Salah satu persyaratan sebelum melakukan pembuatan lubang senter pada mesin bubut adalah

(1)
(2)

KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN BELAJAR 1 : PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES

PEMBUBUTAN

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat:

a.

Menetapkan kecepatan potong pada proses pembubutan

b.

Menerapkan kecepatan potong (Cutting Speed)pada proses pembubutan

c.

Menghitung putaran/Rpm(Revolutionper minute)pada proses pembubutan

d.

Menerapkan putaran/Rpm (Revolution per minute) pada proses pembubutan

e.

Menghitung kecepatan pemakanan (feed) pada proses pembubutan

f.

Menghitung kecepatan pemakanan (feed) pada proses pembubutan

g.

Menghitung waktu pemesinan pada proses pembubutan

h.

Menerapakan waktu pemesinan pada proses pembubutan

B. Indikator Pencapaian Komptensi

20.22.1. Menetapkan cutting speedpada pembubutan untuk berbagai jenis material 20.22.2. Menetapkan kecepatan putaran mesin (revolution per minute) pada proses

pembubutan

20.22.3. Menerapkan kecepatan pemakanan (feeding) pada proses pembubutan 20.22.4. Menganalisis waktu pada proses pembubutan

C. Uraian Materi

Parameter Pemotongan Pada Proses Pembubutan

Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada proses pembubutan adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-tabel yang mendasari teknologi proses pemotongan/penyayatan pada mesin bubut diantaranya. Parameter pemotongan pada proses pembubutan meliputi: kecepatan potong (Cutting speed - Cs),kecepatan putaran mesin (Revolution per minute), kecepatan pemakanan (Feed – F) dan waktu proses pemesinannya.


(3)

1.

Kecepatan potong (Cutting speed

Cs)

Yang dimaksud dengan kecepatan potong (Cs) adalah kemampuan alat potong menyayat bahan dengan aman menghasilkan tatal dalam satuan panjang perwaktu (meter/menit atau feet/menit). Ilustrasi kecepatan potong pada poroses pembubutan, dapat dilihat pada (Gambar 1.1).

Gambar 1. 1 Ilustrasi kecepatan potong pada proses pembubutan

Pada gerak putar seperti mesin bubut, kecepatan potongnya (Cs) adalah: Keliling lingkaran benda kerja (π.d) dikalikan dengan putaran (n). atau: Cs = π.d.n Meter/menit.

Keterangan:

d : diameter benda kerja (mm)

n : putaran mesin/benda kerja (putaran/menit - Rpm) π : nilai konstanta = 3,14

Kecepatan potong untuk berbagai macam bahan teknik yang umum dikerjakan pada proses pemesinan, sudah diuji/ diselidiki para ahli dan sudah disusun menjadi tabel kecepatan potong. Sehingga dalam penggunaannya tinggal menyesuaikan antara jenis bahan yang akan dibubut dan jenis alat potong yang digunakan. Sedangkan untuk bahan-bahan khusus/spesial, tabel Cs-nya dikeluarkan oleh pabrik pembuat bahan tersebut.

Pada tabel kecepatan potong (Cs) juga disertakan jenis bahan alat potongnya. Yang pada umumnya, bahan alat potong dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu HSS (High Speed Steel) dan karbida (carbide). Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan alat potong yang bahannya karbida, kecepatan potongnya lebih besar jika dibandingkan dengan alat potong HSS (Tabel 1.1)

Tabel 1. 1 Kecepatan Potong Bahan


(4)

m/men Ft/min M/min Ft/min Baja lunak(Mild Steel) 18 – 21 60 – 70 30 – 250 100 – 800 Besi Tuang(Cast Iron) 14 – 17 45 – 55 45 - 150 150 – 500 Perunggu 21 – 24 70 – 80 90 – 200 300 – 700

Tembaga 45 – 90 150 –

300

150 – 450 500 – 1500 Kuningan 30 – 120 100 –

400

120 – 300 400 – 1000 Aluminium 90 - 150 300 - 500 90 - 180 a. – 600 2.

Kecepatan Putaran Mesin Bubut (Revolution Per Menit - Rpm)

Yang dimaksudkecepatan putaran mesin bubut adalah, kemampuan kecepatan putar mesin bubut untuk melakukan pemotongan atau penyayatan dalam satuan putaran/menit. Maka dari itu untuk mencari besarnya putaran mesin sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kecepatan potong dan keliling benda kerjanya. Mengingat nilai kecepatan potong untuk setiap jenis bahan sudah ditetapkan secara baku, maka komponen yang bisa diatur dalam proses penyayatan adalah putaran mesin/benda kerjanya. Dengan demikian rumus dasar untuk menghitung putaran mesin bubut adalah:

Cs = π.d.n Meter/menit n = π.ds Rpm

Karena satuan kecepatan potong (Cs) dalam meter/menit sedangkan satuan diameter benda kerja dalam milimeter, maka satuannya harus disamakan terlebih dahulu yaitu dengan mengalikan nilai kecepatan potongnya dengan angka 1000 mm. Maka rumus untuk putaran mesin menjadi:

n = π.d. s Rpm Keterangan:

d : diameter benda kerja (mm) Cs: kecepatan potong (meter/menit) π : nilai konstanta = 3,14


(5)

Sebuah baja lunak berdiameter () 62 mm, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 25 meter/menit. Pertanyaannya adalah: Berapa besar putaran mesinnya ?.

Jawaban: n = π.d. s n = , ..

n = 128,415 Rpm

Jadi kecepatan putaran mesinnya adalah sebesar 128,415putaran per- menit Contoh 2:

Sebuah baja lunak berdiameter () 2,5 inchi, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 20 meter/menit. Berapa besar putaran mesinnya ?.

Jawaban:

Satuan inchi bila dijadikan satuan mm harus dikalikan 25,4 mm. Dengan demikian diamter () 2 inchi= 2,5x25,4= 63,5 mm. Maka putaran mesinnya adalah:

n = π.d. s n = , . ,. n = 100,305 Rpm.

Jadi putaran mesinnya adalah sebesar 100,305putaran per-menit

Hasil perhitungan di atas pada dasarnya sebagai acuan dalam menyetel putaran mesin agar sesuai dengan putaran mesin yang tertulis pada tabel yang ditempel di mesin tersebut. Artinya, putaran mesin aktualnya dipilih dalam tabel pada mesin yang nilainya paling dekat dengan hasil perhitungan di atas. Untuk menentukan besaran putaran mesin bubut juga dapat menggunakan tabel yang sudah ditentukan berdasarkan perhitungan empiris (Lihat pada lampiran)

3.

Kecepatan Pemakanan (Feed - F)

Kecepatan pemakanan atau ingsutan ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya: kekerasan bahan, kedalaman penyayatan, sudut-sudut sayat alat potong, bahan alat potong, ketajaman alat potong dan


(6)

kesiapan mesin yang akan digunakan. Kesiapan mesin ini dapat diartikan, seberapa besar kemampuan mesin dalam mendukung tercapainya kecepatan pemakanan yang optimal. Disamping beberapa pertimbangan tersebut, kecepatan pemakanan pada umumnya untuk proses pengasaran ditentukan pada kecepatan pemakanan tinggi karena tidak memerlukan hasil pemukaan yang halus (waktu pembubutan lebih cepat), dan pada proses penyelesaiannya/finising digunakan kecepatan pemakanan rendah dengan tujuan mendapatkan kualitas hasil penyayatan yang lebih baik sehingga hasilnya halus (waktu pembubutan lebih cepat).

Besarnya kecepatan pemakanan (F) pada mesin bubut ditentukan oleh seberapa besar bergesernya pahat bubut (f) dalam satuan mm/putaran dikalikan seberapa besar putaran mesinnya (n) dalam satuan putaran. Maka rumus untuk mencari kecepatan pemakanan (F) adalah: F = f x n (mm/menit).

Keterangan:

f= besar pemakanan atau bergesernya pahat (mm/putaran) - (lihat lampiran) n= putaran mesin (putaran/menit)

Contoh 1:

Sebuah benda kerja akan dibubut dengan putaran mesinnya (n) 750 putaran/menit dan besar pemakanan (f) 0,2 mm/putaran. Pertanyaannya adalah: Berapa besar kecepatan pemakanannya ?.

Jawaban: F = f x n

F = 0,2 x 750 = 150 mm/menit.


(7)

Contoh 2:

Sebuah benda kerja berdiameter 40 mm, akan dibubut dengan kecepatan potong (Cs) 25 meter/menit dan besar pemakanan (f) 0,15 mm/putaran. Pertanyaannya adalah: Berapa besar kecepatan pemakanannya ?

Jawaban: n = . Cs

π. d = . , . n = 199,044 ≈ 199 Rpm F = f x n

F = 0,15 x 199 = 29,85 mm/menit.

Pengertiannya adalah, pahat bergeser sejauh 29,85 mm, selama satu menit.

4.

Waktu Pemesinan Bubut (tm)

Dalam membuat suatu produk atau komponen pada mesin bubut, lamanya waktu proses pemesinannya perlu diketahui/dihitung. Hal ini penting karena dengan mengetahui kebutuhan waktu yang diperlukan, perencanaan dan kegiatan produksi dapat berjalan lancar. Apabila diameter benda kerja, kecepatan potong dan kecepatan penyayatan/ penggeseran pahatnya diketahui, waktu pembubutan dapat dihitung.

a) Waktu Pemesinan Bubut Rata

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pemesinan bubut adalah, seberapa besar panjang atau jarak tempuh pembubutan (L) dalam satuan mm dan kecepatan pemakanan (F) dalam satuan mm/menit. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pembubutan (L) adalah panjang pembubutan rata ditambah star awal pahat (ℓa), atau: L total= ℓa+ ℓ (mm). Untuk nilai kecepatan pemakanan (F), dengan berpedoman pada uraian sebelumnya F= f.n (mm/putaran).


(8)

Gambar 1. 2 Ilustrasi panjang pembubutan rata

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pemesinan bubut rata (tm) dapat dihitung dengan rumus:

enit. M (tm) mm/menit (F) Pemakanan Kecepatan mm (L) rata pembubutan Panjang rata bubut pemesinan Waktu 

tm =LF menit. L = ℓa+ ℓ (mm). F= f.n (mm/menit). Keterangan:

f = pemakanan dalam satau putaran (mm/put) n = putaran benda kerja (Rpm)

ℓ = panjang pembubutan rata (mm) la = jarak star pahat (mm)

L = panjang total pembubutan rata (mm) F = kecepatan pemakanan mm/menit Contoh soal 1:

Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D)= 40 mm akan dibubut rata menjadi (d)= 30 mm sepanjang (ℓ)= 65, dengan jarak start pahat (la)= 4 mm. Data-data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Putaran mesin (n)= 500 putaran/menit, dan pemakanan mesin dalam satu putaran (f)= 0,05 mm/putaran.


(9)

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan rata sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses?.

Jawaban soal 1:

 L = ℓa+ ℓ = 65+4 = 69 mm

 F = f.n = 0,05 x 500 = 25 mm/menit  tm =L

F menit

 tm = = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan rata sesuai data diatas adalah selama 2,76 menit.

