Sebutkan 3 perbuatan sunnah yang berkaitan dengan salat jumat

Sebutkan 3 perbuatan sunnah yang berkaitan dengan salat jumat
Sunnah Khutbah Jumat di antaranya memegang tongkat dan berdiri di atas mimbar. (Foto: ist)

Kastolani Kamis, 28 Oktober 2021 - 21:10:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Sunnah khutbah Jumat penting diketahui bagi khotib atau orang yang berkhutbah dalam pelaksanaan sholat Jumat agar mendapat keutamaan.  

Beberapa sunnah dalam khutbah Jumat di antaranya berdiri di atas mimbar, menghadapkan wajah ke jamaah atau hadirin, mengawali dengan salam, duduk sebelum khutbah. Selain itu, adzan di depan khatib, mengeraskan suara dan menyingkat khutbah, serta memegang tongkat.

Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ahmad Sarwat MA dalam bukunya Hukum-Hukum terkait Ibadah Shalat Jumat menjelaskan, khutbah Jumat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian ibadah shalat Jumat.

Umumnya para ulama sepakat bahwa khutbah Jumat termasuk syarat sah dari shalat Jumat, dimana shalat Jumat menjadi tidak sah apabila tidak didahului dengan dua khutbah. 

BACA JUGA:
8 Syarat Khutbah Jumat Menurut Mazhab Imam Syafi'i

Dasarnya adalah bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berkhutbah Jumat kecuali khutbah terdiri atas dua khutbah yang diselingi dengan duduk di antara keduanya. 

Jumhur ulama sepakat menyebutkan bahwa kedudukan kedua khutbah ini menjadi pengganti dari dua rakaat shalat Dzhuhur. Sedangkan bagi mazhab Al-Hanfiyah, yang disyaratkan hanya satu khutbah saja. Khutbah yang kedua bagi mereka hukumnya sunnah. 

Adapun Sunnah Khutbah Jumat di antaranya:

1. Khutbah Di Atas Mimbar   

Disunnahkan oleh para ulama agar khatib berdiri di atas mimbar ketika menyampaikan khutbahnya. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada setiap kali Nabi SAW menyampaikan khutbahnya, yaitu Nabi SAW naik ke atas mimbar.

Diutamakan posisi mimbar itu di sebelah kanan dari imam ketika menghadap ke kiblat. Karena seperti itulah keadaan mimbar Nabi SAW.
Bila tidak ada mimbar, maka disunnahkan agar khatib naik ke atas suatu benda yang tinggi, agar bisa melihat dan terlihat oleh semua hadirin. 

2. Menghadapkan Wajah Kepada Jamaah

Disunnahkan bagi khatib untuk menghadapkan wajah kepada hadirin yang ikut shalat Jumat dan tidak menundukkan wajahnya. Hal itu sesuai dengan hadits berikut ini:

"Dari Adi bin Tsabit dari ayahnya bahwa Nabi SAW bila berdiri di atas mimbar, beliau menghadapkan wajahnya kepada wajah para shahabatnya". (HR. Ibnu Majah). 

Sebaliknya disunnahkan juga bagi hadirin untuk menghadapkan wajah kepada khatib, dan tidak menundukkan wajahnya apalagi menutup mata bahkan tidur.   

3. Mengawali Dengan Salam   

Disunnahkan bagi khatib untuk mengawali khutbahnya dengan salam, yang dilakukan setelah berada di atas mimbar, sebelum duduk mendengarkan adzan sebagaimana hadits Nabi SAW berikut ini. 

Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW apabila telah naik ke atas mimbar, Rasulullah SAW mengucapkan salam. (HR. Ibnu Majah ) 

4. Duduk Sebelum Khutbah    

Disunnahkan bagi khatib untuk duduk terlebih dahulu di atas mimbar sebelum memulai khutbahnya. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memulai khutbahnya.

5. Adzan di Depan Khatib    

Pada saat khatib duduk di awal sebelum memulai khutbahnya, maka saat itulah disunnahkan untuk dikumandangkan adzan Jumat di hadapan khatib. Hal itu sebagaiman disebutkan di dalam hadits berikut ini :

Dari As-Saib bin Yazid ra berkata, "Dahulu panggilan adzan hari Jumat awalnya pada saat imam duduk di atas mimbar, di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar radhiyallahuanhuma.. (HR. Bukhari).

