Siapakah tokoh cendekiawan Islam di bidang kedokteran brainly?

MASA Keemasan Islam terentang antara abad ke-8 hingga 15, menunjukkan banyak kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam mengumpulkan berbagai macam sumber pengetahuan dari seluruh dunia dan menambahkan penemuan mereka adalah salah satu faktornya. Salah satu bidang penting adalah kedokteran Islam, yang metode pengobatannya mendekati kedokteran modern yang kini kita miliki. Jelas, selama periode ini mereka jauh lebih maju daripada Eropa yang masih berkubang dalam Abad Kegelapan.

Inti dari kedokteran Islam adalah kepercayaan terhadap Qur’an dan Hadist, yang menyatakan bahwa para Muslim memiliki tugas untuk merawat yang sakit dan ini biasa disebut sebagai “Pengobatan Rasul”. Menurut Hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, beliau percaya bahwa Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit dan tugas seorang Muslim-lah untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Ini berarti meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan dan memberikan aksesnya kepada siapa saja juga termasuk, dengan banyak Hadist memberikan petunjuk untuk pendekatan holistik terhadap kesehatan.

Pada awalnya, banyak perdebatan mengenai boleh tidaknya para dokter Muslim menggunakan teknik pengobatan dari Yunani, China, dan India, yang dipandang orang banyak sebagai praktek paganisme. Setelah perdebatan sengit, para dokter Muslim akhirnya diberikan kebebasan untuk mempelajari dan mengadopsi teknik-teknik yang diperlukan.

Pengobatan Islam, Rumah Sakit, dan Kualifikasi

Kontributor besar Islam dalam sejarah dunia kedokteran adalah pendirian rumah sakit yang dibiayai oleh uang zakat. Ada bukti-bukti bahwa rumah sakit ini berdiri pada abad ke-8 dan dengan segera menyebar ke seluruh dunia Islam.

Rumah sakit-rumah sakit ini tidak hanya merawat mereka yang membutuhkan, namun juga mengirim para dokter dan bidan ke daerah-daerah yang miskin dan padat penduduk, serta memberikan tempat bagi para dokter dan staff rumah sakit untuk melakukan penelitian dan eksperimen. Tiap rumah sakit memiliki spesialisasinya sendiri, seperti rumah sakit khusus lepra, orang cacat, dan mereka yang renta.

Sistem pendidikan dokter tersusun dengan sangat baik, biasanya menggunakan sistem tutoring sebagai basis, dan dengan banyaknya dokter spesialis terkenal di berbagai daerah membuat perjalanan para murid dari satu kota ke kota lain tidak sia-sia karena mereka belajar dari yang terbaik. Sebagai tambahan, para dokter Islam sangat cermat dengan catatan mereka, sebagian karena catatan mereka akan digunakan untuk menyebarkan ilmu, namun juga dijadikan barang bukti kalau-kalau mereka dituduh melakukan malpraktek.

Para Dokter Muslim dan Penemuan Mereka

Banyak dokter Islam menghasilkan penemuan luar biasa pada segala bidang kedokteran selama Masa Keemasan Islam, dengan berdasar pada pengetahuan dari dokter Yunani, termasuk Galenus, lantas ditambah dengan penemuan mereka sendiri.

Bapak Kedokteran Islam: Ar-Razi

Muhammad ibn Zakariya Ar-Razi dikenal di Eropa dengan nama Rhazes (850- 923), adalah peneliti Islam terdepan dalam bidang kedokteran. Seorang penulis produktif yang menghasilkan lebih dari 200 buku tentang kedokteran dan filosofi, termasuk sebuah buku kedokteran yang belum selesai, yang mengumpulkan seluruh ilmu kedokteran dalam dunia Islam ke dalam satu buku. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi salah satu tulang punggung sejarah kedokteran Barat.

