Selain melakukan usaha dengan sungguh-sungguh seseorang juga harus

Sebagai seorang muslim, sudah sewajarnya kita menempatkan tawakkal dan ikhtiar dalam setiap hal yang kita usahakan. Dalam al-Quran pun terdapat ayat yang memuat anjuran agar manusia senantiasa melakukan tawakkal dan ikhtiar, yaitu:

…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu,
Ath Tholaq: 2-3

Tawakkal dan ikhtiar merupakan bentuk usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Namun, perlu dipahami juga bahwa terwujudnya keinginan tersebut juga merupakan kehendak Allah. Karena itu, manusia diperintahkan untuk bertawakkal dan tetap berikhtiar untuk mendapatkan keinginannya tersebut.

Ikhtiar Tanpa Tawakkal

Dalam meraih apa yang diinginkan, sering kali manusia hanya mempertimbangkan kekuatan dan usaha yang dilakukannya saja. Namun lupa bertawakkal kepada Allah. Padahal, dua hal ini adalah sesuatu yang saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan.

Saat seorang manusia melakukan ikhtiar, kegigihannya dalam berikhtiar tidak boleh sampai melemahkan tawakkalnya kepada Allah. Ikhtiar tanpa disertai tawakkal merupakan bentuk kesombongan seorang hamba. Karena seakan – akan dia merasa mampu mendapatkan keinginannya tanpa bantuan Allah.

Tawakkal Tanpa Ikhtiar

Segala hal yang terjadi pada manusia merupakan kehendak Allah. Rezeki seorang manusia tidak akan tertukar dan seorang manusia juga pasti mendapatkan segala hal yang memang sudah menjadi rezekinya. Menyadari hal tersebut merupakan salah satu bentuk tawakkal. Akan tetapi, seorang muslim juga tidak diizinkan untuk memasrahkan kehidupannya tanpa berbuat apa-apa.

Seseorang yang tidak melakukan ikhtiar dengan dalih tawakkal, maka sikap tawakkal tersebut tidak dibenarkan. Meskipun rezeki setiap orang akan sampai dan tidak tertukar, seorang muslim tetap harus berikhtiar untuk menjemput rezeki yang telah ditetapkan tersebut.

Ikhtiar Bersama Tawakkal

Sikap paling tepat adalah menyelaraskan ikhtiar dengan tawakkal. Seorang muslim diharuskan bekerja dan berusaha sesuai kemampuannya. Artinya, seseorang harus berusaha menjemput rezeki dan keinginannya hingga mencapai batas maksimal yang mampu dia lakukan. Apabila dia telah melakukan hal tersebut, maka orang tersebut bisa disebut telah berikhtiar.

Bersama dengan ikhtiar tersebut, seorang muslim juga harus bertawakkal kepada Allah. Keduanya harus dilakukan dengan selaras dan berimbang. Muslim yang baik adalah muslim yang mampu menjaga tawakkal dan ikhtiarnya dalam porsi yang proporsional.

Dia menyadari bahwa segala sesuatu harus diusahakan agar bisa diraih. Di sisi lain, doa dan ibadah kepada Allah juga menjadi faktor penentu yang tidak boleh dilupakan apalagi diabaikan. Sehingga, seorang muslim yang baik akan selalu memberikan usaha terbaiknya dalam setiap hal.

Di saat yang sama, dia juga menjaga tawakkalnya tetap kuat. Yaitu dengan bertaubat secara serius, menjaga niat tetap lurus, beribadah dengan baik, dan senantiasa berdoa serta melibatkan Allah dalam setiap hal yang dia lakukan. Termasuk bagian dari tawakkal adalah senantiasa memperbaiki diri, menghindari hal yang tidak disukai Allah, dan melaksanakan hal – hal yang diridhai Allah.

Karena pada dasarnya, rezeki dan keinginan kita bisa tercapai hanya jika Allah mengizinkan hal tersebut sampai kepada kita. Tanpa pertolongan Allah, maka akan sulit mencapai apa yang diharapkan dan mendapat keberkahan darinya. Namun, jika ikhtiar dan tawakkal yang dilakukan sudah maksimal, dan kita tetap tidak mendapatkan apa yang kita harapkan, bisa jadi hal tersebut adalah lebih baik bagi kita di sisi Allah. Wallahu a’lam.

