Siapa pemimpin yang kharismatik?

Siapa pemimpin yang kharismatik?

Oleh: Aziz Fuadi

Kita seringkali mendengar istilah kharismatik (charismatic). Ketika seseorang menilai bahwa si A adalah model orang yang kharismatik, maka bayangan kita akan tertuju pada sosok kepemimpinan yang penuh dengan daya pikat, menawan, mengagumkan dan sempurna dari sisi kepribadiannya. Para pahlawan di negara kita seperti Bung Tomo, Jenderal Sudirman dan Sukarno dikenal sebagai pemimpin yang kharismatik karena mampu membius para pengikutnya untuk tetap setia dan patuh kepadanya. Pendiri organisasi sosial seperti KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari dikenal sebagai ulama yang kharismatik. Jika menengok ke negara lain, nama Mahatma Gandhi dan John F,. Kennedy juga dikenal sebagai pemimpin yang kharismatik.

Jika kita melihat ke masa sekarang, sosok pemimpin partai yang pengikutnya banyak seperti Megawati akan dianggap sebagai pemimpin yang kharismatik oleh sebagian masyarakat; atau SBY juga dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik oleh sebagian masyarakat saat awal masa kepemimpinannya. Sosok seorang ahli agama yang disegani juga diberi stigma sebagai kyai yang kharismatik. Oleh karena itu, kata kharismatik senantiasa dihubungkan dengan tipe kepemimpinan seseorang apakah dia pemimpin sebuah organisasi sosial, politik, agama atau organisasi nirlaba.

Sebenarnya istilah kharismatik pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog Jerman Max Weber, yang mendefinisikan kata charisma dengan arti terkenal dan ketika dihubungkan dengan kepribadian seseorang, maka charisma menunjukkan kualitas yang luar biasa dari seseorang sehingga mampu mempengaruhi orang lain. Charisma juga seringkali dihubungkan dengan hubungan emosioanal antara pemimpin dengan pengikutnya. Semakin bermakna seorang pemimpin bagi pengikutnya, maka para pengikutnya akan memandang bahwa pemimpinnya sebagai seorang yang kharismatik.

Kepemimpinan kharismatik biasanya sangat dibutuhkan saat terjadi kondisi krisis dan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian. Dengan kharisma yang ada padanya, dia akan mampu meyakinkan dan mengajak pengikutnya untuk berada pada visinya dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Kepemimpinan Soekarno saat masa perjuangan dalam merebut kemerdekaan merupakan bukti nyata kepemimpinan yang kharismatik. Dia mampu menggerakkan para pengikutnya untuk yakin dan percaya kepadanya demi kehidupan yang lebih baik yaitu sebuah kemerdekaan.

Meskipun banyak kelebihan dalam tipe kepemimpinan kharismatik, terutama kekuatannya dalam menggerakkan pengikut untuk patuh secara sukarela, namun terdapat sisi burukknya. Pemimpin kharismatik bisanya akan menjadi sosok yang dalam pandangan pengikut sebagai sosok yang tak tergantikan, sedangkan pada sisi pengikut, mereka tidak menyiapkan diri menjadi pemimpin. Ketika pemimpin meninggal, atau karena kondisi lain yang menyebabkan ketidakmampuannya dalam memimpin, maka pengikut tak akan mampu menggantikannya karena mereka tidak menyiapkan diri sebagai pemimpin. Keburukan lain adalah ketika visi dari pemimpin yang kharismatik ternyata bertentangan dengan norma dan etika yang berlaku, maka kepemimpinannya justeru akan menjerumuskan pengikut sedangkan para pengikutnya tidak menyadari bahwa dirinya berada dalam kesesatan karena terlena dengan kharisma sang pemimpin.

Kepemimpinan kharismatik akan ideal ketika penerapannya diimbangi dengan pemahaman dan kesadaran pemimpin akan norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Tanpa hal tersebut, kepemimpinan yang diterapkan akan menimbulkan keresahan pada sebagian masyarakat, konflik bahkan pertikaian. Apalagi jika pengikut mempunyai tingkat fanatisme yang tinggi. Maka siapapun yang berseberangan dengan visi pemimpinnya akan dianggap sebagai musuh yang perlu diperangi.

Di samping itu, jika tipe kepemimpinan tersebut diimplementasikan dalam organisasi, maka perlu disesuaikan dengan budaya yang ada. Penerapan tipe kepemimpinan apapun akan efektif ketika disesuaikan dengan budaya organisasi. Budaya merupakan tata nilai yang menjadi daya hidup organisasi. Semakin sesuai dengan budaya, tingkat keefektifan tipe kepemimpinan akan lebih tinggi dibandingkan dengan tipe yang berseberangan dengan budaya yang ada.

Agar ideal, unsur kharismatik perlu diimbangi dengan skill seorang pemimpin, yang meliputi conceptual skill, human skill dan technical skill dengan porsi yang berbeda. Hal tersebut tergantung pada tingkatan mana seorang pemimpin menduduki jabatannya. Pada pemimpin puncak unsur conceptual skill akan sangat dibutuhkan sedangkan pemimpin pada kelas menengah memerlukan keseimbangan antara tiga skill tersebut. Untuk pemimpin pada tingkatan bawah, maka technical skill mempunyai porsi yang lebih dibanding skill yang lain.