Ar-Razi juga terkenal akan hasil kerjanya dalam memperbaiki metode ilmiah dan mempromosikan eksperimen dan observasi. Aksi beliau yang paling terkenal adalah penentuan lokasi rumah sakit di Baghdad. Ketika Ar-Razi ditanya dimanakah beliau akan membangun rumah sakit di Baghdad, beliau menggantung sejumlah daging di sekeliling Baghdad, dan memilih tempat dimana dagingnya paling tidak busuk. Beliau menyimpulkan bahwa para pasien akan memiliki lebih sedikit resiko terkena sejumlah penyakit dan pencemaran di tempat tersebut. Beliau menjabat sebagai direktur rumah sakit tersebut hampir sepanjang karirnya dan melakukan sebagian besar penelitiannya yang memajukan dunia kedokteran Islam.

Ar-Razi menulis secara ekstensif pada pentingnya hubugan antara pasien dan dokter, percaya bahwa dokter dan pasien harus membentuk hubungan yang berdasar pada kepercayaan. Jika tugas dokter adalah membantu pasien, maka tugas pasien adalah mengikuti petunjuk dokter. Seperti Galenus, beliau percaya bahwa pendekatan holistik dalam pengobatan adalah hal krusial, dengan mempertimbangkan background pasien dan penyakit yang diderita oleh keluarga dekat sebagai bagian dari pengobatan modern.

Pencapaian beliau lainnya yang luar biasa adalah pengertiannya akan sifat sebuah penyakit, yang sebelumnya hanya melibatkan gejala, namun Ar-Razi membuat sebuah terobosan dengan melihat faktor apa saja yang menyebabkan gejala-gejala tersebut. Pada kasus cacar dan campak  beliau menyalahkan darah, dan karena saat itu mikroba belum ditemukan, maka ini adalah pernyataan yang masuk akal.

Ar-Razi menulis secara ekstensif mengenai fisiologi manusia dan memahami bagaimana otak dan sistem syaraf mengoperasikan otot. Sayangnya, Muslim di masa tersebut dilarang melakukan pembedahan mencegah Rhazes menyempurnakan studinya di area ini.

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Persia:أبوبكر الرازي) atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 - 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad.

RaziEraEra PertengahanKawasanCendekiawan PersiaAliranIlmuwan Islam

Minat utama

Kimia, Kedokteran, Biologi, Sains

Gagasan penting

Menemukan Alkohol, menciptakan asam sulfur, membuat catatan tentang penyakit cacar, memelopori bedah saraf dan bedah mata

Ar-Razi juga diketahui sebagai ilmuwan serbabisa[2] dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam Islam.

Ar-Razi lahir pada tanggal 28 Agustus 865 Masehi dan meninggal pada tanggal 9 Oktober 925 Masehi. Nama Razi-nya berasal dari nama kota Rayy. Kota tersebut terletak di lembah selatan jajaran Dataran Tinggi Alborz yang berada di dekat Teheran, Iran. Di kota ini juga, Ibnu Sina menyelesaikan hampir seluruh karyanya.

Saat masih kecil, ar-Razi tertarik untuk menjadi penyanyi atau musisi tetapi dia kemudian lebih tertarik pada bidang alkemi. Pada umurnya yang ke-30, ar-Razi memutuskan untuk berhenti menekuni bidang alkemi dikarenakan berbagai eksperimen yang menyebabkan matanya menjadi cacat. Kemudian dia mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan dari sinilah ar-Razi mulai mempelajari ilmu kedokteran.

Dia belajar ilmu kedokteran dari Ali ibnu Sahal at-Tabari, seorang dokter dan filsuf yang lahir di Merv. Dahulu, gurunya merupakan seorang Yahudi yang kemudian berpindah agama menjadi Islam setelah mengambil sumpah untuk menjadi pegawai kerajaan dibawah kekuasaan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tashim.

ar-Razi kembali ke kampung halamannya dan terkenal sebagai seorang dokter disana. Kemudian dia menjadi kepala Rumah Sakit di Rayy pada masa kekuasaan Mansur ibnu Ishaq, penguasa Samania. ar-Razi juga menulis at-Tibb al-Mansur yang khusus dipersembahkan untuk Mansur ibnu Ishaq. Beberapa tahun kemudian, ar-Razi pindah ke Baghdad pada masa kekuasaan al-Muktafi dan menjadi kepala sebuah rumah sakit di Baghdad.