Contoh soal 2:

Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D)= 30 mm akan dibubut rata menjadi (d)= 30 mm sepanjang (ℓ)= 70, dengan jarak star pahat (ℓa)= 4 mm. Data-data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong (Cs)= 25 meter/menit, dan pemakanan mesin dalam satu putaran (f)= 0,03 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan rata sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses?.

Jawaban soal 2:

n = π.d. s

= , .. = 265,393 ≈ 265 Rpm

L = ℓa+ ℓ = 70+4 = 74 mm

F = f.n = 0,03 x 265 = 7,95 mm/menit

tm =LF menit

tm = , = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan rata sesuai data diatas adalah selama 9,308 menit.


(10)

b) Waktu Pemesinan Bubut Muka (Facing)

Perhitungan waktu pemesinan bubut muka pada prinsipnya sama dengan menghitung waktu pemesinan bubut rata, perbedaannya hanya terletak pada arah pemakanan yaitu melintang. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pembubutan (L) adalah panjang pembubutan muka ditambah star

awal pahat (ℓa), sehingga:

a

2

d

a

r

L

. Untuk nilai kecepatan pemakanan (F), mengacu pada uraian sebelumnya, maka: F= f.n (mm/putaran).

Gambar 1. 3Panjang langkah pembubutan muka (facing)

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pemesinan bubut muka (tm) dapat dihitung dengan rumus:

enit. M (tm) mm/menit (F) Pemakanan Kecepatan mm (L) muka pembubutan Panjang muka bubut pemesinan Waktu 

tm =LF menit

L =d+ ℓa mm

F= f.n mm/menit

Keterangan:

d = diameter benda kerja

f = pemakanan dalam satu putaran (mm/putaran) n = putaran benda kerja (Rpm)

ℓ = panjang pembubutan muka (mm) la = jarak startpahat (mm)


(11)

F = kecepatan pemakanan setiap (mm/menit)

Contoh soal 1:

Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D)= 50 mm akan dibubut muka dengan jarak star pahat (ℓa)= 3 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Putaran mesin (n)= 500 putaran/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f)= 0,05 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan muka sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?.

Jawaban soal 1:

 L =d+ ℓa = + = mm

F = f.n = 0,05 x 500= 25 mm/menit

tm =LF menit

= = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan muka sesuai data diatas adalah selama 1,12 menit.

Contoh soal 2:

Sebuah benda kerja dengan diameter terbesar (D)= 60 mm akan dibubut muka dengan jarak star pahat (ℓa)= 3 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong (Cs)= 35 meter/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f)= 0,06 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembubutan muka sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?.

Jawaban soal 2:

n = . s

π.d = .

, . = 185,774 ≈ 186 Rpm

 L =d+ ℓa = + = mm


(12)

tm =LF menit = , = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pembubutan muka sesuai data diatas adalah selama 3,405 menit.

c) Waktu Pengeboran Pada Mesin Bubut

Perhitungan waktu pengeboran pada mesin bubut, pada prinsipnya sama dengan menghitung waktu pemesinan bubut rata dan bubut muka. Perbedaannya hanya terletak pada jarak star ujung mata bornya. Pada gambar dibawah menunjukkan bahwa, panjang total pengeboran (L) adalah panjang pengeboran (ℓ) ditambah star awal mata bor (ℓa= 0,3 d), sehingga: L= ℓ + 0,3d (mm). Untuk nilai kecepatan pemakanan (F) mengacu pada uraian sebelumnya F= f.n (mm/putaran)

Gambar 1. 4 Panjang langkah pengeboran

Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan diatas, maka perhitungan waktu pengeboran (tm) dapat dihitung dengan rumus:

enit M (tm)

p

mm/menit (F)

Feed

mm (L) pengeboran

Panjang engeboran

Waktu 

 tm =L

F menit

 L= ℓ + 0,3d (mm.  F= f.n (mm/putaran) Keterangan:

ℓ = panjang pengeboran L = panjang total pengeboran


(13)

n = putaran mata bor (Rpm) f = pemakanan (mm/putaran)

Contoh soal 1:

Sebuah benda kerja akan dilakukan pengeboran sepanjang 28 mm dengan mata bor berdiameter 10 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Putaran mesin (n)= 700 putaran/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f)= 0,04 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan pengeboran pada mesin bubut sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?.

Jawab soal 1 :

 L = ℓ + , d = + , . = mm

F = f.n = 0,04 x 700= 28 mm/menit

tm =LF menit

= = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pengeboran sesuai data diatas adalah selama , menit.

Contoh soal 2:

Sebuah benda kerja akan dilakukan pengeboran sepanjang 40 mm dengan mata bor berdiameter 10 mm. Data parameter pemesinannya ditetapkan sebagai berikut: Kecepatan potong (Cs)= 25 meter/menit, dan pemakanan dalam satu putaran (f)= 0,03 mm/putaran.

Pertanyaannya adalah: Berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan pengeboran pada mesin bubut sesuai data diatas, apabila pemakanan dilakukan satu kali pemakanan/proses ?.

Jawab soal 2 :

 n = . s

π.d = , ..


(14)

 L = ℓ + , d = + , . = mm

F = f.n = 0,03 x 796= 23,88 mm/menit

tm =LF menit = , = , menit

Jadi waktu yang dibutuhkan untuk pengeboran sesuai data diatas adalah selama 1,8 menit.

D. Aktivitas Pembelajaran

1. Mengamati

Parameter pemotongan pada proses pembubutan merupakan perhitungan yang yang mendasari teknologi proses pemotongan/penyayatan.

 Lakukan pengamatan dengan seksama terhadap putaran mesin bubut (gunakan dari putaran yang paling rendah), kemudian lakukan analisis terhadap putaran tersebut terkait hubungan antara kecepatan putaran mesin, diameter benda kerja dan kecepatan potong. Gunakan format D.1a di bawah untuk melakukan kegiatan pengamatan.

No. Kecepatan putaran

mesin (rpm) Diameter benda kerja Keepatan potong (m/min) 1.

2. 3. ...

 Amati/ putaran mesin, kemudian setel kecepatan pemakanan pada mesin dengan posisi bervariasi.Gunakan format D.1b di bawah untuk melakukan perhitungan terhadap kecepatan pergerakan mesin bubut.

No. Kecepatan putaran (rpm)

Setelan feeding (mm/min)

Pergerakan eretan memanjang (mm) 1.

2. 3. ...


(15)

 Amati/ putaran mesin, kemudian setel kecepatan pemakanan pada mesin dengan posisi bervariasi. Tentukan asumsi panjang benda kerja yang dibubut.Gunakan format D.1c di bawah untuk melakukan perhitungan waktu yang ditentukan

No. Kecepatan putaran (rpm) Setelan feeding (mm/min) Panjang Pembubutan (mm) Waktu pembubutan memanjang 1. 2. 3. ...

 Amati/ putaran mesin, kemudian setel kecepatan pemakanan pada mesin dengan posisi bervariasi. Tentukan asumsi diameter benda kerja yang dibubut (dengan menggunakan eretan melintang). Gunakan format D.1d di bawah untuk melakukan perhitungan waktu yang ditentukan.

No. Kecepatan putaran (rpm) Setelan feeding (mm/min) Diameter benda kerja (mm) Waktu pembubutan melintang 1. 2. 3. ...

 Amati/ putaran mesin, kemudian setel kecepatan pemakanan pada mesin dengan posisi bervariasi. Tentukan asumsi kedalaman pengeboran (dengan menggunakan kepala lepas). Gunakan format D.1e di bawah untuk melakukan perhitungan waktu yang ditentukan.

No. Kecepatan putaran (rpm)

Setelan

feeding

(mm/min)

Kedalaman

pengeboran (mm) Waktu pengeboran 1.

2. 3. ...


(16)

2. Menanya

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan putaran mesin bubut dan pergerakan dari eretan memanjang, apakah ada yang masih belum dipahami secara jelastentang hubungan antara putaran dengan cutting speed maupun putaran dengan feeding, atau waktu pembubutan?.Catat hal-hal yang belum Saudara pahami bagaimana dan diskusikan dengan teman. Buatlah identifikasi dari masalah yang ada dengan cara menggali melalui pertanyaan-pertanyaan. Saudara dapat menggunakan bantuan identifikasi masalah menggunakan format D.2a berikut ini.

No. Paremeter pemotongan yang belum dipahami

Identifikasi

Masalah Keterangan

1. 2. 3. ...

3. Mengumpulkan Informasi

Kumpulkan informasi-informasi tentang parameterpemotongan pada mesin bubut yang mendasari teknologi proses pemotongan/penyayatan. Informasi yang akan diperoleh berupa beberapa alternatif jawaban dari masalah-masalah yang telah diajukan sebagaimana identifikasi masalah. Informasi dikumpulkan dengan melalui diskusi, buku-buku referensi lainnya, pembuktian, atau melalui internet yang layak dipercaya. Saudara dapat menggunakan bantuan mengumpulkan informasi menggunakan format C.3a berikut ini.

No. Uraian Identifikasi Masalah Inventarisasi Informasi/ Solusi 1

2 3 ...


(17)

4. Mengolah Informasi

Lakukan pengidentifikasian dari hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan sebagaimana pada kegiatan pembelajaran 3.4. sehingga akan dimunculkan hasil informasi yang paling cocok untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah dimunculkan saat kegiatan pembelajaran. Pengolahan informasi dlakukan dengan berdasarkan hasil diskusi, pencarian referensi, hasil uji coba praktik, atau informasi dari sumber internet yang layak dipercaya. Hasil olahan informasi sudah berbentuk simpulan-simpulan yang berisi tentang jawaban dari permasalahan. Pada tahap ini, seluruh tujuan pembelajaran yang dicanangkan sudah diperoleh sesuai dengan tingkatan/gradasi pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan sikap yang terbentuk secara tidak langsung akibat kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran diharapkan juga telah terhabituasi pada peserta.

5. Mengkomunikasikan

Demonstrasikan/presentasikan dari hasil yang telah diperoleh selama kegiatan pembelajaran dihadapan instruktur /widyaiswara. Buatlah laporan secara tertulis, serta bahan presentasi yang dapat disampaikan kepada instruktur /widyaiswara. Isi dari laporan adalah menjawab seluruh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, sekaligus menjelaskan tentang permasalahan dan solusi dari materi yang telah dibahas. Dalam laporan, minimal terdiri atas tiga Bab, yaitu: Bab I. Pendahuluan, Bab II. Pembahasan, dan Bab III. Kesimpulan.

Khusus untuk demonstrasi sebagai bentuk mengkomunikasikan, dilakukan dihadapan instruktur /widyaiswara untuk melakukan perhitungan dari parameter mesin bubut.


(18)

E. Rangkuman

1. Kecepatan potong (Cutting speed – Cs )

Pada gerak putar seperti mesin bubut, kecepatan potongnya (Cs) adalah: Keliling lingkaran benda kerja (π.d) dikalikan dengan putaran (n). atau: Cs = π.d.n Meter/menit.

