Siapakah yang mencetuskan pertama kali Mabadi Khaira ummah?

Siapakah yang mencetuskan pertama kali Mabadi Khaira ummah?

Konsep Mabadi Khaira Ummah (MKU) adalah konsep yang banyak didengungkan di kalangan praktisi Nahdlatul Ulama. Walaupun konsep Mabadi Khaira Ummah ini lahir dari rahim NU, namun konsep-konsepnya merujuk dari Al-Qur'an sehingga memahami konsep Mabadi Khaira Ummah menjadi sebangunan penting untuk golongan umat Islam sendiri atau untuk golongan umat Islam saat bersosial dengan bermacam agama, keyakinan, paham, dan kepercayaan.

Tak keliru untuk kelompok dunia pendidikan Islam sendiri, konsep Mabadi Khaira Ummah ini sangat atraktif dan penting untuk penyelenggaraan dan peningkatan dunia pendidikan Islam, baik pendidikan keagamaan Islam yang formal, non-formal, atau informal. Konsep MKU bisa dimengerti sebagai sisi dari masalah dan ulasan keilmuan (science) dan study Islam (Islamic studies) yang memiliki dasar pengetahuan, akar riwayat, dan tujuan yang pasti serta bisa dipertanggung jawabkan. Dengan memahami konsep Mabadi Khaira Ummah ini diinginkan pembangunan dan peningkatan insan kamil (individu paripurna) dan khaira ummah (masyarakat berperadaban) kian terang arah dan maksudnya.

Pengertian Mabadi Khaira Ummah

Sebelum mengulas mengenai mabadi khaira ummah (MKU), di sini perlu dipertegas dulu pengertian dari khaira ummah. Frasa khaira ummah berawal dari Q.S. Ali Imran ayat 110:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Artinya: "Kamu (umat Islam) ialah umat terbaik (khaira ummah) yang dilahirkan untuk manusia, (sebab kamu) memerintah (melakukan perbuatan) yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahlul Kitab beriman, pastilah itu lebih bagus untuk mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi umumnya mereka ialah orang-orang fasik".

Menurut Ibnu Abbas, pengertian khaira ummah adalah mereka (orang Islam) yang pindah dari Makkah ke Madinah dan mereka yang ikut perang Badar dan ikut rombongan Nabi ke Hudaibiyah.

Khaira ummah yaitu umat Islam yang pada masa pertama - masa Nabi Muhammad SAW, berdasar pada Hadits: "Sebagus-bagusnya ummatku ialah masa di mana aku diutus kepada mereka, selanjutnya orang-orang sesudahnya dan ialah orang-orang selanjutnya". (H.R. Ahmad).

Ada juga beberapa Ulama yang berpendapat bahwa khaira ummah adalah umat Islam pada tiap masa sejauh mereka beriman dan sanggup melakukan amar ma'ruf nahi munkar, seperti yang dipraktikkan oleh umat Islam generasi pertama, dengan berdasar pada perkataan Sayyidina Umar r.a: "Siapa yang melakukan perbuatan seperti kamu, karena itu dia ialah seperti kamu".

Berdasar pada keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan kalau predikat khaira ummah bisa terjadi pada tiap periode / masa karena konsep dari terciptanya umat terbaik merupakan terciptanya masyarakat beriman yang mampu menegakkan kebenaran dan melawan kebatilan. Saat Islam dipandang gharib (asing), syari'at dan tuntunan Islam tak lagi digerakkan oleh para pemeluknya, dan sikap warga yang tak lagi menggambarkan nilai-nilai Islami, karena itu untuk tiap pribadi dan warga yang sanggup menjaga keimanan dan berani melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar memiliki hak dan pantas menerima predikat sebagai khaira ummah.

Secara bahasa Mabadi Khaira Ummah terdiri atas tiga kalimah dalam Bahasa Arab, yaitu:

  • Pertama "Mabadi", yang berarti asas, dasar, atau konsep.
  • Kedua "Khaira" yang bermakna terbaik atau ideal.
  • Ketiga "Ummah" yang berarti warga, bangsa atau rakyat.

