Sebutkan 2 nama pahlawan yang berasal dari aceh

Julukan Tanah Rencong melekat pada Aceh, yang berasal dari nama senjata tradisional khas Aceh yaitu Rencong. Rakyat Aceh sejak dulu terkenal sangat gagah berani, tidak kalah dengan daerah lainnya di Nusantara yang terus berjuang melawan penjajahan dan berjuang untuk mencapai kemerdekaan hingga titik darah penghabisan. Atas jasa – jasa para pejuang yang tidak ternilai tersebut, gelar pahlawan nasional kemudian disematkan kepada sebagian dari mereka, yang telah dianggap memenuhi beberapa kriteria tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Para pahlawan nasional dari Aceh yang akan dibahas berikut ini berjumlah delapan orang yang kebanyakan berasal dari keturunan Uleebalang. Uleebalang atau Hulubalang dalam bahasa Melayu adalah kepala pemerintahan dalam Kesultanan Aceh yang memimpin suatu daerah atau Sagoe, wilayah setingkat kabupaten. Pemegang jabatannya diberi gelar Teuku untuk pria dan Cut untuk wanita.

1. Teuku Umar

Lahir di Meulaboh pada 1854 dan wafat pada 1899 di Meulaboh juga, ia adalah pahlawan nasional dari Aceh yang terkenal, ditetapkan pada 1973. Ia adalah anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Teuku Umar berjuang dengan cara pura – pura bekerjasama dengan Belanda dan menerapkan taktik gerilya. Pada usia 19 tahun ia ikut dalam Perang Aceh tahun 1873. Setelah menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang, ia lalu menikah lagi dengan Nyak Malighai, putri Panglima Sagi XXV Mukim.

Pada 1880, ia menikahi Cut Nyak Dhien, janda dari Ibrahim Lamnga yang meninggal karena melawan Belanda. Keduanya kemudian berjuang bersama untuk melawan Belanda. Teuku Umar gugur karena peluru musuh pada pertempuran dengan pasukan Jenderal Van Heutsz yang menghadangnya di Meulaboh. Ketahui juga mengenai nama pahlawan nasional dari Banjarmasin, pahlawan nasional dari Jawa Timur dan pahlawan nasional dari Sumatera Utara.

2. Cut Nyak Dhien

Pahlawan nasional wanita ini lahir pada 1850 dan wafat pada 1908. Ia melanjutkan perjuangan Teuku Umar sepeninggalnya untuk melawan pasukan Belanda di pedalaman Meulaboh, Aceh Barat. Cut Nyak Dhien ditangkap Belanda ketika sudah berusia tua dan rabun karena laporan salah seorang pengikutnya bernama Pang Laot. Konon ia melaporkan Cut Nyak Dhien karena merasa iba dengan kondisinya yang telah digerogoti berbagai penyakit. Cut Nyak Dhien yang dibawa ke Banda Aceh kemudian dirawat hingga sembuh. Karena dianggap masih dapat memberikan pengaruh kuat kepada rakyat Aceh, ia kemudian diasingkan ke Sumedang hingga meninggal pada 6 November 1908. Makamnya berada di daerah Gunung Puyuh, Sumedang. Makamnya baru ditemukan pada 1959 setelah dilakukan pencarian atas permintaan Ali Hasan, Gubernur Aceh. Ia diberikan gelar pahlawan nasional pada tahun 1964.

3. Cut Nyak Meutia

Wanita perkasa yang hidup dari tahun 1870 – 1910 ini memimpin perlawanan terhadap penjajah di Aceh Utara. Ia juga melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Cik Tunong yang meninggal dunia. Ia berjuang bersama suami keduanya yang bernama Pang Nanggroe, yang gugur juga pada 16 September 1910. Pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Meutia terlibat bentrok denan pasukan Marsose di Alue Kurieng dan gugur. Gelar pahlawan nasional dari Aceh didapatkannya bersama Cut Nyak Dhien di tahun 1964. Ketahui juga mengenai nama pahlawan nasional dari Sumatera Barat, pahlawan nasional dari Jawa Tengah dan pahlawan nasional dari Riau.

