Rahasia pertanian Jepang

Intisari-Online.com -Indonesia terkenal dengan lahan yang subur dan jugacuaca yang mendukung untuk menanam segala jenis tanaman.

Namun banyak petani Indonesia yang mungkin mengalami masalah dalam hal penanganan tanaman (terkena hama, pupuk, dll) dan masalah penjualan.

Pada akhirnya banyak petani yangmerugi.

Serta belum lagi dengan adanya impor (beras, bawang, dll) yang melimpah dari luar negeri.

(Baca Juga:Unik, Petani Ini Berhasil Amankan Sawahnya dengan Gunakan Poster Bintang Porno, Kok Bisa?)

(Baca Juga:Ketika Belanda Merasa Ketakutan dan Rela Memberikan Papua Tanpa Syarat, Pertumpahan Darah pun Terhindarkan)

Tak berbeda jauh dengan Indonesia, petani Jepang pun memiliki masalah yang sama.

Namun bedanya mereka mempunyai sistem pertanian yang lebih baik.

Mari kita melihatsistem pertanian di Jepang yang mengagumkan.

Petani di Jepang biasanya mengolah pertanian dari bibit hingga pengemasan secara eksklufif.

Ya, selain menanam dari bibit, mereka juga menjual produknya sendiri, hal ini tentu saja bisa di targetkan pada 'tangan' yang lebih tepat tanpa perantara dan hasil yang maksimal.

Setelah gempa bumi dan tsunami menghancurkan Jepang pada tahun 2011, para ilmuwan hingga kini masih memahami cuaca di Jepang yang tidak menentu.

Alhasil, oemerintah Jepang membangun Taman Nasional Sanriku Fukko.

(Baca Juga:Kisah Mayat dengan Penampilan Paling Mewah di Dunia Ini Ternyata Menyimpan Masa Lalu yang Tragis)

Taman Nasional Sanriku Fukkodibangun untuk merevitalisasi ekonomi daerah yang lesu. Nantinya taman ini menawarkan hutan pinus yang direkonstruksi dan bahkan terdapatpeternakan.

Sanriku Fukko sekarang menjadi tuan rumah pertanian dalam ruangan terbesar di dunia, menghasilkan hingga 10.000 selada setiap hari di bawah cahaya buatan lampu LED.

Bertempat di dalam bekas pabrik semikonduktor, pertanian seluas 25.000 kaki persegiini merupakan lahan tahan cuaca dan futuristik di seluruh Jepang.

Gedung ini memiliki lantai oranye licin dan dinding beton padaruangan yang berisikanrak logam.

Setiap hari, sekitar 30 orang berkerumun di sekitar pabrik, beberapa orang berpakaian dengan gaya dokter saat di ruang oprasi dan lengkap dengan masker bedah.

Mereka bertugas merawat ribuan tanamanhijau yang ditata dengan sangat sempurna.

Bermandikan cahaya buatan 17.500 LED berwarna biru dan merah, para petani modern ini menghabiskan delapan jam per hari untuk melakukan segalanya mulai dari menyemai hingga mengemasselada yang dipanen.

(Baca Juga:Masih Ingat Kakek 75 Tahun yang Nikahi Gadis Berusia 25 Tahun? Begini Kondisi Keduanya Sekarang)

Apakah ini pertanian masa depan yang menjanjikan?

Menurut Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, jumlah pabrik telah berubah dari 64 menjadi 211 sejak tahun 2011.

Dan Yano Research Institute di Tokyo memprediksi bahwa pasar pertanian dalam negeri akan melompat dari sekitar 30 juta US Dollar (Rp400 miliar) menjadi 279 juta US dollar (Rp3,8 trilun) pada tahun 2020.

Profesor Universitas Columbia, Dickson Despommier, memelopori konsep pertanian vertikal.

Dia mengatakan, perusahaan menciptakan LED yang memakan sedikit energi.

"Lima tahun yang lalu, Anda tidak dapat melakukannya karena harga yang mahal(memakan banyak energi)," katanya di Singapura.

Namun kekuatan kunci dari pertaniandalam ruangan adalah kemampuannya untuk bangkit kembali dari kondisi tak terduga.(Adrie P. Saputra)

(Baca juga:Mengenal Tradisi Kodokushi, Mati Dalam Kesendirian yang Sedang Tren di Kalangan Lansia di Jepang)