Keterangan:

d : diameter benda kerja (mm)

n : putaran mesin/benda kerja (putaran/menit - rpm) π : nilai konstanta = 3,14

2. Kecepatan Putaran Mesin Bubut (Revolution Per Menit - RPM) Rumus dasar untuk menghitung putaran mesin bubut adalah: Cs = π.d.n meter/ menit. → n = s

π.drpm. Maka rumus untuk putaran mesin menjadi: n = . s

π.d rpm Keterangan:

d : diameter benda kerja (mm) Cs: kecepatan potong (meter/menit) π : nilai konstanta = 3,14

3. Kecepatan Pemakanan (Feed - F)

Besarnya kecepatan pemakanan (F) pada mesin bubut ditentukan oleh seberapa besar bergesernya pahat bubut (f) dalam satuan mm/putaran dikalikan seberapa besar putaran mesinnya (n) dalam satuan putaran. Maka rumus untuk mencari kecepatan pemakanan (F) adalah: F = f x n (mm/menit). Keterangan:

f= besar pemakanan atau bergesernya pahat (mm/putaran) - (lihat lampiran) n= putaran mesin (putaran/menit)

4. Waktu Pemesinan Bubut (tm) a. Waktu Pemesinan Bubut Rata

enit. M (tm) mm/menit (F) Pemakanan Kecepatan mm (L) rata pembubutan Panjang rata bubut pemesinan

Waktu  tm =

L


(19)

F= f.n (mm/ menit). Keterangan:

f = pemakanan dalam atau putaran (mm/put) n = putaran benda kerja (Rpm)

ℓ = panjang pembubutan rata (mm) la = jarak star pahat (mm)

L = panjang total pembubutan rata (mm) F = kecepatan pemakanan mm/menit b. Waktu Pemesinan Bubut Muka (Facing)

enit. M (tm) mm/menit (F) Pemakanan Kecepatan mm (L) muka pembubutan Panjang muka bubut pemesinan Waktu 

tm =LF menit

L =d+ ℓa mm

F= f.n mm/menit Keterangan:

d = diameter benda kerja

f = pemakanan dalam satu putaran (mm/putaran) n = putaran benda kerja (rpm)

ℓ = panjang pembubutan muka (mm) la = jarak star pahat (mm)

L = panjang total pembubutan muka (mm) F = kecepatan pemakanan setiap (mm/menit) c. Waktu Pengeboran Pada Mesin Bubut

enit

M (tm) p mm/menit (F) Feed mm (L) pengeboran Panjang engeboran Waktu 

 tm =L

F menit

 L= ℓ + 0,3d (mm.  F= f.n (mm/putaran) Keterangan:

ℓ = panjang pengeboran L = panjang total pengeboran


(20)

d = diameter mata bor n = putaran mata bor (rpm) f = pemakanan (mm/putaran)

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Pada kegiatan belajar 1 ini telah mempelajari materi tentang parameter pemotongan pada proses pembubutan diantaranyakecepatan potong (Cutting speed - Cs), kecepatan putaran mesin (Revolution per minute), kecepatan pemakanan (Feed – F) dan waktu proses pemesinannya.

Dengan menguasai materi tentang parameter pemotongan pada mesin bubut, peserta diklat dapat melanjutkan mempelajari materi tentang prosedur pengopersian dan pembuatan benda kerja pada mesin bubut.


(21)

KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 :

PROSEDUR PENGOPERASIAN MESIN BUBUT

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat:

a.

Menjelaskanprosedur pengoperasian mesin bubut standar

b.

Mengoperasian mesin bubut standar sesuai SOP

B. Indikator Pencapaian Komptensi

Menerapkan prosedur menghidupkan dan mematikan mesin bubut

C. Uraian Materi

Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut

Yang dimaksud prosedur pengoperasian mesin bubut adalah, bagaimana cara melakukan pengoperasian mesin bubut dengan menerapkan prosedur dan tata cara yang dibenarkan oleh dasar-dasar teori pendukung yang disertai penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L).

1. Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut Standar

Prosedur pengoperasian mesin bubut standar, pada dasarnya sama dengan prosesedur pengoperasian mesin bubut jenis lainnya. Prosedur tersebut diantaranya bagaimana cara: menghidupkan dan mematikan sumber utama listrik (power suply) mesin, menghidupkan dan mematikan mesin, mengatur putaran mesin dan arah putaran mesin, menggoperasikan eretan memanjang/ lintang secara manual/ otomatis, dan mengatur feeding dan arah pemakanan mesin untuk keperluan pembubutan rata dan ulir secara otomatis. Berikut urian prosedur pengoperasian mesin bubut, dengan mengambil salah satu contoh jenis mesin bubut standar produk dari pabrikan tertentu


(22)

a. Menghidupkan dan Mematikan Sumber Arus Listrik (Power Suply) Mesin Padasetiap mesin yang ada motor penggeraknya, selalu dilengkapi dengan panel kelistrikan yang dipasang switch on-off yang berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan sumber arus listrik. Contoh switch on-off pada sebuah panel listrik mesin, dapat dilihat pada (gambar 2.1).

Gambar 2. 1 Contoh switch on-off pada sebuah panel listrik mesin

Menghidupkan sumber arus listrik (power suply) pada switch on-off mesin bubut, merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan sebelum mengopersikan mesin bubut. Karena dengan menghidupkan sumber utama listrik, berati motor penggerak mesin siap untuk dioperasikan.

Sedangkan untuk mematikan sumber utama listrik (power suply) pada switch on-off mesin bubut, merupakan kegiatan paling akhir yang dilakukan seteklah mengoperasikan mesin bubut. Karena dengan mematikan sumber arus listrik, berati motor penggerak mesin tidak ada lagi sumber arus listrik sehingga aman dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Posisi/ letak switch on-off pada mesin bubut, masing-masing pabrikan dapat berbeda-beda. Namun yang pasti ditempatkan pada tempat yang parktis dan aman. Contoh posisi switch on-off pada salah satu jenis mesin bubut dapat dilihat pada (gambar 2.2).


(23)

Gambar 2. 2 Contoh posisi switch on-off pada salah satu jenis mesin bubut

b. Menghidupkan dan Mematikan Mesin

Menghidupkan mesin, adalah kegiatan menghidupkan motor penggerak mesin untuk memutar spindel utama mesin bubut/ benda kerja, agar terjadi pemotongan pada proses pembubutan. Sedangkan mematikan mesin, adalah kegiatan mematikan motor penggerak mesin untuk menghentikan spindel utama mesin bubut/ benda kerja, jika proses pembubutan sudah selesai. Untuk melakukan kegiatan menghidupkan dan mematikan mesin bubut, dapat dilakukan dengan menggunakan tuas/ handel atau tombol yaitu tergantung dari jenis mesin bubutnya. Jika menggunakan tuas/ handel, dalam menghidupkan cara menaikan dan mematikan yaitu dengan cara menurunkan handel/ tuas. Sedangkan jika menggunakan tombol on-off cukup hanya menekan tombolnya saja, yang pada umumnya jika tombol berwarna hijau untuk menghidupkan mesin dan tombol berwarna merah untuk mematikan mesin. Contoh posisi handel/ tuas on-off mesin bubut standar, dapat dilihat pada (Gambar 2.3) dan Contoh posisi tombol on-off mesin bubut standar, dapat dilihat pada (Gambar 2.4)


(24)

Gambar 2. 3 Contoh posisi handel/ tuas on-off mesin bubut standar


(25)

c. Mengatur Putaran dan Arah Putaran Mesin Bubut

Sebagaimana telah dibahas pada kegiatan belajar sebelumnya, untuk menentukan besaran putaran mesin bubut, sangat dipengaruhi oleh jenis alat potong yang akan digunakan dan jenis bahan yang akan dilakukan pebubutan serta diameternya. Rumus yang digunakan untuk menentukan besaran putaran mesin bubut (n) adalah: n = . s

π.d Rpm, atau lihat tabel putaran mesin bubut.

Sedangkan untuk mengaplikasikan/ menerapkan pada mesin bubut, dapat dilkukan dengan mengatur handel-handel/ tuas yang ada pada mesin. Setiap jenis mesin dengan pabrikan yang berbeda posisi/ letak handel-handel/ tuas bisa berbeda-beda, namun tetap ditempatkan pada lokasi yang praktis agar mudah mengaturnya. Maka dari itu untuk mengatur putaran mesin, cermati posisi handel-handel/ tuas dan baca petunjuk yang ada pada tabel mesin. Contoh posisi handel pengatur putaran mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 2.5a).

Dalam melakukan proses pembubutan terdapat dua arah putaran yaitu, putaran serah putaran jarum jam dan berlawanan arah jarum jam (dilihat dari posisi belakang spindel). Penentuan arah putaran mesin bubut, tergantung dari posisi arah mata sayat alat potongnya, yang penting adalah putaran mesin mesin harus berlawanan arah dengan mata sayat alat potong. Untuk mengatur arah putaran mesin bubut standar, pada umumnya setiap mesin sudah dilengkapi dengan handel/ tuas atau sakelar untuk mengatur arah putaran mesin. Contoh posisi saklar pengatur arah putaran mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 2.5b).


(26)

Gambar 2. 5 Contoh posisi handel/ tuas pengatur putaran dan sakelar pengatur arah putaran mesin bubut

Hal yang penting diketahui adalah, pengaturan posisi handel/ tuas untuk mengatur putaran mesin tidak boleh dilakukan pada saat mesin sedang aktif berputar, karena akan berakibat pada rusaknya mekanik dan roda gigi pada gear box mesin.

d. Mengatur Feeding dan Arah Pemakanan Mesin Bubut

Salahsatu parameter yang berpengaruh terhadap keawetan alat potong dan kehalusan hasil pembubutan adalah pengaturan feeding, sehingga pada saat melakukan proses pembubutan pengaturan feeding harus dilakukan. Rumus dalam mengatur feeding mesin bubut (F) adalah: tujuannya adalah: F = f.n mm/menit. Contoh posisi handel-handel/ tuas untuk mengatur feeding mesin bubut, dapat dilihat pada (Gambar 2.6)..


(27)

Gambar 2. 6 Contoh posisi handel-handel/ tuas dan tabel petunjuk untuk mengatur putaran mesin bubut

Pada proses pembubutan, selain diperlukan pengaturan feeding juga diperlukan penentuan arah pemakanan agar terjadi efisiensi pemotongan. Pengaturan arah pemakanan pada proses pembubutan, dapat dilakukan dari posisi awal start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam dan awal start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam. Posisi start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam (chuck), dilakukan jika proses pembubutan dimulai dari ujung bagian luar benda kerja menuju cekam (Gambar 2.7). Sedangkan posisi start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam (chuck), dilakukan jika proses pembubutan dilakukan dari tengah benda kerja menjahui cekam (Gambar 2.8).

Kedua arah pemakanan ini dapat dilakukan, jika geometri alat potong (pahat bubut) disesuaikan. Untuk posisi awal start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam (chuck), menggunakan pahat bubut kanan dan untuk posisi awal start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam (chuck), menggunakan pahat bubut kiri


(28)

Gambar 2. 7 Posisi start alat potong (pahat bubut) mendekati cekam

Gambar 2. 8 Posisi start alat potong (pahat bubut) menjahui cekam

e. Menggoperasikan Eretan Memanjang/ Lintang Secara Manual dan Otomatis.

