Perubahan nama sunda kelapa menjadi jayakarta dilakukan oleh....

Perubahan nama sunda kelapa menjadi jayakarta dilakukan oleh....

Perubahan nama sunda kelapa menjadi jayakarta dilakukan oleh....
Lihat Foto

Dok. Shutterstock

Ilustrasi spot foto di kawasan Kota Tua Jakarta.

KOMPAS.com - Jakarta adalah ibu kota negara sekaligus kota terbesar di Indonesia.

Wilayah yang sekarang dinamakan Jakarta mempunyai riwayat yang sangat panjang.

Bahkan sebelum menggunakan nama Jakarta, ibu kota Indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan nama.

Nama Jakarta pertama kali digunakan pada 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Kendati demikian, eksistensinya telah ada sejak abad ke-5, ketika masa kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.

Berikut ini sejarah perubahan nama ibu kota Indonesia sebelum akhirnya menggunakan nama Jakarta.

Baca juga: Kerajaan Tarumanegara: Raja-raja, Puncak Kejayaan, dan Peninggalan

Sunda Kelapa (397-1527)

Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa.

Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa adalah pelabuhan terpenting bagi Kerajaan Sunda.

Kerajaan Sunda sendiri adalah kelanjutan Kerajaan Tarumanegara, sehingga pelabuhan ini diduga telah ada sejak abad ke-5.

Sunda Kalapa sebagai kota pelabuhan kemudian berkembang menjadi kota pusat perdagangan, terutama dengan orang-orang asing.



KONTAN.CO.ID - Jakarta adalah nama Ibu Kota Republik Indonesia. Sebelum bernama Jakarta, kota ini sudah beberapa kali mengalami perubahan nama. Pergantian nama Jakarta biasanya terkait dengan momen peristiwa sejarah yang berlangsung saat itu.  Dirangkum dari portal informasi Indonesia Indonesia.go.id, sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh-Pakuan di abad ke-12, nama kota ini adalah Sunda Kelapa. Meski demikian, konon, sejatinya eksistensi Jakarta telah ada sejak abad ke-5, ketika berada di bawah Kerajaan Tarumanagara. Selanjutnya, berdasarkan Prasasti Kebon Kopi (942 M), nama Sunda Kalapa diperkirakan baru muncul memasuki abad sepuluh. Kemudian, mengacu laporan yang disimpan di Torre de Tombo Lisabon, Jakarta disebut dengan nama Kalapa ketika orang Portugis pertama kali mengunjungi Kerajaan Galuh-Pakuan di 1511 (Adolf Heuken, 2001). Baca Juga: Jembatan Cikubang, jembatan kereta terpanjang di Indonesia dibangun era Belanda

Penggunaan nama Jayakarta

Namun, pada 22 Juni 1527, Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Untuk memperingati momen tersebut, maka nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta.  Sementara orang Barat yang singgah menyebut Jakarta dengan nama Jacatra. Sampai 1619, orang Belanda masih menyebut dengan nama itu. Tetapi, sejak Jan Pieterszoon Coen dengan membawa 1.000 pasukan menyerang Kerajaan Banten dan menghancurkan Jayakarta pada 1619, praktis kota ini dikuasai Belanda. Melalui kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), maka pada 4 Maret 1621 namanya diubah menjadi Batavia. Baca Juga: HUT ke-75 TNI pada 5 Oktober 2020, ini sejarah TNI Nama ini berasal dari nama etnis Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein, dan dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda dan Jerman, Bataf. Bangsa Belanda sangat mengagungkan nenek moyangnya sehingga mereka merasa perlu mengabadikan nama Batavia di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia. Selain itu, Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar yang cukup besar buatan Belanda (VOC). Kapal tersebut dibuat pada 29 Oktober 1628 dan dinahkodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz.  Meski demikian, tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama kota Batavia. Atau, sebaliknya VOC yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya.   Baca Juga: ​Sejarah Pizza Hut, kisah Frank & Dan Carney rintis restoran dari pinjam uang ibu

Perubahan nama sunda kelapa menjadi jayakarta dilakukan oleh....

Perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta berkaitan dengan peristiwa… .

