Proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di rumah

Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa penyusunan teks naskah proklamasi dilakukan di rumah Laksamana Maeda Tadashi di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta, yakni:

  1. Laksamana Maeda Tadashi mendukung perjuangan Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda meskipun ia adalah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang.
  2. Laksamana Maeda bersedia menjamin keamanan bagi tokoh tokoh proklamasi Indonesia mengingat angkatan laut memiliki hak prerogatif untuk tidak dapat diganggu gugat kekuasaan wilayah militernya oleh angkatan darat. Karena alasan ini mengapa rumah Laksamana Maeda dianggap paling aman.

Jaminan keamanan oleh Laksamana Maeda Tadashi disampaikan kepada Ahmad Soebardjo yang merupakan salah satu pekerja di kantor Maeda. Saat rumusan naskan proklamasi sedang dibuat, Laksamana Maeda sebagai tuan rumah tidak mencampuri apapun dan memilih berada di lantai atas rumah.

Jadi, jawaban yang tepat adalah D.

Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia, Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945. Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka. Soebardjo diketahui aktif di organisasi Jong Java dan Persatuan Mahassiwa Indonesia saat di Belanda. Pada masa pergerakan, ia menjadi wakil Indonesia bersama Moh Hatta dalam "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" pertama di Brussels dan Jerman. Ketika kembali ke Indonesia, Soebardjo aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Laksamana Maeda sudah kenal dengan Pelajar Indonesia saat menjadi Atase di Den Haag dan Berlin pada 1930. Dari sinilah komunikasinya terjalin dengan Ahmad Soebardjo dan Hatta. Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Saat itu, ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda. Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta. Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda. Di sinilah akan dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan. Jatuhnya pilihan pada rumah Laksamana Maeda karena rumah tersebut punya hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga kedua pemimpin itu tetap aman. Di ruang makan Laksamana Maeda dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Soekarno bertindak sebagai penulis konsep naskah proklamasi tersebut. Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima. Pemilihan rumah tersebut didasarkan kepada alasan keamanan dan menghindari kecurigaan dari pihak Jepang yang kala itu sudah menyerah kalah kepada pasukan sekutu. Alasan lainnya, karena Laksamada Maeda bersimpati kepada perjuangan bangsa Indonesia sehingga dengan sukarela menyediakan tempat untuk rapat perumusan teks proklamasi.

Dengan demikian, alasan Laksamana Maeda mengijinkan rumahnya dijadikan tempat perumusan teks proklamasi adalah karena ia berteman dekat dengan tokoh nasional dan bersimpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan.

Ilustrasi sejarah perumusan teks proklamasi. Sumber foto : www.pexels.com

Perumusan teks proklamasi terjadi setelah Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dikembalikan ke Jakarta dari Rengasdengklok pada 16 Agustus. Seusai peristiwa tersebut, baik golongan muda maupun golongan tua sepakat agar proklamasi segera disusun dan diumumkan kemerdekaan Indonesia.

Mereka pun mencari tempat yang dirasa cukup aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Rumah perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Indonesia Laksamana Tadashi Maeda, yang berada di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1), Jakarta Pusat, dipilih sebagai lokasi perumusan naskah teks proklamasi pada dini hari, 17 Agustus 1945.

Mengapa di kediaman Laksamana Tadashi Maeda?

Kisahnya, tokoh pergerakan saat itu, Achmad Soebardjo, memiliki kedekatan dengan Laksamana Maeda. Kedekatan ini membuat Maeda lebih lunak terhadap keinginan Indonesia untuk merdeka.

Setelah menjadi Atase di Den Haag dan Berlin, Maeda pindah tugas ke Indonesia, sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Saat itu, Ia mempekerjakan Ahmad Soebardjo yang dikenalnya sejak lama di Belanda.

Rumah Laksamana Maeda Sebagai Saksi Sejarah Perumusan Teks Proklamasi

Dalam buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis, disebutkan Achmad Soebardjo menjemput Soekarno-Hatta dari Rengasdengklok setelah berhasil meyakinkan Sukarni untuk membawa kedua pemimpin tersebut ke Jakarta. Akhirnya, mereka berhenti di rumah Laksamana Maeda.

Selain karena alasan kedekatan Maeda dan Ahmad Soebardjo, rumah Laksamana Maeda dipilih karena rumah tersebut memiliki hak imunitas terhadap Angkatan Darat Jepang sehingga Soekarno dan Hatta bisa tetap aman.

Di ruang makan Laksamana Maeda itulah dimulai perumusan teks proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M. Hatta, dan Achmad Soebardjo. Hatta dan Achmad Soebardjo menyampaikan pemikirannya secara lisan, sedangkan Bung Karno bertindak sebagai penulis konsep teks proklamasi tersebut. Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.

Selanjutnya naskah diketik oleh Sayuti Melik. Setelah teks proklamasi selesai diketik segera dibawa kembali ke ruang pengesahan atau penandatanganan naskah proklamasi. Di ruang ini, naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Peristiwa ini berlangsung menjelang waktu subuh, hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan pada bulan suci Ramadan. Atas pertimbangan keamanan, Soekarno mengumumkan bahwa pembacaan teks proklamasi diadakan di halaman depan rumah kediamannya, Jalan Pengangsaan Timur no.56, pukul 10.00 WIB. Lokasi tersebut kini diabadikan sebagai Taman Proklamasi.

Beralih Fungsi Menjadi Museum

Sebelum menjadi rumah Laksamana Tadashi Maeda, bangunan tersebut dipakai sebagai kediaman resmi Konsulat Kerajaan Inggris. Rumah yang dibangun pada 1927 ini, adalah salah satu dari empat rumah tinggal besar di sekitar Taman Surapati. Rumah-rumah tersebut dirancang oleh arsitek yang sama, yaitu Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Saat pendudukan Jepang di Indonesia, rumah itu beralih fungsi menjadi kediaman Laksamana Tadashi Maeda sejak 1942 hingga 1945.

Beberapa tahun kemudian, rumah itu kembali ke fungsi awal sebagai rumah Duta Besar Inggris. Saat akhirnya kontrak Rumah Duta Besar Inggris akan berakhir, pada Desember 1981 diadakanlah Rapat Koordinasi yang melibatkan pihak Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Sekretariat Negara untuk membahas pengalihfungsian gedung ini.

Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto saat itu menyatakan bahwa rumah itu diusulkan menjadi museum. Selama proses kajian pendirian museum, gedung itu sementara digunakan sebagai kantor Perpustakaan Nasional sebelum gedung Perpustakaan Nasional yang baru di Jalan Salemba selesai dibangun.

Sebuah tim dibentuk pada Oktober 1984 untuk merealisasikan bangunan di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 Jakarta menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Untuk memperkuat nuansa tampilan dan kondisi rumah sesuai dengan konteks peristiwa di 16 Agustus 1945, maka tim kajian menghubungi pihak Kedutaan Besar Jepang untuk mencari tahu keberadaan saksi pelaku yang pernah tinggal bersama Laksamana Tadashi Maeda. Sampai akhirnya pada 1985 Ibu Satsuki Mishima yang saat itu bertugas sebagai Sekretaris Urusan Rumah Tangga datang ke Jakarta.

Pada 26 Maret 1987, pengelolaan gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bekas rumah Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 pun ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (DNR)