Sedangkan secara epistemologi, Mabadi Khaira Ummah adalah prinsip-prinsip pokok yang dipakai untuk mengusahakan terciptanya tatanan kehidupan ummah yang ideal atau terbaik, yakni ummah yang sanggup mengerjakan tugas amar ma'ruf nahi munkar. Dengan kata lain, Mabadi Khaira Ummah adalah prinsip yang sesuai kenyataan dengan bersendikan amar ma'ruf nahi munkar. Amar ma'ruf itu sendiri merupakan ajakan untuk melakukan perbuatan baik yang telah diketahui kebaikannya oleh umum, dan nahi munkar berarti mencegah perbuatan yang telah diketahui keburukannya oleh banyak orang.

Berdasar rincian di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa yang diartikan dengan Mabadi Khaira Ummah adalah pergerakan fundamental mengenai pembentukan identitas dan watak baik untuk warga bangsa secara individu ataupun kelompok lewat penanaman nilai-nilai luhur yang dikeduk dari paham keagamaan Islam dengan bersendikan prinsip amar ma'ruf nahi munkar.

Sejarah Lahirnya Mabadi Khaira Ummah

Sejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah didorong oleh kesadaran di kalangan para pimpinan NU bahwa untuk merealisasikan harapan dan tujuan NU mesti ada support dari umat yang mempunyai karakter terpuji, mental pejuang yang membara, serta sanggup melaksanakan amanah agama ataupun organisasi.

Buah pikiran untuk membentuk kepribadian masyarakat NU lewat Mabadi Khaira Ummah tersebut ada di saat Muktamar PBNU ke-13 yang mengamanatkan supaya Nahdlatul Ulama merintis pemberdayaan ekonomi umat. Oleh karena itu, membutuhkan terdapatnya pembimbingan umat terlebih dahulu sebagai pangkal dari upaya pembentukan Khaira Ummah.

Pada segi lainnya, pergerakan memasyarakatkan Mabadi Khaira Ummah, dilaksanakan bersamaan dengan gerakan sosialisasi Nahdlatul Ulama ke luar pesantren, sehingga usaha pembimbingan dan penggalangan itu bukan hanya memiliki imbas ke dalam namun juga memiliki imbas ke luar, yakni suatu umat yang bisa dijadikan teladan.

Usaha penanaman Mabadi Khaira Ummah dilaksanakan dengan memberi keterangan secara kontinu lewat bermacam tempat dan peluang, terutamanya saat malam tatap muka Lailatul Ijtima', yang diselenggarakan di setiap ranting. Dan lewat perintah atau arahan yang dilaksanakan oleh NU.

Hasil yang bisa diambil dari usaha itu benar-benar membanggakan, walau secara kuantitas masyarakat NU tak sebanyak sekarang ini. Hal ini bisa disaksikan dari bermacam hal di antaranya :

  1. Semangat berorganisasi kian tumbuh dan berkembang.
  2. Aktivitas organisasi pada bermacam bidang semakin meriah.
  3. Kesetiaan masyarakat bertambah kuat dan para kyai pimpinan NU kian kompak, dan sebagainya.

Apabila ada perbedaan pendapat di antara mereka, maka itu hanyalah sebatas perkara yang didasarkan atas ketidaksamaan pendirian bukan ketidaksamaan kepentingan. Semuanya membawa akibat yang baik sekali untuk pembimbingan intern ataupun dalam usaha pengembangan NU secara external.

Cara pembimbingan umat yang baik sekali ini, tertahan sebab pecahnya Perang Dunia Ke-2 , dan sampai Nahdlatul Ulama menjadi parpol, pergerakan ini belum ada pertanda dibangkitkan kembali. Kehendak yang kuat untuk membangkitkan lagi pergerakan ini pernah terdengar di sekitar tahun 1970-an bersamaan dengan terdengarnya suara ajakan untuk kembali pada khittah NU, akan tetapi suara ini kembali tak terdengar lantaran hiruk pikuknya rutinitas politik praktis.

Baru sesudah NU bertekad bulat kembali pada khittah NU 1926 di tahun 1985, kemauan untuk melanjutkan kembali pergerakan Mabadi Khaira Ummah bertambah kuat, khususnya sesudah muktamar NU ke-28 yang mengamanatkan ke PBNU supaya mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi dengan lebih serius lagi.

Pada Munas Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992, pergerakan Mabadi Khaira Ummah kembali ditampilkan ke permukaan serta lebih ditingkatkan kembali.

