perbedaan hemoroid interna dan eksterna

Patofisiologi Hemoroid kirti 2018-08-06T10:22:00+07:00 2018-08-06T10:22:00+07:00

Dahulu terdapat beberapa patofisiologi yang diperkirakan mengakibatkan hemoroid. Hipotesis terbaru mengemukakan bahwa hemoroid timbul akibat pergeseran bantalan (cushion) kanal anal yang melemah. Pergeseran tersebut mengakibatkan dilatasi vena.

Anatomi

Anal kanal merupakan bagian terdistal dari saluran cerna. Panjang anal kanal pada orang dewasa sekitar 4-5 cm. Pada lumen anal kanal terdapat lipatan mukosa sirkumferensial yang dikenal dengan garis mukokutan atau linea dentate. Linea tersebut merupakan batas atas kanalis anus dengan rektum. Linea dentate akan menjadi pembeda hemoroid interna dan eksterna.

Pada anal kanal terdapat bantalan. Bantalan tersebut mengandung submukosa, pembuluh darah, otot polos, jaringan ikat, serta sinusoid arteriovenosus. Hemoroid interna merupakan kelainan pada bantalan pembuluh darah dalam jaringan submukosa yang terdiri atas pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentate. Bantalan mayor terletak pada posterior dextra, lateral sinistra, dan anterior dextra kanal anal. Oleh karena itu hemoroid interna sering berada pada area tersebut.[2]. Sedangkan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior yang terletak di distal linea dentate tergolong hemoroid eksterna.

Sistem Arteri

Aliran arteri mesenterika inferior berlanjut menjadi arteri hemoroidalis superior yang kemudian bercabang menjadi cabang utama kiri dan kanan. Sedangkan arteri iliaka interna bercabang ke anterior menjadi arteri hemoroidalis medialis. Arteri pudenda interna bercabang menjadi arteri hemoroidalis inferior. Pembuluh darah superior dan inferior membentuk anastomomsis hingga terbentuk sirkulasi kolateral.

Sistem vena

Pada prinsipnya aliran vena menuju sistem vena porta atau sistem vena kava. Pleksus hemoroidalis internus berlanjut menjadi vena hemoroidalis superior lalu menuju mesenterica inferior kemudian melalui vena lienalis menuju vena porta. Pada area ini vena tidak memiliki katup. Oleh karena itu tekanan intraabdomen sangat berperan dalam tekanan vena. Sedangkan vena hemoroidalis inferior menuju vena pudenda interna kemudian menuju vena iliaka interna dan sistem kava.[2]

Mekanisme Terjadinya Hemoroid

Pada pemeriksaan patologi anatomi pasien hemorhoid tampak perbedaan berupa dilatasi pleksus vena abnormal, proses degenerasi serat kolagen dan jaringan fibroelastik, thrombosis vaskular, distorsi serta ruptur otot subepitel anal (otot Treitz atau ligament suspensori mukosa) dan reaksi inflamasi. Beberapa mediator atau enzim seperti matrix metalloproteinase (MMP) yakni MMP-9 meningkat kadarnya pada hemoroid. Enzim tersebut berkaitan dengan peningkatan degradasi serat elastin. Selain itu juga terjadi peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factors (VEGF) yang berkaitan dengan neovaskularisasi. Studi juga menunjukkan peningkatan tekanan di dalam anus pada suasana istirahat meningkat pada pendeirta hemoroid.

Peningkatan tekanan intraabdomen seperti pada kondisi mengejan saat buang air besar meningkatkan risiko timbul hemoroid. Bantalan anal akan mendapat tekanan. Jika terus berulang dalam jangka waktu lama bantalan anal dapat prolaps. Aliran balik vena terganggu hingga menimbulkan pelebaran pleksus hemoroidalis.

