PERBEDAAN pertanian antara padi dengan sistem SRI dan padi konvensional

Munculnya dampak negatif dari program revolusi hijau menyebabkan dikembangkannya sistem pertanian alternatif yang dapat memberikan produksi dalam jumlah besar namun ramah terhadap lingkungan, yaitu sistem pertanian organik. Di Indonesia terdapat beberapa daerah yang sedang mengembangkan sistem pertanian organik, salah satunya adalah Desa Bobojong, Kecamatan Mande di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Adapun yang menyebabkan dikembangkannya sistem pertanian organik di Desa Bobojong adalah akibat dari kelangkaan pupuk yang mengakibatkan para petani tidak mampu untuk membelinya, sehingga sebagian petani mulai banyak yang beralih pada pertanian organik, karena pertanian organik hanya menggunakan pupuk yang berasal dari alam, sehingga para petani dapat membuat pupuk sendiri dengan memanfaatkan bahan-bahan disekitarnya. Selain itu, dari aspek pengelolaan air, usahatani padi sawah pada umumnya dilakukan dengan cara penggenangan air secara terus menerus, dilain pihak ketersediaan air semakin terbatas. Untuk itu diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usahatani hemat air. System of Rice Intensification (SRI) atau Sistem Rancang Intensif adalah suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi dengan mengubah pengaturan tanaman, tanah, air, dan nutrisinya. Metode tersebut memberikan kontribusi terhadap kesehatan tanah, tanaman, dan memelihara mikroba tanah yang beraneka ragam melalui bahan organik, tanpa pupuk kimia dan tanpa pestisida kimia, serta dapat menghemat penggunaan air hingga 50 persen. Peralihan pertanian non-organik menjadi pertanian yang berbasis pertanian organik di tingkat petani pada tahun-tahun terakhir adalah akibat dari kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh produksi yang rendah dan distribusi yang tidak lancar. Namun, apakah dengan perubahan sistem usahatani tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani?. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengkomparasikan antara padi organik metode SRI dengan padi konvensional, sehingga dapat mengetahui tingkat produktivitas dan biaya produksi yang dikeluarkan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani dari usahatani non organik menjadi usahatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini dilakukan di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Bogor dengan dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang mengembangkan usahatani padi organik dengan metode SRI. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana. Jumlah petani contoh yang dipilih adalah sebanyak 17 orang petani padi organik dan 17 orang petani padi konvensional. Pada kegiatan usahatani ini, proses budidaya yang dilakukan oleh petani padi organik sama dengan petani padi konvensional. Perbedaannya hanya pada waktu pembajakan dan pemupukan. Adapun input yang digunakan pada usahatani padi organik adalah benih, pupuk organik, MOL, dan tenaga kerja, sedangkan pada usahatani padi konvensional adalah benih, pupuk (Urea, TSP, KCl), pestisida, dan tenaga kerja. Pada penelitian ini, jumlah benih yang digunakan petani padi organik metode SRI lebih rendah dari petani padi konvensional. Sedangkan untuk penggunaan pupuknya, petani padi organik menggunakan pupuk dalam jumlah yang lebih besar dari petani padi konvensional, begitu pula dengan jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakannya. Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun hasil uji t menyimpulkan bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI ( Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu Rp 2,46. Hal ini berarti bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,98 lebih rendah dari penerimaan yang diperoleh petani padi konvensional. Begitu pula dengan R/C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R/C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54 sedangkan petani padi konvensional lebih besar dari petani padi organik tersebut, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI.