Setelah kematian Khalifan al-Muktafi pada tahun 907 Masehi, ar-Razi memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Rayy, dimana dia mengumpulkan murid-muridnya. Dalam buku Ibnu Nadim yang berjudul Fihrist, ar-Razi diberikan gelar Syaikh karena dia memiliki banyak murid. Selain itu, ar-Razi dikenal sebagai dokter yang baik dan tidak membebani biaya pada pasiennya saat berobat kepadanya.

Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar:

"Cacar terjadi ketika darah 'mendidih' dan terinfeksi, dimana kemudian hal ini akan mengakibatkan keluarnya uap. Kemudian darah muda (yang kelihatan seperti ekstrak basah di kulit) berubah menjadi darah yang makin banyak dan warnanya seperti anggur yang matang. Pada tahap ini, cacar diperlihatkan dalam bentuk gelembung pada minuman anggur. Penyakit ini dapat terjadi tidak hanya pada masa kanak-kanak, tetapi juga masa dewasa. Cara terbaik untuk menghindari penyakit ini adalah mencegah kontak dengan penyakit ini, karena kemungkinan wabah cacar bisa menjadi epidemi."

Diagnosa ini kemudian dipuji oleh Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan pertama yang paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, dimana dia menjelaskan gejalanya secara jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur dan cara mencegah wabah tersebut."

Buku ar-Razi yaitu Al-Judari wal-Hasbah (Cacar dan Campak) adalah buku pertama yang membahas tentang cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam Latin dan bahasa Eropa lainnya. Cara penjelasan yang tidak dogmatis dan kepatuhan pada prinsip Hippokrates dalam pengamatan klinis memperlihatkan cara berpikir ar-Razi dalam buku ini.

Berikut ini adalah penjelasan lanjutan ar-Razi: "Kemunculan cacar ditandai oleh demam yang berkelanjutan, rasa sakit pada punggung, gatal pada hidung dan mimpi yang buruk ketika tidur. Penyakit menjadi semakin parah ketika semua gejala tersebut bergabung dan gatal terasa di semua bagian tubuh. Bintik-bintik di muka mulai bermunculan dan terjadi perubahan warna merah pada muka dan kantung mata. Salah satu gejala lainnya adalah perasaan berat pada seluruh tubuh dan sakit pada tenggorokan."

Alergi dan demam

Razi diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit "alergi asma", dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga mawar pada musim panas. ar-Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri.

Farmasi

Pada bidang farmasi, ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan mortar. ar-Razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.

Etika kedokteran

Ar-Razi juga mengemukakan pendapatnya dalam bidang etika kedokteran. Salah satunya adalah ketika dia mengritik dokter jalanan palsu dan tukang obat yang berkeliling di kota dan desa untuk menjual ramuan. Pada saat yang sama dia juga menyatakan bahwa dokter tidak mungkin mengetahui jawaban atas segala penyakit dan tidak mungkin bisa menyembuhkan semua penyakit, yang secara manusiawi sangatlah tidak mungkin. Tapi untuk meningkatkan mutu seorang dokter, ar-Razi menyarankan para dokter untuk tetap belajar dan terus mencari informasi baru. Dia juga membuat perbedaan antara penyakit yang bisa disembuhkan dan yang tidak bisa disembuhkan. Ar-Razi kemudian menyatakan bahwa seorang dokter tidak bisa disalahkan karena tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker dan kusta yang sangat berat. Sebagai tambahan, ar-Razi menyatakan bahwa dia merasa kasihan pada dokter yang bekerja di kerajaan, karena biasanya anggota kerajaan suka tidak mematuhi perintah sang dokter.