6. Mengeraskan Suara Ketika Khutbah

Disunnahkan bagi khatib untuk mengeraskan suaranya, agar terdengar jelas di telinga para hadirin. Rasulullah SAW melakukannya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut:

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahunahu bahwa Rasulullah SAW apabila khutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, emosinya kuat, mirip komandan pasukan. (HR. Muslim)

7. Menyingkat Khutbah 

Disunnahkan bagi khatib untuk menyingkat khutbahnya, sebagaimana hadits berikut ini. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khutbah bagian dari kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. (HR. Muslim)

Ada beberapa hikmah di balik perintah untuk menyingkat khutbah. Di antara hikmahnya adalah

  • Agar orang-orang yang punya hajat bisa dengan segera melaksanakannya, tidak terhambat kewajiban mendengarkan khutbah berlama-lama.
  • Agar tidak membosankan, karena nasehat yang terlalu panjang dan bertele-tele akan membosankan, sehingga malah kurang mengena kepada jamaah.
  • Agar hadirin tidak sempat mengantuk atau pun tertidur ketika mendengarkan khutbah, karena khutbahnya terlalu panjang.

8. Berpegangan Tongkat atau Busur Panah

Termasuk yang dianggap sunnah ketika berkhutbah adalah berpegangan pada tongkat atau busur panah. Dalam riwayat yang lain disebutkan Nabi SAW memegang tombak atau pedang.

Ada banyak hadits yang meriwayatkan hal ini, salah satunya sebagaimana yang diceritakan oleh shahabat yang bertamu ke Madinah dan sempat ikut khutbah Jumat di masjid Nabawi, yaitu Al-Hakam bin Hazn radhiyallahuanhu berkata.

"Aku bertamu ke Rasulullah SAW dan menginap beberapa hari. Kami sempat ikut mendengarkan khutbah Jumat Rasulullah SAW.  Nabi SAW berpegangan pada tongkat atau busur panas, memuji Allah dan menyampaikan kalimat yang singkat, baik dan berkah. (HR. Ibnu Majah).

Rukun Khutbah Jumat

Adapun rukun khutbah Jumat, para ulama mencoba mengumpulkannya dari berbagai dalil, lalu didapat paling tidak ada lima perkara.

Dalam Mazhab Imam Syafii yang dipegang mayoritas umat Islam di Indonesia disebutkan rukun khutbah Jumat ada lima. Kelima rukun khutbah Jumat itu yakni:

1. Membaca hamdalah

2. Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW

3. Membaca petikan ayat Alquran

4. Berwasiyat dan memohon ampunan buat kaum muslimin. 

5. Rukun Khutbah Kelima Membaca Doa dan Permohonan Ampunan

Doa atau pemohonan ampun untuk umat Islam dijadikan rukun yang harus disampaikan dalam khutbah Jumat menurut mazhab As-Syafi'iyah. Minimal sekedar membaca lafadz :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمـُسْلِمَاتِ

Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah

Wallahu A'lam


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : Sunnah Khutbah Jumat sholat Jumat Rukun khutbah Jumat

Sebutkan 3 perbuatan sunnah yang berkaitan dengan salat jumat
​ ​

Sebutkan 3 perbuatan sunnah yang berkaitan dengan salat jumat

Pertama: Datang Ketempat Shalat Jum’at Lebih Awal.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ  =متفق عليه=

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untuk mendengarkan Khutbah.” (HR. Muttafqun Alaihi).

Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang yang masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ الْمَلَائِكَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَعَهُمْ الصُّحُفُ يَكْتُبُونَ النَّاسَ فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ طُوِيَتْ الصُّحُفُ قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ لَيْسَ لِمَنْ جَاءَ بَعْدَ خُرُوجِ الْإِمَامِ جُمُعَةٌ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِمَّنْ يُكْتَبُ فِي الصُّحُفِ  =رواه احمد=

Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untuk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.” Lalu kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?” Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lembaran catatan.” (HR. Ahmad). Dinilai Hasan oleh Al-Albani.