Admin distan | 15 Januari 2015 | 2009 kali

PERBEDAAN pertanian antara padi dengan sistem SRI dan padi konvensional

Untuk mendongkrak produksi beras, tidak henti-hentinya para petani selalu melakukan inovasi dan percobaan. Kita masih ingat beberapa tahun yang lalu kita selalu berkiblat pada sistem tanam SRI untuk bisa meningkatkan hasil padi. Walaupun memang ribet tetapi petani selalu mencoba menerapkan dasar-dasar budidaya  padi dengan sistem SRI tersebut. Lain dulu lain sekarang, dipemerintahan yang serba kontraversial ini cara penanaman padi juga dibuat berlawanan dengan kebiasaan. Kalau dulu kita dilarang menanam padi dengan ombol (bibit banyak ) justru disaat ini ada teknologi budidaya padi yang menyarankan supaya menanam dengan bibit banyak.   Adalah budidaya padi dengan sistem Hazton (hasil berton-ton). Cara budidaya padi menggunakan metode Hazton sebenarnya mulai diperkenalkan pada tahun 2012 di Kalimantan Barat, Hazton berarti sebuah pola atau metode yang di gunakan untuk hazil berton-ton, Kata Hazton juga berasal dari singkatan dua penemu metode  tersebut yaitu Haz dari Ir. H. Hazairin, Ms dan Ton dari nama Anton Kamarudin Sp. M.Si.

Hal yang paling berbeda dari hazton adalah dimana sebuah metode dalam penanaman padi yang menggunakan 20-30 bibit perlubang tanam. Mungkin ini tak lazim jika dibandingkan dengan metode SRI (dengan 1 bibit) ataupun cara konvensional yang menggunakan 3 s/d 5 bibit perlubang tanam. Diharapkan  dengan menggunakan bibit yang banyak akan menjadi indukan yang produktif, tanpa harus konsentrasi pada pembentukan anakan lagi. Bagi anda yang memiliki lahan dengan kesuburan sedang, serangan keong tinggi, tenaga kerja rendah, pengairan agak sulit diatur silahkan mencoba budidaya sistem hazton ini. Demikian sekilas info tentang budidaya padi hazton vs padi SRI vs padi konvensional. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan para petani Indonesia yang ingin meningkatkan produksi padinya.

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman semusim yang sangat bermanfaat diIndonesia karena menjadi bahan makanan pokok. Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Berbagai inovasi telah berkembang dan dihasilkan untuk mendukung perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal pembangunan pertanian. Salah satu masalah dalam budidaya padi adalah tumbuhnya berbagai jenis gulma padi berbagai tingkat pertumbuhan tanaman padi. Permasalahan gulma pada pertanian konvensional, gulma yang tumbuh sedikit mengingat bahwa penggunaan air pada sistem konvensional tanaman padi selalu tergenang setiap waktu sehingga diindikasikan bahwa pertumbuhan gulma kurang berkembang dengan pesat. Gulma dapat berkembang dengan pesat pada tanaman padi menggunakan metode SRI ( System of Rice Intensificatin). Hal ini dikarenakan penggunaan jarak tanam yang lebih lebar dari pola petani biasa dan didukung oleh pengaturan air yang macak‐ macak atau basah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh perbedaan dominansi gulma dari sistem tanam konvensional dengan SRI dan hasil tanaman padi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 – Juli 2012 di Desa Lengkong Kecamatan Mumbulsari Jember. Penelitian ini menggunakan rancangan Split plot dengan 10 perlakuan 3 ulangan. Petak utama pada rancangan ini adalah sistem tanam konvensional (A1) dan SRI ( A2), sedangkan anak petaknya yaitu jarak tanam B1 ( 20 cmx 20cm ), B2 ( 20cm x 25cm), B3 ( 25cm x 25cm), B4 ( jajar legowo 2:1), B5 ( jajar legowo 3:1). Uji Statistik yang vi digunakan pada penelitian ini adalah uji beda nyata terkecil atau BNT dengan taraf 0,05%. Hasil analisis SDR ( Summed Dominance Ratio) yang dilakukan untuk melihat tingkat dominansi gulma diketahui bahwa pada sistem tanam konvensional jenis gulma yang paling dominan adalah gulma L. peruviana dengan rata- rata SDR sebesar 29,56 % sedangkan pada SRI jenis gulma yang paling dominan adalah Digitaria ciliaris dengan nilai SDR rata-rata tertinggi 45,12%. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman padi, tinggi tanaman meningkat rata- rata 2,8 - 3 cm/minggu pada setiap perlakuan, laju pertumbuhan meningkat rata 0,09 – 0,1 gr/minggu. Perlakuan konvensional maupun SRI tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif, berat biji per rumpun, berat 100 biji tetapi dapat berpengaruh terhadap panjang malai tanaman