Merdeka.com - Ikhtiar adalah berusaha atau usaha seorang hamba dalam memperoleh sesuatu yang ingin dicapainya. Umumnya, seseorang yang sedang berikhtiar memiliki target dalam pekerjaan yang dilakukan demi meraih keberhasilan dan juga kesuksesan.

Dalam agama Islam, bagi salah seorang hamba Allah SWT yang sedang menghadapi cobaan serta ujian hidup tetap berikhtiar adalah sesuatu yang harus dianjurkan. Sebab, ditanamkan dalam setiap pikiran pemeluk agama Islam, bahwa Allah tidak akan memberikan suatu cobaan di luar batas kekuatan seseorang itu sendiri.

Ikhtiar ini juga merupakan salah satu contoh sikap akhlak baik dan terpuji yang sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para umat Islam. Ikhtiar pun sebenarnya memiliki bentuk-bentuk yang perlu dipahami. Bagi Anda yang belum mengetahuinya, berikut ulasan selengkapnya yang sudah dirangkum Merdeka.com dari berbagai sumber.

2 dari 6 halaman

Ikhtiar merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab dengan arti yakni berusaha. Jika diistilahkan, sebenarnya ikhtiar merupakan segala perilaku dan perbuatan manusia guna mencapai sesuatu yang sedang ingin diraihnya.

Ikhtiar juga dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan umat Islam guna memenuhi sebuah kebutuhan hidup yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh, hati lapang dan mengerahkan semua tenaga serta keterampilan, akan tetapi tetap disesuaikan dengan syariat agama yang sudah diajarkan. Perlu diketahui, Ikhtiar ini terbagi menjadi 3 bentuk antara lain tidak mudah putus asa, bersungguh-sungguh dan bekerja keras, berikut penjelasannya.

3 dari 6 halaman

Dalam hidup, manusia memang ditakdirkan untuk selalu berusaha dalam menjalaninya. Seperti saat Anda sedang mengusahakan sesuatu, namun hasil yang didapatkan tidak sesuai apa yang ada dalam bayangan atau target Anda, maka disitulah Anda perlu melakukan ikhtiar dan tidak pantang menyerah serta putus asa, Anda harus bangkit dari keterpurukan sembari terus belajar dan terus belajar.

Contohnya saat Anda menjalani bisnis sebagai seorang wirausaha dengan mendirikan sebuah rumah makan, namun setelah dijalani Anda mendapati kerugian yang membuat usaha tersebut mengalami kebangkrutan. Maka Anda harus tetap berikhtiar dan mencoba cara lain demi melanjutkan apa yang sudah Anda jalani sebelumnya.

4 dari 6 halaman

Bentuk ikhtiar selanjutnya yang wajib menjadi perhatian adalah bersungguh-sungguh. Hal tersebut lantaran saat Anda memiliki sebuah impian atau target tertentu dalam menjalani hidup, dibutuhkan rasa bersungguh-sungguh yang amat mendalam agar dapat meraih semua itu.

Maka dari itu, Anda perlu menanamkan usaha yang harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh setengah hati. Contohnya sederhananya adalah dalam hal jodoh, di dunia ini tak ada manusia menginginkan seseorang pasangan yang tak baik dalam hidupnya, maka dengan begitu Anda perlu banyak belajar serta melakukan perubahan guna memantaskan diri agar mendapatkan sosok jodoh yang terbaik.

5 dari 6 halaman

Ikhtiar berikutnya adalah dengan melakukan kerja keras dalam menggapai sebuah mimpi. Berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan yang sudah diberikan oleh Allah SWT harus dilakukan untuk meraih sesuatu yang diinginkan, dalam hal ini malas dan bekerja seenaknya sangat tak dianjurkan.

Anda harus berusaha dan berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan hasil yang dapat memuaskan Anda pada nantinya. Seperti jika Anda sedang mendapatkan ujian suatu penyakit, maka Anda harus berikhtiar dengan menjauhi segala pantangan, rajin berolahraga, patuh dalam mengonsumsi obat, atau hal-hal lainnya yang merupakan penunjang kesembuhan dari suatu penyakit Anda.

6 dari 6 halaman

Adapun dalil tentang ikhtiar yang sudah disebutkan dalam kitab suci Alquran sebagai berikut:

"Sesungguhnya allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS. Ar-Ra’du:11).

"Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia allah dan ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu beruntung" (QS. Al-Jumu’ah 10).

"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok”, kecuali (dengan menyebut): “Insya-Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini" (Q.S. al Kahfi:23-24).

Selain melakukan usaha dengan sungguh-sungguh seseorang juga harus

Menjadi Makhluk yang Disukai Allah untuk Meraih Sukses Dunia Akhirat

Oleh:

Siti Latifah Mubasiroh, S.Pd., M.Pd.

Dalam menjalani hidup ini, semua manusia pasti ingin menggapai kesuksesan. Manusia dianugerahi oleh Allah swt. naluri yang menjadikannya gemar memperoleh manfaat dan menghindari mudharat. Beribadah dan melaksanakan tugas sebagai khalifah adalah tujuan penciptaan manusia, sedangkan ibadah tidak dapat terlaksana dengan baik bila kebutuhan manusia tidak tercukupi. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan duniawi merupakan sebuah kewajiban. Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan dunia untuk mencapai sukses itu dapat dijalankan bersamaan dengan menggapai kesuksesan akhirat.

Kesuksesan hidup tidak hanya diukur oleh capaian duniawi semata, seperti berderetnya gelar akademik, menterengnya karier, atau melimpahnya penghasilan. Kesuksesan sejati diraih jika seluruh capaian itu memberi manfaat bagi orang lain sehingga mengalirkan pahala jariah, dan kelak, saat menutup usia dalam keadaan husnul khatimah. Hal ini penting dipahami agar umur yang Allah berikan kepada manusia tidak sia-sia, tetapi justru memberikan banyak kebermanfaatan bagi diri sendiri dan sesama.

Sifat dan Perilaku yang Disukai Allah

Dalam menjalani hidup, manusia harus menjadikan Allah sebagai tujuan dengan senantiasa mengharap ridha-Nya dan menjadikan surga sebagai cita-cita (Dasuqi, 2008). Demikian juga hendaknya memandang kesuksesan. Untuk memperoleh kesuksesan dunia dan akhirat, tentu kita harus senantiasa mendekatkan diri pada Allah swt. dan menjadi orang yang disukai-Nya. Berikut ini uraian tentang macam sifat atau perilaku manusia yang disukai oleh Allah swt. berdasarkan dalil dalam al-Qur’an.

Al-Muhsinin

Kata al-muhsinin adalah bentuk jamak dari kata muhsin yang terambil dari kata ahsana-ihsana. Rasulullah saw. menjelaskan makna ihsan sebagai berikut:

“Engkau menyembah Allah, seakan-akan melihat-Nya dan bila itu tidak tercapai maka yakinlah bahwa Dia melihatmu” (HR Muslim). Dengan demikian, perintah ihsan bermakna perintah melakukan segala aktivitas positif, seakan-akan Anda melihat Allah atau paling tidak selalu merasa dilihat dan diawasi oleh-Nya.

Al-Muttaqin

Takwa dapat diartikan sebagai perbuatan menghindari ancaman dan siksaan dari Allah swt. dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Takwa selalu menuntun seseorang untuk senantiasa berhati-hati dalam berperilaku. Shihab (2013) menjelaskan bahwa terkait dengan ketakwaan, Allah memberikan dua macam perintah yang tercantum dalam Al-Qur’an, yaitu perintah takwini dan perintah taklifi. Perintah takwini, yakni perintah Allah terhadap objek agar menjadi sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. Ia biasa digambarkan oleh firman-Nya dengan “Kun fayakun”. Hal ini tercantum dalam beberapa dalil dalam al-Qur’an, antara lain QS. Fushshilat:11 dan QS. Al-Anbiya’:69. Kedua dalil tersebut menunjukkan betapa kuasa Allah atas apa pun yang Ia kehendaki akan terjadi dengan segera.