Untuk dapat melakukan berbagai proses pembubutan, seorang operator harus dapat mengoperasikan eretan memanjang dan lintang baik secara manual maupun otomatis. Dalam menggoperasikan eretan memanjang secara manual, dapat dilakukan dengan memutar handel yang ada pada landasan (apron) eretan memanjang (Gambar 2.9a). Sedangkan untuk menggoperasikan eretan lintang secara manual, dapat dilakukan dengan memutar handel yang ada eretan lintang (Gambar 2.9b).

Untuk mengoperasikan eretan memanjang secara otomatis dapat dilakukan dengan mengaktifkan handel otomatis memanjang yang ada pada landasan/ apron (Gambar 2.9c), demikian juga untuk mengoperasikan eretan lintang secara otomatis, dapat dilakukan dengan mengaktifkan handel otomatis melintang yang ada landasan (apron) eretan memanjang (Gambar 2.9d).


(29)

Gambar 2. 9 Handel-handel/ tuas untuk pengoperasian secara manual dan otomatis

f. Mengecek Kondisi Mesin Bubut Sebelum Dioperasikan

Sebelum melakukan pengoperasian mesin bubut, harus melakukan pengecekan kondisi mesin terlebih dahulu baik fisik maupun melalui pembacaan data dari kartu penggunaan mesin. Dengan melakukan pengecekan terlebih dahulu kondisi fisik mesin dan pembacaan data dari kartu penggunaan mesin, dapat mengetahui kesiapan mesin apakah siap untuk diopersikan atau tidak. Jika mesin siap untuk diopersiakan, lakukan pengoperasian mesin seuai SOP dan jika tidak siap untuk diopersiakan laporkan pada petugas perbaikan dan perawatan mesin.

g. Memahami Fungsi Bagian-bagian Mesin Bubut SebelumMengoperasikan

Sebelum melakukan pengoperasian mesin bubut, yakinkan bahwa anda telah memahami semua fungsi dari bagian-bagian mesin bubut. Dengan memahami fungsi semua fungsi dari bagian-bagian mesin bubut, dimungkinkan anda sedikit melakukan kesalahan pada saat mengoperasikan mesin bubut.

2. Prosedur Penerapan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Proses Pembubutan

Kegiatan produksi pada bengkel manufaktur terutama pada proses pembubutan, penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L)


(30)

di lingkungan kerja seharusnya sudah menjadi keasadaran diri yang harus dilaksanakan tanpa adanya peringatan dan bahkan paksaan dari siapapun. Karena pada dasarnya penerapan K3L di lingkungan kerja secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada diri sendiri, orang disekitarnya, mesin, peralatan dan lingkungan kerja sehari-hari. Dengan demikian, apabila K3L diterapkan dengan penuh kesadaran akan berdampak positif dan jika tidak tentunya akan berdampak negatif terhadap diri sendiri dan lingkungan kerja. Terdapat beberapa kegiatan standar yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan terkait penerapan K3L pada saat melakukan proses pembubutan, diantaranya:

a. Kegiatan Yang Harus Dilakukan

Kegiatan yang harus dilakukan terkait penerapan K3L pada saat proses pembubutan diantaranya:

1) Menggunakan Pakaian Kerja

Untukmenghindaribajudancelana harian terkenakotoran,oli dan benda-benda lain pada saatmelakukan proses pembubutan,operatorharus menggunakan pakaian kerja yang standar sebagaimana terlihat pada (Gambar 2.10).

Gambar 2. 10 Penggunakan pakaian kerja yang standar pada saat proses pembubutan


(31)

2) Menggunakan Kaca Pengaman (Safety Glasses)

Untukmenghindarimata terkena atau kemasukantatal/berampadasaat proses pembubutan,makaselamamelakukanpemotongan harusmenggunakan kacamatayang sesuaistandarkeselamatankerja (Gambar 2.11)

Gambar 2. 11 Menggunaan kaca mata yang standar pada saat proses pembubutan

3) Menggunakan Sepatu Kerja

Pada saat melakukan proses pembubutan,tidakbisa dihindariadanyachip/beramyangberserakandilantaiakibatdari hasil pemotongan.Selain ituadakemungkinanbenda/alatatau perlengkapanlainterjatuhdariatasdanjugaoliyangberceceran. Makadariitu,

pada saat melakukan proses

pembubutanharusmenggunakansepatukerjasesuai standaryangberlaku (Gambar 2.12).

Gambar 2. 12 Menggunakan sepatu kerja yang standar pada saat proses pembubutan


(32)

4) Menggunakan Alat Penarik Beram

Prosespembubutanakan menghasilkan potongantatal/beram. Hasilpotongan yangmelilitpadabendakerja, apabila dianggap perlu untuk menghilangkannya harus menggunakan alat penarik beram agar tangantidak terluka (Gambar 2.13).

Gambar 2. 13 Penggunaan batang penarik pada saat menarik tatal/beram

b. Kegiatan Yang Tidak Boleh Dilakukan

Kegiatan yang tidak boleh dilakukan pada saat proses pembubutan diantaranya:

1) Menempatkan Peralatan Kerja yang Tidak Aman

Agar semua peralatan aman dan mudah diambil pada saat akan digunakan, perlatan harus diletakkan dan ditempatkan pada posisi yang aman dan ditata dalam penempatannya. Penempatan peralatan sebagaimana (Gambar 2.14), sangat tidak dibenarkan karena peralatan rawan akan terjadinya kerusakan akibat saling berbenturan atau mudah terjatuh.


(33)

2) Meninggalkan Kunci Cekam Pada Mulut Pengencang Cekam Mesin Setelah Melepas Benda Kerja

Menempatkan kunci cekam pada mulut pengencang cekam setelah melepas benda kerja (Gambar 2.15), adalah kegiatan yang sangat membahayakan bagi operator dan orang-orang yang ada disekitarnya, karena apabila mesin dihidupkan sedangkan kunci cekam masih menempel di mulut kunci cekam mesin, kunci cekam akan terlempar dengan arah yang tidak jelas sehingga dapat mengenai siapa saja yang ada disekitarnya.

Gambar 2. 15 Menempatkan kunci cekam pada mulut pengencang cekam setelah melepas benda kerja

3) Berkerumunan disekirtar mesin bubut tanpa alat pelindung

Berkerumunan disekirtar mesin bubut tanpa alat pelindung adalah salahsatu kegitan yang sangat membahayakan, karena rawan terjadi kecelakaan akibat loncatan tatal/beram atau perlengkapan mesin bubut yang terjatuh (Gambar 2.16)


(34)

Gambar 2. 16 Bekerumunan disekirtar mesin bubut

4) Membiarkan air Pendingin dan Tatal/Beram Berserakan di Lantai Dengan membiarkan air pendingan dan tatal berserakan dilantai (Gambar 2.17), akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Misalnya lantai jadi licin sehingga orang yang lewat mudah terjatuh dan tatalnya dapat mengakibatkan orang yang lewat terluka kakinya. Selain itu dilarang keras bekas air pendingin dibuang sembarangan, karena campuran air pendingin mengandung bahan kimia yang berbahaya(B3).

Gambar 2. 17 Membiarkan air pendingan dan tatal berserakan

5) Menggunakan Sarung Tangan Pada Saat Melakukan Pembubutan Menggunakan sarung tangan pada saat melakukan pembubutan, juga sangat tidak dianjurkan. Karena jika menggunakan sarung tangan kepekaan tangan jadi berkurang, sehingga dalam melakukan pengukuran hasil pembubutan kurang sensitif (Gambar 2.18), dan juga tangan jadi kurang peka terhadap kejadian-kejadian lainnya yang dapat


(35)

Gambar 2. 18 Menggunakan sarung tangan pada saat melakukan pembubutan

6) Membuang Tatal/Beram Bersama Jenis Sampah Lainnya

Kegiatan membuang tatal/beram hasil pembubutan bersama-sama jenis sampah lainnya sangatlah tidak dianjurkan (Gambar 2.18), karena demi kesehatan lingkungan sampah jenis organik dan an-organik seharusnya dibedakan sehingga pengolahan akhirnya lebih mudah

Gambar 2. 19 Membuang tatal/beram, besama jenis sampah lainnya

D. Aktivitas Pembelajaran

1. Mengamati

Prosedur pengoperasian mesin bubut standar, pada dasarnya sama dengan prosedur pengoperasian mesin bubut jenis lainnya.

Prosedur tersebut diantaranya bagaimana cara: menghidupkan dan mematikan sumber utama listrik (power suply) mesin, menghidupkan dan mematikan mesin, mengatur putaran mesin dan arah putaran mesin,


(36)

mengoperasikan eretan memanjang/ lintang secara manual/ otomatis, dan mengatur feeding dan arah pemakanan mesin untuk keperluan pembubutan rata dan ulir secara otomatis. Disamping itu penerapan K3L juga harus dipenuhi, dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan kerja pada saat pengoperasian mesin bubut dan kerusakan lingkungan kerja.

 Lakukan kegiatan pengoperasian mesin bubut dengan seksama, kemudian identifikasi prosedur pengoperasian tersebut. Gunakan format D.1a di bawah untuk melakukan kegiatan pengamatan.

No. Kegiatan Pengoperasian Prosedur pengoperasian 1.

2. 3. ...

 Lakukan kegiatan penerapan K3L, kemudian identifikasi prosedur penerapan K3L tersebut. Gunakan format D.1b di bawah untuk melakukan kegiatan pengamatan.

No. Kegiatan Penerapan K3L Prosedur PenerapanK3L 1.

2. 3. ...

2. Menanya

 Dari hasil kegiatan pengoperasian yang telah dilakukan pada mesin bubut, apakah ada prosedur pengoperasian yang masih belum dipahami?. Catat dan diskusikan segala sesuatuyang belum dipahami dengan teman. Buatlah identifikasi dari masalah yang belum dipahami.Saudara dapat menggunakan bantuan format untuk identifikasi masalah menggunakan format D.2a berikut.


(37)

No. Prosedur pengoperasian (yang belum difahami)

Permasalahan yang masih belum terpecahkan

1. 2. 3. ...

 Dari hasil kegiatan penerapan K3L yang telah dilakukan pada pengoperasian mesin bubut, apakah ada prosedur penerapan K3L yang masih belum dipahami?. Catat dan diskusikan segala sesuatuyang belum dipahami dengan teman. Buatlah identifikasi dari masalah yang belum dipahami. Saudara dapat menggunakan bantuan format untuk identifikasi masalah menggunakan format D.2b berikut.

No. Penerapan Prosedur K3L (yang belum difahami)

Permasalahan yang masih belum terpecahkan

1. 2. 3. ...

