ Davies, hal. 362
  9. ^ Herrmann, hal. 326
  10. ^ Herrmann, hal. 328
  11. ^ Christiansen, hal. 55
  12. ^ Christiansen, hal. 53
  13. ^ Christiansen, hal. 54
  14. ^ Barraclough, hal. 263
  15. ^ Herrmann, hal. 327
  16. ^ a b Runciman (1952) hal.258.
  17. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.48.
  18. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.126.
  19. ^ Runciman (1952) hal.257,259.
  20. ^ Runciman (1952) hal.259-267.
  21. ^ a b Riley-Smith (1991) hal.50
  22. ^ Runciman (1952) hal.267-270.
  23. ^ Runciman (1952) 259-263.
  24. ^ Runciman (1952) hal.268-269.
  25. ^ Runciman (1952) hal.269
  26. ^ Runciman (1952) hal.270-271.
  27. ^ Riley-Smith (1991) hal.51
  28. ^ Runciman (1952) hal.272-273.
  29. ^ a b c d Brundage (1962) hal.115-121.
  30. ^ Riley-Smith (1991) hal.49-50.
  31. ^ a b c d e Riley-Smith (1991) hal.50.
  32. ^ Runciman (1952) hal. 228-229.
  33. ^ Baldwin (1969) hal.510.
  34. ^ Runciman (1952) hal. 232-234 dan hal. 277.
  35. ^ Riley-Smith (1991) hal.56.
  36. ^ Riley-Smith (1991) hal.60.

Referensi

  • Baldwin, M. W. (1969). The first hundred years. Madison, WI: University of Wisconsin Press. 
  • Barraclough, Geoffrey (1984). The Origins of Modern Germany. New York: W. W. Norton & Company. hlm. 481. ISBN 0-393-30153-2. 
  • Brundage, James (1962). The Crusades: A Documentary History. Milwaukee, WI: Marquette University Press. 
  • Christiansen, Eric (1997). The Northern Crusades. London: Penguin Books. hlm. 287. ISBN 0-14-026653-4. 
  • Davies, Norman (1996). Europe: A History. Oxford: Oxford University Press. hlm. 1365. ISBN 0-06-097468-0. 
  • Herrmann, Joachim (1970). Die Slawen in Deutschland. Berlin: Akademie-Verlag GmbH. hlm. 530. 
  • Norwich, John Julius (1995). Byzantium: the Decline and Fall. Viking. ISBN 9780670823772. 
  • Riley-Smith, Jonathan (1991). Atlas of the Crusades. New York: Facts on File. 
  • Riley-Smith, Jonathan (2005). The Crusades: A Short History (ed. Second). New Haven, CT: Yale University Press. ISBN 0-300-10128-7. 
  • Runciman, Steven (1952; repr. Folio Society, 1994). A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100–1187. Cambridge University Press. 
  • Tyerman, Christopher (2006). God's War: A New History of the Crusades. Cambridge: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-02387-0. 
  • William of Tyre; Babcock, E. A.; Krey, A. C. (1943). A History of Deeds Done Beyond the Sea. Columbia University Press. OCLC 310995. 

Bacaan lanjut

Primer

  • Anonim. De expugniatione Lyxbonensi. The Conquest of Lisbon. Disunting dan diterjemahkan oleh Charles Wendell David. Columbia University Press, 1936.
  • Odo dari Deuil. De profectione Ludovici VII in orientem. Disunting dan diterjemahkan oleh Virginia Gingerick Berry. Columbia University Press, 1948.
  • Otto dari Freising. Gesta Friderici I Imperatoris. The Deeds of Frederick Barbarossa. Disunting dan diterjemahkan olehCharles Christopher Mierow. Columbia University Press, 1953.
  • The Damascus Chronicle of the Crusaders, extracted and translated from the Chronicle of Ibn al-Qalanisi. Disunting dan diterjemahkan oleh H. A. R. Gibb. London, 1932.
  • William dari Tirus. A History of Deeds Done Beyond the Sea. Disunting dan diterjemahkan oleh E. A. Babcock and A. C. Krey. Columbia University Press, 1943.
  • O City of Byzantium, Annals of Niketas Choniatēs, diterj. Harry J. Magoulias. Wayne State University Press, 1984.
  • John Cinnamus, Deeds of John and Manuel Comnenus, trans. Charles M. Brand. Columbia University Press, 1976.