4. Teuku Cik di Tiro

Lahir tahun 1836, Teuku Cik di Tiro adalah seorang ulama sekaligus panglima besar perang Aceh. Pria bernama asli Teuku Muhammad Saman ini muncul menjadi pemimpin perang ketika perlawanan terhadap Belanda mulai menyurut pada 1881. Delapan tahun setelah Belanda menyatakan perang terhadap Aceh, Teuku Cik di Tiro bersama Teuku Chik Pante Kulu mengobarkan semangat untuk melakukan perang Sabil di jalan Allah. Ia hijrah ke Aceh Besar dari Lamlo, Pidie dan menjadikan basis gerilyawan di Desa Meureu, Indrapuri.

Kontur alam Meureu berupa perpaduan antara dataran rendah dan perbukitan dianggap cocok menjadi benteng pertahanan alami. Satu persatu benteng Belanda direbut oleh pasukannya pada 1881, membuat Belanda kewalahan hingga empat kali mengganti gubernur saat masa perlawanan beliau. Ia meninggal karena diracun oleh seorang perempuan Aceh lewat makanan yang disajikan pada 1891 dan dimakamkan di Desa Meureu, Indrapuri. Gelar pahlawan nasional dianugerahkan pada 1973.

5. Nyak Arif

Teuku Nyak Arif lahir di Ulee Lhee, Banda Aceh pada 1899 dan merupakan residen atau gubernur pertama Aceh. Ia adalah keturunan dari Uleebalang Panglima Sagi 26 Mukim, Aceh Besar. Ia adalah orator ulung yang banyak terlibat pada organisasi pergerakan kemerdekaan. Pernah menjadi Ketua Nasional Indische Partij Kutaraja dan menjadi anggota Volksraad pada 1927 – 1931. Mulai tahun 1932 ia memimpin gerakan bawah tanah menentang Belanda, aktif dalam bidang pendidikan dan politik. Ketika terjadi perang antara sebagian kelompok uleebalang dan ulama, Teuku Nyak Arif yang ingin kedua pihal bersatu malah dituduh berkhianat oleh kaum muda PUSA. Ia ditangkap TKR yang mendukung ulama pada Januari 1946 dan ditawan di Takengon, hingga wafat pada 4 Mei 1946. Ia dimakamkan di Lamreueng, Aceh Besar dan digelari pahlawan nasional pada 1974.

6. Sultan Iskandar Muda

Inilah seorang Raja besar yang membawa Aceh ke zaman keemasannya sewaktu ia berkuasa pada 1607 – 1636. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang lahir pada 1593, Aceh menguasai Sumatera dan sebagian daerah Malaysia seperti Johor dan Kedah. Aceh juga menyerang Portugis di Malaka pada masa pemerintahannya. Aceh juga mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pembelajaran Islam. Gelar Pahlawan Nasional dari Aceh disematkan pada 1993. Namanya diabadikan sebagai nama bandar udara internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh.

7. Teuku Muhammad Hasan

Lahir di Sigli pada 4 April1906, ia seorang aktivis kemerdekaan dan Gubernur pertama Sumatera. Kalangan pergerakan menyebutnya Mr Muhammad Hasan. Ketika bersekolah di Universitas Leiden, Belanda pada usia 25 tahun, ia bergabung dengan sejumlah tokoh pergerakan nasional seperti Muhammad Hatta dan Ali Sastroamidjojo. Pernah juga menjadi salah satu anggota PPKI yang merumuskan dasar – dasar negara Indonesia dengan dipimpin Ir. Soekarno. Ia bersama Syafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumbar ketika terjadi Agresi Militer Belanda II. Ia juga mendirikan Universitas Serambi Mekah yang masih ada hingga sekarang. Teuku Muhammad Hasan meninggal pada 21 September 1997 di usia 91 tahun dan dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 2006.