Perdarahan pada hemoroid dapat timbul akibat trauma oleh feses dengan konsistensi keras. Perdarahan berwarna merah segar karena sesuai anatominya bantalan anal kanal kaya akan sinusoid arteriovenosus. Pleksus hemoroidalis kaya akan kolateral luas arteri hemoroidalis.[1]

1. Cronau H, Kankanala RR, Mauger T. Diagnosis and management of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010 Jan 15. 81(2):137-144.
2. Frings A, Geerling G, Schargus M: Red eye—a guide for non-specialists. Dtsch Arztebl Int 2017; 114: 302–12.

Diagnosis Hemoroid kirti 2022-01-19T15:36:05+07:00 2022-01-19T15:36:05+07:00

Diagnosis hemoroid ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis untuk menggali gejala sesuai derajat penyakit dan faktor risiko serta menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan anorektal. Pemeriksaan penunjang meliputi anosopi atau kolonoskopi.

Anamnesis

Gejala hemoroid tergantung derajat keparahan penyakit. Gejala paling sering ditemukan antara lain perdarahan saat buang air besar, darah menetes dari anus, prolaps, keluar cairan dari anus (mucus discharge), dan pruritus ani.[6] Akan tetapi penderita hemoroid dapat juga tanpa gejala.[4]

Riwayat penyakit yang penting ditanyakan meliputi kebiasaan buang air besar, frekuensi buang air besar, konsisensi tinja, apakah ada benjolan yang keluar setelah buang air besar dan apakah bisa dimasukkan kembali ke rektum, riwayat sulit buang air besar dan kebiasaan mengedan serta kebiasaan makan dan konsumsi serat.[6]

Hemoroid ditandai dengan perdarahan tanpa rasa nyeri yang dilaporkan adanya darah pada tissue setelah buang air besar atau darah menetes saat atau setelah buang air besar. Hemoroid interna dapat menimbulkan gejala ketika prolaps, trombosis, perdarahan atau menjadi ulserasi. Hemoroid eksterna dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada anus karena penonjolan massa. Trombosis hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri akut.[7,8]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan anorektal yang dilakukan meliputi:

  • Inspeksi daerah perianal: dapat dilakukan pada posisi lateral kiri atau litotomi. Pada pemeriksaan inspeksi dapat dinilai apakah terdapat ruam kulit, hemoroid eksterna atau skin tag, fisura, fistula, abses, neoplasma, kondilomata, prolaps, papil hipertrofi atau kombinasi di antaranya.[6,8]

  • Pemeriksaan colok dubur: bersifat subyektif bergantung dengan kemampuan dan penilaian pemeriksa, namun masih menjadi pemeriksaan awal yang penting. Pemeriksaan yang dinilai termasuk permukaan mukosa, kekuatan tonus sfingter ani, jika teraba massa di rektum di deskripsikan dengan letak massa, fluktuasi, nyeri tekan, dan konsistensi.[8]

Tipe hemoroid

Hemoroid tergolong menjadi hemoroid internal, hemoroid eksternal maupun campuran keduanya.

  • Hemoroid interna: diselubungi epitel kolumnar, berada di atas linea dentata
  • Hemoroid eksterna: diselubungi epitel skuamosa (anoderm), berada di bawah linea dentata
  • Hemoroid campuran (mixed hemorrhoids): meliputi hemoroid internal, eksternal, dan ruang di antaranya.[8]

Derajat hemoroid

Hemoroid interna terdiri atas empat derajat berdasarkan ada tidaknya prolaps dan reduksi spontan/manual. [7,8]

Tabel 1. Derajat Hemoroid Interna

Derajat Kriteria
I Hemoroid interna non-prolaps
II Prolaps hemoroid interna saat defekasi, dapat tereduksi spontan
III Prolaps hemoroid interna saat defekasi, reduksi manual
IV Prolaps hemoroid interna persisten, tidak dapat direduksi manual, inkarserata

Diagnosis Banding

Diagnosis banding hemoroid yang harus disingkirkan terutama adalah keganasan seperti kanker kolorektal. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya seringkali pasien mengalami gejala perdarahan saat buang air besar. Gejala ini juga timbul pada kanker kolorektal. Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding hemoroid terangkum dalam tabel berikut. [6]