Sekunder

  • Gervers, Michael, ed. The Second Crusade and the Cistercians. St. Martin's Press, 1992.
  • Phillips, Jonathan, and Martin Hoch, eds. The Second Crusade: Scope and Consequences. Manchester University Press, 2001.
  • Phillips, Jonathan (2007). The Second Crusade: Extending the Frontiers of Christendom. Yale University Press. 
  • Setton, Kenneth, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 (tersedia daring).
  • Villegas-Aristizábal, Lucas, "Anglo-Norman involvement in the conquest of Tortosa and Settlement of Tortosa, 1148–1180", Crusades, 8, Aldeshot, 2009, pp. 65–129.

Pranala luar


edunitas.com


Page 9

Kawasan Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu sebuah wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar inti

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Pustaka
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Dia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, semenjak masa seratus tahun ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau untuk Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah sebuah Kawasan Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau kebanyakan berucap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi sebagai berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Pustaka

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini memuat teks berbahasa Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin hendak melihat tanda tanya, tanda kotak, atau watak lain selain dari watak yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 10

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu sebuah wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar inti

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Pustaka
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Dia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, semenjak masa seratus tahun ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau untuk Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah sebuah Daerah Administratif Khusus Cina.

Penduduk Makau kebanyakan berucap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi dijadikan 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi dijadikan beberapa subdivisi sebagai berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Pustaka

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini berisi teks berbahasa Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin hendak melihat tanda tanya, tanda kotak, atau watak lain selain dari watak yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 11

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu sebuah wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar inti

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Pustaka
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Dia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, semenjak masa seratus tahun ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau untuk Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah sebuah Daerah Administratif Khusus Cina.

Penduduk Makau kebanyakan berucap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi dijadikan 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi dijadikan beberapa subdivisi sebagai berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Pustaka

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini berisi teks berbahasa Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin hendak melihat tanda tanya, tanda kotak, atau watak lain selain dari watak yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 12

Kawasan Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu sebuah wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar inti

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Pustaka
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Dia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, semenjak masa seratus tahun ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau untuk Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah sebuah Kawasan Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau kebanyakan berucap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi sebagai berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Pustaka

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini memuat teks berbahasa Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin hendak melihat tanda tanya, tanda kotak, atau watak lain selain dari watak yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 13

Tags (tagged): majuro, unkris, geografi lokasi samudra, pasifik koordinat, 7, 4 lu 1, 16, demografi, populasi, 25 4 per, 24 kepadatan, 2, 618 56 km, majuro terdapat, tanjung, bandara internasional kota, line height, 3em, seringkali termasuk ke, dalam polinesia, center, of studies perancis, 7 area, insuler, dari amerika serikat, 8 negara, bagian


Page 14

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar isi

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Rujukan
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 kilometer sebelah barat daya Hong Kong dan 145 kilometer dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Rujukan

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini memuat teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 15

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau adalah suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Referensi
  • 4 Pranala luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Ia adalah koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau kepada Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga digunakan.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Referensi

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Pranala luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini mempunyai isinya teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 16

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau adalah suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Referensi
  • 4 Pranala luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Ia adalah koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau kepada Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini adalah suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga digunakan.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Referensi

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Pranala luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini mempunyai isinya teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 17

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar isi

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Rujukan
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 kilometer sebelah barat daya Hong Kong dan 145 kilometer dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Rujukan

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini memuat teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 18

Tags (tagged): majuro, unkris, geografi lokasi, samudra, pasifik koordinat 7, 4 lu, 1, 16, demografi populasi, 25 4, per, 24 kepadatan 2, 618 56, km, majuro terdapat tanjung, bandara internasional, kota, line height 3em, seringkali termasuk, ke, dalam polinesia, pusat, ilmu pengetahuan, perancis, 7 area insuler, dari amerika, serikat, 8 negara bagian, majuro pusat, ilmu, pengetahuan


Page 19

Tags (tagged): majuro, unkris, 4 jiwa, 24, kota terdiri dari, 64 pulau, atol, oseania ibu, kota negara, tidak, berdaulat ditulis secara, 3em seringkali, termasuk, ke dalam polinesia, 2, australia, 5, bekerjasama selandia baru, 6 jajahan, pusat, ilmu pengetahuan 9, teritori chili, 10, teritori luar negeri, britania raya, pusat ilmu pengetahuan