Kedua: Mandi dan Memakai Wangi-Wangian.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي بَكرِ بْنِ الْمُنكَدِرِ قَالَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ سُلَيْمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَأَنْ يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ  =متفق عليه=

Dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku bersaksi atas Abu Sa’id yang mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah saw bersabda: ”Mandi pada hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Dan hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya.” HR. Muttafqun Alaihi).

عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى  =رواه البخاري=

Dari Salman al-Farisi, dia berkata, Nabi saw bersabda: “Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikut-nya.” (HR. Bukhari).

Catatan:

Ulama zhahir berpendapat mandi hari jum’at adalah wajib sesuai hadits diatas; namun mayoritas ulama menyatakan mandi jum’at adalah sunnah mu’akkadah, bukan wajib dengan dalil:

وَعَنْ سَمُرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ, وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ }  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيّ ُ  ([1])

Dari Samurah Ibnu Jundab ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berwudlu pada hari Jum’at berarti telah menjalankan sunnah dan sudah baik dan barangsiapa yang mandi maka itu lebih utama.” (HR. Imam Tujuh dan dinilai hasan oleh Tirmidzi).

Ketiga: Menempati Shaff Yang Paling Depan.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا … =متفق عليه=

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Kalau seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan) dan shaff pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya …  (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ تَعْلَمُونَ أَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةً  =رواه مسلم=

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda: “Seandainya kalian atau mereka mengetahui apa yang terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian.” (HR. Muslim).

Keempat: Jangan Melangkahi Pundak Jama’ah Yang Sudah Datang Lebih Dulu.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَعَلَ يَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ  =رواه ابن ماجه=

Dari Jabir bin ‘Abdillah ra, bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah saw tengah menyampaikan khutbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah saw bersabda: “Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.”  (HR. Ibnu Majah).

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كُنَّا إِذَا أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ أَحَدُنَا حَيْثُ يَنْتَهِي  =رواه ابو داود=

Jabir bin Samurah ra, berkatA: Adalah kami apabila kami datang kepada Nabi saw maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih tersedia di majlis. (HR. Abu Daud) Di nilai shahih oleh Al-Albani.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اثْنَيْنِ إِلَّا بِإِذْنِهِمَا  =رواه احمد=

Dari Abdullah bin Amar (bin ‘Ash) ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak halal bagi seseorang memisah di antara dua orang  kecuali seizin keduanya”. (HR. Ahmad) Dinyatakan shahih oleh Al-Albani.

Kelima: Masuk Masjid Langsung Tahiyyatul Masjid Walau Sedang Adzan.

Rasulullah saw, tidak pernah memberi nama yang khusus. Beliau hanya menyuruh para shahabat agar melakukannya dan menyatakan bahwa shalat itu adalah hak masjid. Sabda Rasulullah saw:

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْطُوْا الْمَسَاجِدَ حَقَّهَا، قِيْلَ: وَمَا حَقُّهَا؟ قَالَ: رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ  =رواه ابن خزيمة=

Dari Abu Qatadah ra, berkata: Bersabda Rasulullah saw: Berikanlah kepada masjid itu haknya. Ditanya: Apa haknya. Ia menjawab: Dua Rakaat sebelum engkau duduk.  (HR. Ibnu Khuzaimah).

Menunjukkan pentingnya shalat tahiyyatul masjid.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ صَاحِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ النَّاسِ قَالَ فَجَلَسْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُكَ جَالِسًا وَالنَّاسُ جُلُوسٌ قَالَ فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ  =رواه مسلم=

Dari Abu Qatadah ra, Shahabat Rasulullah saw, ia berkata: Aku masuk masjid sedang Rasulullah saw sedang duduk diantara dua punggung orang, lalu aku pun duduk. Lalu Rasulullah saw bersabda: Apa yang mencegahmu untuk melakukan ruku’ (shalat) dua rakaat sebelum engkau duduk. Lalu aku berkata: Ya Rasulallah, Aku melihatmu duduk, dan orang-orang duduk juga. Beliau bersabda: Maka apabila masuk salah seorang dari kalian ke dalam masjid, maka hendaklah ia tidak duduk hingga ia shalat dua rakaat.  (HR. Muslim).

عَنْ عَمْرٍو سَمِعَ جَابِرًا قَالَ دَخَلَ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ  =متفق عليه=

Dari Jabir ra, berkata: Ada seorang laki-laki masuk pada waktu sholat Jum’at di saat Nabi saw sedang berkhutbah. Maka bertanyalah beliau: “Engkau sudah sholat?” Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: “Berdirilah dan sholatlah dua rakaat.” =HR. Muttafaq Alaihi=

Keenam: Tidak Berbicara Saat Khatib Sedang Khutbah.

Sabda Rasulullah saw.

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ اَلْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا, وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ: أَنْصِتْ, لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ }  رَوَاهُ أَحْمَدُ, بِإِسْنَادٍ لَا بَأْسَ بِهِ .  ([2]) وَهُوَ يُفَسِّرُ حَدِيثَ أَبِي هُرَيْرَةَ t فِي “اَلصَّحِيحَيْنِ” مَرْفُوعًا: { إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ: أَنْصِتْ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ وَالْإِمَامِ يَخْطُبُ, فَقَدْ لَغَوْتَ }   ([3])

Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa berbicara pada sholat Jum’at ketika imam sedang berkhutbah, maka ia seperti keledai yang memikul kitab-kitab. Dan orang yang berkata: Diamlah, tidak ada Jum’at baginya.” Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad tidak apa-apa, sebab ia menafsirkan hadits Abu Hurairah yang marfu’ dalam shahih Bukhari-Muslim. “Jika engkau berkata pada temanmu “diamlah” pada sholat Jum’at sedang imam sedang berkhutbah, maka engkau telah sia-sia.”

Ketujuh: Tidak Tidur Saat Khatib Sedang Berkhutbah.

Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini adalah kesalahan dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat. Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Sabda Rasulullah saw.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي مَجْلِسِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْهُ إِلَى غَيْرِهِ  =رواه احمد وابو داود والترمذي وابن حبان=

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).

Kedelapan: Agar Menghadap Ke Arah Khatib.

Ada sebagian orang yang dalam mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding atau tiang dan tidak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk para Sahabat Nabi di dalam khutbah Jum’at dan juga bertolak belakang dengan etika mendengar khutbah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَوَى عَلَى الْمِنْبَرِ اسْتَقْبَلْنَاهُ بِوُجُوهِنَا  =رواه الترمذي=

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, berkata, “Jika Rasulullah saw sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” (HR. Tirmidzi).

At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan:

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ يَسْتَحِبُّونَ اسْتِقْبَالَ الْإِمَامِ إِذَا خَطَبَ

“Pengamalan terhadap hal tersebut dilakukan oleh para ulama dari kalangan Shahabat Nabi saw dan juga yang lainnya mereka menyunnahkan untuk menghadap ke khatib jika dia tengah berkhutbah.” (Sunan at-Tirmidzi: kitab al-Jumu’ah, bab Maa Jaa’a fii Istiqbaalil Imaam idzaa Khathaba).

Kesembilan: Agar Pindah Tempat Untuk Melakukan Shalat Sunnat Ba’diyyah.

Di antara kaum muslimin ada yang mengerjakan shalat Jum’at, setelah itu kemudian ia langsung berdiri dan mengerjakan shalat sunnat ba’diyah. Sabda Rasulullah saw.

عُمَرُ بْنُ عَطَاءِ بْنِ أَبِي الْخُوَارِ أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ أَرْسَلَهُ إِلَى السَّائِبِ ابْنِ أُخْتِ نَمِرٍ يَسْأَلُهُ عَنْ شَيْءٍ رَآهُ مِنْهُ مُعَاوِيَةُ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ نَعَمْ صَلَّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَةِ فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ قُمْتُ فِي مَقَامِي فَصَلَّيْتُ فَلَمَّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَيَّ فَقَالَ لَا تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ  =رواه مسلم=

Dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar ra: “Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untuk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang dilihatnya dari Mu’awiyah dalam shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dalam maqshurah. Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah saw telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat sehingga kita berbicara atau keluar.  (HR. Muslim).

