Siapa orang yang pertama kali mengusulkan agar Alquran dibukukan pada masa khalifah Siapa dan apa yang melatarbelakangi usul tersebut?

Monday, 16 October 2017 Oleh : Qowim Musthofa

Penulis Qowim Musthofa

Di berbagai buku sejarah Islam mencatat bahwa pasca wafatnya Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam yang kemudian diganti dengan terpilihnya secara aklamasi Sahabat Abu Bakar menjadi khalifah pertama, muncul berbagai persoalan yang sangat mendasar di dalam tubuh agama Islam, yakni banyaknya orang yang murtad dengan kembali ke agama nenek moyang mereka, dan banyaknya orang yang membangkang tidak mau membayar zakat, dan yang paling mengenaskan adalah adanya Musaylamah sebagai tokoh yang mengaku sebagai nabi dengan menggubah surat al-fiil untuk menandingi al-Qur’an.

Namun persoalan-persoalan tersebut berhasil diselesaikan oleh sahabat Abu Bakar dengan cara memerangi para pembangkang tersebut dan berhasil mengembalikan mereka ke jalan Islam dalam waktu yang sangat singkat, mengingat sahabat Abu Bakar hanya menjadi Khalifah hanya dalam kurun waktu tidak lebih dari dua tahun saja (632-634 M.).

Terkait dengan nabi palsu, konon pengikut Musaylamah mencapai 40.000 orang yang terdiri dari suku Thayyi, Asad, Thulayhah dan Banu Hanifah, sehingga Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk berangkat memerangi mereka tepatnya di Yamamah (kemudian masyhur dengan istilah perang Yamamah). Dalam peperangan inilah, teramat banyak para penghafal al-Qur’an yang berguguran syahid. Cerita yang lebih panjang bisa dibaca buku the History of The Arab karya Philip K. Hitti, h. 175-177.

Disebabkan peristiwa Yamamah tersebut, sahabat Umar merasa khawatir tentang kondisi dan nasib al-Qur’an di masa yang akan datang, sehingga ia mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan al-Qur’an, sebelum pada akhirnya para sahabat yang hafal al-Qur’an berguguran di medan perang yang lain.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Zaid bin Tsabit (w. 45 H.) mengatakan: “Saya diutus oleh Abu Bakar untuk ikut memerangi penduduk Yamamah, lalu tiba-tiba Umar datang dan berkata ‘Sungguh, perang Yamamah begitu berat bagi para penghafal al-Qur’an, saya khawatir nanti korban berjatuhan hingga menyebabkan al-Qur’an hilang dengan wafatnya para penghafal al-Qur’an, saya punya inisiatif agar engkau berkenan mengumpulkan al-Qur’an.’

“Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah?.” Jawab Abu Bakar merasa keberatan.

“Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.” Umar mencoba meyakinkan Abu Bakar.

“Berkali-kali Umar mencoba meyakinkan hal itu, lalu allah telah melapangkan dadaku dengan menerima inisiatif Umar untuk mengumpulkan al-Qur’an.” Jelas Abu Bakar.

Abu Bakar menyampaikan hal itu kepada Zaid dengan mengatakan “Sungguh engkau adalah lelaki yang luar biasa, sebab engkau pernah menulis al-Qur’an untuk baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

(HR. Bukhari. Bab kitabu fadhaili al-Qur’an).

Sang Penulis Mushaf Zaid bin Tsabit

Sahabat Zaid bin Tsabit terkenal dengan kepiawaiannya dalam hal menulis sehingga di masa Abu Bakar dan Usman kelak, ia tetap ditugaskan untuk menulis mushaf. Di antara kecakapannya dalam hal ini adalah ia merupakan seorang yang hafal al-Qur’an, ia juga masih muda yang prigel, hafalannya sangat kuat, logikanya dan kekreatifitasnya berjalan, tenang dan tidak suka tergesa-gesa sekaligus banyak kerjanya. Semua sifat-sifat tersebut dimiliki oleh pribadi seorang Zaid bin Tsabit.

Karena kecakapannya tersebut, ia membuat metode dalam pengumpulan mushaf dengan memberikan syarat sebuah ayat al-Qur’an harus disaksikan minimal dua orang sahabat, sekaligus tidak hanya mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ketika dua syarat tersebut tidak terpenuhi maka ia tidak akan menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari al-Qur’an.

Sehingga pada ujungnya, ia menemukan ayat terakhir surat at-taubah. Kedua ayat tersebut hanya disaksikan oleh Abu Khuzaimah al-Anshari seorang, tidak ada sahabat lain yang memberikan kesaksian. Dua ayat tersebut tak kunjung dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai pada akhirnya, terdapat dua sahabat lagi yang datang memberikan kesaksian, yakni Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab.