8. Laksamana Malayahati

Salah seorang pejuang perempuan yang berasal dari Kesultanan Aceh, putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari ayah adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra Sultan Salahuddin Syah yang memegang kekuasaan sekitar 1530 – 1539 M dan merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513 – 1530 M), pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Malahayati pernah menjadi Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Pada 11 September 1599, malahayati memimpin 2000 orang pasukan Inong Balee (janda pahlawan yang gugur) untuk berperang melawan kapal serta benteng Belanda.

Dalam perlawanannya tersebut ia membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Gelar Laksamana kemudian disematkan karena keberaniannya ini. Makamnya berada di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Namanya diabadikan dalam banyak hal, antara lain pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, kapal perang jenis Fregat kelas Fatahillah milik TNI AL (KRI Malahayati), Universitas Malahayati di Bandar Lampung, diceritakan kembali dalam film pada 2007, dan dipakai untuk divisi wanita ormas Nasional Demokrat bernama Garda Wanita Malahayati. Gelar pahlawan nasional diberikan pemerintah pada 6 November 2017.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Makam Sultan Iskandar Muda. Foto: Ahmad Ariska/acehkini

Penanggalan 10 November, saban tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional Indonesia. Ini untuk mengenang jasa pahlawan yang berjuang melawan penjajahan di masa lalu, sehingga Indonesia Merdeka.

Di Aceh, semangat perlawanan terhadap penjajahan sangat tinggi. Sehingga Aceh menjadi daerah yang tak pernah ditaklukkan oleh Belanda secara keseluruhan di Nusantara. Tentu banyak pahlawan Aceh yang gugur saat berjihad di medan perang.

Dari seluruh penjuru Nusantara, sangat banyak orang-orang yang telah berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasa mereka, negara menggelar mereka sebagai Pahlawan Nasional.

Sejak penetapan Pahlawan Nasional pada tahun 1959, hingga tahun 2019, terhitung ada 8 sosok Pahlawan Nasional berasal dari Aceh. Berikut acehkini rangkum dari berbagai sumber:

Keumala Hayati. Dok. wikipedia

Bernama asli Keumala Hayati, Laksamana Malahayati adalah seorang perempuan pejuang pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Ketika itu, Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (pasukan perang perempuan Aceh) untuk berperang. Pada 11 September 1599, Malahayati membunuh pimpinan pasukan perang Belanda, Cornelis de Houtman dalam sebuah pertempuran di atas kapal di perairan laut Aceh.

Makam Laksamana Malahayati berada di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Ia digelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.

Iskandar Muda. Dok. Univ, Abulyatama

Paduka Seri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam atau Sultan Iskandar Muda lahir tahun 1583 di Bandar Aceh Darussalam. Semasa ia menjadi sultan, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyatukan seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu di bawah panji kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam

Selama lebih kurang 30 tahun masa pemerintahannya, yaitu (1606-1636 M) dia telah berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam ke atas puncak kejayaannya, hingga mencapai peringkat kelima di antara kerajaan Islam terbesar di dunia.

Indahnya makam Iskandar Muda. Foto: Ahmad Ariska/acehkini

Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 M dan makamnya terletak dalam komplek Kandang Mas di Banda Aceh yang telah pernah dihancurkan Belanda. Yang ada sekarang ini merupakan duplikatnya hasil petunjuk Pocut Meurah isteri Sultan Mahmudsyah.

Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Sultan Iskandar Muda sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 14 September 1993.

Tgk Chik Di Tiro. Dok. wikipedia

Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman lahir di Tiro, Pidie, pada 1 Januari 1836. Ia merupakan seorang ulama Aceh yang berjuang melawan penjajah Belanda. Ia adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.

Teungku Chik di Tiro membangkitkan semangat perlawanan rakyat Aceh dengan berjihad dalam Prang Sabi. Ia gugur pada Januari 1891 di Aneuk Galong, Aceh Besar. Makamnya terletak di Manggra, Indrapuri, Aceh Besar.

Kompleks makam Tgk Chik Di Tiro. Foto: Windy Phagta/acehkini

Teungku Chik di Tiro diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/Tahun 1973 tertanggal 6 November 1973.