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِي مَقَامِهِ فَدَفَعَهُ وَقَالَ أَتُصَلِّي الْجُمُعَةَ أَرْبَعًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُصَلِّي يَوْمَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ وَيَقُولُ هَكَذَا فَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  =رواه ابو داود=

Dari Nafi’ ra, bahwa Ibnu Umar ra, melihat seorang laki-laki shalat dua rakaat pada hari jum’at di tempatnya (tempat ia berdiri melakukan shalat jum’at), maka Ibnu Umar mendorongnya, dan ia berkata: Apakaha engkau akan shalat jum’at empat rakaat. Adalah Abdullah (bin Mas’ud) shalat ba’da jum’atnya dua rakaat dirumahnya, dan ia mengatakan: Beginilah Rasulullah saw menlakukannya.  (HR. Abu Dawud). Hadits Shahih.

Dalam riwayat lain dijelaskan.

قَالَ مُعَاوِيَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلَا تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ  =رواه مسلم=

Mu’awiyah ra, berkata: Apabila engkau shalat jum’at, maka jangan engkau sambung dengan shalat lainnya hingga engkau berbicara atau engkau keluar. Karena sesungguhnya Rasulullah saw, menyuruh kami melakukan yang demikian itu bahwa jangan menyambung shalat dengan shalat lain hingga kami berbicara atau keluar (bergeser).  (HR. Muslim).

Kesepuluh: Tidak Meninggalkan Bershalawat Kepada Rasulullah saw Pada Hari Jum’at.

Banyak orang yang lalai untuk bershalawat atas Rasulullah saw pada hari Jum’at, meskipun keutamaannya sangat besar, pahalanya pun begitu melimpah, khususnya pada hari Jum’at. Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ عَلَيْكَ صَلَاتُنَا وَقَدْ أَرِمْتَ يَعْنِي وَقَدْ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ[4]  =رواه ابو داود والنسائي وابن ماجه واحمد=

Dari Aus bin Aus ra, ia berkata, Bersabda Rasulullah saw: Yang paling utama dari hari kalian adalah hari jum’at, hati itulah diciptakan Adam, padanya ia diwafatkan, padanya ditiup sangkakala dan padanya juga terjadi kiamat. Maka perbanyak kalianlah atasku shalawat pada hari itu, karena sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku, lalu para shahabat berkata: Ya Rasulallah, bagaimana sampainya shalawat kami kepadamu sedang engkau sudah sudah lenyap yaitu engkau sudah hancur. Ia bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan atas bumi memakan jasad para nabi alaihimus salam.  (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

[1] – حسن. رواه أبو داود (354)، والترمذي (497)، والنسائي (3/94)، وأحمد (51 و 15 و 22)، وقال الترمذي: “حديث حسن”. قلت: وعزو الحافظ الحديث للخمسة وهم منه رحمه الله إذ الحديث ليس عند ابن ماجه، عن سمرة، وإنما عنده عن أنس. انظر “الجمعة وفضلها” لأبي بكر المروزي (31 بتحقيقي) والحافظ نفسه عزاه في “الفتح” لأصحاب السنن الثلاثة.

[2] – ضعيف. رواه أحمد (1/230/ رقم 2033)، وفيه مجالد بن سعيد، وهو ضعيف.

[3] – صحيح. رواه البخاري (935)، ومسلم (851). ومعنى: “لغوت”: قال الزين بن المنير: اتفقت أقوال المفسرين على أن اللغو ما لا يحسن من الكلام.

[4] تحقيق الألباني: صحيح ، الإرواء ( 4 ) ، المشكاة ( 1361 ) ، التعليق الرغيب ( 1 / 249 ) ، التعليق على ابن خزيمة ( 1758 ) ، تخريج فضل الصلاة على النبي صلى الله عليه و سلم ( 22 ) ، صحيح أبي داود ( 962 )