3. Mengumpulkan Informasi

 Kumpulkan informasi-informasi tentang permasalahan pengoperasian mesin bubut. Informasi yang akan diperoleh berupa beberapa alternatif jawaban dari masalah-masalah yang telah diajukan sebagaimana identifikasi masalah. Informasi dikumpulkan dengan melalui diskusi, buku-buku referensi lainnya, pembuktian, atau melalui internet yang layak dipercaya. Saudara dapat menggunakan bantuan mengumpulkan informasi menggunakan format C.3a. berikut.

No. Uraian Identifikasi Masalah

pengoperasian mesin bubut Inventarisasi Informasi /Solusi 1


(38)

No. Uraian Identifikasi Masalah

pengoperasian mesin bubut Inventarisasi Informasi /Solusi 2

3

Kumpulkan informasi-informasi tentang permasalahan penerapan K3Lpada pengoperasian mesin bubut. Informasi yang akan diperoleh berupa beberapa alternatif jawaban dari masalah-masalah yang telah diajukan sebagaimana identifikasi masalah. Informasi dikumpulkan dengan melalui diskusi, buku-buku referensi lainnya, pembuktian, atau melalui internet yang layak dipercaya. Saudara dapat menggunakan bantuan mengumpulkan informasi menggunakan format C.3b. berikut.

No. Uraian Identifikasi Masalah

Penerapan K3L Inventarisasi Informasi /Solusi 1.

2. 3. ..

4. Mengolah Informasi

Lakukan pengidentifikasian dari hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan sebagaimana pada kegiatan pembelajaran sebelumnya. sehingga akan dimunculkan hasil informasi yang paling cocok untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah dimunculkan. Pengolahan informasi dlakukan dengan berdasarkan hasil diskusi, pencarian referensi, hasil uji coba praktik, atau informasi dari sumber internet yang layak dipercaya. Hasil olahan informasi sudah berbentuk simpulan-simpulan yang berisi tentang jawaban dari permasalahan. Pada tahap ini, seluruh tujuan pembelajaran yang dicanangkan sudah diperoleh sesuai dengan tingkatan/gradasi pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan sikap yang terbentuk secara tidak langsung akibat kegiatan yang dilakukan selamaproses pembelajaran diharapkan juga telah terhabituasi pada peserta.


(39)

5. Mengkomunikasikan

Demonstrasikan/presentasikan dari hasil yang telah diperoleh selama kegiatan pembelajaran dihadapan instruktur/widyaiswara. Buatlah laporan secara tertulis, serta bahan presentasi yang dapat disampaikan kepada instruktur/widyaiswara. Isi dari laporan adalah menjawab seluruh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, sekaligus menjelaskan tentang permasalahan dan solusi dari materi yang telah dibahas. Dalam laporan, minimal terdiri atas tiga Bab, yaitu: Bab I. Pendahuluan, Bab II. Pembahasan, dan Bab III. Kesimpulan.

Khusus untuk demonstrasi sebagai bentuk mengkomunikasikan, dilakukan dihadapan instruktur/widyaiswara untuk melakukan prosedur mengoperasikan mesin bubut.


(40)

E. Rangkuman

1. Prosedur Pengoperasian Mesin Bubut Standar

Prosedur pengoperasian mesin bubut standar, pada dasarnya sama dengan prosesedur pengoperasian mesin bubut jenis lainnya. Prosedur tersebut diantaranya bagaimana cara: menghidupkan dan mematikan sumber utama listrik (power suply) mesin, menghidupkan dan mematikan mesin, mengatur putaran mesin dan arah putaran mesin, menggoperasikan eretan memanjang/ lintang secara manual/ otomatis, dan mengatur feeding dan arah pemakanan mesin untuk keperluan pembubutan rata dan ulir secara otomatis.

2. Prosedur Penerapan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) Pada Proses Pembubutan

Beberapa kegiatan standar yang harus dilakukan terkait penerapan K3L pada saat melakukan proses pembubutan, diantaranya:

a. Menggunakan pakaian kerja

b. Menggunakan Kaca Pengaman (Safety Glasses) c. Menggunakan sepatu kerja

d. Menggunakan alat penarik beram

Sedangkan beberapa kegiatan standar yang tidak boleh dilakukan terkaitpenerapan K3L pada saat melakukan proses pembubutan, diantaranya: a. menempatkan peralatan kerja yang tidak aman

b. Meninggalkan kunci cekam pada mulut pengencang cekam mesin setelah melepas benda kerja

c. Berkerumunan disekitar mesin bubut tanpa alat pelindung d. Membiarkan air pendingin dan tatal/beram berserakan di lantai e. Menggunakan sarung tangan pada saat melakukan pembubutan f. Membuang tatal/beram bersama jenis sampah lainnya.

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Pada kegiatan belajar 2 ini telah mempelajari materi tentang prosedur pengoperasian mesin bubut dan penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan


(41)

Dengan menguasai materi tentang parameter pemotongan pada mesin bubut, peserta diklat dapat melanjutkan mempelajari materi tentang pembuatan benda kerja pada mesin bubut


(42)

KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN 3: TEKNIK PEMBUBUTAN BENDA

KERJA

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat:

a.

Menjelaskan teknik pembubutan muka

b.

Menggunakan teknik pembubutan muka

c.

Menjelaskan teknik membuat lubang senter

d.

Menggunakan teknik membuat lubang senter

e.

Menjelaskan teknik pembubutan lurus dan bertingkat

f.

Menggunakan teknik pembubutan lurus dan bertingkat

g.

Menjelaskan teknik pembubutan tirus dengan eretan atas

h.

Menggunakan teknik pembubutan tirus dengan eretan atas

i.

Menjelaskan teknik pembubutan tirus dengan pergeseran kepala lepas

j.

Menggunakan teknik pembubutan tirus dengan pergeseran kepala lepas

k.

Menjelaskan teknik pembubutan alur

l.

Menggunakan teknik pembubutan alur

m.

Menjelaskan teknik pembubutan bentuk/profil

n.

Menggunakan teknik pembubutan bentuk/profil

o.

Menjelaskan teknik pemotongan pada mesin bubut

p.

Menggunakan teknik pemotongan pada mesin bubut

q.

Menjelaskan teknik pembubutan bentuk/profil

r.

Menggunakan teknik pembubutan bentuk/profil

s.

Menjelaskan teknik pengeboran pada mesin bubut

t.

Menggunakan teknik pengeboran pada mesin bubut

u.

Menjelaskan teknik pengkartelan pada mesin bubut

v.

Menggunakan teknik pengkartelan pada mesin bubut


(43)

B. Indikator Pencapaian Komptensi

20.23.1. Menentukan teknik penjepitan benda kerja pada proses pembubutan. 20.23.2. Menentukan teknik pemasangan alat potong pada proses pembubutan. 20.23.3. Melakukan teknik pembubutan facing, sesuai dengan tuntutan

pekerjaan.

20.23.4. Melakukan teknik pembubutan/pembuatan lubang senter sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

20.23.5. Melakukan teknik mengebor sesuai dengan tuntutan pekerjaan. 20.23.6. Melakukan teknik pembubutan rata, sesuai dengan tuntutan pekerjaan 20.23.7. Melakukan teknik pembubutan bertingkat sesuai dengan tuntutan

pekerjaan

20.23.8. Melakukan teknik pembubutan tirus (pengaturan sudut eretan atas) sesuai dengan tuntutan pekerjaan

20.23.9. Melakukan teknik mengkartel sesuai dengan tuntutan pekerjaan. 20.23.10. Melakukan teknik pembubutan champer sesuai dengan tuntutan

pekerjaan.

20.23.1. Melakukan teknik pembubutan alur sesuai dengan tuntutan pekerjaan. 20.23.2. Melakukan teknik pembubutan tirus menggunakan pergeseran kepala

lepas sesuai dengan tuntutan pekerjaan

20.23.3. Melakukan teknik pembubutan bentuk profil sesuai dengan tuntutan pekerjaan

20.23.4. Melakkukan teknik pemotongan (cut off) pada mesin bubut

20.31.1. Menentukan teknik pengikatan benda kerja pada proses pengfraisan 20.31.2. Menentukan teknik pengikatan/ penjepitan alat potong.

20.31.3. Menganalisis metode pemakanan pada proses pengfraisan

20.31.4. Menentukan teknik seting pisau frais (cutter) pada awal proses pengefraisan

20.31.5. Melakukan teknik pengefraisan rata sesuai dengan tuntutan pekerjaan 20.31.6. Melakukan teknik pengefraisan sejajar sesuai dengan tuntutan

pekerjaan

20.31.7. Melakukan teknik pengefraisan siku sesuai dengan tuntutan pekerjaan 20.31.8. Melakukan teknik pengefraisan miring sesuai dengan tuntutan

pekerjaan.

20.31.9. Melakukan teknik pembuatan lubang dengan mata bor sesuai tuntutan pekerjaan

20.31.10. Melakukan teknik pengefraisan bentuk alur (tembus dan tidak tembus) sesuai dengan tuntutan pekerjaan


(44)

C. Uraian Materi

Teknik Pembubutan Benda Kerja

Yang dimaksud teknik pembubutan benda kerja adalah, bagaimana cara melakukan berbagai macam proses pembubutan yang dilakukan dengan menggunakan prosedur dan tata cara yang dibenarkan oleh dasar-dasar teori pendukung yang disertai penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L), pada saat melaksanakan proses pembubutan. Banyak teknik-teknik pembubutan yang harus diterapkan dalam proses pembubutan diantaranya, bagaimana teknik pemasangan pahat bubut, meratakan permukaan ujung benda kerja (facing), membuat lubang senter, membubut rata/ lurus, mengalur, mengulir, memotong, menchamper,mengkartel, merimer dll.

1. Pemasangan pahat bubut

Persyaratan utama dalam melakukan proses pembubutan adalah, pemasangan pahat bubut ketinggiannya harus sama dengan pusat senter. Persyaratan tersebut harus dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi perubahan geometri pada pahat bubut yang sedang digunakan (Gambar 3.1).

Gambar 3. 1 Pemasangan dan penyetelan ketinggian pahat bubut

Perubahan geomertri yang terjadi pada pahat bubut dapat merubah besarnya sudut bebas potong dan sudut buang tatalnya, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil pembubutan menjadi kurang maksimal. Pada proses pembubutan permukaan/facing, bila pemasangan pahat bubutnya dibawah sumbu senter akan berakibat permukaannya tidak dapat rata, dan bila pemasangan pahat bubutnya diatas sumbu senter akan berakibat pahat tidak dapat memotong dengan baik karena sudut bebas potongnya tambah kecil (Gambar 3.2). Dampak-dampak lain


(45)

akibat pemasangan pahat bubut tidak setinggi sumbu senter telah diuraikan pada materi sebelumya.

Gambar 3. 2 Pemasangan pahat bubut tidak setinggi sumbu senter

Untuk menghindari terjadinya perubahan ketinggian pahat bubut setelah dilakukan pemasangan, pada saat melakukan pengikatan harus kuat dan kokoh, selain itu untuk menghindari terjadinya getaran dan patahnya pahat akibat beban gaya yang diterima terlalu besar, maka pemasangan pahat tidak boleh terlalu menonjol keluar atau terlalu panjang keluar dari dudukannya(Gambar 3.3).Berdasarkan pengalaman empiris, maksimal penonjolan pahat bubut adalah sebesar 2 (dua) kali ukuran tebal atau lebar pahat bubut.

Gambar 3.3 Pemasangan pahat bubut terlalu panjang

2. Teknik Pembubutan Muka/ Ujung Benda Kerja (Facing)

Membubut muka/ ujung benda kerja adalah proses pembubutan pada permukaan ujung benda kerja dengan tujuan meratakan pada bidang permukaannya. Ada


(46)

beberapa persyaratan yang harus dilakukan pada saat membubut muka diantarannya adalah:

a) Pemasangan Benda Kerja

Untuk pemasangan benda kerja yang memiliki ukuran tidak terlalu panjang, disarankan pemasangannya tidak boleh terlalu keluar atau menonjol dari permukaan rahang cekam (Gambar 3.4), hal ini dilakukan dengan tujuan agar benda kerja tidak mudah berubah posisinya/kokoh dan tidak terjadi getaran akibat tumpuan benda kerja terlalu jauh.

Gambar 3. 4 Pemasangan benda kerja berukuranpendek sebelum dibubut permukaannya

Untuk benda kerja yang memiliki ukuran relatif panjang dan pada prosesnya tidak mungkin dipotong-potong terlebih dahulu, maka pada saat membubut permukaan harus ditahan dengan penahan benda kerja yaitu steady rest (Gambar 3.5).

Gambar 3. 5 Pemasangan benda kerja berukuran panjang sebelum dibubut permukaannya


(47)

b) Proses Pembubutan Muka/ Ujung Benda Kerja (Facing)

Prinsip terjadinya pemotongan pada proses pembubutan adalah, apabila putaran benda kerja berlawanan arah dengan sisi mata sayat alat potongnya. Maka dari itu berdasarkan prinsip tersebut, pada proses pembubutan muka benda kerja dapat dilakukan dari berbagai cara yaitu:

Posisi start pahat bubut dari sumbu senter benda kerja

Membubut muka benda kerja dengan start pahat bubut dari sumbu senter pengertiannya adalah, pembubutan muka diawali dari tengah permukaan benda kerja atau sumbu senter (Gambar 3.6). Proses facing dengan cara ini dapat dilakukan dengan catatan arah putaran mesin searah arah jarum jam.

Gambar 3. 6 Pembubutan muka start pahat bubut diawali dari sumbu senter benda kerja

Posisi awal (start)pahat bubut dari luar bagian kiri benda kerja Membubut muka benda kerja dengan start pahat bubut dari luar bagian kiri

benda kerja pengertiannya adalah, pembubutan muka diawali dari luar bagian kiri benda kerja menuju sumbu senter (Gambar 3.7). Proses ini pembubutan facing dengan cara ini dapat dilakukan dengan catatan arah putaran mesin searah arah jarum jam.


(48)

Gambar 3. 7 Pembubutan muka diawali dari luarbagian kiri benda kerja

Posisi start pahat bubut dari luar bagian kanan benda kerja

Membubutmuka benda kerja dengan start pahat bubut dari luar bagian kanan benda kerja pengertiannya adalah, pembubutan muka diawali dari luar bagian kanan benda kerja menuju sumbu senter (Gambar 3.8). Proses facing dengan cara ini dapat dilakukan dengan catatan arah putaran mesin berlawanan arah jarum jam.

Gambar 3. 8 Pembubutan muka diawali dari luarbagian kanan benda kerja

3. Teknik Pembubutan/Pembuatan Lubang Senter

Pembubutan/pembuatan lubang senter dengan bor senter (centre drill) pada permukaan ujung benda kerja (Gambar 3.9), tujuannya adalah agar pada ujung benda kerja memiliki dudukan pada ujung luar saat proses pembubutan.Lubang senter juga berfungsi sebagai pengarah mata bor saat melakukan pengeboran. (Gambar 4.10).


(49)

Gambar 3. 9 Pembubutan lubang senter padamuka/ ujung benda kerja

Gambar 3.10 Fungsi lubang senter bor sebagai dudukan senter putar dan pengarah pengeboran

Untuk menghindari terjadinya patah pada ujung mata sayat bor senter,maka ada beberapa prosedurdalam membuat lubang senter pada mesin bubut, selain yang dipersyaratan meratakan permukaan benda kerja yaitu penonjolan benda kerjanya tidak boleh terlalu panjang, makauntuk benda kerja yang berukuran panjang harus ditahan dengan penahan benda kerja (steady rest), persyaratan lainnya adalah:

a) Sumbu Senter Spindel Mesin Harus Satu Sumbu dengan Kepala Lepas

Persyaratan utama sebelum melakukan proses pembuatan lubang senter pada mesin bubut adalah, sumbu senter kepala lepas harus diseting kelurusannya/kesepusatannya terlebih dahulu dengan sumbu senter spindel mesin yang berfungsi sebagai dudukan atau pemegang benda kerja. Apabila kedua sumbu senter tidak lurus/sepusat, kemungkinan akan terjadi patah pada ujung senter bor lebih besar, karena pada saat bor senter digunakan akan mendapatkan beban gaya puntir yang tidak sepusat.

Seting atau menyetel kelurusan sumbu senter kepala lepas terhadap sumbu senter spindel mesin ada dua cara yaitu, apabila menghendaki


(50)

hasil yang presisi adalah dengan cara menggunakan alat bantu batang pengetes dan dial indikator yang cara penggunaannya dapat dilihat pada (Gambar 3.11) dan apabila menghendaki hasil yang tidak terlalu presisi/standar adalah dengan cara mempertemukan kedua ujung senter (Gambar 3.12).

Gambar 3.11 Mengatur kesepusatan sumbu dengan alat bantu batang pengetes dan dial indikator

Gambar 3. 12 Mengatur kesepusatan sumbu senter dengan mempertemukan kedua ujung senter

Didalam menyeting kesepusatan senter sumbu, apabila sumbu senter kepala lepas tidak sepusat/lurus dengan sumbu senter spindel mesin, caranya adalah dengan mengendorkan terlebih dahulu pengikat kepala lepas dari pengikatan meja mesin yaitu dengan mengendorkan baut pengencangnya atau handel yang telah tersedia, baru kemudian atur sumbu kepala lepas dengan menggeser arah kiri/kanan dengan mengatur baut yang ada pada sisi samping bagian bawah bodi kepala lepas (Gambar 3.13), sampai mendapatkan kesepusatan kedua sumbu senternya.


(51)

Gambar 3. 13 Kepala lepas dan baut pengatur pergeseran

Kegiatan penyetelan sumbu senter ini, sekaligus dapat digunakan sebagai acuan pada saat melakukan proses pembubutan lainnnya. Misalnya pada proses pembubutan lurus yang menggunakan penahan senter putar, pembubutan lurus diantara dua senter, pengeboran, perimeran atau pembubutan lainnya yang memerlukan kesepusatan kedua sumbu senter. c. Permukaan harus benar-benar rata

Permukaan benda kerja sebelum dibuat lubang senter harus benar-benar rata terlebih dahulu atau dilakukan pembubutan muka atau facing (Gambar 4.14), dengan tujuan agar senter bor pada saat pemakanaan awal menyentuh permukaan benda kerja tidak mendapat beban kejut dan gaya puntir yang diterima merata pada ujung mata sayatnya sehingga aman.

Gambar 3. 14 Permukaan benda kerja harus benar-benar rata sebelum pembuatan lubang senter

b) Putaran Mesin Harus Sesuai Ketentuan


(52)

Putaran mesin bubut pada saat pembuatan lubang senter bor harus sesuai ketentuan yaitu, selain besarnya putaran mesin harus sesuai dengan perhitungan arah putarannya tidak boleh terbalik yaitu berlawanan dengan mata sayat bor senter (putaran mesin harus searah arah jarum jam) - (Gambar 3.15).

Gambar 3. 15 Putaran mesin bubut harus berlawanan dengan mata sayat bor senter (searah arah jarum jam)

Perhitungan dalam menetapkan putaran mesin pada saat pembuatan lubang senter yang dijadikan acuan dasar perhitungan adalah diameter terkecil (D1) pada ujung mata sayatnya. Sedangkan untuk kedalaman lubang senter bor tidak ada ketentuan/ketetapan yang baku yaitu tergantung digunakan untuk apa, sebagai pengarah pengeboran atau sebagai dudukan ujung senter putar yang befungsi untuk menahan benda kerja pada saat dilakukan pembubutan. Untuk mengakomodasi kedua proses tersebut, maka pada umumnya kedalaman lubang senter bor dibuat antara 1/3 s.d 2/3 pada bagian tirus yang besar sudutnya 60º (Gambar 3.16).


(53)

Gambar 3. 16 Dimensi bor senter (centre drill) dan hasil pembubutan lubang senter bor

4. Teknik Pembubutan Lurus/Rata

Yang dimaksud pembubutan lurus adalah, proses pembubutan untuk mendapatkan permukaan yang lurus dan rata dengan diameter yang sama antara ujung satu dengan ujung lainnya.

Proses pemembubutan rata/lurus, ada beberapa cara pemegangan atau pengikatannya yaitu tergantung dari ukuran panjangnya benda kerja. Pengikatan benda kerja yang berukuran relatif pendek, dapat dilakukan dengan cara langsung diikat menggunakan cekam mesin (Gambar 3.17).

Pengikatan benda kerja yang berukuran relatif panjang, pada bagian ujung yang menonjol keluar ditahan dengan kepala lepas menggunakan senter putar (Gambar 3.18). Untuk pengikatan benda kerja yang berukuran panjang dan diameter kecil yang dikawatirkan akan terjadi getaran pada bagian tengahnya, maka pada bagian ujung benda kerja yang menonjol keluar ditahan dengan senter putar, juga pada bagian tengahnya harus ditahan dengan penahan benda kerja/steady rest (Gambar 3.19).


(54)

Gambar 3.18 Pembubutan lurus, benda kerja ditahan dengan senter putar

Gambar 3.19 Pembubutan lurus benda kerja ditahan

dengan senter putar dan tengahnya ditahan dengan steady rest

Ketiga cara pengikatan benda kerja tersebut diatas, adalah cara pembubutan lurus yang tidak dituntut kesepusatan dan kesejajaran diameternya dengan kedua lubang senter bornya. Apabila pada diameter benda kerja yang dituntut harus sepusat dan sejajar dengan kedua lubang senter bornya karena masih akan dilakukan proses pemesinan berikutnya, maka pengikatannnya harus dilakukan dengan cara diantara dua senter (Gambar 3.20).


(55)

Gambar 3. 20 Pembubutan lurus diantara dua senter

Untuk mendapatkan hasil pembubutan yang lurus terutama yang pengikatannya menggunakan penahan senter putar dan diantara dua senter, yakinkan bahwa sumbu senter kepala lepas harus benar-benar satu sumbu/sepusat dengan sumbu senter spindel mesin, karena apabila tidak hasil pembubutannya akan menjadi tirus atau tidak lurus.