Ar-Razi juga mengatakan bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk berbuat baik, bahkan sekalipun kepada musuh dan juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar.[3]

Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran

Berikut ini adalah karya ar-Razi pada bidang kedokteran yang dituliskan dalam buku:

  • Hidup yang Luhur (Arab: الحاوي).
  • Petunjuk kedokteran untuk masyarakat umum (Arab:من لا يحضره الطبيب)
  • Keraguan pada Galen
  • Penyakit pada anak

Pandangan tentang agama

Sejumlah karya dan pernyataan kontradiktif tentang agama telah dianggap berasal dari Razi. Menurut Bibliografi Razi al-Biruni (Risāla fih Fihrist Kutub al-Rāzī), Razi menulis dua "buku sesat": "Fī al-Nubuwwāt (Tentang Nubuat) dan" Fī Ḥiyal al-Mutanabbīn (Tentang Trik Nabi Palsu). Menurut Biruni, yang pertama "diklaim bertentangan dengan agama" dan yang kedua "diklaim menyerang kebutuhan para nabi."[4] Dalam Risala-nya, Biruni lebih lanjut mengkritik dan menyatakan hati-hati tentang pandangan agama Razi, mencatat pengaruh Manichaeisme. Namun, Biruni juga mendaftar beberapa karya Razi lain tentang agama, termasuk Fi Wujub Da'wat al-Nabi 'Ala Man Nakara bi al-Nubuwwat (Kewajiban untuk Menyebarkan Ajaran Nabi Terhadap Mereka yang Membantah Nubuat) dan Fi anna li al -Insan Khaliqan Mutqinan Hakiman (Manusia itu memiliki Pencipta yang Bijaksana dan Sempurna), terdaftar di bawah karya-karyanya tentang "ilmu ilahi".[4] Tak satu pun dari karyanya tentang agama sekarang ada sepenuhnya.

Pandangan dan kutipan lain yang sering dianggap berasal dari Razi ditemukan dalam sebuah buku yang ditulis oleh Abu Hatim al-Razi, yang disebut Aʿlām al-nubuwwa (Tanda-Tanda Nubuat), dan bukan dalam karya Razi yang masih ada. Abu Hatim adalah seorang misionaris Isma'ili yang memperdebatkan Razi, tetapi apakah dia dengan setia mencatat pandangan-pandangan Razi masih diperdebatkan.[5] Menurut Abdul Latif al-'Abd, profesor filsafat Islam di Universitas Kairo, Abu Hatim dan muridnya, īamīd al-dīn Karmānī (wafat setelah 411 H / 1020 M), adalah ekstremis Isma'ili yang sering salah mengartikan pandangan Razi dalam karya mereka.[6][7] Pandangan ini juga dikuatkan oleh para sejarawan awal seperti al-Shahrastani yang mencatat "bahwa tuduhan seperti itu harus diragukan sejak dibuat oleh Ismailiyah, yang telah diserang oleh Muḥammad ibn Zakariyyā Rāzī".[8] Al-'Abd menunjukkan bahwa pandangan yang diduga diungkapkan oleh Razi bertentangan dengan apa yang ditemukan dalam karya-karya Razi sendiri, seperti Pengobatan Spiritual (Fī al-ṭibb al-rūḥānī).[6] Peter Adamson sependapat bahwa Abu Hatim mungkin "sengaja salah menggambarkan" posisi Razi sebagai penolakan terhadap Islam dan mengungkapkan agama. Sebagai gantinya, Razi hanya berdebat menentang penggunaan mukjizat untuk membuktikan ramalan Muhammad, antropomorfisme, dan penerimaan yang tidak kritis terhadap taqlid melawan naẓar.[5] Adamson menunjukkan karya Fakhr al-din al-Razi di mana Razi dikutip mengutip Al-Quran dan para nabi untuk mendukung pandangannya.[5]

