Posisi antara Makmum laki-laki dan makmum perempuan sebaiknya dibatasi oleh

Posisi antara Makmum laki-laki dan makmum perempuan sebaiknya dibatasi oleh

Tweet
Posisi antara Makmum laki-laki dan makmum perempuan sebaiknya dibatasi oleh

Fri 1 August 2014 07:00 | Shalat > Makmum | 33.701 views

Pertanyaan : Ustadz yang dimuliakan Allah.Sebelumnya saya dan jamaah masjid ingin menyampaikan ucapan Selamat Idul Fithri 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin.Saya ingin bertanya terkait dengan posisi jamaah wanita di dalam masjid. Di masjid dekat rumah saya sempat terjadi perbedaan pandangan dengan sesama pengurus masjid. Sebagian ingin agar jamaah wanita diposisikan tidak di belakang, tetapi sejajar dengan jamaah laki-laki. Dan untuk itu diberi pagar atau pemisah berupa kain yang dibentangkan. Alasannya, tata letak masjid ini agak sulit kalau memisahkan jamaah wanita di belakang, lebih mudah kalau samping-sampingan. Selain itu biar kalau ada kajian atau majelis taklim, ibu-ibu bisa lebih dekat ke ustadznya agar lebih terdengar dan terlihat. Dan tidak repot kalau mau bertanya.Namun sebagian pengurus yang lain tidak setuju, sebab menurut mereka posisi wanita seharusnya di belakang dan bukan berdampingan dengan jamaah laki-laki.Untuk itu saya sebagai pengurus diminta untuk menyampaikan pertanyaan ini kepada ustadz, agar dapat memberikan penjelasan yang sesuai dengan ketentuan syariah.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Jawaban dari ustadz kami tunggu-tunggu. 

Jawaban :

Posisi antara Makmum laki-laki dan makmum perempuan sebaiknya dibatasi oleh

Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya kalau kita mengikuti tata letak Masjid Nabawi di masa Rasulullah SAW, posisi shaf wanita itu sudah jelas, yaitu di bagian belakang dan bukan berdampingan dengan shaf laki-laki.Sangat penting bagi para arsitek dan designer bangunan masjid untuk mengetahui masalah ini, agar jangan sampai kita menyalahi ketentuan syariah dalam urusan shalat berjamaah di masjid.Bahwa bentuk bangunan sejak awal sulit direkayasa, justru disitulah tantangan bagi para arsitek muslim. Bagaimana caranya dengan menggunakan ilmu dan jam terbang mereka, keadaan tata letak masjid yang sulit itu disiasati dengan cerdas.

Beberapa Ketentuan Syar'i

Ada beberapa nash hadits dalam masalah ini, antara lain :

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Sebaik-baik shaf bagi kaum laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Sedangkan sebaik-baik shaf bagi kaum wanita adalah yang paling akhir, dan yang paling buruk adalah shaf yang paling depan. (HR. Muslim)

لاَ تُقَدِّمُوا صِبْيَانَكُمْ

Janganlah kamu tempatkan anak-anak kecil di depan (HR. Ad-Dailami). 

أَخِّرُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَخَّرَهُنَّ اللَّهُ

Posisikan para wanita di belakang sebagaimana Allah SWT memposisikan mereka di belakang.(HR. Abdurrazzaq) Dari hadits-hadits di atas, kita bisa membuat kesimpulan :

Barisan yang paling baik buat laki-laki adalah barisan yang paling depan. Semakin ke belakang semakin rendah nilainya. Maka bagian paling belakang dari barisan laki-laki diperuntukkah buat anak-anak kecil yang laki-laki. Sebab mereka umumnya belum baligh.Sebaliknya, barisan yang paling baik buat wanita bukan adalah bagian paling belakang, dan bukan bagian paling depan. Justru semakin ke depan malah akan semakin rendah nilainya. Dan karena itulah barisan paling depan buat wanita diperuntukkan buat anak-anak kecil juga, yaitu anak-anak wanita.