Page 20

Tags (tagged): majuro, unkris, 4 jiwa, 24, kota terdiri dari, 64 pulau, atol, oseania ibu, kota negara, tidak, berdaulat ditulis secara, 3em seringkali, termasuk, ke dalam polinesia, 2, australia, 5, bekerjasama selandia baru, 6 jajahan, center, of studies 9, teritori chili, 10, teritori luar negeri, britania raya, center of studies


Page 21

Tags (tagged): majuro, unkris, geografi lokasi, samudra, pasifik koordinat 7, 4 lu, 1, 16, demografi populasi, 25 4, per, 24 kepadatan 2, 618 56, km, majuro terdapat tanjung, bandara internasional, kota, line height 3em, seringkali termasuk, ke, dalam polinesia, center, of studies, perancis, 7 area insuler, dari amerika, serikat, 8 negara bagian, majuro center, of, studies


Page 22

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Referensi
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga digunakan.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Referensi

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini berisi teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 23

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Rujukan
  • 4 Pranala luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 kilometer sebelah barat daya Hong Kong dan 145 kilometer dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Rujukan

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Pranala luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini mempunyai isinya teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 24

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Rujukan
  • 4 Pranala luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 kilometer sebelah barat daya Hong Kong dan 145 kilometer dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga dipakai.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Rujukan

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Pranala luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini mempunyai isinya teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 25

Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina Makau atau disingkat Makau yaitu suatu wilayah kecil di pesisir selatan Cina.

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Klenteng A-Ma

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Reruntuhan Gereja St. Paul

Daftar konten

  • 1 Sejarah
  • 2 Geografi
  • 3 Referensi
  • 4 Tautan luar

Sejarah

Makau terletak pada 70 km sebelah barat daya Hong Kong dan 145 km dari Guangzhou. Ia yaitu koloni Eropa tertua di Cina, sejak zaman ke-16. Pemerintahan Portugal menyerahkan kedaulatan terhadap Makau bagi Republik Rakyat Cina (RRC) pada 1999, dan Makau kini yaitu suatu Daerah Administratif Khusus Cina.

Masyarakat Makau biasanya bercakap dalam Bahasa Kantonis; selain itu, Bahasa Mandarin, Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris juga digunakan.

Geografi

Makau terbagi menjadi 4 divisi yaitu:

  1. Metro Makau
  2. Pulau Taipa
  3. Pulau Cotai
  4. Pulau Coloane

Dalam keempat divisi menjadi beberapa subdivisi bagi berikut:

DivisiSubbagian
Metro MakauParoki Ibu Kami Fatima
Paroki Santo Anthony
Paroki Santo Lazarus
Paroki Santa Lawrence
Paroki Katedral
Pulau TaipaParoki Ibu Kami Karmo
Pulau CotaiParoki
Pulau ColoaneParoki Santo Fransiskus Xavier

Referensi

  1. ^ As reflected in the Chinese text of the Macau emblem, the text of the Macao Basic Law, and the Macao Government Website, the full name of the territory is the Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China. Although the convention of "Macao Special Administrative Region" and "Macau" can also be used.
  2. ^ (Inggris) The Macau Basic Law states that the official languages are "Chinese and Portuguese." It does not explicitly specify the standard for "Chinese". While Standard Mandarin and Simplified Chinese characters are used as the spoken and written standards in mainland China, Cantonese and Traditional Chinese characters are the long-established de facto standards in Macau.
  3. ^ "Population estimate of Macao (2nd Quarter/2010) ('000)". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  4. ^ "Global Results of Census 2001". Statistics and Census Service. Macao SAR Government. Diakses 24 October 2010. 
  5. ^ "Macao in Figures 2010" (dalam bahasa en). Statistics and Census Service, Macau SAR. 2010. Diakses 2010-07-01. 

Tautan luar

Siapakah yang pertama kali menyerukan Perang Salib?

Artikel ini berisi teks bicara Tionghoa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari karakter yang dimaksud.
Pemerintahan
edunitas.com


Page 26

Tags (tagged): majuro, unkris, geografi lokasi samudra, pasifik koordinat, 7, 4 lu 1, 16, demografi, populasi, 25 4 per, 24 kepadatan, 2, 618 56 km, majuro terdapat, tanjung, bandara internasional kota, line height, 3em, seringkali termasuk ke, dalam polinesia, pusat, ilmu pengetahuan perancis, 7 area, insuler, dari amerika serikat, 8 negara, bagian