A. keberhasilan kerajaan Pajajaran mempertahankan kota tersebut dari Portugis

B. keberhasilan Sultan Trenggono merebut kota tersebut

C. mengenang gugurnya Pangeran Jayakarta dalam merebut kota Sunda Kelapa

D. kemenangan Fatahillah merebut kota tersebut dari tangan Pajajaran

E. pembukaan kota tersebut sebagai pelabuhan internasional

Pembahasan:

Kelapa merupakan salah satu pelabuhan dari Kerajaan Sunda/Pajajaran.

Pada tanggal 21 Agustus 1522 diadakan perjanjian antara Portugis dengan Kerajaan Pajajaran bahwa Portugis boleh mendirikan benteng di Sunda kelapa.

Kerajaan Demak menolak hal itu kemudian mengutus Fatahillah untuk menguasai Sunda Kelapa. Pada tanggal 22 Juni 1527, Sunda Kelapa berhasil dikuasai oleh pasukan Fatahillah. Nama Sunda Kelapa kemudian dirubah namanya menjadi Jayakarta yang berarti “Kota Kemenangan”.

Pada tanggal 30 Mei 1619, J.P Coen pemimpin VOC berhasil menguasai Jayakarta kemudian merubah namanya menjadi Batavia. Kemudian pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), nama Batavia dirubah menjadi Jakarta

Kunci Jawaban: Perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta berkaitan dengan peristiwa… . D. kemenangan Fatahillah merebut kota tersebut dari tangan Pajajaran

Perubahan nama sunda kelapa menjadi jayakarta dilakukan oleh....

Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih

Liputan6.com, Jakarta Fatahillah yang disebut juga Faletehan, merupakan Panglima Pasukan Cirebon yang bersekutu dengan Demak dan berhasil menjadi penguasa Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis pada tanggal 22 Juni tahun 1527.

Sunda Kelapa kemudian oleh Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527 diganti nama menjadi Jayakarta. Fatahillah memang membenci orang Portugis, karena mereka dengan bantuan syahbandarnya menaklukkan kota kelahirannya, yaitu Pasei di Aceh (Sumatera) pada tahun 1521.

Nama aslinya Faddillah Khan atau Faletehan. Ia juga dinamai Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Berdasarkan jalannya peristiwa sejarah yang diuraikan dalam Purwaka Caruban Nagari nama Fadhillah lebih memungkinkan untuk disamakan dengan berita Portugis yang menyebut Falatehan, demikian juga arti Fadhillah sangat mirip dengan Fatahillah yang berarti juga "kemenangan karena Allah".

Menurut sumber Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari dan Negarakertabhumi, ayah Fatahillah dari Pasei merupakan seorang keturunan Arab dari Gujarat (India), yang pada tahun 1521 Pasei berhasil direbut Portugis.

Ia kemudian berlayar ke Mekah. Sekitar tahun 1525 ia ke Jepara dan menikah dengan Nyai Ratu Pembayun (adik Sultan Trenggana dari Demak). Kemudian berturut-turut menaklukkan daerah Banten dan Sunda Kalapa.

Sebelum menuju Sunda Kelapa, Fatahillah yang berangkat dengan armada perang Demak, terlebih dulu menuju ke Kesultanan Cirebon guna menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Setelah itu, armada Fatahillah menuju Banten, yang memang telah bergolak melawan Pajajaran.

Tumbangnya Banten dari Pajajaran dan sebagian besar pemberontak di sana semakin menambah besar daya pukul kekuatan (fire power) armada Fatahillah. Pada 1526, Alfonso d'Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa.

Kapal yang dikirim adalah jenis galleon yang berbobot hingga 800 ton dan memiliki 21-24 pucuk meriam. Armada itu diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.

Pada tahun yang sama, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang bersama 1.500 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Demak terdiri dari kapal tradisional jenis Lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari galleon.

Pada awal 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa. Sementara, pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran dari arah Barat. Pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian Timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh Kerajaan Pajajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.

Setelah melalui pertempuran sengit, pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah akhirnya berhasil menaklukkan pasukan Portugis. Pascakemenangan tersebut, Fatahillah didaulat menjadi gubernur di Sunda Kelapa. Fatahillah pun mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang merupakan cikal bakal lahirnya kota Jakarta.

Scroll down untuk melanjutkan membaca