Proses kimia atau reaksi kimia apa yang mendukung kimia hijau

Proses kimia atau reaksi kimia apa yang mendukung kimia hijau

Foto Ilustrasi, Inilah penjelasan tentang definisi apa itu kimia hijau dan Bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari /www.aranca.com

INDOTRENDS.ID - Apa itu kimia hijau? Dikutip dari laman resmi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam, kimia hijau atau Green chemistry adalah pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan.

Cara pendekatan ini merupakan sebuah konsep yang berfungsi menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perencanaan maupun proses.

Diksi atau istilah Green Chemistry pada kenyataannya sudah ada dan dikenal secara global sejak tahun 1990, setelah Environmental Protection Agency (EPA) merilis Pollution Prevention Act yang mana sudah jadi kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi.

Dan dalam rangka mencegah penyebaran polusi yang semakin parah, peran pendekatan kimia hijau sangat penting diterapkan.

Mengapa? Karena hal ini dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan dengan menggunakan zat yang dapat didaur ulang dan ramah lingkungan serta penggunaan sumber daya terbarukan.

Untuk diketahui, kimia hijau pada prinsipnya adalah sebuah metode pendekatan pada bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi.

Tujuannya adalah menciptakan zat-zat kimia yang aman dan lebih baik bagi kehidupan.

Tujuan finalnya adalah agar seluruh tatanan bumi akan bebas dari polusi serta tercipta kondisi udara yang sehat.

Apa itu kimia hijau?

Ilustrasi kimia hijau. Foto: Pixabay

Kimia hijau, juga bisa disebut kimia berkelanjutan, merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Di dalamnya terdapat desain produk dan proses kimia untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan dan pembentukan beragam senyawa berbahaya.

Pada awalnya, ide kimia hijau dikembangkan sebagai tanggapan terhadap Pollution Prevention Act 1990 atau Undang-Undang Pencegahan Pencemaran 1990 yang telah disahkan di Amerika Serikat.

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa kebijakan nasional Amerika Serikat harus membatasi atau mengurangi polusi dengan menggunakan desain proses yang lebih baik (termasuk produksi perubahan dalam biaya produk, proses pembuatan, penggunaan bahan mentah, dan daur ulang).

Oleh sebab itu, Badan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) atau yang dikenal sebagai badan pengatur kesehatan manusia dan lingkungan akhirnya berpindah kebijakan dari command and control policy ke ide Kimia Hijau.

Apa yang Dimaksud Kimia Hijau?

Ilustrasi kimia hijau. Foto: Pixabay

Dikutip dari buku Aplikasi Mikrosimbion Spons dalam Bioremediasi Lingkungan oleh Ismail Marzuki dan Sattar, kimia hijau adalah suatu filosofi yang senantiasa mendorong untuk mencari cara, penerapan teknologi atau metode tertentu dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Kimia hijau dimaksudkan untuk membuat berbagai kemudahan dalam kelangsungan kehidupan dengan mengurangi dan mencegah terjadinya potensi pencemaran pada lingkungan maupun pada area sekitarnya, baik yang sifatnya jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.

Sebagai upaya pencegahan, pencemaran material kimia, maka dikeluarkan Undang-Undang Pencegahan Pencemaran (Pollution Prevention Act) pada 1990, yang dilakukan di Amerika Serikat.

Tujuan atas pemberlakukan undang-undang ini tentunya untuk membantu menciptakan model, teknologi dan inovasi, serta kreativitas yang berkaitan dengan timbulnya masalah pencemaran, agar potensi pencemaran dapat tercegah sebelum terjadi masalah yang sifatnya akut maupun kronis.

Pada 1991, United States Evironmental Protection Agency (EPA) telah meluncurkan program hibah penelitian yang mendorong perancangan ulang desain produk dan proses kimia yang ada untuk mengurangi dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

EPA kemudian bekerja sama dengan United State National Science Foundation (NSF) untuk mendanai penelitian dasar tentang kimia hijau pada awal tahun 1990-an.

Disadur dari laman resmi EPA, Pengenalan Penghargaan Presiden Green Chemistry Challenge pada 1996 akhirnya berhasil menarik perhatian akademisi dan industri kimia hijau. Program penghargaan dan teknologi tersebut kini telah menjadi landasan dalam kurikulum pendidikan kimia hijau.

Apa Saja 12 Prinsip Kimia Hijau?

Ilustrasi kimia hijau. Foto: Pixabay

Merujuk laman Federal News Network, Paul Anastas, yang dikenal secara luas sebagai "Bapak Kimia Hijau", bersama dengan John C. Warner mengembangkan 12 prinsip yang hingga kini dijadikan sebagai panduan dalam praktik kimia hijau.

Kedua belas prinsip tersebut membahas tentang berbagai cara untuk mengurangi dampak dari produksi bahan-bahan kimia terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, serta menunjukkan prioritas penelitian dalam pengembangan teknologi kimia hijau.

Menghimpun laman resmi Green Technologie Universitas Diponegoro, 12 prinsip kimia hijau yang dikembangkan oleh Paul Anastas dan John C. Warner, yaitu:

  1. Pencegahan (Prevention): Lebih baik melakukan pencegahan terhadap produksi limbah, daripada mengolah dan membersihkan limbah.

  2. Ekonomi atom (Atom Economy): Metode sintetis baru yang dirancang untuk memaksimalkan penggabungan semua bahan yang digunakan dalam proses ke dalam produk akhir, sehingga limbah yang dihasilkan lebih sedikit.