5. Teknik Pembubutan Tirus(Taper)

Yang dimaksud dengan pembubutan tirus adalah, proses pembubutan sebuah benda kerja dengan hasil ukuran diameter yang berbeda antara ujung satu dengan yang lainnya (Gambar 3.21). Perbedaan diameter tersebut tentunya ada unsur kesengajaan karena hasil ketirusannya akan digunakan untuk tujuan tertentu.

Gambar 3.21 Proses pembubutan tirus

Proses pembubutan tirus pada prinsipnyasama dengan proses pembubutan lurus yaitu akan terjadi pemotongan apabila putaran mesin berlawanan arah dengan


(56)

mata sayat pahat bubutnya,yang berbeda adalah dalam melakukan pemotongan gerakan pahatnya disetel atau diatur mengikuti sudut ketirusan yang dikehendaki pada benda kerja. Pembubutan tirus dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya: Untuk pembubutan tirus yang pendek ukuran panjangnya dengan cara membentuk pahat bubut (Gambar 3.22), untuk pembubutan tirus yang sedang ukuran panjangnya dengan cara menggeser eretan atas (Gambar 3.23), untuk pembubutan tirus bagian luar yang relatif panjang ukurannya dengan menggeser kedudukan kepala lepas (Gambar 324) dan untuk pembubutan tirus bagian luar/dalam yang relatif panjang ukurannya dengan menggunakan perlengkapan tirus(ta.per attachment) - (Gambar 3.25).

Gambar 3. 22 Pembubutan tirus dengan membentuk sisi sayat pahat bubut miring sebesar α


(57)

Gambar 3. 24 Pembubutan tirus dengan menggeserkedudukan kepala lepas

Gambar 3. 25 Pembubutan tirus dengan menggunakan perlengkapan tirus

Untuk memenuhi tuntutan kompetensi yang terdapat pada tujuan kegaiatan pembelajaran, pada materi ini hanya akan dibahas pembubutan tirus dengan menggeser eretan atas dan cara pembubutan tirus yang lain akan dibahas pada buku teks bahan ajar jilid berikutnya.

a) Macam-macam Standar Ketirusan

Pelaksanakan pembubutan tirus, terdapat beberapa macam standar ketirusan yang dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya:

Tirus Mandril (Mandrel Taper)

Tirus mandril memililiki standar ketirusan 1:2000 mm, artinya sepanjang 2000 mm perbedaan diameter satu dengan lainnya sebesar 1 mm. Penggunaan tirus mandril ini hanya terbatas untuk mengikat benda kerja yang akan dilakukan proses pemesinan berikutnya, dengan cara


(58)

dipreskan pada lubang benda kerja yang sebelumnya sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan toleransi yang standar.

Tirus Jacobs (Jacobs Tapers)

Tirus Jacobsmemililiki standar ketirusan nomor 0 s.d 33, dengan perbandingan ketirusan sebagaimana pada (tabel 3.1). Tirus jenis ini digunakan pada perlengkapan mesin-mesin bubut dan mesin bor.

Tabel 3. 1 Standar Tirus Jacobs

Taper No.

Large End

Small

End Length

Taper/ Foot Taper/ Inch Angle From Center

0 0.2500 0.2284 0.44 .5915 .0493 1.4117

1 0.3840 0.3334 0.66 .9251 .0771 2.2074

2 0.5590 0.4876 0.88 .9786 .0816 2.3350

2 (Short) 0.5488 0.4876 0.75 .9786 .0816 2.3350

3 0.8110 0.7461 1.22 .6390 .0532 1.5251

4 1.1240 1.0372 1.66 .6289 .0524 1.5009

5 1.4130 1.3161 1.88 .6201 .0517 1.4801

6 0.6760 0.6241 1.00 .6229 .0519 1.4868

33 0.6240 0.5605 1.00 .7619 .0635 1.8184

Tirus Morse (Morse Tapers TPM)

Tirus morse memililiki standar ketirusan nomor 0 s.d 7, dengan perbandingan ketirusan sebagaimana dapat dilihat pada (tabel 3.2). Tirus jenis ini banyak digunakan pada tangkai bor, spindel mesin bor dan perlengkapan mesin bubut.

Tabel 3. 2 Standar Tirus Morse

Tape r No.

Large End

Small

End Length

Taper/ Foot Taper/ Inch Taper/ mm Angle From Center

0 0.3561 0.2520 2.00 .6246 .0521 19.212 1.4908


(59)

3 0.9380 0.7780 3.19 .6024 .0502 19.922 1.4377

4 1.2310 1.0200 4.06 .6233 .0519 19.922 1.4876

4,5 1.5000 1.2660 4.50 .6240 .0520 19.230 1.4894

5 1.7480 1.4750 5.19 .6315 .0526 19.002 1.5073

6 2.4940 2.1160 7.25 .6257 .0521 19.180 1.4933

7 3.2700 2.7500 10.00 .6240 .0520 19.230 1.4894

Tirus Brown dan Sharp (Brown dan Sharp Tapers B&S)

Tirus Brown dan Sharp memililiki standar ketirusan nomor 1 s.d 18, dengan perbandingan ketirusan sebagaimana dapat dilihat pada (tabel 3.3). Tirus jenis ini digunakan pada tangkai pemegang pisau frais, dan lubang sleeve pada spindel mesin frais.

Tabel 3. 3 Standar Tirus Brown & Sharp

Taper No.

Large End

Small

End Length

Taper/ Foot Taper/ Inch Angle From Center

1 0.2392 0.2000 0.94 .5020 .0418 1.1983

2 0.2997 0.2500 1.19 .5020 .0418 1.1983

3 0.3753 0.3125 1.50 .5020 .0418 1.1983

4 0.4207 0.3500 1.69 .5024 .0419 1.1992

5 0.5388 0.4500 2.13 .5016 .0418 1.1973

6 0.5996 0.5000 2.38 .5033 .0419 1.2013

7 0.7201 0.6000 2.88 .5015 .0418 1.1970

8 0.8987 0.7500 3.56 .5010 .0418 1.1959

9 1.0775 0.9001 4.25 .5009 .0417 1.1955

10 1.2597 1.0447 5.00 .5161 .0430 1.2320

11 1.4978 1.2500 5.94 .5010 .0418 1.1959

12 1.7968 1.5001 7.13 .4997 .0416 1.1928

13 2.0731 1.7501 7.75 .5002 .0417 1.1940

14 2.3438 2.0000 8.25 .5000 .0417 1.1935

15 2.6146 2.2500 8.75 .5000 .0417 1.1935

16 2.8854 2.5000 9.25 .5000 .0417 1.1935

17 3.1563 2.7500 9.75 .5000 .0417 1.1935


(60)

Tirus Jarno (Jarno Tapers)

Tirus Jarno memililiki standar ketirusan nomor 2 s.d 20, dengan perbandingan ketirusan sebagaimana dapat dilihat pada (tabel 3.4). Tirus jenis ini digunakan pada perlengkapan mesin-mesin bubut dan mesin bor yang berukuran kecil.

Tabel 3. 4 Standar Tirus Jarno

Taper N0.

Large End

Small

End Length

Taper/ Foot Taper/ Inch Angle From Center

2 0.2500 0.2000 1.00 .6000 .0500 1.4321

3 0.3750 0.3000 1.50 .6000 .0500 1.4321

4 0.5000 0.4000 2.00 .6000 .0500 1.4321

5 0.6250 0.5000 2.50 .6000 .0500 1.4321

6 0.7500 0.6000 3.00 .6000 .0500 1.4321

7 0.8750 0.7000 3.50 .6000 .0500 1.4321

8 1.0000 0.8000 4.00 .6000 .0500 1.4321

9 1.1250 0.9000 4.50 .6000 .0500 1.4321

10 1.2500 1.0000 5.00 .6000 .0500 1.4321

11 1.3750 1.1000 5.50 .6000 .0500 1.4321

12 1.5000 1.2000 6.00 .6000 .0500 1.4321

13 1.6250 1.3000 6.50 .6000 .0500 1.4321

14 1.7500 1.4000 7.00 .6000 .0500 1.4321

15 1.8750 1.5000 7.50 .6000 .0500 1.4321

16 2.0000 1.6000 8.00 .6000 .0500 1.4321

17 2.1250 1.7000 8.50 .6000 .0500 1.4321

18 2.2500 1.8000 9.00 .6000 .0500 1.4321

19 2.3750 1.9000 9.50 .6000 .0500 1.4321

20 2.5000 2.0000 10.00 .6000 .0500 1.4321

Tirus BT (BT Tapers)

Tirus BTmemililiki standar perbandingan ketirusan 7: 24, artinya sepanjang 24 mm perbedaan diameter satu dengan lainnya sebesar 7 mm. Tirus jenis ini ditandai dengan nomor BT 30 s.d 50 sebagaimana


(61)

dapat dilihat pada (tabel 3.5). Tirus jenis ini digunakan pada tangkai pemegang pisau frais, dan lubang sleeve pada spindel mesin frais.

Tabel 3. 5 Standar Tirus BT

Size D1 D2 D3 L F A G

BT30 1.250 (31.75) 1.811 (46.00) 1.906 (48.40) 0.866 (22.00) 0.079 (2.00) M12 thread BT35 1.500

(38.10) 2.087 (53.00) 2.224 (56.50) 0.945 (24.00) 0.079 (2.00) M12 thread BT40 1.750

(44.45) 2.480 (63.00) 2.575 (65.40) 1.063 (27.00) 0.079 (2.00) M16 thread BT45 2.250

(57.15) 3.346 (85.00) 3.260 (82.80) 1.299 (33.00) 0.118 (3.00) M20 thread BT50 2.750

(69.85) 3.937 (100.00) 4.008 (101.80) 1.496 (38.00) 0.118 (3.00) M24 thread


(62)

Tirus Pena (Pin Tapers)

Tirus Pena memililki standar ketirusan 1:50 mm, artinya perbandingan ketirusan adalah sepanjang 50 mm perbedaan diameter satu dengan lainnya sebesar 1 mm. Tirus jenis ini digunakan sambungan komponen satu dengan lainnya.

a. Teknik Pembubutan Tirus DenganEretan Atas

Pembubutan tirus dengan eretan atas, adalah pembubutan tirus dengan cara memutar atau mengatur kedudukan sudut eretan atas dari pusat sumbunya sebesar derajat yang dikehendaki (Gambar 3.26).

Keuntungan pembubutan tirus dengan eretan atas adalah, dapat membuat tirus pada bagian dalam dan luar dan dapat membentuk ketirusan yang besar. Sedangkan kekurangannya adalah, tidak dapat dikerjakan secara otomatis, sehingga harus selalu dilakukan dengan manual dan tidak dapat melakukan pembubutan tirus yang panjang karena langkah geraknya terbatas pada panjang pengarah gerakan eretan atas.

Gambar 3. 26 Pembubutan tirus dengan memutar/ mengatur kedudukan sudut eretan atas

Perhitungan Pembubutan Tirus Dengan Menggeser Eretan Atas Pembubutan tirus akan menghasilkan benda kerja yang memiliki ukuran yang berbeda diameter satu dengan lainnya pada panjang tertentu (Gambar 3.27), shingga didalam proses pembubutanya diperlukan perhitungan agar mendapatkan tirus sesuai tuntutan pekerjaan.


(63)

Gambar 3. 27 Dimensi benda kerja tirus

Berdasarkan gambar diatas, maka pembubutan tirus dengan menggeser eretan dapat dicari dengan rumus:

� = −d

l � =D − d

l Keterangan:

D = diameter besar d = diameter kecil � = panjang �α Contoh soal 1:

Sebuah benda kerja berdiameter (D)= 60 mm, panjang 60 mm, akan dilakukan pembubutan tirus dengan diameter kecilnya (d)= 44 mm. Dengan diketahui data diatas, pertanyaannya adalah berapa besar pergeseran eretan atasnya?.

Jawaban contoh soal 1:

l . 2

d D α tg  

133 , 0 2.60

44 60 α

tg    = 7° 35' 40,72”

Jadi pergeseran eretan atasnya sebesar 7° 35' 40,72”

D

d


(64)

Contoh soal 2:

Sebuah benda kerja berdiameter (D)= 55 mm, panjang 75 mm, akan dilakukan pembubutan tirus dengan diameter kecilnya (d)= 42 mm. Dengan diketahui data diatas, pertanyaannya adalah berapa besar pergeseran eretan atasnya?.

Jawaban contoh soal 2:

l . 2

d D α

tg  

087 , 0 2.75

42 5 5 α

tg    = 4° 57' 11,73”

Jadi pergeseran eretan atasnya sebesar 4° 57' 11,73”

Proses Pembubutan Tirus Dengan Menggeser Eretan Atas

Proses pembubutan tirus dengan menggeser eretan atas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama: langsung mengatur pergeseran eretan atas dengan mengacu pada garis-garis derajatnya sesuai data atau perhitungan yang ada (Gambar 3.28), kedua: pengaturan pergeseran eretan atas dengan cara mengkopi dari kemiringan master batang tirus yang sudah standar dengan alat bantu dial indikator (Gambar3.29). Cara kedua ini hasilnya akan lebih baik dan presisi jika dibandingkan dengan cara yang pertama.

Gambar 3. 28 Pengaturan pergeseran eretan atas berdasarkan hasil perhitungan


(65)

Gambar 3. 29 Pengaturan pergeseran eretan atas berdasarkan batang tirus standar

b) Teknik Pembubutan Tirus Dengan Menggeser Kepala Lepas

Pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas, adalah pembubutan tirus dengan cara menggeser kedudukan kepala lepas dari posisi pusat sumbunya sebesar nilai yang dikehendaki atau sesuai perhitungan (Gambar 3.30).

Keuntungan pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas adalah, dapat membuat tirus dengan ketirusan yang relatif panjang secara manual maupun otomatis. Sedangkan kekurangannya adalah, tidak dapat membutut tirus pada bagian dalam dan tidak dapat membubut tirus dengan ketirusan yang relatif besar, karena nilai pergeseseran kepala lepasnya terbatas.

Gambar 3. 30 Pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas

Perhitungan Pembubutan Tirus denganMenggeser Kepala Lepas Pembubutan tirus akan menghasilkan benda kerja yang memiliki ukuran yang berbeda diameter satu dengan lainnya pada panjang tertentu (Gambar 3.31), sehingga didalam proses pembubutanya


(66)

diperlukan perhitungan agar mendapatkan tirus sesuai tuntutan pekerjaan.

Gambar 3. 31 Dimensi benda kerja tirus

Berdasarkan gambar diatas, maka pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas dapat dicari dengan rumus:

� = �. (� − ) Keterangan:

Offset = Nilai pergeseran D = diameter besar d = diameter kecil l = panjang ketirusan L = panjang benda kerja Contoh soal 1:

Sebuah benda kerja akan dibubut tirus dengan diameter besar (D)= 60 mm, diameter kecil (d)= 48, panjang benda kerja (L)= 108 mm, dan panjang ketirusan (l)= 78mm.Pertanyaannya adalah berapa besar pergeseran kepala lepasnya?.

Jawaban contoh soal 1:

� = �. (� − )

= . ( − )

= ,


(67)

Sebuah benda kerja akan dibubut tirus TPM 3 (Ratio ketirusan 1:19,922) dengan data sebagai berikut: Diameter tirus terbesar (D)= 25 mm, panjang benda kerja (L)= 150 mm, dan panjang ketirusan (l)= 80mm.Pertanyaannya adalah berapa besar pergeseran kepala lepasnya?.

Jawaban contoh soal 2: d= D - selisih diameter Selisih diameter= l x ratio = 80 x 1/19,922

= 4,02 mm

d= 25 - 4,02= 20,98 mm, Maka:

� = �. (� − )

= . ( − , )

= ,

Jadi pergeseran kepala lepasnya (tailstock offset)sebesar= 3,77 mm

6. TeknikPembubutan Alur (Groove)

Yang dimaksud pembubutan alur adalah proses pembubutan benda kerja dengan tujuan membuat alur pada bidang permukaan (luar dan dalam) atau pada bagian depannya sesuai tuntutan pekerjaan (Gambar 3.32).

Gambar 3. 32 Contoh pengaluran dengan berbagai posisi


(68)

Sesuai dengan fungsinya bentuk alur ada tiga jenis yaitu: berbentuk kotak, radius, dan V (Gambar 3.33). Fungsi alur pada sebuah benda kerja adalah, pertama: untuk pembubutan alur pada poros lurus, berfungsi memberi kebebasan/space pada saat benda kerja dipasangkan dengan elemen/komponen lainnya atau memberi jarak bebas pada proses penggerindaan terhadap suatu poros; kedua: untuk pembubutan alur pada ujung ulir, tujuannya agar baut/mur dapat bergerak penuh sampai pada ujung ulir (Gambar 3.34).

Gambar 3.33 Macam-macam bentuk alur

Gambar 3. 34 Fungsi alur untuk berbagai proses manufaktur


(69)

Untuk membentuk berbagai bentuk alur tersebut, pahat yang digunakan diasah terlebih dengan mesin gerinda yang bentuk disesuaikan dengan bentuk alur yang akan dibuat. Kecepatan potong yang digunakan pada saat pembubutan alur disarankan sepertiga sampai dengan setengah dari kecepatan potong bubut rata, karena bidang potong pada saat proses pengaluran relatif lebar.

Pemasangan Pahat

Persyaratan pemasangan pahat untuk proses pembubutan alur, pada prinsipnya sama dengan memasang pahat bubut untuk proses pembubutan lainnya yaitu harus setinggi senter. Namun untuk menghindari terjadinya hasil pengaluran lebarnya melebihi dari lebar pahat alurnya, pemasangan pahat harus benar-benar tegak lurus terhadap sumbu mesin (Gambar 3.35).

Gambar 3. 35 Pemasangan pahat alur

Pemasangan Benda Kerja

Persyaratan pemasangan benda kerja pada proses pembubutan alur, pada prinsipnya sama dengan memasang benda kerja untuk proses pembubutan lainnya yaitu selain harus harus kuat, untuk benda kerja yang memiliki ukuran panjang relatif pendek pengikatannya dapat dilakukan langsung dengan cekam mesin (Gambar 3.36).


(1)

Lembar Penilaian Proses 2:

Tahapan Uraian Kegiatan

Hasil

Penilaian Keterangan Ya Tidak

Persiapan Memahami SOP

Menyiapkan alat keselamatan kerja Menyiapkan gambar kerja

Menyiapkan mesin dan kelengkapannya Menyiapkan alat potong sesuai

kebutuhan kerja

Mengkondisikan lingkungan kerja Proses Menerapkan SOP

Menerpakan prinsip-prinsip K3

Membaca dan memahami gambr kerja Menyimpan perlengkapan mesin sesuai SOP

Menyimpan alat potong sesuai SOP Menyimpan alat ukur sesuai SOP Memasang dan menggunakan perlengkapan mesin sesuai SOP Menggunakan alat potong sesuai SOP Menggunakan alat ukur sesuai SOP Menggunakan putaran mesin sesuai SOP Menggunakan feding mesin sesuai SOP Mengopersikan mesin sesuai SOP Akhir

Kegiatan

Membersihkan dan merawat alat ukur Membersihkan mesin dan

perlengkapannya

Membersikan dan merawat alat potong Membersih lingkungan kerja dan sekitarya

Memberi pelumas pada bagian mesin sesuai SOP

SISWA: GURU PEMBIMBING: Nama : Nama :


(2)

Lembar Hasil Produk 2:

LEMBAR PENILAIAN

MNGEFRAIS ALUR, CHAMPER, MIRING DAN MENGEBOR

Kode : Mulai tgl :

Waktu Dicapai : Standard :

SUB KOMPONEN

Nilai

Keterangan Maks Yang

dicapai UKURAN:

Jarak 10 12

Jarak 23,5 12

Jarak 30 12

Lebar 13 4

Tebal 5 10

Sudut 30º 6

Lubang ulir 10,3 4 Ulir M12x1,75 4 Champer ulir (2 bidang) 4 Champer alur (2 bidang) 4 Kesimetrisan alur terhadap bidang B1 dan B2

6

Kesimetrisan lubang ulir terhadap bidang B1 dan B2

6

Ketegaklurusan ulir terhadap bidang A

6

Sub total 90 TAMPILAN:

Kehalusan permukaan N7 bidang D

3

Kehalusan permukaan N7 bidang alur

3

Kehalusan permukaan N7 bidang champer

2

Penyelesaian/finising 2 Sub total 10

TOTAL 100 Nilai hasil persentase:

Nilai akhir:


(3)

LAMPIRAN 2 TABEL ULIR METRIS

Ulir Metris

DiameterNominal

(mm)

DiameterDasar

Ulir(mm)

Kisar Ulir

(mm)

M3

3

2,29

0,5

M4

4

3,14

0,7

M5

5

4,02

0,8

M6

6

4,77

1

M8

8

6,47

1,25

M10

10

8,16

1,5

M12

12

9,85

1,75

M16

16

13,55

2

M20

20

16,93

2,5

M24

24

20,32

3

M30

30

25,71

3,5

M36

36

31,09

4

M42

42

36,48

4,5

M48

48

41,87

5

M56

56

49,52

5,5

M60

60

65,31

6

M64

64

56,61

6

M68

68

59,61

6


(4)

LAMPIRAN 3

TABLE REVOLUTION PER MINUTE

FOR TURNING AND DRILLING


(5)

LAMPIRAN 4 TABEL KECEPATAN PEMAKANAN PAHAT BUBUT HSS.

Sumbodo Dkk, “Teknik Produksi Mesin Industri”. Halaman 293)


(6)

LAMPIRAN 6 TABEL KECEPATAN PEMAKANAN UNTUK PROSES BOR

Kecepatan Pemakanan

(mm/putaran)

Diameter Mata Bor (mm)

0,02 ÷ 0,05

< 3

0,05 ÷ 0,1

3 ÷ 6

0,1 ÷ 0,2

6 ÷ 12

0,2 ÷ 0,4

12 ÷ 25

(Education Departemen Of Victoria, 1979, 132)