Beberapa sejarawan, seperti Paul Kraus dan Sarah Stroumsa, menerima bahwa kutipan yang ditemukan dalam buku Abu Hatim dapat dikatakan oleh Razi selama debat atau dikutip dari karya yang sekarang hilang. Mereka berpendapat bahwa karya yang hilang ini adalah al-ʿIlm al-Ilāhī yang terkenal atau karya independen lain yang lebih pendek yang disebut Makharīq al-Anbiyāʾ (Trik Penipuan Para Nabi).[9][10] Namun, Abu Hatim tidak secara eksplisit menyebut nama Razi dalam bukunya, tetapi menyebut lawan bicaranya hanya sebagai mulḥid (lit. "zindik").[5][6] Menurut perdebatan dengan Abu Hatim, Razi menyangkal keabsahan nubuat atau tokoh otoritas lainnya, dan menolak mukjizat kenabian. Dia juga mengarahkan kritik pedas pada agama-agama yang diwahyukan dan kualitas menakjubkan dari Quran.[5][11] Karena tampaknya tidak terkendali oleh tradisi agama atau filosofis apa pun, Razi akhirnya dikagumi sebagai pemikir bebas.[5]

  1. ^ "Inventions et decouvertes au Moyen-Age", Samuel Sadaune, hal.44
  2. ^ History of civilizations of Central Asia, Motilal Banarsidass Publ., ISBN 81-208-1596-3, vol. IV, part two, p. 228.
  3. ^ Islamic Science, the Scholar and Ethics, Foundation for Science Technology and Civilisation.
  4. ^ a b Deuraseh, Nurdeng (2008). "Risalat Al-Biruni Fi Fihrist Kutub Al-Razi: A Comprehensive Bibliography of the Works of Abu Bakr Al-Rāzī (d. 313 A.h/925) and Al-Birūni (d. 443/1051)". Journal of Aqidah and Islamic Thought. 9: 51–100. 
  5. ^ a b c d e f Marenbon, John (14 June 2012). The Oxford Handbook of Medieval Philosophy. Oxford University Press. hlm. 69–70. ISBN 9780195379488. 
  6. ^ a b c Abdul Latif Muhammad al-Abd (1978). Al-ṭibb al-rūḥānī li Abū Bakr al-Rāzī. Cairo: Maktabat al-Nahḍa al-Miṣriyya. hlm. 4, 13, 18. 
  7. ^ Ebstein, Michael (25 November 2013). Mysticism and Philosophy in al-Andalus: Ibn Masarra, Ibn al-ʿArabī and the Ismāʿīlī Tradition. BRILL. hlm. 41. ISBN 9789004255371. 
  8. ^ Seyyed Hossein Nasr, and Mehdi Amin Razavi, An Anthology of Philosophy in Persia, vol. 1, (New York: Oxford University Press, 1999), p. 353, quote: "Among the other eminent figures who attacked Rāzī are the Ismāʿīlī philosopher Abū Ḥatem Rāzī, who wrote two books to refute Rāzī's views on theodicy, prophecy, and miracles; and Nāṣir-i Khusraw. Shahrastānī, however, indicates that such accusations should be doubted since they were made by Ismāʿīlīs, who had been severely attacked by Muḥammad ibn Zakariyyā Rāzī"
  9. ^ Sarah Stroumsa (1999). Freethinkers of Medieval Islam: Ibn Al-Rawandi, Abu Bakr Al-Razi and Their Impact on Islamic Thought. Brill. 
  10. ^ Kraus, P; Pines, S (1913–1938). "Al-Razi". Encyclopedia of Islam. hlm. 1136. 
  11. ^ Paul E. Walker (1992). "The Political Implications of Al-Razi's Philosophy". Dalam Charles E. Butterworth. The Political aspects of Islamic philosophy: essays in honor of Muhsin S. Mahdi. Harvard University Press. hlm. 87–89. 

  • http://www.1001inventions.com/index.cfm?fuseaction=main.viewBlogEntry&intMTEntryID=2747 Diarsipkan 2010-12-30 di Wayback Machine.
  • http://www.levity.com/alchemy/islam15.html
  • http://www.payvand.com/news/02/aug/1087.html
  • http://umcc.ais.org/~maftab/ip/hmp/XII-TwentyTwo.pdf Diarsipkan 2006-10-11 di Wayback Machine.
  • Google Books: "Doubt: A History" p. 229
 

Artikel bertopik biografi tokoh Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muhammad_bin_Zakariya_ar-Razi&oldid=18615842"