Dahulu terdapat beberapa patofisiologi yang diperkirakan mengakibatkan hemoroid. Hipotesis terbaru mengemukakan bahwa hemoroid timbul akibat pergeseran bantalan (cushion) kanal anal yang melemah. Pergeseran tersebut mengakibatkan dilatasi vena. Anatomi Anal kanal merupakan bagian terdistal dari saluran cerna. Panjang anal kanal pada orang dewasa sekitar 4-5 cm. Pada lumen anal kanal terdapat lipatan mukosa sirkumferensial yang dikenal dengan garis mukokutan atau linea dentate. Linea tersebut merupakan batas atas kanalis anus dengan rektum. Linea dentate akan menjadi pembeda hemoroid interna dan eksterna.
Pada anal kanal terdapat bantalan. Bantalan tersebut mengandung submukosa, pembuluh darah, otot polos, jaringan ikat, serta sinusoid arteriovenosus. Hemoroid interna merupakan kelainan pada bantalan pembuluh darah dalam jaringan submukosa yang terdiri atas pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentate. Bantalan mayor terletak pada posterior dextra, lateral sinistra, dan anterior dextra kanal anal. Oleh karena itu hemoroid interna sering berada pada area tersebut.[2]. Sedangkan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior yang terletak di distal linea dentate tergolong hemoroid eksterna. Sistem Arteri Aliran arteri mesenterika inferior berlanjut menjadi arteri hemoroidalis superior yang kemudian bercabang menjadi cabang utama kiri dan kanan. Sedangkan arteri iliaka interna bercabang ke anterior menjadi arteri hemoroidalis medialis. Arteri pudenda interna bercabang menjadi arteri hemoroidalis inferior. Pembuluh darah superior dan inferior membentuk anastomomsis hingga terbentuk sirkulasi kolateral. Sistem vena Pada prinsipnya aliran vena menuju sistem vena porta atau sistem vena kava. Pleksus hemoroidalis internus berlanjut menjadi vena hemoroidalis superior lalu menuju mesenterica inferior kemudian melalui vena lienalis menuju vena porta. Pada area ini vena tidak memiliki katup. Oleh karena itu tekanan intraabdomen sangat berperan dalam tekanan vena. Sedangkan vena hemoroidalis inferior menuju vena pudenda interna kemudian menuju vena iliaka interna dan sistem kava.[2] Mekanisme Terjadinya Hemoroid Pada pemeriksaan patologi anatomi pasien hemorhoid tampak perbedaan berupa dilatasi pleksus vena abnormal, proses degenerasi serat kolagen dan jaringan fibroelastik, thrombosis vaskular, distorsi serta ruptur otot subepitel anal (otot Treitz atau ligament suspensori mukosa) dan reaksi inflamasi. Beberapa mediator atau enzim seperti matrix metalloproteinase (MMP) yakni MMP-9 meningkat kadarnya pada hemoroid. Enzim tersebut berkaitan dengan peningkatan degradasi serat elastin. Selain itu juga terjadi peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factors (VEGF) yang berkaitan dengan neovaskularisasi. Studi juga menunjukkan peningkatan tekanan di dalam anus pada suasana istirahat meningkat pada pendeirta hemoroid. Peningkatan tekanan intraabdomen seperti pada kondisi mengejan saat buang air besar meningkatkan risiko timbul hemoroid. Bantalan anal akan mendapat tekanan. Jika terus berulang dalam jangka waktu lama bantalan anal dapat prolaps. Aliran balik vena terganggu hingga menimbulkan pelebaran pleksus hemoroidalis. Perdarahan pada hemoroid dapat timbul akibat trauma oleh feses dengan konsistensi keras. Perdarahan berwarna merah segar karena sesuai anatominya bantalan anal kanal kaya akan sinusoid arteriovenosus. Pleksus hemoroidalis kaya akan kolateral luas arteri hemoroidalis.[1]
1. Cronau H, Kankanala RR, Mauger T. Diagnosis and management of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010 Jan 15. 81(2):137-144.