Tidak Ada Tabir Pemisah

Dengan cara ini, sama sekali tidak diperlukan kain atau tabir pemisah. Dan memang kenyataannya di masa itu, Masjid Nabawi memang tidak ada tabirnya. Pemisahan jamaah laki-laki dan wanita di masa itu tidak menggunakan kain penutup tetapi menggunakan posisi, jarak dan arah menghadap.

Sebagaimana kita tahu bahwa shalat itu wajib menghadap kiblat, maka semua jamaah pastilah menghadap ke satu arah yang sama. Dengan demikian, maka jamaah laki-laki yang di depan tentu tidak bisa melihat jamaah wanita yang ada di belakang mereka. Artinya, shalat mereka tidak akan terganggu karena melihat para wanita.

Sedangkan jamaah wanita yang ada bagian di belakang, meski bisa melihat jamaah yang di depan, tetapi yang terlihat hanya punggung mereka saja. Jamaah wanita tidak mungkin melihat wajah jamaah laki-laki. Sehingga juga tidak mungkin terjadi korsleting pandangan.

Begitulah cara memisahkan antara barisan laki-laki dan wanita di masa Rasulullah SAW.

Di Zaman Sekarang Malah Bersebelahan

Sayangnya apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW 1400 tahun yang lalu, memang agak kurang diperhatikan oleh takmir masjid. Mereka dengan enaknya mendesain masjid mirip dengan geraja. Jamaah laki-laki dan wanita dipisahkan, tetapi samping-sampingan dan bukan depan belakang.

Saya sendiri tidak terlalu mengerti, kira-kira apa logika dan dalil yang mereka gunakan dalam masalah ini. Apakah semata-mata karena keawaman saja, tidak tahu ilmunya, ataukah memang mereka punya argumentasi sendiri yang menyelisihi apa yang telah Nabi SAW ajarkan.

Posisi Wanita Saat Kajian

Adapun posisi jamaah wanita di masjid saat kajian, ada beberapa alternatif :

Pertama

Kajian khusus digelar untuk para wanita. Lebih afdhal kalau nara sumbernya juga wanita, sehingga sama sekali tidak ada kendala dalam masalah posisi. Menurut saya, kajian khusus wanita ini adalah yang paling ideal dibandikan dengan yang lainnya.

Kalau tidak ada nara sumber yang kompeten dari ulama wanita, boleh saja dari kalangan ulama laki-laki. Sebab dahulu Rasulullah SAW mengkhususkan satu hari untuk mengajar para wanita di masjid.

Kedua

Kalau terpaksa kajian harus mencampur antara laki-laki dan wanita, tetap saja yang lebih afdhal posisi wanita di belakang barisan laki-laki. Hal itu karena mengukuti ketentuan dalam shalat berjamaah.

Dengan demikian maka kita tidak membutuhkan tabir penutup, yang hanya akan menghalangi komunikasi antara nara sumber dengan jamaah wanita.

Ketiga

Kalau alternatif pertama dan kedua sama sekali tidak memungkinkan dan hanya bisa dengan cara membagi kanan kiri, saja, maka diusahakan agar harus ada tabir pemisah agar tidak saling melirik antara jamaah laki-laki dan wanita. Tetapi ini adalah upaya terakhir sekiranya sudah tidak ada lagi alternatif lain.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Baca Lainnya :