Kedua, perintah taklifi, yaitu perintah Allah terhadap makhluk yang dibebani tugas keagamaan (manusia dewasa dan jin) untuk melakukan hal-hal tertentu. Hal ini dapat berupa ibadah murni, seperti shalat, puasa, maupun aktivitas lainnya yang bukan berbentuk ibadah murni, seperti bekerja untuk mencari nafkah, menikah, dan lain-lain (Shihab, 2013). Dalam konteks berinteraksi dengan sesama manusia, terdapat sebuah pepatah terkenal, yaitu “Sebanyak Anda menerima, sebanyak itu pula hendaknya Anda memberi.” Namun demikian, Allah tidak menuntut hal tersebut. Allah, Sang Maha Pemurah menurunkan firman-Nya dalam QS. At-Taghabun:16 yang artinya

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Menurut Shihab (2013), jika kita hendak membicarakan prioritas dalam konteks ketakwaan, dapat diasumsikan dengan ilustrasi berikut ini: prioritas ketakwaan bagi penguasa adalah berlaku adil; bagi pengusaha adalah jujur; bagi guru/dosen adalah ketulusan mengajar dan meneliti; bagi si kaya adalah ketulusan bersedekah dan membantu; bagi si miskin adalah kesungguhan bekerja dan menghindari minta-minta. Mereka yang bertakwa itulah yang memperoleh janji-Nya dalam QS. At-thalaq:2-3 yang menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rezeki dan jalan keluar atas setiap permasalahan bagi hamba-Nya yang bertakwa dan tawakal kepada-Nya.

Al-Muqsithin

Kata al-Muqsithin adalah bentuk jamak dari kata muqsith, yang diambil dari kata awasatha yang biasa dipersamakan maknanya dengan berlaku adil. Menariknya, tidak ditemukan bunyi pernyataan al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dengan kata ‘adl/adil, tetapi ditemukan perintah menegakkan al-qisth, yakni dalam beberapa firman-Nya: QS. Al-Maidah:8; QS. An-Nisa’:3; QS. AL-Hujurat:9.

Al-Mutathahhirin

Kata al-mutathahhirin dapat diartikan sebagai kesucian dan keterhindaran dari kotoran/noda. Salah satu pernyataan al-Qur’an bahwa Allah menyukai al-mutathahhirin ditemukan dalam QS. Al-Baqarah:222 yang menjelaskan tentang larangan seorang suami mencampuri istri yang sedang haid. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.

At-Tawwabin

At-tawwabin berarti kembali ke posisi semula. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, setan akan terus berusaha merayu manusia. Oleh sebab itu, hendaknya manusia yang berdosa segera bertaubat agar kembali suci. Allah swt., Sang Maha Pengampun sangat menyukai hamba-Nya yang bertaubat atas kesalahan-kesalahannya dan tidak mempersulit. Dalil yang menjelaskan tentang at-tawwabin tercantum dalam firman Allah swt., di antaranya QS. Al-Baqarah:37, QS. An-Nisa’:31, QS. An-Nisa’:17.

Ash-Shabirin

As-shabirin berarti sabar. Seorang yang sabar akan menahan dri, dan untuk itu memerlukan kekukuhan jiwa dan mental baja agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya (Shihab, 2013). Mustaqim (2013) juga berpendapat bahwa sabar berusaha keras untuk mencapai tujuan, menahan diri dari rasa malas dan lelah. Banyak firman Allah dalam al-Qur’an yang berisi perintah kepada manusia untuk bersabar. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Shihab (2013), dua kali al-Qur’an berpesan agar menjadikan shalat/permohonan kepada Allah dan sabar sebagai sarana untuk memperoleh segala yang dikehendaki (QS. Al-Baqarah:45, 153). Sabar selalu pahit awalnya, tapi manis akhirnya (QS. Ali Imran:186). Dengan kesabaran dan ketakwaan akan turun bantuan Ilahi guna menghadapi segala macam tantangan (QS. Ali Imran:120). Allah memerintahkan sabar dalam menghadapi yang tidak disenangi maupun yang disenangi.

Al-Mutawakkilin

Al-mutawakilin dapat diartikan mewakilkan. Perintah tawakal kepada Allah dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak sebelas kali (Shihab, 2013). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap aktivitas kehidupan kita, seorang Muslim dituntut untuk berusaha sambil berdoa dan setelah itu ia dituntut untuk berserah diri kepada Allah. Ketika manusia telah berusaha keras kemudian menyerahkan semuanya pada Allah, manusia harus yakin bahwa apa pun ketetapan Allah merupakan pilihan terbaik untuknya, sesuai dengan firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah:216.

Dalam berusaha dan berserah kepada Allah, tentu manusia tidak boleh hanya duduk diam menunggu jawaban ataupun keajaiban. Manusia perlu terus berdoa mendekatkan diri kepada Allah swt. agar benar-benar diberikan yang baik menurut kita (sesuai keinginan) dan baik menurut Allah swt. Anshor (2017) menyampaikan hal-hal yang bisa dilakukan untuk meminta kepada Allah, yaitu (a) memperbanyak shadaqah, (b) bangun untuk shalat tahajud, dan (c) memperbanyak silaturahmi. Selain tiga daya pengungkit rezeki tersebut, tentu masih banyak amalan lainnya. Jika dikerjakan secara istiqamah, insya Allah, Allah akan mempermudah segala urusan dan pencapaian cita-cita makhluk-Nya.

Kerja Sama dan Network

Dalam QS. Ash-Shaf:4, Allah berfirman yang artinya,

 “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Ayat di atas menunjukkan perlunya kebersamaan, network, dan koordinasi. Ciri khas ajaran Islam adalah kebersamaan dalam segala aktivitas positif, baik dalam melaksanakan ibadah ritual maupun dalam melaksanakan aneka aktivitas, itu sebabnya, shalat berjamaahn lebih diutamakan daripada shalat sendirian. Di sisi lain, kebersamaan itu tidak harus menjadikan semua pihak melakukan satu pekerjaan yang sama, melainkan perlu pembagian kerja yang diatur dalam satu network yang baik (Anshor, 2017).

Akhlak Mulia

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Shihab (2013), dinyatakan bahwa ada empat sifat khusus yang disebut oleh QS. Al-Maidah:54 yang menjadi sebab tercurahnya cinta Allah kepada manusia, yaitu (a) bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, (b) mulia/memiliki harga diri dan bersikap tegas terhadap yang kafir, (c) berjihad di jalan Allah, dan (d) tidak takut kepada celaan pencela.

Al-Ittiba’

  1. Ali Imran: 31 dan 32 memberi gambaran yang sangat umum menyangkut siapa atau perbuatan apa yang paling disukai Allah (Shihab, 2013), yakni perintah untuk menaati Allah dan Rasul-Nya. Al-ittiba’ berarti meneladani, mengikuti secara sungguh-sungguh. Cinta Allah yang luar biasa akan diraih oleh mereka yang bersungguh-sungguh mengikuti Nabi Muhammad saw. Al-ittiba’ yang dimaksud ini dijelaskan oleh sabda Rasul saw. yang berbunyi, “yakni atas dasar kebajikan, takwa, dan rendah hati” (HR at-Tirmidzi, Abu Nu’aim, dan Ibnu ‘Asakir melalui sahabat Nabi, Abu ad-Darda).

Kesimpulan

Kunci sukses adalah iman. Iman adalah fondasi dalam beramal shalih sebab Allah hanya akan menerima amal shalih makhluk yang beriman kepada-Nya. Kemampuan beramal shalih inilah yang dapat dikatakan sebagai kesuksesan dunia dan akhirat. Hadis Nabi Muhammad saw. yang banyak dikenal umat Muslim, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” merupakan landasan pokok bagi manusia untuk menyikapi kesuksesan yang telah dimiliki. Sejatinya, semakin tinggi kesuksesan yang diraih, semakin besar pula tanggung jawab dan kebermanfaatan yang dilakukan. Semakin tinggi gelar pendidikan yang dan ilmu yang diperoleh, semakin besar amanah untuk menyampaikannya kepada orang lain. Semakin banyak kekayaan yang didapat, semakin banyak zakat mal dan shadaqah yang harus dikeluarkan untuk orang lain. Semakin tinggi jabatan, semakin besar tanggung jawab dan amanah untuk membantu dan menyejahterakan rakyatnya.

DAFTAR RUJUKAN

Ad-Dasuqi, K. ‘. (2008). Reasons of Happiness: Tips Menjadi Manusia Paling Bahagia Dunia Akhirat. Solo: Wacana Ilmiah Press.

Anshor, S. (2017). Journey to Success. Solo: Tinta Medina.

Mustaqim, A. (2013). Akhlak Tasawuf: Lelaku Suci Menuju Revolusi Hati. Yogyakarta: Kaukaba DIpantara.

Shihab, M. Q. (2013). Berbisnis Sukses Dunia Akhirat. Tangerang: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2014). Mutiara Hati: Mengenal Hakikat Iman, Islam, dan Ihsan. Tangerang: Lentera Hati.