  3. Sintesis kimia yang tidak berbahaya (Less Hazardous Chemical Syntheses): Metode sintetis yang dirancang untuk menghindari penggunaan atau menghasilkan zat-zat beracun bagi manusia maupun lingkungan.

  4. Merancang bahan kimia yang lebih aman (Designing Safer Chemicals): Produk kimia yang dihasilkan harus dirancang untuk mempengaruhi fungsi yang diinginkan dan meminimalkan tingkat toksisitasnya.

  5. Pelarut dan alat bantu yang lebih aman (Safer Solvents and Auxiliaries): Sebisa mungkin meminimalkan atau menghindari penggunaan bahan pembantu (zat pelarut, zat pemisah, dan sejenisnya). Jika harus digunakan, maka gunakan bahan pembantu yang bersifat lebih aman atau tidak berbahaya bagi lingkungan.

  6. Desain untuk efisiensi energi (Design for Energy Efficiency): Persyaratan energi dari proses kimiawi untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan ekonominya. Apabila memungkinkan, maka sebaiknya metode sintetis dilakukan pada suhu dan tekanan sekitar.

  7. Penggunaan bahan baku terbarukan (Use of Renewable Feedstocks): Bahan mentah atau bahan baku yang digunakan harus dapat diperbaharui (jika memungkinkan secara teknis dan ekonomis).

  8. Mengurangi derivatif atau turunan (Reduce Derivatives): Mengurangi turunan yang tidak perlu (penggunaan kelompok pemblokiran, perlindungan, modifikasi sementara proses fisik atau kimiawi) atau dihindari apabila memungkinkan, karena langkah-langkah tersebut memerlukan reagen tambahan dan dapat menghasilkan limbah.

  9. Katalisis (Catalysis): Penggunaan reagen katalitis (selektif mungkin) lebih baik daripada reagen stoikiometri.

  10. Desain untuk degradasi (Design for Degradation): Produk kimia yang dihasilkan harus dirancang sedemikian rupa sehingga pada akhir fungsinya, produk tersebut dapat terurai menjadi produk degradasi yang tidak berbahaya dan tidak bertahan lama di lingkungan.

  11. Analisis real-time untuk pencegahan polusi (Real-time analysis for Pollution Prevention): Pengembangan metodologi analitik yang diperlukan untuk memungkinkan analisis real-time untuk pencegahan polusi, pemantauan dan pengendalian dalam proses sebelum pembentukan zat berbahaya.

  12. Penggunaan bahan kimia yang Lebih Aman Secara Inheren untuk pencegahan kecelakaan (Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention): Penggunaan zat dalam proses kimia apabila memungkinkan menggunakan zat kimia yang berpotensi rendah kecelakaan, termasuk ledakan, kebakaran, dan sejenisnya.

Apa Saja Permasalahan Kimia Hijau?

Ilustrasi sampah plastik. Foto: Pixabay

Pada 2016, World Economic Forum menyatakan bahwa ada lebih dari 150 juta ton plastik di samudra planet ini. Tiap tahunnya, 8 juta ton plastik tersebut mengalir ke laut.

Padahal, plastik bisa bertahan hingga ratusan tahun di lautan dan terurai menjadi partikel kecil dalam waktu yang lebih lama lagi. Plastik juga akan terakumulasi terus di laut tanpa tindakan yang signifikan.

World Economic Forum memperkirakan, pada 2025 rasio plastik diperkirakan akan menjadi lebih banyak dibanding ikan di samudra, atau menjadi 1:3. Plastik tersebut terus bertambah menjadi 250 juta ton, sedangkan jumlah ikan terus menurun akibat penangkapan yang makin gencar.

Selain plastik, menurut jurnal berjudul Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan karya Dina Mustafa, produksi cat dengan bau yang mengandung senyawa organik yang mudah menguap (VOC) juga berbahaya untuk kesehatan makhluk hidup dan lingkungan.

Perkembangan dan pemanfaatan zat kimia sintetis hasil industrialisasi yang tanpa kendali juga dapat menyebabkan tubuh manusia terkontaminasi, di antara yang telah diketahui yaitu bersifat racun dan penyebab kanker.

Bagaimana Penerapan Kimia Hijau dalam Kehidupan Sehari-hari?

Ilustrasi pencegahan polusi dengan kimia hijau. Foto: Pixabay

Pendekatan kimia hijau pada dasarnya bertujuan untuk menghilangkan dampak buruk zat kimia sejak pada proses perancangan. Praktik penerapan tersebut di antaranya, proses perancangan, produksi, penggunaan atau penggunaan kembali, dan pembuangan limbah yang dihasilkan.

Dikutip dari jurnal berjudul Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan karya Dina Mustafa, salah satu contohnya adalah pemanfaatan pelarut dari minyak bumi.

Industri kimia umumnya mengandalkan pelarut petroleum yang tidak dapat diperbaharui sebagai materi utama pembuatannya. Industri yang menggunakan pelarut tersebut biasanya sangat intensif dalam penggunaan energi, tidak efisien, dan menghasilkan racun, baik produk maupun limbah kimianya.

Dalam penerapan kimia hijau, pemanfaatan yang lebih ramah lingkungan dapat menggunakan zat-zat alternatif, termasuk pemanfaatan limbah pertanian atau biomass atau produk-produk biologis yang tidak terkait dengan bahan pangan.

Secara umum, reaksi kimia yang ditimbulkan dari bahan-bahan alternatif tersebut sangat kurang bahayanya jika dibandingkan dengan menggunakan petroleum.