Benarkah Bersalam-salaman Seusai Shalat Itu Bid'ah?
31 July 2014, 08:00 | Shalat > Ritual Terkait Shalat | 34.957 views
Benarkah Makna Minal Aidin Wal Faizin Bukan Maaf Lahir dan Batin?
30 July 2014, 09:00 | Puasa > Idul Fithr | 18.241 views
Ketentuan Khutbah Idul Fithri
28 July 2014, 03:00 | Shalat > Shalat Hari Raya | 26.439 views
Masalah Haul pada Zakat Emas Perak dan Tabungan
27 July 2014, 18:00 | Zakat > Zakat Uang Harta Emas | 23.381 views
Makan Dulu Sebelum Shalat Iedul Fithri
27 July 2014, 04:01 | Shalat > Shalat Hari Raya | 11.730 views
Shalat Pakai Sepatu dan Sandal, Bolehkah?
26 July 2014, 02:00 | Shalat > Shalat Dalam Berbagai Keadaan | 28.516 views
Sahur On The Road, Sunnah Atau Bid'ah?
25 July 2014, 03:00 | Puasa > Amalan terkait berpuasa | 9.742 views
Qunut Pada Shalat Witir, Bid'ahkah?
24 July 2014, 05:13 | Shalat > Qunut | 18.689 views
Benarkah Zionis Yahudi Keturunan Kera dan Babi?
23 July 2014, 06:14 | Kontemporer > Misteri | 12.674 views
Bagaimana Cara Melakukan Qunut Nazilah
22 July 2014, 18:46 | Shalat > Qunut | 55.388 views
Bolehkah Wanita Berhias Dengan Mewarnai Kuku Jarinya?
18 July 2014, 10:20 | Wanita > Perhiasan | 13.498 views
Mengapa Witir Dua Rakaat Plus Satu?
17 July 2014, 05:00 | Shalat > Shalat Tarawih dan Witir | 24.256 views
Bagaimana Puasanya Para Pekerja Berat
16 July 2014, 01:00 | Puasa > Keringanan | 34.674 views
Hukum Menggunakan Uang Elektronik
15 July 2014, 01:23 | Muamalat > Uang | 22.100 views
Zakat Mal untuk Pembangunan Masjid
13 July 2014, 05:52 | Zakat > Alokasi Zakat | 24.534 views
Adakah Hak Israel atas Palestina?
13 July 2014, 03:04 | Negara > Arus politik | 15.224 views
Lailatul Qadar : Tanggal Berapa Yang Benar?
12 July 2014, 05:00 | Puasa > Itikaf | 28.252 views
Apa yang Dimaksud dengan Imsak?
11 July 2014, 13:54 | Puasa > Waktu puasa | 45.779 views
Sudah Terlanjur Shalat Witir Masih Bolehkah Tahajjud?
9 July 2014, 06:40 | Shalat > Shalat Malam | 26.585 views
Baru Tahu Ternyata Uang Tabungan Harus Dizakati
7 July 2014, 05:43 | Zakat > Zakat Uang Harta Emas | 27.787 views

TOTAL : 2.296 tanya-jawab | 46,644,438 views

tirto.id - MUI menerbitkan fatwa mengenai ketentuan beribadah selama pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Salah satu isinya adalah imbauan boleh tidak salat lima waktu di masjid, bahkan salat Jumat juga, dengan menggantinya menjadi salat Zuhur di rumah. Hal ini dikhawatirkan bahwa kerumunan di tempat ibadah dapat menyebarkan virus corona SARS-CoV-2.

Wabah COVID-19 ini dianalogikan dengan 'wabah taun' yang disabdakan Nabi Muhammad SAW:

"Wabah taun adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Allah SWT yang sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hambaNya. Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah taun, maka jangan sekali-kali memasuki daerahnya, jika taun telah terjadi pada suatu daerah dan kalian disana, maka janganlah kalian keluar darinya," (H.R. Muslim).

Di riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (H.R. Bukhari).

Menurut imbauan MUI, umat Islam diharapkan tidak membuat kerumunan selama beribadah, termasuk salat berjamaah di masjid, jika keadaannya membahayakan kesehatan masyarakat luas.

Salat wajib lima waktu berjamaah di masjid dapat diganti dengan salat di rumah bersama keluarga. Dalam keadaan ini, jumlah jamaah salat biasanya tidak sebanyak ketika berada di masjid.

Baca juga: Isi Lengkap Fatwa MUI tentang Sholat Jumat Saat Pandemi COVID-19

Terdapat beberapa posisi salat berjamaah yang lazim dipraktikkan di rumah, yaitu:

1. Imam dengan jumlah makmum dua orang atau lebih

Jika makmum dalam salat berjamaah jumlahnya lebih dari dua orang, maka makmum membentuk barisan.