Pengumpulan mushaf ini tidak memakan waktu lama, yakni sekitar satu tahun saja di era khalifah Abu Bakar, kira-kira di akhir tahun 11 Hijriyah atau awal tahun 12 Hijriyah, pengumpulan mushaf ini selesai dilaksanakan. Pada bulan Jumadil akhir tahun 13 Hijriyah, sahabat Abu Bakar wafat, kumpulan mushaf tersebut kemudian pindah tangan ke pangkuan Sahabat Umar bin Khattab, lalu sayyidatina Khafsah, istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari mushaf yang dibawa oleh Khafsah itulah yang kelak dijadikan sumber primer oleh Usman dalam menggandakan mushaf al-Qur’an.

Kita semua tahu bahwa ayat pertama yang turun adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5. Namun, urutan surat dalam Al-Quran tidak dimulai dari surat tersebut, lalu bagaimana sebenarnya penyusunan Al-Quran hingga seperti saat ini?

Ada banyak pendapat yang mengemukakan tentang metode penyusunan Al-Quran. Berikut ini adalah salah satu di antaranya.

Penyusunan al-Quran Sejak Masa Nabi Muhammad

Sebagian ulama meyakini bahwa metode penyusunan Al-Quran sebenarnya sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad masih hidup. Selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, Rasulullah juga mengajarkan bagaimana letak ayat Al-Quran tersebut nantinya di dalam Al-Quran. Hanya saja, pada saat itu, Al-Quran masih belum dibukukan menjadi kitab seperti sekarang ini.

Salah satu alasan mengapa Al-Quran tidak langsung dibukukan adalah karena wahyu masih belum selesai turun selama Nabi Muhammad masih hidup. Sedangkan, jika penulisan Al-Quran langsung dilakukan, maka kitab Al-Quran akan terus mengalami perubahan karena adanya ayat atau wahyu baru yang datang. Karena itu, proses pembukuan ayat – ayat dalam Al-Quran tidak dilakukan.

Akan tetapi, ada beberapa sahabat yang memang ditugaskan secara khusus untuk mencatat setiap ayat atau wahyu yang turun. Yaitu Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Ubay bin Ka’ab. Mereka menuliskan ayat al-Quran di berbagai media yang bisa digunakan saat itu. Mulai dari pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, hingga potongan tulang binatang.

Ayat Al-Quran Mulai Dibukukan

Setelah Nabi Muhammad wafat, tepatnya saat pemerintahan Abu Bakar, para sahabat mengumpulkan lembaran mushaf tersebut. Kebutuhan untuk menuliskan ayat Al-Quran baru dimulai setelah Perang Yamamah terjadi. Perang tersebut membuat banyak sahabat penghafal Quran syahid. Sehingga, sebagian sahabat khawatir ayat Al-Quran akan menghilang.

Salah satu sahabat yang merasa khawatir adalah Umar bin Khattab. Dia mengadukan hal tersebut kepada Abu Bakar dan mengusulkan untuk menyusun Al-Quran menjadi sebuah kitab. Sayangnya, Abu Bakar menolak karena menganggap Rasulullah tidak melaksanakan atau mengamanahkan hal tersebut.

Namun, setelah beberapa waktu, akhirnya Abu Bakar menyetujui hal tersebut. Dia lalu mengundang Zaid bin Tsabit dan menunjuknya sebagai ketua pelaksana. Zaid yang awalnya menolak seperti Abu Bakar pun akhirnya menyetujui ide tersebut.

Mengumpulkan Al-Quran tentu saja bukan tugas yang ringan. Karena itu, Zaid dibantu oleh banyak sahabat untuk menyelesaikannya. Mereka berupaya mengumpulkan lembaran Al-Quran yang tersebar di berbagai tempat dan media. Lembaran yang sudah terkumpul itu diserahkan kepada Abu Bakar hingga wafat.

Selanjutnya, tugas tersebut dilanjutkan kembali oleh Umar bin Khattab sebagai khalifah setelah Abu Bakar. Setelah Umar meninggal, lembaran Al-Quran yang sudah terkumpul tersebut dijaga oleh istri Rasulullah, Hafshah binti Umar bin Khathtab.

Sejarah Rasm Usmani

Pada masa pemerintahan Utsman, seorang sahabat yang bernama Hudzaifah datang kepada Utsman dan menyampaikan kondisi umat Islam saat itu. Dimana banyak umat Islam yang saling berselisih paham mengenai Al-Quran.

Menanggapi masalah tersebut, Utsman memutuskan untuk meminta Hafshah membawakan lembaran Al-Quran yang ada padanya. Selanjutnya, Utsman memberikan lembaran tersebut kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin Haris untuk menyalin al-Quran tersebut menjadi satu kitab.

Hasil dari salinan tersebutlah yang dikenal sebagai Al-Quran dengan kaidah Rasm Usmani atau Al-Quran yang ditulis dengan gaya penulisan Khalifah Utsman bin Affan. Al-Quran dengan kaidah Rasm Usmani masih terus dipakai sampai saat ini di berbagai belahan dunia.

Siapa orang yang pertama kali mengusulkan agar Alquran dibukukan pada masa khalifah Siapa dan apa yang melatarbelakangi usul tersebut?

Setelah Nabi SAW wafat, Abu Bakar al-Shiddiq RA diangkat menjadi pengganti Nabi SAW.  Pada masa pemerintahannya, terjadi pemberontakan serta munculnya Musailamah yang mengaku sebagai Nabi baru. Tentu hal ini amat merisaukan Umat Islam. Abu Bakar pun memerintahkan para sahabat untuk menumpas Musailamah dan para pengikutnya. Meski Nabi palsu ini berhasil ditumpas, namun tidak sedikit para sahabat yag gugur sebagai Syahid. Kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang telah hafal Al-Qur’an secara keseluruhan.

Melihat keadaan diatas, Umar bin Khattab RA merasa prihatin dan terdorong untuk memikirkan kelestarian Al-Qur’an. Jika para penghafal Al-Qur’an gugur satu persatu, bukan tidak mungkin Al-Qur’an akan hilang dipermukaan bumi. Akhirnya Umar yang jenius mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar RA agar membukukan naskah-naskah Al-Qur’an yang berserakan ditangan masing-masing sahabat.

Khalifah Abu Bakar RA dan Umar Bin Khattab memberikan kepercayaan kepada Zaid bin Tsabit RA sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengumpulan naskah Al-Qur’an. Kerja Zaid bin Tsabit tersebut mendapat dukungan para sahabta serta dilaksanakan dalam waktu yang singkat, yakni kurang lebih setahun. Kerjaan ini memerlukan ketelitian yang mendalam, kepercayaan yang besar, dan ketekunan yang tinggi. Sedikit kecerobohan akan berdampak fatal.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, lembaran-lembaran tulisan Zaid tersimpan dengan baik. Selama pemerintahannya Umar bin Khattab memfokuskan pada pengajaran Al-Qur’an. Setiapa daerah baru, Khalifah umar mengirim beberapa sahabat untuk menjadi Guru Al-Qur’an. Karena lembaran Al-Qur’an belum tersebar, maka proes pengajaran yang menggunakan sistem hafalan dibawah kendali Sahabat peghafal Al-Qur’an. Ketika Khalifah Umar RA ditikam oleh seorang penjahat, lembaran-lembaran Al-Qur’an diserahkan kepada putrinya yang sekaligus istri Nabi SAW, Hafshah RA. Penyerahan kepada Hafshah dipandang lebih aman daripada orang lain yang belum tentu akan dipilih sebagai kepala negara. Pengangkatan kepala negara pengganti Umar dilakukan melalui musyawarah para sahabat. Karenanya, Khalifah Umar sendiri tidak mengetahui secara pasti siapa penggantinya kelak serta tidak ingin mempengaruhi hasil musyawarah dengan menyerahkan kepada salah seorang sahabat.

  1. Proses Penggandaan Mushaf Al-Qur’an

Ketika musyawarah para sahabat senior menentukan ‘Utsman bin Affan RA sebagai khalifah, peperangan diberbagai daerah masih berlangsung. Di Medan peperangan ini muncul permasalah besar yaitu perselisihan dikalangan prajurit. Perselisihan ini dikhawatirkan akan merusak persatuan. Karenanya perselisihan ini harus dilaporkan kepada khalifah yang baru, ‘Utsman bin ‘Affan RA.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak. Diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segera menghadap ‘Utsman dan melapor kepadanya apa yang telah dilihatnya. ‘Utsman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat kepada anak-anak. Para sahabat amat memperihatinkan kenyataan ini karena takut perbedaan mengenai bacaan Al-Qur’an akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka sepakat unuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu bakar dan meyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan yang tetap pada satu huruf.

‘Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian ‘Utsman memanggil Zaid bin Tsabit al-ansari, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Tsabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, ketiga orang terakhir ini adalah suku Quraisy; lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu didalam bahasa Quraisy, karena Al-Qur’an turun dalam logat mereka.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara al-shuhuf  (lembaran-lembaran al-Qur’an) dan al-mushhaf  (Al-Qur’an yang sudah dibukukan menjadi satu kitab). Lembaran Al-Qur’an adalah tulisan Al-Qur’an diatas lembaran-lembaran kertas yang belum terjilid dimasa pemerintahan Abu Bakar RA. Dalam lembaran ini, penulisan Al-Qur’an disesuaikan dengan urutan ayat. Sementara mushaf adalah tulisan Al-Qur’an diatas kertas-kertas yang kemudian dijilid menjadi sebuah buku. Didalamnya tertulis berdasarkan ayat dan surat. Mushaf ini dikerjakan oleh 4 orang sahabat

Kemudian para sahabat menghafalkannya dan ada pula yang mencatatnya. Namun, setelah Rasulullah wafat terjadi kekhawatiran di kalangan para sahabat. Mereka takut bahwa Alquran akan punah karena pada saat itu banyak para hafidz Alquran yang gugur di dalam pertempuran.

Dari situlah Umar bin Khattab memiliki gagasan bahwa sebaiknya Alquran dibukukan. Pada awalnya, khalifah Abu Bakar menolak gagasan ini karena apa yang diusulkan oleh Umar tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Namun setelah menjelaskan bahwa semua ini demi kebaikan umat Islam maka khalifah Abu Bakar menyetujui gagasan Umar, kemudian Abu Bakar memerintahkan agar naskah dari ayat-ayat yang sudah ditulis itu dikumpulkan untuk disalin dan disusun kembali.

Abu Bakar dalam hal ini menunjuk Zaid bin Tsabit untuk melakukannya, karena dia adalah penulis suhuf-suhuf di zaman Rasulullah. Zaid diperintahkan untuk mengumpulkan suhuf-suhuf Alquran baik yang terdapat pada pelepah kurma, tulang hewan maupun dari para penghafal Alquran yang masih hidup. Setelah selesai disusun, Abu Bakar kemudian menyimpan mushaf ini hingga ia wafat.

Setelah Abu Bakar wafat, maka kekhalifahan berpindah ke tangan Umar. Pada nasa kekhalifahannya, tidak ada kegiatan pembukuan Alquran lagi. Sehingga pada masa kekuasaan Umar bin Khattab hanya fokus pada penyebaran agama Islam. Dan hingga Umar wafat, tidak ada perdebatan tentang Alquran.

Kemudian kekhalifahan berpindah kepada khalifah Usman bin Affan. Pada masa Usman bin Affan, kekuasaan Islam sudah sangat luas. Sehingga pemeluk Islam pada masa itu tidak lagi hanya bangsa Arab saja.

Dan disinilah persoalan baru muncul. Salah seorang sahabat bernama Hudzaifah ibnu Yaman yang baru pulang dari pertempuran mengabarkan kepada khalifah bahwa timbul perdebatan tentang qiraat (bacaan) Alquran dikalangan kaum muslimin. Diantara mereka ada yang menganggap bahwa bacaannya lah yang paling baik.

Dari persoalan itu Hudzaifah mengusulkan kepada khalifah agar segera diambil kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut agar masalah tersebut tidak menimbulkan perpecahan umat Islam.

Usul tersebut kemudian langsung diterima oleh khalifah Usman bin Affan dengan langsung mengirim utusan untuk meminta mushaf kepada Hafsah yang disimpan di rumahnya untuk disalin.

Zaid kembali ditunjuk oleh Usman sebagai ketua pembukuan Alquran ini dengan anggota-anggotanya yaitu Abdullah bin Zubair, Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.

Setelah selesai, Usman kemudian mengembalikan mushaf yang asli kepada Hafsah untuk disimpan. Kemudian mushaf salinan tadi dikirimkan ke berbagai penjuru negeri seperti Mekah, Kuffah, Basrah dan Suriah.

Mushaf tersebutlah yang sekarang dikenal dengan mushaf Usmani. Dan ini adalah cara Allah dalam menjaga dan memelihara Alquran melalui perantara para sahabat Nabi, dengan membukukan Alquran maka hingga saat ini Alquran masih terjaga kemurniannya sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” [QS. Al-Hijr ayat 9]

Semoga para sahabat tersebut mendapat tempat terbaik disisi Allah karena telah berjasa kepada seluruh umat Islam. Aamiin.