Mabadi Khaira Ummah yang pada aslinya cuma terdiri dari tiga azas, yakni : as-shidqu (kejujuran), al-amanah / al-wafa bil-ahdi (setia dan bisa di percaya), dan at-ta'awun (saling menolong) seperti yang dirumuskan oleh K.H. Mahfudz Shiddiq (Ketua NU di tahun 1935). Selanjutnya dalam Munas di Lampung tahun 1992. Tiga azas itu kemudian ditambah lagi dua butir yaitu al-‘adalah (adil) dan al-istiqamah (konsisten), sehingga menjadi lima butir yang disebut pula sebagai Mabadi'ul Khamsah.

Dasar pertimbangan terdapatnya tambahan itu ialah ketidaksamaan tantangan keadaan yang tidak sama di antara tahun 1935 dan tahun-tahun ke depan. Di samping itu terdapatnya ketidaksamaan target yang ingin diraih. Target pada saat itu cuma pembentukan jati diri dan karakter masyarakat, sedang saat ini diinginkan sebagai modal basic untuk pembentukan tata kehidupan anyar yang lebih bagus lagi.

Dari latar belakang di atas, karenanya beberapa ulama menyaksikan pentingnya pembentukan pada karakter, sikap atau tabiat umat dengan ciri-ciri khusus yang membuat masyarakat NU gampang dikenal. Pembentukan karakter, sikap, dan tabiat yang khusus ini sangat perlu untuk membedakan mana masyarakat NU dan yang mana tidak.

Pada segi lain, mengingat keadaan Indonesia waktu itu belum merdeka dan tiap masyarakat diinginkan ikut berjuang dan keterlibatannya untuk turut membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan, karena itu pembentukan karakter yang spesifik Islam Ahlussunnah wal-Jama'ah lebih dipandang penting.

Karena itu, beberapa ulama dan beberapa tokoh teladan NU, berupaya untuk merumuskan karakter-karakter dasar itu. Perumusan ini diinginkan bisa dilakukan oleh masyarakat NU di kehidupan setiap hari, sehingga sikap ini menjadi keunikan masyarakat NU. Perumusan prinsip mengenai karakter dasar ini selanjutnya diulas oleh ulama NU, sehingga menciptakan prinsip yang disebut Mabadi Khaira Ummah.

Prinsip-prinsip Mabadi Khaira Ummah

Kongres Nahdlatul Ulama ke-13, tahun 1935, diantaranya memutuskan sebuah ringkasan, jika masalah pokok yang menghalangi kekuatan umat melakukan amar ma'ruf nahi munkar dan menegakkan agama ialah sebab kemiskinan dan kekurangan di sektor ekonomi. Karenanya kongres mengamanatkan PBNU untuk melangsungkan pergerakan penguatan ekonomi masyarakat.

Beberapa pimpinan NU saat itu mengaitkan kalau kekurangan ekonomi ini berawal dari kurang kuatnya sumber daya manusianya (SDM). Mereka lupa mencontoh sikap Rasulullah SAW sehingga kehilangan kekuatan psikis. Sesudah diselenggarakan pembahasan, diambil kesimpulan ada banyak prinsip tuntunan Islam yang penting ditancapkan ke masyarakat NU supaya bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang disebut Mabadi Khaira Ummah, atau langkah awal membentuk umat yang ideal. Di antara lima prinsip Mabadi Khaira Ummah yaitu:

As-Shidqu

Sebagai salah satunya karakter Rasulullah SAW as-shidqu berarti jujur, benar, transparansi, tidak berbohong, antara hati, kata, dan perbuatan sinkron. Tiap masyarakat Nahdliyin, mula-mula dituntut jujur kepada diri sendiri, selanjutnya terhadap seseorang. Dalam mu'amalah dan bertransaksi harus memegangi karakter as-shidqu ini sehingga musuh dan teman kerjanya tidak risau tertipu. Itulah yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW waktu menjalankan usaha Sayyidatina Khadijah. Dari sikap itu beliau mendapatkan sukses besar. Walau sebenarnya itu memang menjadi sikap Rasulullah SAW sepanjang hayatnya.

Masyarakat NU sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW mesti mengikuti tapak jejaknya. Jika melupakan dan meninggalkannya, tentu akan merugi dan menanggung derita atas ketidakberhasilan. Prinsip as-shidqu itu terbukti menjadi sisi penting dari kunci keberhasilan untuk aktivitas ekonomi kekinian sekarang ini.

