sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fiqih islam

WARTA LOMBOK -Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat dlanni (lawan dari qathi) atau yang lafadznya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu.

Dikutip Warta Lombokdari buku Fiqih dan Khilafiyah, berikut beberapa sebab perbedaan pendapat ulama dalam sejumlah masalah Fiqih:

1. Perbedaan Makna Lafadz Teks Nash

Baca Juga: Perbedaan Pendapat Para Ulama Tidak pada Masalah Prinsip, Berikut Penjelasannya

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadz tersebut umum (mujmal) atau lafadz yang memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadz memiliki arti umum dan khusus, atau lafadz yang memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain.

Contohnya, lafadz al quru memiliki dua arti; haid dan suci (Al Baqarah: 228) atau lafadz perintah (amr) bisa bermakna wajib atau anjuran. Lafadz nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh.

Contoh lainnya adalah lafadz yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al Baqarah: 206

Tidak ada paksaan dalam agama, apakah informasi ini memiliki arti larangan atau informasi tentang hal sebenarnya?

2. Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadits. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, diantaranya:

Baca Juga: Penjelasan Fiqih Ikhtilaf Menurut Bahasa serta Jenisnya

  • hadits itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainnya
  • atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat
  • atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadits melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat
  • atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadits. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadits.
  • atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadits itu seperti hadits mursal.

3. Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

4. Perbedaan Kaidah Ushul Fiqih

Baca Juga: Perbedaan Pendapat Sahabat Nabi tentang Shalat Ashar di Bani Quraidhah

Seperti kaidahusul fiqih yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", "mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

5. Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), syarat dan illat.

Illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas disamping juga ada kesepakatan antara ulama.

6. Pertentangan Antar Dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan.

Baca Juga: Aturan Batasan Aurat Wanita Muslimah di Depan Sesama Muslimah, Non Muslim dan Ketika Sholat

Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-penetapannya.

Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah SAW dalam berpolitik atau memberi fatwah.

Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama semoga Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah yang turun kepada Rasulullah SAW.

Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama.

Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan tali Allah.

Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah.

Baca Juga: Batasan Aurat Wanita Muslimah di Depan Suaminya, Para Istri Harus Memperhatikan dan Mengamalkan ini

Namun mereka menyebut,"Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."

Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau kesalahannya dalam masalah cabang fiqih. Wallaualam.***

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA