Saat berjalan dengan gurunya seorang murid dilarang untuk

JAGALAH ADAB DAN AKHLAK TERHADAP GURUMU

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad).
Menjaga adab terhadap guru merupakan suatu yang mutlak dilakukan oleh seorang murid dalam proses pendidikan, karena salah satu hal penting untuk meraih keberkahan ilmu dan memperoleh ilmu yang bermanfaat tergantung pada adabnya seorang murid tersebut kepada gurunya. Menjadi sebab rusaknya proses pendidikan dimulai dengan hilangnya adab dan akhlak seorang murid kepada gurunya. Mengapa? Karena pendidikan itu bukan hanya lisan ke lisan, bukan sekedar transfer ilmu atau informasi saja tetapi penanaman nilai adab dan akhlak itu sendiri. Seseorang yang beradab dan berakhlak merupakan akibat dalamnya ilmu, pengamalan dan menjadi habit yang mengakar kuat, terpatri di hati serta murninya ruhiyah. Oleh karena itu, salah satu fokus visi dan misi utama dalam pendidikan sekarang adalah bagaimana caranya memperbaiki dan menegakkan adab dan akhlak seorang murid kepada gurunya. Suatu ilmu ditegakkan bersama dengan nilai-nilai ilmunya. Menghilangkan ataupun menghapus nilai yang melekat pada ilmu sama dengan menghapus adanya ilmu itu sendiri.


Diantara adab dan akhlak terhadap guru, seperti dalam kitab Ta’lim Muta’alim
 karya Sheikh Az-Zarnuji, yaitu; “Seorang murid tidak berjalan di depan gurunya; Tidak duduk di tempat gurunya; Tidak memulai bicara kecuali dengan izin gurunya; Tidak berbicara di hadapan guru; Berbicara ataupun bertanya tidak meninggikan suara; Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek; Harus menjaga waktunya, jangan mengetuk pintunya, tapi menunggu sampai guru keluar; Seorang murid harus mendapat kerelaan hati gurunya, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru marah; Mematuhi perintahnya asal tidak bertentanangan dengan agama;Termasuk menghormati guru adalah dengan menghormati kelurganya putra-putrinya, istrinya, temannya,  dan sanak kerabatnya; Jangan menyakiti hati seorang guru karena ilmu yang dipelajarinya akan tidak berkah.”

Syeikh Ahmad Nawawi juga menyampaikan pendapatnya antara lain: “Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan didalam perkara yang halal; Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang; Ketika murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan berdiri dan berhenti; Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang; Ketika duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan menundukkan kepala; Murid harus memperhatikan penjelasan guru; Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah; Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke belakang; Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan ahlinya; Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang; Murid harus berprasangka baik terhadap guru.”
 



Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).


Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.

Al Imam As Syafi’i berkata, “Dulu aku membolak balikkan kertas  di depan  Imam Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya.”
Habib Abdullah al Haddad mengatakan, “ Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali.“
DR. Umar As-Sufyani mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula,  hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.” Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.

Allah berfirman : “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).



Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya, merekalah yang bergelar “Pewaris Para Nabi” yang kerap menahan amarahnya, yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid melupakan kebaikan gurunya, dan  jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan do’a-do’amu.

Semoga Allah memberikan rahmat dan kebaikan kepada para Guru kaum Muslimin dimanapun mereka berada. Semoga kita dapat menjalankan adab dan akhlak yang mulia ini. Amiin. **dari berbagai sumber

By. Dani Rikman, S.Pd.I Pengajar SD ItQan Islamic School#sditqan #sdit #sdislam #solehberprestasi #sdunggulan #sdberprestasi #sdkarakter  #sdinklusi #sdunggulaninklusi #sditunggulan #sditberprestasi #sditkarakter #sditinklusi #sditunggulaninklusi #sdislamunggulan #sdislamkarakter #sdislaminklusi #sekolahislami #sekolahadiwiyata #sekolahbillingual #sekolahunggulan #sekolahberprestasi #sekolahkarakter #sekolahinklusi #pendidikanislami #pendidikanunggulan #pendidikankarakter #pendidikaninklusi  

Saat berjalan dengan gurunya seorang murid dilarang untuk

Ilustrasi: KH Said Aqil Siroj saat ikut dalam pengajian kitab "al-Hikam" asuhan KH Anwar Manshur. Ilustrasi: KH Said Aqil Siroj saat ikut dalam pengajian kitab "al-Hikam" asuhan KH Anwar Manshur.

Dalam proses pembelajaran, murid membutuhkan orang alim atau yang umum disebut dengan guru, ustadz, atau kiai. Murid dan orang alim perlu berinteraksi. Oleh karena itu ada adab-adab tertentu yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjdudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431) sebagai berikut:

آداب المتعلم مع العالم: يبدؤه بالسلام ، ويقل بين يديه الكلام ، ويقوم له إذا قام ، ولا يقول له : قال فلان خلاف ما قلت ، ولا يسأل جليسه في مجلسه ، ولا يبتسم عند مخاطبته ، ولا يشير عليه بخلاف رأيه ، ولا يأخذ بثوبه إذا قام ، ولا يستفهمه عن مسألة في طريقه حتى يبلغ إلى منزله، ولا يكثر عليه عند ملله.

Artinya, “Adab murid terhadap guru, yakni: mendahului beruluk salam, tidak banyak berbicara di depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda”, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.”

Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesepuluh adab murid terhadap guru sebagai berikut:

Pertama, mendahului beruluk salam. Seorang murid hendaknya mendahului beruluk salam kepada guru. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa yang kecil memberi salam kepada yang besar.

Kedua, tidak banyak berbicara di depan guru. Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apa bila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Hal ini tidak baik dilakukan kecuali atas perintah guru. 

Ketiga, berdiri ketika guru berdiri. Bila guru berdiri, murid sebaiknya lekas berdiri juga. Hal ini tidak hanya penting kalau-kalau guru memerlukan bantuan sewaktu-waktu, misalnya uluran tangan agar segera bisa tegak berdiri, tetapi juga merupakan sopan santun yang terpuji. Demikian pula jika guru duduk sebaiknya murid juga duduk.

Keempat, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda.” Ketika guru memberikan suatu penjelasan yang berbeda dengan apa yang pernah dijelaskan oleh orang lain, sebaiknya murid tidak langsung menyangkal penjelasan guru. Sebaiknya murid meminta izin terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat orang lain yang berbeda. Jika guru berkenan, murid tentu boleh menyampaikan hal itu. 

Kelima, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya sewaktu guru di dalam majelis. Dalam majlis ta’lim atau kegiatan belajar mengajar di kelas, murid hendaknya bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum jelas. Hal ini tentu lebih baik daripada bertanya kepada teman di sebelahnya. Lebih memilih bertanya kepada teman dan bukannya langsung kepada guru bisa membuat perasaan guru kurang nyaman.

Keenam, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru. Guru tidak sama dengan teman, dan oleh karenanya tidak bisa disetarakan dengan teman. Seorang murid harus memosisikan guru lebih tinggi dari teman sendiri sehingga ketika berbicara dengan guru tidak boleh sambil tertawa atau bersenyum yang berlebihan.

Ketujuh, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru. Bisa saja seorang murid memiliki pendapat yang berbeda dengan guru. Jika ini memang terjadi, murid tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui orang banyak. Lebih baik murid meminta komentar sang guru tentang pendapatnya yang berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan teman-teman. 

Kedelapan, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri. Ketika guru hendak berdiri dari posisi duduk mungkin ia membutuhkan bantuan karena kondisinya yang sudah agak lemah. Dalam keadaan seperti ini, murid jangan sekali-kali menarik baju guru dalam rangka memberikan bantuan tenaga. Ia bisa berjongkok untuk menawarkan pundaknya sebagai tumpuan untuk berdiri; atau sesuai arahan guru.  

Kesembilan, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah. Jika ada suatu hal yang ingin ditanyakan kepada guru, terlebih jika itu menyangkut pribadi guru, tanyakan masalah itu ketika telah sampai di rumah. Tentu saja ini berlaku terutama kalau perjalanan dengan menaiki kendaraan umum. 

Kesepuluh, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah. Dalam keadaan guru sedang lelah, seorang murid hendaknya tidak mengajukan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pelik, misalnya. Dalam hal ini dikhawatirkan guru kurang berkenan menjawabnya sebab memang sedang lelah sehingga membutuhkan istirahat untuk memulihkan stamina. 

Demikian kesepuluh adab murid terhadap guru sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Jika diringkas, maka pada intinya adalah seorang murid hendaknya berlaku hormat kepada guru baik dengan sikap-sikap tertentu maupun dengan pandai-pandai menjaga lisan. Ia hendaknya tahu kapan dan bagaimana sebaiknya ia berbicara kepada guru termasuk ketika hendak mengajukan pertanyaan.

Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.

Berita Terkini Haji 2022