Al-Amanah wal-Wafa' bil-Ahdi

Al-amanah wal-wafa' bil-ahdi berarti bisa dipercaya dan bertanggung jawab serta memenuhi janji. Amanah merupakan salah satu karakter Rasulullah SAW. Sebagai poin utama untuk kehidupan seseorang dalam hubungan memenuhi tuntutan hidup. Saat sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW mendapatkan gelar al-Amin dari penduduk lantaran diakui menjadi orang yang bisa diserahi tanggung jawab. Satu di antara persyaratan masyarakat NU supaya sukses di kehidupan harus dapat dipercaya dan memenuhi janji serta disiplin memenuhi acara.

Apabila orang senang khianat dan ingkar janji, tentu tidak dipercaya oleh teman kerja dan rekan. Konsumen setia akan memutuskan jalinan, dan teman kerja akan menjauh. Al-amanah wal-wafa' bil-ahdi merupakan prinsip penting untuk kesuksesan ekonomi. Itulah sikap sang profesional kekinian yang sukses pada era sekarang.

Al-‘Adalah

Al-adalah memiliki artian bersikap adil, seimbang, objektif, dan memprioritaskan kebenaran. Tiap masyarakat Nahdliyin harus memegangi kebenaran objektif dalam pergaulan untuk meningkatkan mutu kehidupan. Orang yang berlaku adil walau terhadap diri sendiri akan dipandang seseorang sebagai tempat berlindung dan tidak menjadi ancaman. Masyarakat Nahdliyin yang dapat menjadi pengayom untuk warganya sekaligus mempermudah serta membuka jalan hidupnya.

Prinsip adil adalah ciri-ciri pokok pengikut Sunni-Nahdliyin dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila prinsip adil betul-betul sanggup menjadi sifat Nahdliyin, berarti bentuk dari konsep risalah kenabian rahmatan lil-alamin, yang bermakna tidak cuma faedah untuk diri sendiri atau kelompok, tetapi penyebar kasih saying bagi semua orang. Hal Ini penting untuk kesuksesan seseorang dalam melalui kehidupan.

At-Ta'awun

At-ta'awun memiliki arti saling menolong, atau sama-sama membantu antara satu dengan lainnya dalam kehidupan. Prinsip at-ta'awun ini sesuai dengan jatidiri manusia sebagai makhluk sosial, yang ia tidak dapat hidup tanpa kerja sama dengan makhluk lain: sesama manusia, dengan binatang, atau alam sekitar. Tiap masyarakat Nahdliyin harus mengetahui posisinya di tengah sesama makhluk, harus dapat menyesuaikan diri, siap membantu dan perlu bantuan.

Dalam agama Islam, saling menolong merupakan konsep bermuamalah. Karenanya dalam jual beli, misalkan kedua pihak harus memperoleh keuntungan, tidak boleh ada satu pihak yang dirugikan. Karena prinsipnya ta'awun : konsumen menghendaki barang, sedangkan penjual menghendaki uang. Apabila tiap wujud mu'amalah mengetahui prinsip at-ta'awun ini, mu'amalah akan selalu berkembang dan lestari. Jalan ekonomi tentu akan terus lancar bahkan juga berkembang. Jika prinsip at-ta'awun ditinggal, satu pihak akan menyudahi jalinan dan muamalah akan mengalami hambatan.

Al-Istiqamah

Istiqamah adalah sikap mantap, tegak, stabil, tidak goyah oleh godaan yang mengakibatkan keluar batas dari ketentuan hukum dan perundangan. Dalam Al-Qur'an telah dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan istiqamah, akan memperoleh kecerahan hidup, terbebas dari ketakutan dan kesulitan, dan ujungnya memperoleh kebahagiaan. Untuk meraih kesuksesan hidup, masyarakat Nahdliyin mesti memegangi prinsip istiqamah ini, tahan godaan dan tidak tergoda untuk melakukan penyelewengan yang cuma menjanjikan kebahagiaan sekejap dan penderitaan dalam jangka panjang.

Prinsip istiqamah atau konsisten ini akan membuat kehidupan menjadi tenang dan dapat menumbuhkan buah pikiran, gagasan, dan kreativitas menangani semua rintangan dan kesusahan. Prinsip istiqamah menjauhkan dari kesusahan hidup serta menghindarkan dari mengalami jalan kebuntuan. Prinsip istiqamah bermakna berpijak tegar pada prinsip-prinsip kepercayaan dan merutinkan amaliyah sesuai dengan kepercayaan itu.

Tujuan Mabadi Khaira Ummah

Konsep Mabadi Khaira Ummah yang sudah diputuskan dan diaplikasikan oleh Nahdlatul Ulama merupakan satu konsep dalam bersikap dan menjalani kehidupan sebagai umat Islam yang ideal. Konsep ini tentu lahir berdasarkan pemikiran dari sesepuh Nahdlatul Ulama yang memprioritaskan cinta pada NKRI dan Islam yang moderat. Sehingga konsep Mabadi Khaira Ummah benar-benar patut untuk diaplikasikan di Indonesia yang majemuk demi merealisasikan Umat Islam yang terbaik dan menjaga kesatuan NKRI.

Sikap moderat yang diambil oleh NU ini tercerminkan dalam bermacam faktor, salah satunya yaitu faktor dalam bertauhid, beramaliyah, dan implementasi Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Nahdlatul Ulama mengambil sikap moderat sebagai pergerakannya dalam beragama. Hal ini penting untuk dilaksanakan demi kemaslahatan umat manusia dalam beragama dan bermasyarakat. Dan untuk berlaku moderat masyarakat Nahdlatul Ulama mengaplikasikan Mabadi Khaira Ummah sebagai pegangan dalam mengambil langkah. Masyarakat Nahdlatul Ulama menjunjung tinggi ketaatan kepada para Ulama. Hal ini sesuai dengan prinsip al-Istiqamah yaitu secara konsisten menjalankan fatwa-fatwa dan amaliyah-amaliyah para Ulama NU. Saat Ulama NU mengatakan kalau NKRI harga mati maka hal itu yang dipercaya kebenarannya dan dijalankan dengan penuh ketaatan oleh segenap masyarakat NU.

Bisa diambil kesimpulan jika tujuan pokok dari pergerakan Mabadi Khaira Ummah ini untuk membentuk identitas individual yang mulia, baik dan bertanggungjawab dalam melaksanakan peran-peran individu dan sosialnya sewaktu berinteraksi dengan individu maupun elemen masyarakat yang lain. Pergerakan Mabadi Khaira Ummah berorientasikan pada terciptanya sumber daya pembangunan bangsa Indonesia yang jujur, amanah, loyalitas, adil, saling bekerjasama, dan konsisten dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar demi diwujudkannya kehidupan warga yang sejahtera lahir batin dan diridlai Allah YME.

Dengan demikian, secara historis konsep Mabadi Khaira Ummah itu tidak terlepas dari kerja nyata NU sebagai bagian dari warga dan bangsa Indonesia dalam usaha pembangunan Indonesia yang berkarakter dan berperadaban. NU sebagai organisasi kemasyarakatan keagamaan Islam sudah kembali menunjukkan sumbangsihnya untuk kelangsungan dan pembangunan Indonesia. Bahkan juga dalam sudut pandang global, konsep Mabadi Khaira Ummah juga bisa dan pantas disumbangkan dan ditingkatkan pada semua warga dunia di mana pun berada untuk membantu membentuk tatanan masyarakat global yang ideal.

Sumber:

  • Chamidi, A.S, Chamidi, R.R.S. 2019. Konsep Baru Pendidikan Karakter Mabadi Khaira Ummah. Jurnal Ar-Rihlah. 4(1): 173-175.
  • Budiyono, M. A, Fauzan, A., Mudhofir. 2010. Ke NU an Untuk Madrasah Diniyah Awaliyah 3 (Kelas 6 Edisi Refisi). Kendal: TB UNGGUL Cepiring. 
  • Muchtar, Masyhudi, dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah (Ajaran Ahlussunnah wa al-jama'ah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama). Surabaya : Khalista.
  • Chamidi, A. S, Murtopo, Bahrun Ali. 2018. Manajemen Pendidikan Karakter Mabadi Khaira Ummah Di Smk Maarif 2 Gombong. Jurnal Wahana Akademika. 5 (1): 21.