Diagnosis hemoroid ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis untuk menggali gejala sesuai derajat penyakit dan faktor risiko serta menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan anorektal. Pemeriksaan penunjang meliputi anosopi atau kolonoskopi. Anamnesis Gejala hemoroid tergantung derajat keparahan penyakit. Gejala paling sering ditemukan antara lain perdarahan saat buang air besar, darah menetes dari anus, prolaps, keluar cairan dari anus (mucus discharge), dan pruritus ani.[6] Akan tetapi penderita hemoroid dapat juga tanpa gejala.[4]
Riwayat penyakit yang penting ditanyakan meliputi kebiasaan buang air besar, frekuensi buang air besar, konsisensi tinja, apakah ada benjolan yang keluar setelah buang air besar dan apakah bisa dimasukkan kembali ke rektum, riwayat sulit buang air besar dan kebiasaan mengedan serta kebiasaan makan dan konsumsi serat.[6] Hemoroid ditandai dengan perdarahan tanpa rasa nyeri yang dilaporkan adanya darah pada tissue setelah buang air besar atau darah menetes saat atau setelah buang air besar. Hemoroid interna dapat menimbulkan gejala ketika prolaps, trombosis, perdarahan atau menjadi ulserasi. Hemoroid eksterna dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada anus karena penonjolan massa. Trombosis hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri akut.[7,8] Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan anorektal yang dilakukan meliputi:
Tipe hemoroid Hemoroid tergolong menjadi hemoroid internal, hemoroid eksternal maupun campuran keduanya.
Derajat hemoroid Hemoroid interna terdiri atas empat derajat berdasarkan ada tidaknya prolaps dan reduksi spontan/manual. [7,8] Tabel 1. Derajat Hemoroid Interna
Diagnosis Banding Diagnosis banding hemoroid yang harus disingkirkan terutama adalah keganasan seperti kanker kolorektal. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya seringkali pasien mengalami gejala perdarahan saat buang air besar. Gejala ini juga timbul pada kanker kolorektal. Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding hemoroid terangkum dalam tabel berikut. [6] Tabel 2. Diagnosis Banding Hemoroid
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis hemoroid adalah anoskopi. Pilihan lainnya dapat dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi maupun kolonoskopi untuk menegakan diagnosis hemoroid sekaligus menyingkirkan diagnosis banding. Anoskopi Anoskopi meerupakan pemeriksaan paling akurat dan paling mudah untuk memeriksa kanalis ani dan distal rektum untuk membedakan diagnosis hemoroid interna atau fisura ani. Pemeriksaan ini jarang digunakan semenjak pemakaian endoskopi lebih banyak dilakukan.[9] Sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi Tidak lebih akurat untuk menegakan diagnosis hemoroid, namun dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan inflammatory bowel disease atau kanker. Kolonoskopi terutama dilakukan pada pasien perdarahan rektum dengan tanda bahaya atau kelompok populasi sebagai berikut:
Laboratorium Pemeriksaan laboratorium darah dapat dilakukan untuk melihat adanya anemia yang mungkin disebabkan oleh perdarahan dari hemoroid.
4. Pong JC, Lam DK, Lai JS. Spontaneous subconjunctival haemorrhage secondary to acrotid-cavernpus fistula. Clin Experiment Ophtamol. 2008 Jan-Feb. 36(1):90-1. 5. Cronau H, Kankanala RR, Mauger T. Diagnosis and management of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010;81:137–144. 6. Rao NA. Acquired immunodeficiency syndrome and its ocular complications. Indian J Ophthalmol 1994; 42: 51–63. 7. 3 Kochar DK, Shubhakaran, Kumawat BL, Thanvi I, Joshi A, Vyas SP. Ophthalmoscopic abnormalities in adults with falciparum malaria. QJM 1998; 91: 845–52. 8. Rosen PH, Spalton DJ, Graham EM. Intraocular tuberculosis. Eye 1990; 4: 486–92. 9. Aldave AJ, King JA, Cunningham ET Jr. Ocular syphilis. Curr Opin Ophthalmol 2001; 12: 433–41. |