Cuk Nyak Dhien dalam bingkai foto di rumahnya. Foto: Adi Warsidi/acehkini

Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Aceh Besar, pada 1848. Ia adalah istri dari Teuku Umar, yang juga Pahlawan Nasional asal Aceh. Mereka dikenal sebagai suami istri yang tangguh melawan penjajah Belanda, terlibat banyak perang.

Setelah Teuku Umar meninggal pada 11 Februari 1899 di Meulaboh, Aceh Barat, Cut Nyak Dhien terus memimpin pasukan Aceh bergerilya dari hutan ke hutan.

Setelah bertahun-tahun memimpin perang, kesehatannya menurun dan penglihatannya mulai kabur. Salah seorang panglimanya, Pang Laot Ali merasa iba dengan kondisinya, lalu membuat perjanjian dengan Belanda. Syaratnya, Belanda harus merawat Cut Nyak Dhien.

Belanda setuju, lalu ditawankan Cut Nyak Dhien dan dibawa ke Banda Aceh. Dalam pengawasan Belanda, Cut Nyak Dhien masih berkomunikasi dengan para pejuang. Hal ini diketahui penjajah, lalu mengasingkannya ke Sumedang, Jawa Barat pada 1906.

Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 di pengasingan dalam usia 60 tahun, makamnya terawat baik di Sumedang hingga kini. Sebagai penghargaan terhadap perjuangan Cut Nyak Dhien, pemerintah mengangkat Cut Nyak Dhien sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964.

Teuku Umar. Dok. Wikipedia

Teuku Umar lahir di Meulaboh, tahun 1854. Ia merupakan suami dari Cut Nyak Dhien. Ia punya strategi perang gerilya yang sangat ditakuti musuh. Teuku Umar pernah berpura-pura bekerjasama dengan Belanda, lalu melawannya ketika telah mengumpulkan senjata dan uang.

Teuku Umar gugur dalam perlawanan dengan pasukan Belanda, yang dipimpin Van Heutsz di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, pada 11 Februari 1899. Ia dimakamkan di Desa Mugo Rayuek, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat.

Teuku Umar diangkat Pahlawan Nasional pada tahun 1955 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 217/1955.

Cut Meutia. Dok. wikipedia

Cut Nyak Mutia adalah seorang pejuang perempuan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Ia lahir di Keureutoe, Aceh Utara, pada 15 Februari 1870. Pada masa hidupnya, Cut Meutia berjuang bersama pasukan Inong Balee melawan penjajah Belanda.

Ia gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Alue Kurieng, Aceh Utara, pada 24 Oktober 1910. Makam Cut Mutia berada di kawasan hutan lindung Gunung Lipeh, Ujung Krueng Kereuto, Pirak Timur, Aceh Utara.

Ia menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964. Pada Desember 2016, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia, pecahan Rp1.000.

Teuku Nyak Arief. Dok. wikipedia

Teuku Nyak Arief lahir di Ulee Lheue, Banda Aceh, pada 17 Juli 1899. Ia pernah menjadi Residen Aceh, pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatra, Teuku Muhammad Hasan.

Teuku Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon, Aceh. Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga pada tepi sungai Lamnyong di Lamreung, Aceh Besar, dua kilometer dari Lamnyong, Banda Aceh.

Pada 1974, Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974.

Teuku Muhammad Hasan. Dok. wikipedia commons

Teuku Muhammad Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 4 April 1906. Ia merupakan Gubernur Wilayah Sumatra pertama setelah Indonesia merdeka tahun 1945.

Pada 7 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Soekarno. Setelah merdeka ia diangkat menjadi Gubernur Wilayah Sumatra pertama dengan ibukota di Medan.

Semasa hidupnya, Teuku Muhammad Hasan pernah menulis buku dan mendirikan Universitas Serambi Mekkah di Banda Aceh. Ia meninggal dunia pada 21 September 1997 di Jakarta.

Ia lalu diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2006 oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006.

Selamat Hari Pahlawan. []