Tabel 2. Diagnosis Banding Hemoroid

Diagnosis Riwayat penyakit Temuan pemeriksaan fisik
Kanker anus Nyeri sekitar anus; berat badan turun pada kasus lanjut Lesi ulserasi anus
Kondilomata anus Massa anus tanpa perdarahan; riwayat hubungan seks anal

Lesi seperti kol (cauliflower-like lesion)

Fissura anus Nyeri seperti dirobek dan perdarahan dengan pergerakan usus Nyeri pada pemeriksaan rektal dengan fisura
Kanker kolorektal Darah pada tinja, penurunan berat badan, nyeri perut, perubahan kebiasaan buang air besar, riwayat keluarga Massa atau nyeri tekan abdomen
Inflammatory bowel disease Gejala konstitusional, nyeri perut, diare, riwayat keluarga Pemeriksaan rektal normal, fistula, kolitis pada anoskopi
Abses perianal Nyeri dengan onset gradual Massa dengan nyeri tekan diselubungi kulit sampai mukosa rektum
Skin tags Tidak ada perdarahan, riwayat hemoroid sudah sembuh Massa sekitar anus diselubungi kulit normal, bukan mukosa

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis hemoroid adalah anoskopi. Pilihan lainnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi maupun kolonoskopi untuk menegakan diagnosis hemoroid sekaligus menyingkirkan diagnosis banding.

Anoskopi

Anoskopi meerupakan pemeriksaan paling akurat dan paling mudah untuk memeriksa kanalis ani dan distal rektum untuk membedakan diagnosis hemoroid interna atau fisura ani. Pemeriksaan ini jarang digunakan semenjak pemakaian endoskopi lebih banyak dilakukan.[9]

Sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi

Tidak lebih akurat untuk menegakan diagnosis hemoroid, namun dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan inflammatory bowel disease atau kanker. Kolonoskopi terutama dilakukan pada pasien perdarahan rektum dengan tanda bahaya atau kelompok populasi sebagai berikut:

  • Pasien berusia 50 tahun atau lebih dan belum pernah dilakukan pemeriksaan kolon menyeluruh dalam 10 tahun terakhir
  • Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum pernah dilakukan pemeriksaan kolonoskopi dalam 10 tahun terakhir dan memiliki riwayat satu orang keluarga inti dengan kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
  • Pasien berusia 40 tahun atau lebih yang belum dilakukan pemeriksaan kolonoskopi dalam lima tahun terakhir dan memiliki riwayat lebih dari satu orang keluarga inti dengan kanker kolorektal atau adenoma pada usia 60 tahun atau kurang.
  • Pasien dengan anemia defisiensi besi
  • Pasien dengan hasil pemeriksaan darah samar tinja positif.[6]

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium darah dapat dilakukan untuk melihat adanya anemia yang mungkin disebabkan oleh perdarahan dari hemoroid.

4. Pong JC, Lam DK, Lai JS. Spontaneous subconjunctival haemorrhage secondary to acrotid-cavernpus fistula. Clin Experiment Ophtamol. 2008 Jan-Feb. 36(1):90-1. 5. Cronau H, Kankanala RR, Mauger T. Diagnosis and management of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010;81:137–144. 6. Rao NA. Acquired immunodeficiency syndrome and its ocular complications. Indian J Ophthalmol 1994; 42: 51–63. 7. 3 Kochar DK, Shubhakaran, Kumawat BL, Thanvi I, Joshi A, Vyas SP. Ophthalmoscopic abnormalities in adults with falciparum malaria. QJM 1998; 91: 845–52. 8. Rosen PH, Spalton DJ, Graham EM. Intraocular tuberculosis. Eye 1990; 4: 486–92.

9. Aldave AJ, King JA, Cunningham ET Jr. Ocular syphilis. Curr Opin Ophthalmol 2001; 12: 433–41.