Posisi ini paling mudah dilakukan karena persis seperti kondisi salat berjamaah di masjid sebelum wabah COVID-19.

2. Imam dengan satu orang makmum laki-laki

Jika makmum sendirian saja bersama imam, maka posisinya berdiri sejajar dengan imam. Imam berada di sebelah kanan dan makmum di sebelah kiri.

Dalilnya bersandar pada riwayat Abdullah bin ‘Abbas RA, ia berkata:

“Saya pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah binti Al-Harits (istri Rasulullah SAW). Aku melihat Rasulullah SAW salat Isya (di masjid), kemudian beliau pulang, dan salat empat rakaat. Lalu beliau tidur. Kemudian, beliau bangun malam. Aku pun datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Beliau salat lima rakaat, kemudian salat dua rakaat, lalu tidur kembali," (H.R. Bukhari).

3. Makmum berjenis kelamin perempuan

Jika seseorang mengimami makmum berjenis kelamin perempuan, baik itu jumlahnya satu atau lebih dari seorang, maka posisi makmum di belakang imam.

Rujukannya adalah riwayat dari Anas bin Malik RA, ia berkata: “Aku salat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi SAW, dan ibuku, Ummu Sulaim di belakang kami," (H.R. Bukhari dan Muslim).

4. Perempuan mengimami makmum perempuan

Jika tak ada laki-laki di waktu salat, maka perempuan boleh menjadi imam. Kalau jumlahnya dua orang, maka posisinya sama dengan posisi laki-laki berdua di atas.

Namun, jika jumlah perempuannya lebih dari dua orang, maka imam perempuan posisinya berada di tengah jamaah.

Hal ini dirujuk dari Rabthah al-Hanafiyah, ia berkata : "Aisyah RA pernah mengimami para wanita dan ia berdiri di antara mereka dalam salat wajib," (H.R. Abdurrazaq dan Baihaqi).

5. Salat di ruangan sempit

Jika kondisi ruangan salat berada di tempat sempit sehingga posisi imam tidak dapat berada di tempat ideal, maka posisinya sebaiknya menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan.

Rujukannya adalah riwayat dari Al-Aswad bin Yazid, ia berkata:

“Aku bersama Alqamah masuk ke rumah Ibnu Mas’ud. Lalu beliau berkata kepada kami: 'Apakah kalian sudah salat?' Kami berkata: 'belum.' Beliau mengatakan: 'Kalau begitu bangunlah dan salat!'

Maka kami pergi untuk salat bermakmum kepada beliau. Beliau memposisikan salah satu dari kami di sebelah kanan beliau dan yang lain di kiri beliau … beliau lalu berkata: 'Demikianlah yang aku lihat dari perbuatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam" (HR. Muslim dan Nasa'i).

Baca juga: Niat Sholat Idul Adha & Panduan Salat Hari Raya Kurban Saat Corona

Secara umum, sebagaimana dilansir NU Online, posisi makmum laki-laki yang sudah balig berada di saf atau barisan paling depan, lalu ketika saf awal tidak cukup, dilanjutkan pada saf selanjutnya, lalu di belakang barisan laki-laki dewasa ditempati oleh anak kecil laki-laki yang belum baligh, lalu saf selanjutnya ditempati oleh khuntsa (orang berkelamin ganda), lalu saf selanjutnya ditempati oleh para makmum perempuan.

Sebaiknya anak kecil tidak menempati saf-saf depan selama masih ada laki-laki dewasa yang akan menempatinya, karena posisi ideal bagi anak kecil adalah di belakang laki-laki dewasa.

Akan tetapi, ketika saf awal tidak penuh, anak kecil barulah boleh menempati saf-saf depan yang sejajar dengan laki-laki balig. Tujuannya untuk menyempurnakan saf. Hal ini dikecualikan jika anak kecil itu memang datang lebih awal dibandingkan dengan orang-orang yang telah balig, maka ia boleh menempati saf depan.

Baca juga: Amalan & Keutamaan Bulan Dzulhijjah: Puasa, Kurban, Salat Iduladha

Baca juga artikel terkait SALAT atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/ylk)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates