peraturan perundang-undangan tentang kesehatan lingkungan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Permenkes tentang kesehatan lingkungan rumah sakit disusun untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan serta melindungi petugas kesehatan, pasien, pengunjung termasuk masyarakat di sekitar rumah sakit dari berbagai macam penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang timbul akibat faktor resiko lingkungan perlu diselenggarakan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ditetapkan Menteri Kesehatan RI Nila Faried Moeloek pada tanggal 19 Februari 2019. Permenkes 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tahun 2019 Nomor 296 di Jakarta pada tanggal 18 Maret 2019 oleh Widodo Ekatjahjana, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI, dan mulai diberlakukan.

Permenkes Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Status

Mencabut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dan dinyatakan tidak berlaku.

Pertimbangan

Permenkes 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ditetapkan dengan alasan:

  1. bahwa untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit perlu ditetapkan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan;
  2. bahwa untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan serta melindungi petugas kesehatan, pasien, pengunjung termasuk masyarakat di sekitar rumah sakit dari berbagai macam penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang timbul akibat faktor resiko lingkungan perlu diselenggarakan kesehatan lingkungan rumah sakit;
  3. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri, serta kebutuhan hukum;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;

Dasar Hukum

Permenkes 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit diterbitkan dengan dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617);
  6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
  7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 945);

Isi Regulasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Berikut adalah isi regulasi Permenkes 7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (bukan dalam format asli):

Pasal 1

Pengaturan kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk:

  1. mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat bagi rumah sakit baik dari aspek fisik, kimia, biologi, radioaktivitas maupun sosial;
  2. melindungi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit dari faktor risiko lingkungan; dan
  3. mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan.

Pasal 2

  1. Kualitas lingkungan yang sehat bagi rumah sakit ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan.
  2. Standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pada media lingkungan yang meliputi:
    1. air;
    2. udara;
    3. tanah;
    4. pangan;
    5. sarana dan bangunan; dan
    6. vektor dan binatang pembawa penyakit.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

  1. Dalam rangka pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit dilakukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.
  2. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui upaya penyehatan, pengamanan dan pengendalian.
  3. Penyehatan dilakukan terhadap media lingkungan berupa air, udara, tanah, pangan serta sarana dan bangunan.
  4. Pengamanan dilakukan terhadap limbah dan radiasi.
  5. Pengendalian dilakukan terhadap vektor dan binatang pembawa penyakit.
  6. Selain upaya penyehatan, pengamanan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan upaya pengawasan.
  7. Upaya pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan terhadap:
    1. linen (laundry);
    2. proses dekontaminasi; dan
    3. kegiatan konstruksi atau renovasi bangunan rumah sakit.
  8. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak tepisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

  1. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) juga dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan rumah sakit ramah lingkungan.
  2. Penyelenggaraan rumah sakit ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. menyusun kebijakan tentang rumah sakit ramah lingkungan;
    2. pembentukan tim rumah sakit ramah lingkungan;
    3. pengembangan tapak/lahan rumah sakit;
    4. penghematan energi listrik;
    5. penghematan dan konservasi air;
    6. penyehatan kualitas udara dalam ruang;
    7. manajemen lingkungan gedung;
    8. pengurangan limbah;
    9. pendidikan ramah lingkungan;
    10. penyelenggaraan kebersihan ramah lingkungan; dan
    11. pengadaan material ramah lingkungan.

Pasal 5

Untuk mendukung penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit diperlukan:

  1. kebijakan tertulis dan komitmen pimpinan rumah sakit;
  2. perencanaan dan organisasi;
  3. sumber daya;
  4. pelatihan kesehatan lingkungan;
  5. pencatatan dan pelaporan; dan
  6. penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit.

Pasal 6

Kebijakan tertulis dan komitmen pimpinan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dimaksudkan sebagai bentuk dukungan dalam penyelenggaraan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit, penyediaan sumber daya yang diperlukan serta kesediaan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Perencanaan dan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan, dan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Pasal 8

  1. Sumber daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
    1. tenaga kesehatan lingkungan; dan
    2. peralatan kesehatan lingkungan
  2. Tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Peralatan kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:
    1. alat ukur suhu ruangan;
    2. alat ukur suhu air;
    3. alat ukur kelembaban ruangan;
    4. alat ukur kebisingan;
    5. alat ukur pencahayaan ruangan;
    6. alat ukur swapantau kualitas air bersih;
    7. alat ukur swapantau kualitas air limbah; dan
    8. alat ukur kepadatan vektor pembawa penyakit.

Pasal 9

  1. Pelatihan kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d harus sesuai dengan standar kurikulum di bidang kesehatan lingkungan yang diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan.
  2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau lembaga pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

  1. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dilakukan terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit termasuk hasil inspeksi kesehatan lingkungan.
  2. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh unit kerja yang bertanggung jawab dibidang kesehatan lingkungan rumah sakit.
  3. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  4. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada direktur atau kepala rumah sakit dan ditindaklanjuti dengan mekanisme pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

  1. Penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf f dilakukan secara internal dan eksternal.
  2. Penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan formulir penilaian sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  3. Penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit secara eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan akreditasi rumah sakit dan penilaian pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

  1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, serta institusi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing.
  2. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi atau asosiasi terkait.
  3. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
    1. advokasi dan sosialisasi;
    2. bimbingan teknis; dan
    3. monitoring dan evaluasi.
  4. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai kewenangan masing-masing dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan atau teguran tertulis kepada rumah sakit yang tidak menyelenggarakan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Pasal 13

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, seluruh rumah sakit harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 14

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Februari 2019MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,


ttd

NILA FARID MOELOEKDiundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2019DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 296

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2019 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

BAB IPENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

    Upaya kesehatan lingkungan berperan penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini diperkuat melalui pengaturan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, yang menjadi acuan utama dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan di berbagai kegiatan diseluruh wilayah Indonesia.

    Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan ini diselenggarakan melalui upaya penyehatan, pengamanan, dan pengendalian, yang dilakukan terhadap lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Salah satu tempat dan fasilitas umum tersebut adalah rumah sakit.

    Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menggunakan berbagai bahan dan fasilitas atau peralatan yang dapat mengandung bahan berbahaya dan beracun. Interaksi rumah sakit dengan manusia dan lingkungan hidup di rumah sakit dapat menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang ditandai dengan indikator menurunnya kualitas media kesehatan lingkungan di rumah sakit, seperti media air, udara, pangan, sarana dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa penyakit. Akibatnya, kualitas lingkungan rumah sakit tidak memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang telah ditentukan.

    Saat ini standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan pedoman teknis terkait kesehatan lingkungan. Sementara disisi lain masyarakat menuntut perbaikan kualitas pelayanan rumah sakit melalui perbaikan kualitas kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Ketentuan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dinilai perlu dilakukan pembaharuan/adaptasi standar karena perkembangan persyaratan penilaian mutu kinerja antara lain Akreditasi Rumah Sakit KARS/JCI, PROPER, Adipura, Kabupaten Kota Sehat dan Green Hospital.

    Dengan demikian maka upaya kesehatan lingkungan di rumah sakit dimasa mendatang dapat dilaksanakan sehingga memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mencakup seluruh dimensi, menyeluruh, terpadu, terkini dan berwawasan lingkungan.

  2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
    1. Tujuan Umum

      Untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan di rumah sakit yang menjamin kesehatan baik dari aspek fisik, kimia, biologi, radioaktivitas maupun sosial bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit, serta mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan.

    2. Tujuan Khusus
      1. Meningkatkan kualitas media lingkungan dan mengendalikan risiko kesehatan;
      2. Meningkatkan lingkungan rumah sakit yang dapat memberikan jaminan perlindungan kesehatan, keamanan dan keselamatan bagi manusia dan lingkungan hidup; dan
      3. Mendukung terwujudnya manajemen pengelolaan kualitas kesehatan lingkungan yang baik di rumah sakit.
  3. Sasaran
    1. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota;
    2. Pimpinan/pengelola rumah sakit;
    3. Tenaga kesehatan rumah sakit;
    4. Pemangku kepentingan/pembuat kebijakan; dan
    5. Organisasi profesi atau asosiasi rumah sakit.

BAB IISTANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGANDAN PERSYARATAN KESEHATAN

Kesehatan lingkungan rumah sakit adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial di dalam lingkungan rumah sakit. Kualitas lingkungan rumah sakit yang sehat ditentukan melalui pencapaian atau pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan pada media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, dan vektor dan binatang pembawa penyakit. Standar baku mutu kesehatan lingkungan merupakan spesifikasi teknis atau nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan persyaratan kesehatan lingkungan adalah kriteria dan ketentuan teknis kesehatan pada media lingkungan di dalam lingkungan rumah sakit.

  1. Standar Baku Mutu Air dan Persyaratan Kesehatan Air
    1. Standar Baku Mutu Air
      1. Standar baku mutu air untuk minum sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu air minum.
      2. Standar baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu air untuk keperluan higiene sanitasi.
      3. Air untuk pemakaian khusus yaitu hemodialisis dan kegiatan laboratorium

      Air untuk pemakaian khusus adalah air yang dibutuhkan untuk kegiatan yang bersifat khusus di rumah sakit yang memerlukan persyaratan tertentu dan berbeda dengan air minum. Standar baku mutu air untuk hemodialisis meliputi parameter biologi dan kimia, sedangkan standar baku mutu air untuk kegiatan laboratorium meliputi parameter fisik, biologi dan kimia. Tabel 1 merupakan rincian kadar maksimum parameter biologi untuk setiap jenis media yang dipakai untuk hemodialisis dengan satuan colony forming unit (CFU) per mili liter media atau CFU/ml yang mengacu pada American National Standards Institute (ANSI) dan Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI).

      Tabel 1 : Standar Baku Mutu Kualitas Biologi Air untuk Hemodialisis

      NoJenis MediaParameterANSI/AAMI1AirAngka Kuman 200 CFU/mlAngka Endotoksin< 2 CFU/mlUltrapure untuk flux tinggiAngka Kuman< 0,1 CFU/mlAngka Endotoksin< 0,03 CFU/ml2DialysateAngka Kuman< 200 CFU/mlUltrapure untuk flux tinggiAngka Kuman< 0,1 CFU/mlAngka Endotoksin< 0,03 CFU/ml

      Tabel 2 merupakan standar baku mutu kimia air untuk hemodialisis yang dinyatakan dalam kadar maksimum setiap parameter kimia dengan satuan miligram perliter (mg/l). Terdapat 20 jenis parameter kimia yang mengacu pada rujukan American National Standards Institute (ANSI) dan Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI) tahun 2015.

      Tabel 2 : Standar Baku Mutu Kimia Air untuk Hemodialisis

      NoParameterSBM (Maksimum)Satuan1Kalsium2mg/liter2Magnesium4mg/liter3Sodium (garam)70mg/liter4Kalium8mg/liter5Fluorida0,2mg/liter6Khlorida0,5mg/liter7Khloramin0,1mg/liter8Nitrat2,0mg/liter9Sulfat100mg/liter10Perak (copper)0,1mg/liter11Barium0,1mg/liter12Seng (zinc)0,1mg/liter13Alumunium0,01mg/liter14Arsen0,005mg/liter15Timbal0,005mg/liter16Perak0,005mg/liter17Kadmium0,001mg/liter18Kromium0,014mg/liter19Selenium0,09mg/liter20Merkuri0,0002mg/liter

      Kualitas air untuk kegiatan laboratorium berbeda dengan kualitas air minum, air untuk keperluan higiene sanitasi, air untuk hemodialisis karena air untuk laboratorium harus memenuhi kemurnian tertentu dan memenuhi maksimum kadar kontaminan ion tertentu agar tidak menjadi katalisator. Dengan demikian kontaminan ion dalam air tersebut tidak bereaksi dengan bahan laboratorium yang dapat mengganggu fungsi peralatan laboratorium. Selain itu hasil pemeriksaannya tetap sesuai dengan spesitivitas, akurasi dan presisi uji laboratorium.

      Standar baku mutu air untuk kegiatan laboratorium hanya meliputi parameter fisik dan kimia. Kemurnian air secara fisik dan kimia untuk laboratorium biasanya diukur dengan daya hantar listrik (conductivity), resistivity (daya tahan listrik), dan konsentrasi ion tertentu yang dianggap sebagai kontaminan. Daya hantar listrik (DHL) adalah kecenderungan air yang mengandung ion menghantarkan listrik, dengan unit/satuan Siemen(S), microsiemens/centimeter (μS/cm) or micromho/cm pada suhu 25°C. Sedangkan resistivity adalah kebalikan dari DHL yang artinya kemampuan air untuk menahan hantaran listrik dalam penggunaan reagen maupun alat pengujian laboratorium dalam unit/satuan megohmcentimeter (MΩ-cm), pada suhu 25°C. Demikian pula kemurnian air untuk laboratorium secara mikrobiologi ditentukan dengan menggunakan uji endotoksin yang sangat baik untuk indikator adanya bakteri gram negatif, mikroba hasil samping, jamur dan algae.

      Spesifikasi kemurnian air untuk laboratorium telah ditetapkan oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) D1193, ASTM D5196, ISO (International Organization for Standardization) 3696-1987 and CLSI® (Clinical and Laboratory Standards Institute C3-A4). ASTM mengelompokkan tingkat kemurnian menjadi tiga tipe, yang paling tinggi digolongkan sebagai Tipe I, sedangkan tingkat yang lebih rendah digolongkan menjadi tipe II dan tipe III. Namun jika air yang ada tidak dapat memenuhi kualitas tipe I sampai dengan tipe III, maka kualitas air tipe IV dapat digunakan karena standarnya lebih rendah (hanya memenuhi daya tahan listrik, daya hantar listrik, pH, suhu dan Natrium maksimum.

      Tabel 3 memuat SBM fisik air yang meliputi parameter daya tahan listrik dan daya hantar listrik sesuai tipe air I, tipe air II, tipe air III dan tipe air IV. Pada umumnya kegiatan laboratorium hanya memerlukan ke tiga tipe air yaitu I, II dan III. Tipe air I biasa disebut dengan ultrapure water (air yang sangat murni) yang digunakan untuk peralatan laboratorium yang sensitif seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), dan biakan sel mamalia. Sedangkan tipe air II disebut purified water (air yang dimurnikan) dan biasanya digunakan untuk kegiatan laboratorium secara umum seperti preparasi media dan pembuatan larutan penyangga (buffer).

      Tabel 3 : Standar Baku Mutu Fisik Air Untuk Kegiatan Laboratorium

      NoParameter

      SBM Tipe I

      SBM Tipe IISBM Tipe IIISBM Tipe IVSatuan1Resistivity (daya tahan listrik)181,04,00,2MΩ-cm,
      suhu 25°C2Conductivity (daya hantar listrik)0,0561,00,255,0

      Tabel 4 memuat tentang lima parameter kimia untuk kegiatan laboratorium yang meliputi pH, senyawa organik total, natrium, silika dan khlorida. Masing-masing tipe air membutuhkan spesifikasi saringan membrane berbeda atau cara penyiapannya tertentu seperti Air Tipe II disiapkan dengan distilasi.

      Tabel 4 : Standar Baku Mutu Kimia Air Untuk Kegiatan Laboratorium

      NoParameter

      SBM Tipe I*
      (maks)

      SBM Tipe II**
      (maks)SBM Tipe III***
      (maks)SBM Tipe IV
      (maks)Satuan1pH pada suhu 25°C---5,0 - 8,02Senyawa organic total (TOC)5050200Tidak ada batasµg/l3Sodium/natrium151050µg/l4Silika33500Tidak ada batasµg/l5Khlorida151050µg/l

      *:memerlukan penggunaan membrane filter 0,2µm**:disiapkan dengan distilasi***:memerlukan penggunaan membrane filter 0,45µm

    2. Persyarata Kesehatan Air
      1. Air untuk keperluan air minum, untuk higiene sanitasi, dan untuk keperluan khusus harus memberikan jaminan perlindungan kesehatan dan keselamatan pemakainya. Air merupakan media penularan penyakit yang baik untuk penyebaran penyakit tular air (water related diseases). Untuk itu penyehatan air perlu dilakukan dengan baik untuk menjaga agar tidak terjadi kasus infeksi di rumah sakit dengan menyediakan air yang cukup secara kuantitas dan kualitas sesuai parameter yang ditetapkan.
      2. Secara kuantitas, rumah sakit harus menyediakan air minum minimum 5 liter per tempat tidur per hari. Dengan mempertimbangkan kebutuhan ibu yang sedang menyusui, penyediaan volume air bisa sampai dengan 7,5 liter per tempat tidur perhari.
      3. Volume air untuk keperluan higiene dan sanitasi

        Minimum volume air yang disediakan oleh rumah sakit pertempat tidur perhari dibedakan antara rumah sakit kelas A dan B dengan rumah sakit kelas C dan D, karena perbedaan jenis layanan kesehatan yang diberikan antar ke dua kelas rumah sakit tersebut seperti yang tercantum pada Tabel 5.

        1. 1)Rumah sakit kelas A dan B harus menyediakan air minimum 400 liter/tempat tidur/hari dan maksimum 450 liter/tempat tidur/hari. Volume maksimum ini dimaksudkan agar rumah sakit mempunyai upaya untuk menghemat pemakaian air agar ketersediaannya tetap terjamin tanpa mengorbankan kepentingan pengendalian infeksi.
        2. Rumah sakit kelas C dan D harus menyediakan air untuk keperluan higiene sanitasi minimum 200 liter/tempat tidur/hari dan maksimum 300 liter/tempat tidur/hari.
        3. Volume air untuk kebutuhan rawat jalan adalah 5 liter/orang/hari. Penyediaan air untuk rawat jalan sudah diperhitungkan dengan keperluan air untuk higiene sanitasi seperti tercantum pada butir 1) dan 2).
        4. Keperluan air sesuai kelas rumah sakit dan peruntukannya tersebut harus dapat dipenuhi setiap hari dan besaran volume air untuk higiene sanitasi tersebut sudah memperhitungkan kebutuhan air untuk pencucian linen, dapur gizi, kebersihan/penyiraman dan lainnya.

        Tabel 5 : Standar Kebutuhan Air menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat

        NoKelas Rumah Sakit / Jenis RawatSBMSatuanKeterangan1Semua Kelas5 - 7,5L/TT/HariKuantitas air minum2A- B400 - 450L/TT/HariKuantitas air untuk keperluan higiene dan sanitasi3C - D200 - 300L/TT/HariKuantitas air untuk keperluan higiene dan sanitasi4Rawat Jalan5L/org/HariTermasuk dalam SBM volume air sesuai kelas RS

      4. Rumah sakit harus mempunyai cadangan sumber air untuk mengatasi kebutuhan air dalam keadaan darurat.
      5. Pemeriksaan air untuk keperluan higiene sanitasi untuk parameter kimia dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali dan untuk parameter biologi setiap 1 (satu) bulan sekali.
      6. Air yang digunakan untuk menunjang operasional kegiatan pelayanan rumah sakit harus memenuhi standar baku mutu air yang telah ditentukan, antara lain untuk:
        1. Ruang operasi

          Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah untuk keperluan operasi perlu melakukan pengolahan tambahan dengan teknologi yang dapat menjamin penyehatan air agar terpenuhinya standard baku mutunya seperti dengan menggunakan teknologi reverse osmosis (RO).

        2. Ruang hemodialisis

          Uji laboratorium/pemeriksaan kualitas air untuk hemodialisis dilakukan dengan cara:

          1. Pemeriksaan kesadahan (magnesium dan kalsium) dilakukan sebelum dan sesudah pengolahan setiap 6 bulan sekali, atau pada awal disain dan jika ada penggantian media karbon.
          2. Pemeriksaan khlorin dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap pergantian shift dialysis.
          3. Pemeriksaan bakteria (jumlah kuman) dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap bulan sekali.
          4. Pemeriksaan endotoksin (jumlah endotoksin) dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap 1 bulan sekali, khusus rumah sakit yang membutuhkan untuk di akreditasi.
          5. Pemeriksaan kimia dan logam berat pada saat penggunaan alat baru, setiap 6 bulan atau saat perubahan reverse osmosis(RO).
        3. Ruang farmasi

          Air yang digunakan di ruang farmasi harus menggunakan air yang dimurnikan untuk menjamin keamanan dan kesehatan dalam penyiapan obatdan layanan farmasi lainnya.

        4. Ruang boiler

          Air untuk kegunaan boiler harus berupa air lunak (soft water), yakni dengan kandungan bahan fisika kimia tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        5. Ruang Menara Pendingin (Cooling Tower)

          Menara pendingin dan kondensor evaporasi berpotensi untuk menjadi tempat berkembang biaknya Legionella, karena kondisi sistemnya cocok untuk pertumbuhan dan aplifikasi berbagai bakteri termasuk Legionella. Air yang memercik keluar dari menara dalam bentuk aerosol dan kabut yang dapat menyebarkan Legionella. Proses evaporasi, waktu tinggal dan suhu yang hangat dapat meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi organisme. Selain itu kontak dengan korosi sebagai akibat dari hasil samping disinfeksi dan adanya sedimen dapat menimbulkan biofilm (lendir dalam air yang menetap) memberikan kenyamanan berkembang pada Legionella. Pencegahan Legionella dalam menara pendingin dapat dilakukan dengan desain yang benar, pembersihan berkala, pemeliharaan berkala dan pengolahan air yang efektif. Langkah- langkah untuk mencegah perkembangan Legionella adalah sebagai berikut:

          1. Kimia air dan pemeliharaan sistem menara pendingin harus dimonitor dengan baik untuk pengurangan korosi, kotoran, dan penempelan mikroba pada air yang tidak mengalir.
            • Pemberian biosida dapat mengendalian pertumbuhan mikroba walaupun tidak spesifik untuk Legionella dan efikasinya tidak 100%.
            • Pemberian biodispersan dapat mengurangi Legionella karena berfungsi untuk melepaskan mikroba yang menempel pada sedimen, lumpur, lendir dan sejenisnya serta berfungsi untuk pembersihan air dalam sistemnya. Namun penggunaan biodispersan harus dikombinasikan dengan biosida untuk mengendaliakan Legionella.
          2. Proses disinfeksi menara pendingin dilakukan pada awal pemeliharaan, setelah dioperasikan, dan setiap pembersihan rutin yang dijadwalkan.
          3. Disinfeksi dilakukan jika hasil monitoring mengindikasikan meningkatnya koloni Legionella.
          4. Disinfeksi dilakukan jika ada dugaan kasus infeksi Legionella atau adanya kasus infeksi Legionella yang telah dikonfirmasi.
          5. Prosedur disinfeksi dilakukan sebagai berikut:
            • Matikan kipas dari menara pendingin
            • Jaga katup air pengganti terbuka dan pompa sirkulasi air berfungsi
            • Dekatkan mulut pipa air pengisi dalam jarak 30 meter dari menara pendingin
            • Upayakan konsentrasi awal pemberian sisa khlor bebas minimum 50 mg/l
            • Tambahkan biodispersan paling tidak 15 menit setelah khlorinasi, selanjutnya konsentrasi sisa khlor bebas sebesar 10 mg/l selama 24 jam
            • Kuras air menara dan isi ulang airnya kemudian lanjutkan langkah (d) dan (e) minimum sekali agar semua kumpulan sel organisme yang kelihatan seperti algae hilang
            • Gunakan sikat dan semprotan air dan bersihkan semua dinding atau bagian yang kontak dengan air
            • Sirkulasikan sisa khlor bebas 10 mg/l selama satu jam dan bilas hingga semua sedimen hilang
            • Isi ulang sistem menara dengan air dan fungsikan kembali menara seperti biasa
  2. Standar Baku Mutu dan Persyaratan Kesehatan Udara
    1. Standar Baku Mutu Udara
      1. Standar baku mutu parameter mikrobiologi udara Standar baku mutu parameter mikrobiologi udara menjamin kualitas udara ruangan memenuhi ketentuan angka kuman dengan indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel berikut:

        Tabel 6 : Standar Baku Mutu Mikrobiologi Udara

        3518010NoRuangKonsentrasi Maksimum Mikroorganisme (cfu/m3) Per m3 Udara (CFU/m3)1Ruang operasi kosong2Ruang operasi dengan aktifitas3Ruang operasi ultraclean

        Pemeriksaan jumlah mikroba udara menggunakan alat pengumpul udara (air sampler), diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:

        Jumlah mikroba (cfu/m3)=Jumlah koloni (total colonies) x 103
        Kecepatan aliran (air flow rate) x waktu dalam menit (collection time, minutes)
      2. Standar baku mutu parameter fisik udara

        Standar baku mutu parameter fisik untuk udara menjamin kualitas udara ruangan memenuhi ketentuan laju ventilasi, suhu, kelembaban, tekanan, pencahayaan, kebisingan, dan partikulat sesuai dengan jenis ruangan, berdasarkan tabel sebagai berikut:

        Tabel 7 : Standar Baku Mutu Ventilasi Udara menurut Jenis Ruangan

        NoRuang/UnitSuplai
        Udara M3/Jam/ OrangPertukaran Udara Kali/JamKecepatan Laju Udara m/detik1Operasi2,8Minimal 100,3 - 0,42Perawatan bayi premature2,80,15 - 0,253Ruang Luka bakar2,8Minimal 50,15 - 0,25

        Tabel 8 : Standar Baku Mutu Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara menurut Jenis Ruang

        No

        Ruang/Unit

        Suhu (°C)

        Kelembaban (%)

        Tekanan

        1

        Operasi

        22-27

        40- 60

        positif

        2

        Bersalin

        24-26

        40- 60

        positif

        3

        PemuIihan/perawata

        22-23

        40- 60

        seimbang

        4

        Observasi bayi

        27-30

        40- 60

        seimbang

        5

        Perawatan bayi

        32-34

        40- 60

        seimbang

        6

        Perawatan

        32-34

        40- 60

        positif

        7

        ICU

        22-23

        40- 60

        positif

        8

        Jenazah/Autopsi

        21-24

        40- 60

        negatif

        9

        Penginderaan medis

        21-24

        40- 60

        seimbang

        10

        Laboratorium

        20-22

        40- 60

        negatif

        11

        Radiologi

        17-22

        40- 60

        seimbang

        12

        Sterilisasi

        21-30

        40- 60

        negatif

        13

        Dapur

        22-30

        40- 60

        seimbang

        14

        Gawat darurat

        20-24

        40- 60

        positif

        15

        Administrasi,

        20-28

        40- 60

        seimbang

        16

        Ruang Iuka bakar

        24-26

        40- 60

        positif

        Tabel 9 : Standar Baku Mutu Intensitas Pencahayaan menurut Jenis Ruangan atau Unit

        NoRuangan/UnitIntensitas Cahaya (lux)Faktor Refleksi Cahaya (%)Keterangan1Ruang pasien
        - Saat tidak tidur
        - Saat tidur
        250
        50Maksimal 30Warna cahaya sedangRawat jalan200Ruangan tindakanUnit Gawat Darurat (UGD)300Maksimal 60Ruangan tindakan2R.Operasi Umum300500Maksimal 30Warna cahaya sejuk3Meja operasi10.000- 20.000Maksimal 9Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan4Anestesi, pemulihan300 - 500Maksimal 60Warna cahaya sejuk5Endoscopy, lab751006SinarXMinimal 60Maksimal 30Warna cahaya sejuk7KoridorMinimal 1008TanggaMinimal 100Malam hari9Administrasi/KantorMinimal 100Warna cahaya sejuk10Ruang alat/gudangMinimal 20011FarmasiMinimal 20012DapurMinimal 20013Ruang cuciMinimal 10014ToiletMinimal 10015Ruang isolasi khusus penyakit0,1 - 0,5Maksimal 30Warna cahaya biru16Ruang Iuka bakar100200Maksimal 10Warna cahaya sejuk

        Tabel 10 : Standar Baku Mutu Tekanan Bising/Sound Pressure Level Menurut Jenis Ruangan

        No.RuanganMaksimum Tekanan Bising/Sound Pressure Level (dBA)1Ruang pasien
        - Saat tidak tidur
        - Saat tidur45
        402Ruang operasi453Ruang umum454Anestesi, pemulihan505Endoskopi, laboratorium656SinarX407Koridor458Tangga659Kantor/lobby6510Ruang alat/Gudang6511Farmasi6512Dapur7013Ruang cuci8014Ruang isolasi2015Ruang Poli Gigi6516Ruang ICU6517Ambulan40

        Untuk nilai ambang batas kebisingan ambien di halaman luar rumah sakit mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

        Tabel 11 : Standar Baku Mutu Partikulat Udara Ruang Rumah Sakit

        NoParameter FisikRata-rata Waktu PengukuranKonsentrasi Maksimal sebagai Standar1PM108jam
        24jam150 µg/m3
        70 µg/m3*2PM2.524 jam35 µg/m3*

      3. Standar Baku Mutu Parameter Kimia Udara

        Standar baku mutu parameter kimia udara menjamin kualitas udara dengan konsentrasi gas dalam udara ruangan tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam tabel berikut:

        Tabel 12 : Standar Baku Mutu Kualitas Kimia Bahan Pencemar Udara Ruang

        NoParameter KimiawiRata-rata Waktu PengukuranKonsentrasi Maksimum sebagai Standar1Karbon monoksida(CO)8 jam10.000 µg/m32Karbon dioksida (CO2)8 jam1 ppm3Timbal (Pb)1 tahun0,5 µg/ m34Nitrogen Dioksida (N02)1 jam200 µg/ m35Radon (Rn)-4pCi/liter6Sulfur Dioksida (S02)24 jam125 µg/ m37Formaldehida (HCHO)30 menit100 µg/ m38Total senyawa organik yang mudah menguap (T.VOC)8 Jam3 ppm

    2. Persyaratan Kesehatan Udara

      Kondisi kualitas udara ruang dan kegiatan di ruang bangunan dan halaman di rumah sakit berpotensi menyebabkan penularan penyakit. Untuk itu, ruang bangunan dan halaman di rumah sakit harus memenuhi persyaratan kesehatan kualitas udara ruang sebagai berikut:

      1. Pemeliharaan kualitas udara ruangan rumah sakit untuk menjamin agar udara tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan amoniak) dan tidak mengandung debu asbes.
      2. Persyaratan pencahayaan ruang rumah sakit sebagai berikut:
        1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.
        2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
        3. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu di tempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
        4. Pengukuran pencahayaan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah memiliki akreditasi nasional (KAN).
      3. Penghawaan dan pengaturan udara ruangan

        Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan. Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang sebagai berikut:

        1. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
        2. Ventilasi ruang operasi dan ruang isolasi pasien dengan imunitas menurun harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan dengan ruang- ruang lain di rumah sakit.
        3. Ventilasi ruang isolasi penyakit menular harus dijaga pada tekanan lebih negatif dari lingkungan luar.
        4. Pengukuran suhu, kelembaban, aliran dan tekanan udara ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah terakreditasi nasional.
        5. Ruangan yang tidak menggunakan AC, maka pengaturan sirkulasi udara segar dalam ruangan harus memadai dengan mengacu pada Pedoman Sarana dan Prasarana Rumah Sakit atau Standar Nasional Indonesia.
        6. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus, terutama untuk ruangan tertentu misalnya ruang operasi, ICU, kamar isolasi dan ruang steril. Ruang-ruang tersebut harus dilengkapi dengan HEPA filter. Jika menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk, sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban yang nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU(Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
        7. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.
        8. Ruangan dengan volume 100m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara perjam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali.
        9. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minima l7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
        10. Tinggi intake minimal l0,9 meter dari atap.
        11. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
        12. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
        13. Suplai udara di atas lantai.
        14. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC,toilet, dan gudang.
        15. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.
        16. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross-ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
        17. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).
        18. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
        19. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus didisinfeksi menggunakan bahan dan metode sesuai ketentuan.
        20. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).
      4. Kebisingan ruangan rumah sakit meliputi:
        1. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
        2. Untuk nilai ambang batas kebisingan ambien di halaman luar rumah sakit mengacu pada peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah. Pengukuran kebisingan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah terakreditasi nasional.
  3. Standar Baku Mutu Tanah dan Persyaratan Kesehatan Tanah
    1. Standar Baku Mutu Tanah

      Standar baku mutu tanah ditetapkan untuk menjamin kualitas tanah dalam rangka melindungi kesehatan komunitas rumah sakit. Berbeda dengan media lingkungan yang lain seperti air, dan udara, standar baku mutu tanah yang dapat ditetapkan berkaitan dengan kesehatan masyarakat hanya standar baku mutu kimia tanah.

      1. Standar Baku Mutu Kimia Tanah

        Standar baku mutu kimia tanah yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat meliputi parameter-parameter seperti tercantum dalam tabel berikut:

        Tabel 13 : Standar Baku Mutu Kimia Tanah yang Berkaitan dengan Kesehatan

        ParameterSBMSatuanANORGANIKAluminium, AlN/Amg/kgAntimoni, Sb75mg/kgArsen, As500mg/kgBarium, Ba6250mg/kgBerillium, Be100mg/kgBoron, B15000mg/kgKadmium, Cd100mg/kgCobalt, CoN/Amg/kgKrom valensi 6, Cr6+500mg/kgTembaga, Cu750mg/kgTimbal, Pb1500mg/kgMerkuri, Hg75mg/kgMolibdenum, Mo1000mg/kgNikel, Ni3000mg/kgSelenium, Se50mg/kgParameterSBMSatuanTin, SnN/Amg/kgPerak, Ag180mg/kgSeng, Zn3750mg/kgpH3,5-10,5ANIONSianida (Total) CN2500mg/kgFluorida75mg/kgNitrat, NO3-N/Amg/kgNitrit NO2-N/Amg/kgORGANIKa)Benzen4mg/kgC6-C9 petroleum Hidrokarbon325mg/kgC10-C36 petroleum hidrokarbon5000mg/kgPolisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) total75mg/kgEtilbenzen1200mg/kgToluen3200mg/kgXilen10000mg/kgPESTISIDAb)Aldrin + Dieldrin1.2mg/kgDDT + DDD + DDE50mg/kgKlordana4mg/kgHeptaklor1.2mg/kgLindana12mg/kgMetoksiklor120mg/kgPentaklorofenol30mg/kg

        KeteranganN/A:Not Applicable/tidak berlakua):khusus untuk lahan bekas tambang minyak bumi atau gasb):khusus untuk lahan bekas lahan pertanian yang diaplikasi pestisida secara intensif

      2. Standar Baku Mutu Radioaktivitas Tanah

        Standar baku mutu radioaktivitas tanah secara internasional belum ditetapkan. Namun pengendalian risiko karena adanya bahan radioaktivitas yang berkaitan dengan kesehatan ditetapkan melalui parameter Radon yang ada dalam standar baku mutu radioaktivitas udara dalam ruang (Tabel 12 parameter nomor 5).

    2. Persyaratan Kesehatan Tanah
      1. Rumah sakit sebaiknya dibangun di atas tanah yang tidak tercemar oleh kontaminan biologi, kimia dan radioaktivitas seperti bekas pertambangan, tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dan bekas kegiatan pertanian yang menggunakan pestisida jenis organoklorin secara intensif karena residunya persisten/menetap di dalam tanah.
      2. Jika rumah sakit akan dibangun di tanah yang tercemar, maka tanah tersebut harus melalui proses dekontaminasi/pemulihan kembali sesuai dengan ketentuan peraturan penundang-undangan.
      3. Upaya monitoring secara ketat dan berkala harus dilakukan pada rumah sakit yang dibangun di atas tanah yang telah melalui pemulihan. Monitoring dilakukan dengan uji kontaminan biologi, kimia dan radioaktivitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      4. Jika dalam kegiatan pada butir c ditemukan adanya kontaminan baru, maka upaya remediasi atau rekayasa lingkungan harus dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan di rumah sakit.
  4. Standar Baku Mutu dan Persyaratan Kesehatan Pangan Siap Saji

    Pangan siap saji di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan, serta makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit. Pengelolaan pangan siap saji di rumah sakit merupakan pengelolaan jasaboga golongan B. Jasa boga golongan B adalah jasa boga yang melayani kebutuhan khusus untuk rumah sakit, asrama jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan serta angkutan umum dalam negeri dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Standar baku mutu dan persyaratan kesehatan untuk pangan siap saji sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan persyaratan kesehatan untuk pangan siap saji. Selain itu, rumah makan/restoran dan kantin yang berada di dalam lingkungan rumah sakit harus mengikuti ketentuan mengenai standar baku mutu dan persyaratan kesehatan untuk pangan siap saji.

  5. Standar Baku Mutu dan Persyaratan Kesehatan Sarana dan Bangunan

    Standar baku mutu dan persyaratan kesehatan sarana dan bangunan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai persyaratan teknis bangunan dan prasarana rumah sakit. Selain yang sudah diatur dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terkait dengan toilet dan kamar mandi terdapat persyaratan fasilitas toilet dan kamar mandi yaitu:

    1. Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan bersih.
    2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang, mudah dibersihkan dan tidak boleh menyebabkan genangan.
    3. Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci tangan) tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.
    4. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal).
    5. Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya
    6. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar.
    7. Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
    8. Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 - 20 pengunjung wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 - 30 pengunjung pria.
    9. Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan.
    10. Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan/nyamuk
  6. Standar Baku Mutu dan Persyaratan Kesehatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

    Standar baku mutu dan persyaratan kesehatan vektor dan binatang pembawa penyakit sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan persyaratan kesehatan vektor dan binatang pembawa penyakit

BAB IIIPENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit adalah kegiatan pencegahan penurunan kualitas media lingkungan dan upaya peningkatan kualitas media lingkungan di dalam lingkungan rumah sakit melalui penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multidisiplin. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilaksanakan melalui penyehatan terhadap media lingkungan berupa air, udara, tanah, pangan, dan sarana dan bangunan, pengamanan terhadap limbah dan radiasi, serta pengendalian terhadap vektor dan binatang pembawa penyakit. Selain upaya penyehatan, pengamanan dan pengendalian, dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan upaya pengawasan berupa pengawasan linen (laundry), pengawasan dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi, pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja fasilitas kesehatan lingkungan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS), pengawasan kegiatan konstruksi/renovasi bangunan rumah sakit. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit juga dilakukan untuk mendukung penyelenggaraan rumah sakit ramah lingkungan.

  1. Penyelenggaraan Penyehatan Air

    Penyehatan air adalah upaya penanganan kualitas dan kuantitas air di rumah sakit yang terdiri dari air untuk keperluan higiene sanitasi, air minum, dan air untuk pemakaian khusus agar dapat menunjang kesinambungan pelayanan di rumah sakit. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan air dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus dilakukan upaya sebagai berikut:

    1. Pipa air untuk keperluan higiene dan sanitasi dan fasilitas pendukungnya harus menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bahaya korosif pada air dan tanpa timbal (ramah lingkungan).
    2. Tangki penampungan air untuk keperluan higiene dan sanitasi baik tangki bawah (ground tank) maupun tangki atas (upper/roof tank) harus kedap air, terlindungi dari serangga dan binatang pembawa penyakit dan dilengkapi dengan fasilitas pengaman/proteksi seperti pagar pengaman, kunci dan lain-lain untuk mencegah upaya kontaminasi dan lainnya secara sengaja oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
    3. Dilakukan kegiatan pengawasan kualitas air paling sedikit melalui:
      1. Surveilans dengan melaksanakan lnspeksi Kesehatan Lingkungan terhadap sarana dan kualitas air minum minimal 2 (dua) kali setahun dan terhadap sarana dan kualitas air keperluan higiene dan sanitasi minimal 1 (satu) kali setahun.
      2. Uji laboratorium dengan pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan sampel air. Parameter wajib harus diperiksa secara berkala sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan parameter tambahan merupakan parameter yang wajib diperiksa hanya bagi daerah yang mengindikasikan terdapat pencemaran kimia yang berhubungan dengan parameter kimia tambahan tersebut.
      3. Melakukan analisis risiko terhadap hasil inspeksi kesehatan lingkungan dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
      4. Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
    4. Melakukan pembersihan, pengurasan, pembilasan menggunakan desinfektan dengan dosis yang disyaratkan pada tangki penampungan air untuk keperluan higiene dan sanitasi dilakukan setiap 6 (enam) bulan.
    5. Kualitas air dilakukan pemeriksaan dengan ketentuan sebagai berikut:
      1. Pengambilan sampel air minum dilakukan pada air minum hasil olahan unit/alat pengolahan air yang diperuntukkan untuk pasien dan karyawan.
      2. Sampel air minum juga diambil pada unit independen/penyewa di rumah sakit seperti restoran/kantin.
      3. Pengambilan air untuk kegunaan higiene dan sanitasi dengan pemeriksaan parameter mikrobiologi diutamakan dilakukan pada lokasi yang memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran/ kontaminasi, meliputi: tangki utama, kamar operasi, ruang intensif, UGD, ruang perinatology, kamar bersalin, ruang luka bakar, dapur gizi, sterilisasi/CSSD, hemodialisa, laundry, laboratorium, kantin/restoran, poliklinik gigi.
      4. Pengambilan air untuk kegunaan higiene dan sanitasi dengan pemeriksaan parameter fisika-kimia dilakukan pada tangki utama, laundry, laboratorium, hemodialisa, farmasi, gizi, air boiler.
      5. Air untuk kegunaan khusus dan tanggap darurat rumah sakit seperti air panas, cooling tower, pencucian mata (eye washer) dan pencucian badan (body washer) harus dilakukan pemeriksaan bakteri Legionella spp setiap 1 (satu) kali setahun, dan dilakukan pemeliharaan pembersihan fasilitas setiap minggu.
      6. Sampel air dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang telah terakreditasi nasional.
      7. Pengawasan secara eksternal kualitas air minum dan air untuk keperluan higiene sanitasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      8. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal dari sistem perpipaan dan atau pengolahan air pada titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
      9. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang menyimpang dari standar maka harus segera dilakukan upaya perbaikan.
      10. Apabila ada hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan yang menunjukkan tingkat risiko pencemaran yang tinggi, maka harus dilakukan perbaikan sarana.
      11. Dilakukan program monitoring air debit air bersih, dengan cara mencatat pada alat ukur debit dan dilakukan perhitungan satuan penggunaan air kegunaan higiene dan sanitasi per tempat tidur per hari.
      12. Untuk menghadapi kondisi kedaruratan penyediaan air kegunaan higiene dan sanitasi, dimana air sumber utama terganggu atau menghadapi kegagalan suplai karena faktor kerusakan, maka rumah sakit harus menyiapkan ketentuan sebagai berikut:
        1. Menyediakan tangki air kegunaan higiene dan sanitasi dengan volume kapasitas tampung air minimum 3 (tiga) kali dari total kebutuhan air kegunaan higiene dan sanitasi setiap harinya atau mampu menyediakan air minimum selama 3 (tiga) hari untuk menunjang kegiatan rumah sakit sejak terhentinya suplai air.
        2. Ketersediaan volume air kegunaan higiene dan sanitasi dalam tangki harus selalu dilakukan inspeksi oleh petugas rumah sakit.
        3. Pada tangki air kegunaan higiene dan sanitasi sebaiknya dipasang alarm/sensor yang memberikan tanda apabila tangki air mengalami kekosongan pada batas volume tertentu.
        4. Menyiapkan fasilitas cadangan sumber air kegunaan higiene dan sanitasi selain sumber utama. Apabila sumber utamanya berasal dari air perusahaan daerah, maka cadangannya adalah air tanah dalam (deep well), dan bagi rumah sakit yang sumber air utamanya berasal dari air tanah karena tidak tersedianya suplai/jaringan air perusahaan daerah, maka sumber air cadangannya adalahperusahaan suplier air bersih.
        5. Mengajukan permohonan surat pernyataan dengan manajemen perusahaan air minum daerah atau pihak suplier air kegunaan higiene dan sanitasi, yang berisi akan memberikan prioritas pengiriman tangki air ke rumah sakit.
  2. Penyelenggaraan Penyehatan Udara

    Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan penyehatan udara dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus menjalankan upaya sebagai berikut:

    1. Kualitas udara ruangan harus selalu dipelihara agar tidak berbau, tidak mengandung debu dan gas, termasuk debu asbes yang melebihi ketentuan.
    2. Seluruh ruangan di rumah sakit didesain agar memenuhi ketentuan penghawaan ruangan, terutama ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, ruang intensif, ruang isolasi, perawatan bayi, laboratorium, ruang penyimpanan B3, dan ruangan lain yang memerlukan persyaratan khusus.
    3. Pengukuran mikrobiologi udara dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan laboratorium dan peralatan ukur yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh laboratorium luar yang telah terkreditasi secara nasional.
    4. Pengukuran mikrobiologi udara dilakukan:
      1. Sebagai salah satu metode investigasi bila terjadi wabah dan lingkungan dianggap sebagai media transmisi/penularan atau sumber infeksi. Hasil pemeriksaan tersebut menjadi salah satu faktor yang menentukan program penanggulangan wabah.
      2. Pengawasan/monitor adanya potensi tersebarnya mikroba membahayakan dan evaluasi keberhasilan proses pembersihan. Misalnya rumah sakit menangani pasien dengan antraks yang menggunakan peralatan rumah sakit atau alat bantu pasien, kemudian dilakukan sterilisasi pada alat. Sebelum digunakan untuk pasien lain maka dilakukan uji sterilitas untuk memastikan spora antraks sudah musnah.
      3. Sebagai quality assurance untuk evaluasi metode pembersihan yang baru atau memastikan bahwa sistem atau alat baru bekerja sesuai spesifikasinya.
    5. Pengukuran suhu, kelembaban, aliran dan tekanan udara ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah terakreditasi nasional.
    6. Suhu dan kelembaban udara di area khusus harus dipantau secara rutin setiap hari dan dibuktikan dengan laporan pemantauannya.
    7. Ruangan yang tidak menggunakan AC, maka pengaturan sirkulasi udara segar dalam ruangan harus memadai dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
    8. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang menggunakan pengatur udara (AC sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.
    9. Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.
    10. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 (dua belas) kali.
    11. Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran.
    12. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
    13. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
    14. Suplai udara untuk daerah sensitif: ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.
    15. Suplai udara di atas lantai.
    16. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.
    17. Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi dengan saringan 2 beds. Saringan I dipasang dibagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari system ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.
    18. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
    19. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi daripada ruang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).
    20. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
    21. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) harus didisinfeksi menggunakan bahan dan metode sesuai ketentuan.
    22. Pemantauan kualitas udara ruang minimal 1 (satu) kali setahun dan jika perubahan penggunaan desinfektan dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu dan gas).
  3. Penyelenggaraan Penyehatan Tanah

    Penyelenggaraan penyehatan tanah dilakukan melalui pencegahan penurunan kualitas tanah antara lain dengan menjaga kondisi tanah dengan tidak membuang kontaminan limbah yang menyebabkan kontaminasi biologi, kimia dan radioaktivitas, seperti lindi, abu insinerator dan lumpur IPAL yang belum diolah dengan:

    1. Menjaga pengelolaan limbah sesuai dengan standar operasi baku, pada saat pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan.
    2. Memastikan konstruksi IPAL dan jaringan pipa limbah cair tidak bocor.
    3. Memastikan abu insinerator dibuang melalui pihak ke 3 sesuai peraturan perundang-undangan.
    4. Memastikan konstruksi TPS sampah domestik memenuhi syarat dan TPS B3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Penyelenggaraan Penyehatan Pangan Siap Saji

    Penyehatan pangan siap saji adalah upaya pengawasan, pelindungan, dan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi pangan siap saji agar mewujudkan kualitas pengelolaan pangan yang sehat, aman dan selamat. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan penyehatan pangan siap saji dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus memperhatikan dan mengendalikan faktor risiko keamanan pangan siap saji sebagai berikut:

    1. Tempat Pengolahan Pangan
      1. Perlu disediakan tempat pengolahan pangan (dapur) sesuai dengan persyaratan konstruksi, tata letak, bangunan dan ruangan dapur.
      2. Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan pangan, tempat dan fasilitasnya selalu dibersihkan dengan bahan pembersih yang aman. Untuk pembersihan lantai ruangan dapur menggunakan kain pel, maka pada gagang kain pel perlu diberikan kode warna hijau.
      3. Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan sungkup asap.
      4. Pintu masuk bahan pangan mentah dan bahan pangan terpisah.
    2. Peralatan masak
      1. Peralatan masak terbuat dari bahan dan desain alat yang mudah dibersihkan dan tidak boleh melepaskan zat beracun ke dalam bahan pangan (food grade).
      2. Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor serta tidak boleh dicampur.
      3. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam pangan.
      4. Peralatan masak seperti talenan dan pisau dibedakan untuk pangan mentah dan pangan siap saji.
      5. Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan.
      6. Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor.
    3. Penjamah Pangan
      1. Harus sehat dan bebas dari penyakit menular.
      2. Secara berkala minimal 2 (dua) kali setahun diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang.
      3. Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelindung pengolahan pangan dapur.
      4. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja.
    4. Kualitas Pangan
      1. Pemilihan Bahan Pangan
        1. Pembelian bahan sebaiknya di tempat yang resmi dan berkualitas baik.
        2. Bahan pangan sebelum dilakukan pengolahan, dilakukan pemilihan (screening) untuk menjamin mutu pangan.
        3. Bahan pangan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merek serta dalam keadaan baik.
        4. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) seperti bahan pewarna, pengawet, dan pemanis buatan dalam pengolahan pangan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai penggunaan bahan tambahan pangan.
      2. Penyimpanan Bahan Pangan dan Pangan Jadi
        1. Tempat penyimpanan bahan pangan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain.
        2. Semua gudang bahan pangan hendaknya berada dibagian yang tinggi.
        3. Bahan pangan tidak diletakkan dibawah saluran/pipa air (air bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran.
        4. Tidak ada drainase disekitar gudang pangan.
        5. Semua bahan pangan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan ketinggian atau jarak rak terbawah kurang lebih 30 cm dari lantai, 15 cm dari dinding dan 50 cm dari atap atau langit- langit bangunan.
        6. Suhu gudang bahan pangan kering dan kaleng dijaga kurang dari 25 °C sampai dengan suhu ruang yang aman.
        7. Gudang harus dibangun dengan desain konstruksi anti tikus dan serangga.
        8. Penempatan bahan pangan harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga sirkulasi udara.
        9. Bahan pangan basah disimpan pada suhu yang aman sesuai jenis seperti buah, sayuran dan minuman, disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling) 10°C s/d -15°C, bahan pangan berprotein yang akan segera diolah kembali disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) 4°C s/d 1 0 °C, bahan pangan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam disimpan pada penyimpanan dingin sekali (freezing) dengan suhu 0°C s/d - 4°C, dan bahan pangan berprotein yang mudah rusak untuk jangka kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu < 0 °C.
        10. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi lemari pendingin (kulkas/freezer) secara berkala.
        11. Pangan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus tertutup.
        12. Pengambilan dengan cara First In First Out (FIFO) yaitu yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu dan First Expired First Out (FEFO) yaitu yang memiliki masa kadaluarsa lebih pendek lebih dahulu digunakan agar tidak ada pangan yang busuk.
        13. Penyimpanan bahan pangan jadi dilakukan monitoring dan pencatatan suhu/ruang penyimpanan minimal 2 kali per hari. 14) Dalam ruangan dapur harus tersedia tempat penyimpanan contoh pangan jadi (food bank sampling) yang disimpan dalam jangka waktu 3 x 24 jam.
      3. Pengangkutan Pangan

        Pangan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya yaitu:

        1. Pangan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup, dan bersih dan dilengkapi dengan pengatur suhu agar suhu pangan dapat dipertahankan.
        2. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak.
        3. Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan/barang kotor.
      4. Penyajian Pangan
        1. Cara penyajian pangan harus terhindar dari pencemaran dan bersih.
        2. Pangan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.
        3. Wadah yang digunakan untuk menyajikan/mengemas pangan jadi harus bersifat foodgrade dan tidak menggunakan kemasan berbahan polystyren.
        4. Pangan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat pangan dengan suhu minimal 60 °C dan 4 °C untuk pangan dingin.
        5. Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.
        6. Pangan jadi harus segera disajikan kepada pasien.
        7. Pangan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien, kecuali pangan yang sudah disiapkan untuk keperluan pasien besok paginya, karena kapasitas kemampuan dapur gizi yang terbatas dan pangan tersebut disimpan ditempat dan suhu yang aman.
      5. Pengawasan Higiene dan Sanitasi Pangan

        Pengawasan higiene dan sanitasi pangan dilakukan secara:

        1. Internal
          1. Pengawasan dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan bersama petugas terkait penyehatan pangan di rumah sakit.
          2. Pemeriksaan paramater mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel pangan dan minuman meliputi bahan pangan yang mengandung protein tinggi, pangan siap saji, air bersih, alat pangan, dan alat masak.
          3. Untuk petugas penjamah pangan di dapur gizi harus dilakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh maksimal setiap 2 (dua) kali setahun dan pemeriksaan usap dubur maksimal setiap tahun.
          4. Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal dua kali dalam setahun.
          5. Bila terjadi keracunan pangan dan minuman di rumah sakit, maka petugas kesehatan lingkungan harus mengambil sampel pangan untuk diperiksakan ke laboratorium terakreditasi.
          6. Rumah sakit bertanggung jawab pada pengawasan penyehatan pangan pada kantin dan rumah makan/restoran yang berada di dalam lingkungan rumah sakit.
          7. Bila rumah sakit bekerja sama dengan Pihak Ketiga, maka harus mengikuti aturan jasaboga yang berlaku.
        2. Eksternal

          Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh petugas sanitasi dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menilai kualitas pangan dan minuman. Untuk melakukan pengawasan penyehatan pangan baik internal maupun eksternal dapat menggunakan instrumen Inspeksi Kesehatan Lingkungan Jasaboga Golongan B.

  5. Penyelenggaraan Penyehatan Sarana dan Bangunan

    Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan penyehatan sarana dan bangunan dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilakukan upaya sebagai berikut:

    1. Konstruksi bangunan rumah sakit:
      1. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore hari.
      2. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.
      3. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari.
      4. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (gagang pel) yang memenuhi syarat dan bahan anti septik yang tepat. Setiap gagang pel diberikan koding untuk mencegah terjadinya infeksi di rumah sakit, yakni: kamar pasien dengan warna kuning, kamar mandi dengan warna merah, dapur dengan warna hijau dan selasar dan koridor dengan warna biru.
      5. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.
      6. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan dicat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
      7. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat Iuka pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan anti septik.
      8. Pembersihan ruangan sesuai dengan prosedur yang mengatur tata cara pembersihan seluruh ruangan yang berada di ruang lingkup area Operating Theatre (OT) atau Kamar Operasi lantai rumah sakit harus mengikuti SOP. Pembersihan ruangan operasi dilakukan setelah kegiatan operasi pasien selesai dilakukan. Untuk ruangan lainnya pembersihan dilakukan minimal 2 kali sehari. Apabila ada temuan petugas kebersihan, pengawas ataupun perawat maka dilakukan pembersihan tambahan sehingga kebersihan di ruangan Operating Theatre tetap terjaga. Petugas kebersihan di area Operating Theatre bersifat khusus menggunakan seragam warna putih dan selalu ada di dalam area Operating Theatre selama 24 jam penuh yang terbagi dalam 3 shift.
    2. Kebisingan ruangan rumah sakit
      1. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
      2. Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara:
        1. Pada sumber bising dirumah sakit: peredaman, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising.
        2. Pada sumber bising dari luar rumah sakit: penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (greenbelt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit buatan).
      3. Pengukuran kebisingan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah terakreditasi nasional.
    3. Pencahayaan
      1. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
      2. Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
      3. Pengukuran pencahayaan ruangan dapat dilakukan secara mandiri menggunakan peralatan ukur kesehatan lingkungan yang sesuai, atau dapat dilakukan oleh alat ukur dari laboratorium luar yang telah memiliki Akreditasi Nasional (KAN).
    4. Fasilitas Sanitasi Ruangan Rumah Sakit
      1. Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Kegunaan Higiene dan Sanitasi.

        Distribusi air minum dan air kegunaan higiene dan sanitasi di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

      2. Fasilitas Penampungan Sampah

        Persyaratan penampungan sampah sebagaimana tercantum dalam bagian Pengamanan Limbah Padat domestik dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

  6. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah dan Radiasi
    1. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah

      Penyelenggaraan Pengamanan Limbah di rumah sakit meliputi pengamanan terhadap limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.

      1. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Padat Domestik

        Pengamanan limbah padat domestik adalah upaya penanganan limbah padat domestik di rumah sakit yang memenuhi standar untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan, kenyamanan dan keindahan yang ditimbulkan. Untuk menjamin pengelolaan limbah padat domestik dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan penyelenggaraan sebagai berikut:

        1. Tahapan penanganan limbah rumah tanggal dilakukan dengan cara:
          1. Tahap Pewadahan
            • Melakukan upaya pewadahan yang berbeda antara limbah organik dan an organik mulai di ruangan sumber.
            • Menyediakan tong sampah dengan jumlah dan volume yang memadai pada setiap ruangan yang terdapat aktivitas pasien, pengunjung dan karyawan.
            • Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit dan binatang pembawa penyakit.
            • Penempatan tong sampah harus dilokasi yang aman dan strategis baik di ruangan indoor, semi indoor dan lingkungan outdoor, dengan jumlah dan jarak penempatan yang memadai. Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan. Upayakan di area umum tersedia tong sampah terpilah oganik dan an organik.
            • Tong sampah dilakukan program pembersihan menggunakan air dan desinfektan secara regular.
            • Tong sampah yang sudah rusak dan tidak berfungsi, harus diganti dengan tong sampah yang memenuhi persyaratan.
          2. Tahap Pengangkutan
            • Limbah padat domestik di ruangan sumber dilakukan pengangkutan ke Tempat Penyimpanan Sementara secara periodik menggunakan troli khusus dan kondisi limbah rumah tangga masih tetap terbungkus kantong plastik hitam.
            • Pengangkutan dilakukan pada jam tidak sibuk pagi dan sore dan tidak melalui jalur/koridor yang padat pasien, pengunjung rumah sakit.
            • Troli pengangkut sampah harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tidak berkarat permukaannya mudah dibersihkan, serta dilengkapi penutup serta ditempel tulisan troli pengangkut sampah rumah tangga/domestik.
            • Penentuan jalur pengangkutan sampah domestik ke Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah tidak melalui ruangan pelayanan atau ruang kerja yang padat dengan pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit.
            • Apabila pengangkutan sampah domestik ke TPS melalui jalan terbuka, maka pada saat terjadi hujan tidak dipaksakan dilakukan pengangkutan ke TPS.
          3. Tahap Penyimpanan di TPS
            • Waktu tinggal limbah dometik dalam TPS tidak boleh lebih dari 2 x 24 jam
            • limbah padat domestik yang telah di tempatkan di TPS dipastikan tetap terbungkus kantong plastik warna hitam dan dilarang dilakukan pembongkaran isinya.
            • Penanganan akhir limbah rumah tangga dapat dilakukan dengan pengangkutan keluar menggunakan truk sampah milik rumah sakit atau bekerja sama dengan pihak luar. Penanganan dapat juga dilakukan dengan pemusnahan menggunakan insinerator yang dimiliki rumah sakit.
        2. Upaya pemilahan dan pengurangan, dilakukan dengan cara :
          1. Pemilahan dilaksanakan dengan memisahkan jenis limbah organik dan limbah anorganik serta limbah yang bernilai ekonomis yang dapat digunakan atau diolah kembali, seperti wadah/kemasan bekas berbahan kardus, kertas, plastik dan lainnya dan dipastikan tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun
          2. Pemilahan dilakukan dari awal dengan menyediakan tong sampah yang berbeda sesuai dengan jenisnya dan dilapisi kantong plastik warna bening/putih untuk limbah daur ulang di ruangan sumber.
          3. Dilakukan pencatatan volume untuk jenis sampah organik dan anorganik, sampah yang akan didaur ulang atau digunakan kembali.
          4. Sampah yang bernilai ekonomis dikirim ke TPS terpisah dari sampah organik maupun anorganik
          5. Dilarang melakukan pengumpulan limbah yang dapat dimanfaatkan atau diolah kembali hanya untuk keperluan sebagai bahan baku atau kemasan pemalsuan produk barang tertentu oleh pihak luar.
          6. Untuk limbah Padat domestik yang termasuk kategori limbah B3, maka harus dipisahkan dan dilakukan penanganan sesuai dengan persyaratan penanganan limbah B3.
        3. Upaya penyediaan fasilitas penanganan limbah padat domestik, dilakukan dengan cara :
          1. Fasilitas penanganan limbah padat domestik yang utama meliputi tong sampah, kereta pengangkutan, TPS khusus limbah padat domestik dan fasilitas pengangkutan atau pemusnahan limbah dan fasilitas lainnya.
          2. Penyediaan fasilitas tong dan kereta angkut sampah:
            • Jenis tong sampah dibedakan berdasarkan jenis limbah padat domestik. Pembedaan tong sampah dapat menggunakan perbedaan warna tong sampah, menempel tulisan/kode/simbol atau gambar dibagian tutup atau di dinding luar badan tong sampah atau di dinding ruangan dimana tong sampah diletakkan.
            • Terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, dilengkapi penutup dan rapat serangga.
            • Jumlah dan volume setiap tong sampah dan kereta angkut yang disediakan harus memadai dan sesuai dengan mempertimbangkan volume produksi limbah yang dihasilkan di ruangan/area sumber sampah.
            • Sistem buka-tutup penutup tong sampah menggunakan pedal kaki.
          3. Penyediaan TPS limbah padat domestik memenuhi:
            • Lokasi TPS limbah padat domestik tempatkan di area service (services area) dan jauh dari kegiatan pelayanan perawatan inap, rawat jalan, Instalasi Gawat Darurat, kamar operasi, dapur gizi, kantin, laundry dan ruangan penting lainnya.
            • TPS dapat didesain dengan bentuk bangunan dengan ruang tertutup dan semi terbuka, dengan dilengkapi penutup atap yang kedap air hujan, ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup serta penerangan yang memadai serta dapat ditempati kontainer sampah.
            • TPS dibangun dengan dinding dan lantai dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan.
            • TPS dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
            • TPS dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
              • Papan nama TPS limbah padat domestik.
              • Keran air dengan tekanan cukup untuk pembersihan area TPS.
              • Wastafel dengan air mengalir yang dilengkapi sabun tangan dan atau hand rub serta bahan pengering tangan/tissue.
              • Tanda larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan.
              • Lantai dilengkapi tanggul agar air bekas pembersihan atau air lindi tidak keluar area TPS dan dilengkapi lobang saluran menuju bak kontrol atau Unit Pengolahan Air Limbah.
              • Fasilitas proteksi kebakaran seperti tabung pemadam api dan alarm kebakaran serta simbol atau petunjuk larangan membakar, larangan merokok dan larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan.
              • Dilengkapi dengan pagar pengaman area TPS, setinggi minimal 2 meter.
              • Dilengkapi dengan kotak P3K dan tempat APD.
        4. Upaya penanganan vektor dan binatang pembawa penyakit limbah padat domestik
          1. Bila kepadatan lalat di sekitar tempat/wadah atau kereta angkut limbah padat rumah tangga melebihi 8 ekor/fly grill (100 X 100 cm) dalam pengukuran 30 menit, perlu dilakukan pengendalian lalat.
          2. Bila di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) kepadatan lalat melebihi 8 ekor/fly grill (100 X 100 cm) dalam pengukuran 30 menitatau angka kepadatan kecoa (Indeks kecoa) yang diukur maksimal 2 ekor/plate dalam pengukuran 24 jam atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.
          3. Pengendalian lalat dan kecoa di tempat/wadah dan kereta angkut serta tempat penyimpanan sementara limbah padat domestik dilaksanakan dengan prioritas pada upaya sebagai berikut:
            • Upaya kebersihan lingkungan dan kebersihan fisik termasuk desinfeksi tempat/wadah, kereta angkut dan TPS.
            • Melaksanakan inspeksi kesehatan lingkungan.
            • Pengendalian mekanik dan pengendalian perangkap (fly trap).
            • Menyediakan bahan pestisida ramah lingkungan dan alat semprot bertekanan serta dilakukan penyemprotan bila kepadatan lalat memenuhi ketentuan sebagai upaya pengendalian terakhir.
          4. Pengendalian binatang penganggu seperti kucing dan anjing di TPS dilakukan dengan memasang fasilitas proteksi TPS berupa pagar dengan kisi rapat dan menutup rapat bak atau wadah sampah yang ada dalam TPS.
      2. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

        Limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit dapat menyebabkan gangguan perlindungan kesehatan dan atau risiko pencemaran terhadap lingkungan hidup. Mengingat besarnya dampak negatif limbah B3 yang ditimbulkan, maka penanganan limbah B3 harus dilaksanakan secara tepat, mulai dari tahap pewadahan, tahap pengangkutan, tahap penyimpanan sementara sampai dengan tahap pengolahan.

        Jenis limbah B3 yang dihasilkan di rumah sakit meliputi limbah medis, baterai bekas, obat dan bahan farmasi kadaluwarsa, oli bekas, saringan oli bekas, lampu bekas, baterai, cairan fixer dan developer, wadah cat bekas (untuk cat yg mengandung zat toksik), wadah bekas bahan kimia, catridge printer bekas, film rontgen bekas, motherboard komputer bekas, dan lainnya.

        Penanganan limbah B3 rumah sakit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip pengelolaan limbah B3 rumah sakit, dilakukan upaya sebagai berikut:

        1. Identifikasi jenis limbah B3 dilakukan dengan cara:
          1. Identifikasi dilakukan oleh unit kerja kesehatan lingkungan dengan melibatkan unit penghasil limbah di rumah sakit.
          2. Limbah B3 yang diidentifkasi meliputi jenis limbah, karakteristik, sumber, volume yang dihasilkan, cara pewadahan, cara pengangkutan dan cara penyimpanan serta cara pengolahan.
          3. Hasil pelaksanaan identifikasi dilakukan pendokumentasian.
        2. Tahapan penanganan pewadahan dan pengangkutan limbah B3 diruangan sumber, dilakukan dengan cara:
          1. Tahapan penanganan limbah B3 harus dilengkapi dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) dan dilakukan pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
          2. SPO penanganan limbah B3 disosialisasikan kepada kepala dan staf unit kerja yang terkait dengan limbah B3 di rumah sakit.
          3. Khusus untuk limbah B3 tumpahan dilantai atau dipermukaan lain di ruangan seperti tumpahan darah dan cairan tubuh, tumpahan cairan bahan kimia berbahaya, tumpahan cairan mercury dari alat kesehatan dan tumpahan sitotoksik harus dibersihkan menggunakan perangkat alat pembersih (spill kit) atau dengan alat dan metode pembersihan lain yang memenuhi syarat. Hasil pembersihan limbah B3 tersebut ditempatkan pada wadah khusus dan penanganan selanjutnya diperlakukan sebagai limbah B3, serta dilakukan pencatatan dan pelaporan kepada unit kerja terkait di rumah sakit.
          4. Perangkat alat pembersih (spill kit) atau alat metode pembersih lain untuk limbah B3 harus selalu disiapkan di ruangan sumber dan dilengkapi cara penggunaan dan data keamanan bahan (MSDS).
          5. Pewadahan limbah B3 diruangan sumber sebelum dibawa ke TPS Limbah B3 harus ditempatkan pada tempat/wadah khusus yang kuat dan anti karat dan kedap air, terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dilengkapi penutup, dilengkapi dengan simbol B3, dan diletakkan pada tempat yang jauh dari jangkauan orang umum.
          6. Limbah B3 di ruangan sumber yang diserahkan atau diambil petugas limbah B3 rumah sakit untuk dibawa ke TPS limbah B3, harus dilengkapi dengan berita acara penyerahan, yang minimal berisi hari dan tanggal penyerahan, asal limbah (lokasi sumber), jenis limbah B3, bentuk limbah B3, volume limbah B3 dan cara pewadahan/pengemasan limbah B3.
          7. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS limbah B3 harus menggunakan kereta angkut khusus berbahan kedap air, mudah dibersihkan, dilengkapi penutup, tahan karat dan bocor. Pengangkutan limbah tersebut menggunakan jalur (jalan) khusus yang jauh dari kepadatan orang di ruangan rumah sakit.
          8. Pengangkutan limbah B3 dari ruangan sumber ke TPS dilakukan oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan penanganan limbah B3 dan petugas harus menggunakan pakaian dan alat pelindung diri yang memadai.
        3. Pengurangan dan pemilahan limbah B3 dilakukan dengan cara:
          1. Upaya pengurangan dan pemilahan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
          2. Pengurangan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan dengan cara antara lain:
            • Menghindari penggunaan material yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun apabila terdapat pilihan yang lain.
            • Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap bahan atau material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau pencemaran terhadap lingkungan.
            • Melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi untuk menghindari terjadinya penumpukan dan kedaluwarsa, contohnya menerapkan prinsip first in first out (FIFO) atau first expired first out (FEFO).
            • Melakukan pencegahan dan perawatan berkala terhadap peralatan sesuai jadwal.
        4. Bangunan TPS di rumah sakit harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        5. Pemilahan limbah B3 di rumah sakit, dilakukan di TPS limbah B3 dengan cara antara lain:
          1. Memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis, kelompok, dan/atau karakteristik Limbah B3.
          2. Mewadahi Limbah B3 sesuai kelompok Limbah B3. Wadah Limbah B3 dilengkapi dengan palet.
        6. Penyimpanan sementara limbah B3 dilakukan dengan cara:
          1. Cara penyimpanan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat dilakukan pemutakhiran/revisi bila diperlukan.
          2. Penyimpanan sementara limbah B3 dirumah sakit harus ditempatkan di TPS Limbah B3 sebelum dilakukan pengangkutan, pengolahan dan atau penimbunan limbah B3.
          3. Penyimpanan limbah B3 menggunakan wadah/tempat/kontainer limbah B3 dengan desain dan bahan sesuai kelompok atau karakteristik limbah B3.
          4. Penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah sesuai karakteristik Limbah B3. Warna kemasan dan/atau wadah limbah B3 tersebut adalah:
            • Merah, untuk limbah radioaktif;
            • Kuning, untuk limbah infeksius dan limbah patologis;
            • Ungu, untuk limbah sitotoksik; dan
            • Cokelat, untuk limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, dan limbah farmasi.
          5. Pemberian simbol dan label limbah B3 pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik Limbah B3. Simbol pada kemasan dan/atau wadah Limbah B3 tersebut adalah:
            • Radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
            • Infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
            • Sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik.
            • Toksik/flammable/campuran/sesuai dengan bahayanya untuk limbah bahan kimia.
        7. Lamanya penyimpanan limbah B3 untuk jenis limbah dengan karakteristik infeksius, benda tajam dan patologis di rumah sakit sebelum dilakukan Pengangkutan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan Limbah B3, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
          1. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada TPS dengan suhu lebih kecil atau sama dengan 0 °C (nol derajat celsius) dalam waktu sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari.
          2. Limbah medis kategori infeksius, patologis, benda tajam dapat disimpan pada TPS dengan suhu 3 sampai dengan 8 °C (delapan derajat celsius) dalam waktu sampai dengan 7 (tujuh) hari.

          Sedang untuk limbah B3 bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi, dan tabung gas atau kontainer bertekanan, dapat disimpan di tempat penyimpanan Limbah B3 dengan ketentuan paling lama sebagai berikut :

          1. 90 (sembilan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih; atau
          2. 180 (seratus delapan puluh) hari, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 1, sejak Limbah B3 dihasilkan.
        8. Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan cara:
          1. Pengangkutan limbah B3 keluar rumah sakit dilaksanakan apabila tahap pengolahan limbah B3 diserahkan kepada pihak pengolah atau penimbun limbah B3 dengan pengangkutan menggunakan jasa pengangkutan limbah B3 (transporter limbah B3).
          2. Cara pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan SPO dan dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala dan berkesinambungan.
          3. Pengangkutan limbah B3 harus dilengkapi dengan perjanjian kerjasama secara three parted yang ditandatangani oleh pimpinan dari pihak rumah sakit, pihak pengangkut limbah B3 dan pengolah atau penimbun limbah B3.
          4. Rumah sakit harus memastikan bahwa:
            • Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki perizinan yang lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang dimiliki oleh pengolah maupun pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat diolah/diangkut.
            • Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3 yang digunakan pihak pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang tercantum dalam perizinan pengangkutan limbah B3 yang dimiliki.
            • Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah atau penimbun, harus disertakan manifest limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak rumah sakit, pihak pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip oleh pihak rumah sakit.
            • Ditetapkan jadwal tetap pengangkutan limbah B3 oleh pihak pengangkut limbah B3.
            • Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai, dilengkapi simbol limbah B3 dan nama pihakpengangkut limbah B3.
        9. Pengolahan limbah B3 memenuhi ketentuan sebagai berikut:
          1. Pengolahan limbah B3 di rumah sakit dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal:

            Pengolahan secara internal dilakukan di lingkungan rumah sakit dengan menggunakan alat insinerator atau alat pengolah limbah B3 lainnya yang disediakan sendiri oleh pihak rumah sakit (on-site), seperti autoclave, microwave, penguburan, enkapsulasi, inertisiasi yang mendapatkan izin operasional dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengolahan secara eksternal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki ijin. Pengolahan limbah B3 secara internal dan eksternal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

          2. Rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah B3 secara internal dengan insinerator, harus memiliki spesifikasi alat pengolah yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            1. Kapasitas sesuai dengan volume limbah B3 yang akan diolah
            2. Memiliki 2 (dua) ruang bakar dengan ketentuan:
              • Ruang bakar 1 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 800 °C
              • Ruang bakar 2 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 1.000 °C untuk waktu tinggal 2 (dua) detik
            3. Tinggi cerobong minimal 14 meter dari permukaan tanah dan dilengkapi dengan lubang pengambilan sampel emisi.
            4. Dilengkapi dengan alat pengendalian pencemaran udara.
            5. Tidak diperkenankan membakar limbah B3 radioaktif; limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak; dan atau limbah B3 merkuri atau logam berat lainnya.
          3. Pengolahan Limbah B3 di rumah sakit sebaiknya menggunakan teknologi non-insinerasi yang ramah lingkungan seperti autoclave dengan pencacah limbah, disinfeksi dan sterilisasi, penguburan sesuai dengan jenis dan persyaratan.
          4. Pemilihan alat pengolah limbah B3 sebaiknya menggunakan teknologi non-insinerasi seperti autoclave dengan pencacah limbah, karena dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknologi insinerasi, yakni tidak menghasilkan limbah gas (emisi).
          5. Tata laksana pengolahan limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis di rumah sakit berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut:
            1. Limbah lnfeksius dan Benda Tajam
              • Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sebelum dilakukan pengolahan.
              • Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya.
              • Apabila pengolahan menggunakan insinerasi, maka residu abu yang dihasilkan diperlakukan sebagai limbah B3, namun dapat dibuang ke sanitary landfill setelah melalui proses solidifikasi.
            2. Limbah Farmasi

              Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, dapat dimusnahkan menggunakan insinerator atau diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3.

            3. Limbah Sitotoksis
              • Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang dengan cara penimbunan (landfill) atau dibuang ke saluran limbah umum.
              • Pengolahan dilaksanakan dengan cara dikembalikan keperusahaan atau distributornya, atau dilakukan pengolahan dengan insinerasi. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan kedistributor.
              • Insinerasi pada suhu tinggi 1.000 oC s/d 1.200 °C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara.
            4. Limbah Bahan Kimiawi
              • Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun besar harus diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3 apabila rumah sakit tidak memiliki kemampuan dalam mengolah limbah kimia ini.
              • Limbah kimia dalam bentuk cair harus di tampung dalam kontainer yang kuat, terbuat dari bahan yang mampu memproteksi efek dari karakteristik atau sifat limbah bahan kimia tersebut.
              • Bahan kimia dalam bentuk cair sebaiknya tidak dibuang ke jaringan pipa pembuangan air limbah, karena sifat toksiknya dapat mengganggu proses biologi dalam unit pengolah air limbah (IPAL)
              • Untuk limbah bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diolah dalam mesin insinerator, kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
              • Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia tersebut ke distributornya.

              Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia:

              • Limbah kimia yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
              • Limbah kimia dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun di atas tanah karena dapat mencemari air tanah.
              • Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar ditempatkan dalam kontainer yang kuat karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.
            5. Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi
              • Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium dilarang diolah di mesin insinerator, karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun.
              • Cara pengolahan yang dapat dilakukan adalah menyerahkan ke perusahaan pengolahan limbah B3. Sebelum dibuang, maka limbah disimpan sementara di TPS Limbah B3 dan diawasi secara ketat.
            6. Kontainer Bertekanan
              1. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah B3.
              2. Limbah jenis ini dilarang dilakukan pengolahan dengan mesin insinerasi karena dapat meledak.
              3. Hal yang harus diperhatikan terkait limbah kontainer bertekanan adalah:
                • Kontainer yang masih utuh, harus dikembalikan kepenjual/distributornya, meliputi :
                  • Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi.
                  • Tabung atau silinder etilinoksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi
                  • Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbondioksida, udara bertekanan, siklo propana, hidrogen, gas elpiji, danasetilin.
            7. Limbah Radioaktif
              • Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
              • Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
              • Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
              • Petugas proteksi radiasi secara rutin mengukur dan melakukan pencatatan dosis radiasi limbah radioaktif (limbah radioaktif sumber terbuka). Setelah memenuhi batas aman (waktu paruh minimal), diperlakukan sebagai limbah medis
              • Memiliki instrumen kalibrasi yang tepat untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang ketat akan menjamin keakuratan dalam melacak limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pengolahannya.
              • Penanganan limbah radioaktif dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          6. Pengolahan secara eksternal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki ijin.
            Rumah Sakit (penghasil) wajib bekerja sama dengan tiga pihak yakni pengolah dan pengangkut yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengangkut yang dituangkan dalam satu nota kesepakatan antara rumah sakit, pengolah, dan pengangkut. Nota kesepakatan memuat tentang hal- hal yang wajib dilaksanakan dan sangsi bila kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan sekurang-kurangnya memuat tentang:
            1. Frekuensi pengangkutan
            2. Lokasi pengambilan limbah padat
            3. Jenis limbah yang diserahkan kepada pihak pengolah, sehingga perlu dipastikan jenis Limbah yang dapat diolah oleh pengolah sesuai izin yang dimiliki.
            4. Pihak pengolah dan pengangkut mencantumkan nomor dan waktu kadaluarsa izinnya.
            5. Pihak pengangkut mencantumkan nomor izin, nomor polisi kendaraan yang akan digunakan oleh pengangkut, dapat dicantumkan lebih dari 1 (satu) kendaraan.
            6. Besaran biaya yang dibebankan kepada rumah sakit.
            7. Sangsi bila salah satu pihak tidak memenuhi kesepakatan.
            8. Langkah-langkah pengecualian bila terjadi kondisi tidak biasa.
            9. Hal-hal lain yang dianggap perlu disepakati agar tidak terjadi perbuatan yang bertentangan dengan peraturan.
              • Sebelum melakukan kesepakatan, rumah sakit harus memastikan bahwa:
                • Pihak pengangkut dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki perizinan yang lengkap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang dimiliki oleh pengolah maupun pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat diolah/diangkut.
                • Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3 yang digunakan pihak pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang tercantum dalam perizinan pengangkutan limbah B3 yang dimiliki.
              • Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah atau penimbun, harus disertakan manifest limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak rumah sakit, pihak pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip oleh pihak rumah sakit.
              • Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai, dilengkapi simbol limbah B3 dan nama pihak pengangkut limbah B3.
          7. Penanganan Kedaruratan

            Dalam kondisi darurat baik karena terjadi kebakaran dan atau bencana lainnya di rumah sakit, untuk menjaga cakupan penanganan limbah B3 tetap maksimal, rumah sakit perlu menyusun prosedur kedaruratan penanganan limbah B3 rumah sakit. Prosedur penanganan kedaruratan limbah B3 tersebut dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

            • Bagi rumah sakit yang mengolah seluruh limbah B3 nya secara mandiri (on-site) dengan menggunakan mesin pengolah limbah B3 (teknologi insinerasi atau non-insinerasi) dan apabila kondisi mesin pengolah limbah B3 tersebut mengalami kegagalan operasional, maka rumah sakit harus melakukan kerjasama kondisi darurat dengan pihak pengangkut dan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 untuk mengangkut dan mengolah limbah B3 yang dihasilkan.
            • Bagi rumah sakit yang menyerahkan seluruh pengolahan limbahnya ke pihak pengolah atau penimbun limbah B3 (off-site), maka dalam kondisi darurat sistem pengolahan ini harus tetap dilaksanakan meskipun dengan frekuensi pengambilan limbah B3 yang tidak normal.
            • Bagi rumah sakit yang mengolah limbahnya dengan sistem kombinasi on-site dan off-site, mesin pengolah limbah B3 mengalami kegagalan operasional, maka dalam kondisi darurat sistem penanganan limbah B3 diganti dengan sistem total off-site, dimana seluruh limbah B3 yang dihasilkan diserahkan ke pihak pengolah atau penimbun limbah B3.
          8. Penyediaan fasilitas penanganan limbah B3
            1. Fasilitas penanganan limbah B3 di rumah sakit meliputi wadah penampungan limbah B3 diruangan sumber, alat pengangkut limbah B3, TPS Limbah B3, dan mesin pengolah limbah B3 dengan teknologi insinerasi atau non-insinerasi.
            2. Wadah penampungan limbah B3 di ruangan sumber harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut:
              • Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap air, antikarat dan dilengkapi penutup
              • Ditempatkan di lokasi yang tidak mudah dijangkau sembarang orang
              • Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan ukuran dan bentuk sesuai standar di permukaan wadah
              • Dilengkapi dengan alat eyewash
              • Dilengkapi logbook sederhana
              • Dilakukan pembersihan secara periodik
            3. Alat angkut (troli) limbah B3, harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut :
              • Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, kedap air, anti karat dan dilengkapi penutup dan beroda
              • Disimpan di TPS limbah B3, dan dapat dipakai ketika digunakan untuk mengambil dan mengangkut limbah B3 di ruangan sumber
              • Dilengkapi tulisan limbah B3 dan simbol B3 dengan ukuran dan bentuk sesuai standar, di dinding depan kereta angkut
              • Dilakukan pembersihan kereta angkut secara periodik dan berkesinambungan
            4. TPS Limbah B3 harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut:
              • Lokasi di area servis (services area), lingkungan bebas banjir dan tidak berdekatan dengan kegiatan pelayanan dan permukiman penduduk disekitar rumah sakit
              • Berbentuk bangunan tertutup, dilengkapi dengan pintu, ventilasi yang cukup, sistem penghawaan (exhause fan), sistem saluran (drain) menuju bak control dan atau IPAL dan jalan akses kendaraan angkut limbah B3.
              • Bangunan dibagi dalam beberapa ruangan, seperti ruang penyimpanan limbah B3 infeksi, ruang limbah B3 non infeksi fase cair dan limbah B3 non infeksi fase padat.
              • Penempatan limbah B3 di TPS dikelompokkan menurut sifat/karakteristiknya.
              • Untuk limbah B3 cair seperti olie bekas ditempatkan di drum anti bocor dan pada bagian alasnya adalah lantai anti rembes dengan dilengkapi saluran dan tanggul untuk menampung tumpahan akibat kebocoran limbah B3 cair
              • Limbah B3 padat dapat ditempatkan di wadah atau drum yang kuat, kedap air, anti korosif, mudah dibersihkan dan bagian alasnya ditempatkan dudukan kayu atau plastic (pallet)
              • Setiap jenis limbah B3 ditempatkan dengan wadah yang berbeda dan pada wadah tersebut ditempel label, simbol limbah B3 sesuai sifatnya, serta panah tanda arah penutup, dengan ukuran dan bentuk sesuai standar, dan pada ruang/area tempat wadah diletakkan ditempel papan nama jenis limbah B3.
              • Jarak penempatan antar tempat pewadahan limbah B3 sekitar 50 cm.
              • Setiap wadah limbah B3 di lengkapi simbol sesuai dengan sifatnya, dan label.
              • Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, fasilitas penerangan, dan sirkulasi udara ruangan yang cukup.
              • Bangunan dilengkapi dengan fasilitas keamanan dengan memasang pagar pengaman dan gembok pengunci pintu TPS dengan penerangan luar yang cukup serta ditempel nomor telephone darurat seperti kantor satpam rumah sakit, kantor pemadam kebakaran, dan kantor polisi terdekat.
              • TPS dilengkapi dengan papan bertuliskan TPS Limbah B3, tanda larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan, simbol B3 sesuai dengan jenis limbah B3, dan titik koordinat lokasi TPS
              • TPS Dilengkapi dengan tempat penyimpanan SPO Penanganan limbah B3, SPO kondisi darurat, buku pencatatan (logbook) limbah B3
              • TPS Dilakukan pembersihan secara periodik dan limbah hasil pembersihan disalurkan ke jaringan pipa pengumpul air limbah dan atau unit pengolah air limbah (IPAL).
          9. Perizinan fasilitas penanganan limbah B3
            • Setiap fasilitas penanganan limbah B3 di rumah sakit harus dilengkapi izin dari instansi pemerintah yang berwenang. Fasilitas tersebut adalah TPS Limbah B3 dan Alat pengolah limbah B3 insinerator dan atau alat/fasilitas pengolah limbah B3 lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            • Rumah sakit menyiapkan dokumen administrasi yang dipersyaratkan instansi pemerintah yang mengeluarkan izin dan mengajukan izin baru atau izin perpanjangan
            • Setiap izin fasilitas penanganan limbah B3 harus selalu diperbaharui bila akan habis masa berlakunya
            • Surat izin fasilitas penanganan limbah B3 harus di dokumentasikan dan dimonitor
          10. Pelaporan limbah B3
            • Rumah sakit menyampaikan laporan limbah B3 minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan. Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan yang ditetapkan. Instansi pemerintah tersebut bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota;
            • Isi laporan berisi :
              • Skema penanganan limbah B3, izin alat pengolah limbah B3, dan bukti kontrak kerjasama (MoU) dan kelengkapan perizinan bila penanganan limbah B3 diserahkan kepada pihak pengangkut, pengolah atau penimbun.
              • Logbook limbah B3 selama bulan periode laporan
              • Neraca air limbah selama bulan periode laporan,
              • Lampiran manifest limbah B3 sesuai dengan kode lembarannya
            • Setiap laporan yang disampaikan disertai dengan bukti tanda terima laporan
      3. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Cair

        Pengamanan limbah cair adalah upaya kegiatan penanganan limbah cair yang terdiri dari penyaluran dan pengolahan dan pemeriksaan limbah cair untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan kegiatan rumah sakit memiliki beban cemaran yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan hidup dan menyebabkan gangguan kesehatan manusia. Untuk itu, air limbah perlu dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan, agar kualitasnya memenuhi baku mutu air limbah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Limbah Cair rumah sakit juga berpotensi untuk dilakukan daur ulang untuk tujuan penghematan penggunaan air di rumah sakit. Untuk itu, penyelenggaraan pengelolaan limbah cair harus memenuhi ketentuan di bawah ini:

        1. Rumah sakit memiliki Unit Pengolahan Limbah Cair (IPAL) dengan teknologi yang tepat dan desain kapasitas olah limbah cair yang sesuai dengan volume limbah cair yang dihasilkan.
        2. Unit Pengolahan Limbah Cair harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai dengan ketentuan.
        3. Memenuhi frekuensi dalam pengambilan sampel limbah cair, yakni 1 (satu) kali per bulan.
        4. Memenuhi baku mutu efluen limbah cair sesuai peraturan perundang-undangan.
        5. Memenuhi pentaatan pelaporan hasil uji laboratorium limbah cair kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan.
        6. Unit Pengolahan Limbah Cair:
          1. Limbah cair dari seluruh sumber dari bangunan/kegiatan rumah sakit harus diolah dalam Unit Pengolah Limbah Cair (IPAL) dan kualitas limbah cair efluennya harus memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum dibuang ke lingkungan perairan. Air hujan dan limbah cair yang termasuk kategori limbah B3 dilarang disalurkan ke IPAL.
          2. IPAL ditempatkan pada lokasi yang tepat, yakni di area yang jauh atau tidak menganggu kegiatan pelayanan rumah sakit dan diupayakan dekat dengan badan air penerima (perairan) untuk memudahkan pembuangan.
          3. Desain kapasitas olah IPAL harus sesuai dengan perhitungan debit maksimal limbah cair yang dihasilkan ditambah faktor keamanan (safety factor) + 10 %.
          4. Lumpur endapan IPAL yang dihasilkan apabila dilakukan pembuangan atau pengurasan, maka penanganan lanjutnya harus diperlakukan sebagai limbah B3.
          5. Untuk rumah sakit yang belum memiliki IPAL, dapat mengolah limbah cairnya secara off-site bekerjasama dengan pihak pengolah limbah cair yang telah memiliki izin. Untuk itu, maka rumah sakit harus menyediakan bak penampung sementara air limbah dengan kapasitas minimal 2 (dua) kali volume limbah cair maksimal yang dihasilkan setiap harinya dan pengangkutan limbah cair dilaksanakan setiap hari.
          6. Untuk limbah cair dari sumber tertentu di rumah sakit yang memiliki karateristik khusus harus di lengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum disalurkan menuju IPAL. Limbah cair tersebut meliputi:
            • Limbah cair dapur gizi dan kantin yang memiliki kandungan minyak dan lemak tinggi harus dilengkapi pre-treatment berupa bak penangkap lemak/minyak
            • Limbah cair laundry yang memiliki kandungan bahan kimia dan deterjen tinggi harus dilengkapi pre-treatmenberupa bak pengolah deterjen dan bahan kimia
            • Limbah cair laboratorium yang memiliki kandungan bahan kimia tinggi harus dilengkapi pre-treatmenya berupa bak pengolah bahan kimia
            • Limbah cair rontgen yang memiliki perak tinggi harus dilengkapi penampungan sementara dan tahapan penanganan selanjutnya diperlakukan sebagai limbah B3
            • Limbah cair radioterapi yang memiliki materi bahan radioaktif tertentu harus dilengkapi pre-treatment berupa bak penampung untuk meluruhkan waktu paruhnya sesuai dengan jenis bahan radioaktifnya dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
          7. Jaringan pipa penyaluran limbah cair dari sumber menuju unit pengolahan air limbah melalui jaringan pipa tertutup dan dipastikan tidak mengalami mengalami kebocoran.
        7. Kelengkapan Fasilitas Penunjang Unit Pengolahan Limbah Cair
          1. IPAL harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
          2. Kelengkapan fasilitas penunjang tersebut adalah:
            1. Bak pengambilan contoh air limbah yang dilengkapi dengan tulisan Tempat Pengambilan Contoh Air Limbah Influen dan/ atau Tempat Pengambilan Contoh Air Limbah Efluen.
            2. Alat ukur debit air limbah pada pipa inflen dan/atau pipa efluen
            3. Pagar pengaman area IPAL dengan lampu penerangan yang cukup dan papan larangan masuk kecuali yang berkepentingan.
            4. Papan tulisan titik koordinat IPAL menggunakan Global Positioning Sistem (GPS).
            5. Fasilitas keselamatan IPAL. Uraian selengkapnya diuraikan pada Sub Bab Pengawasan Keselamatan Fasilitas Kesehatan Lingkungan.
        8. Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah cair sebagai berikut:
          1. Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan contoh limbah cair di laboratorium, minimal limbah cair efluennya dengan frekuensi setiap 1 (satu) kali per bulan.
          2. Apabila diketahui hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kualitas limbah cair tidak memenuhi baku mutu, segera lakukan analisis dan penyelesaian masalah, dilanjutkan dengan pengiriman ulang limbah cair ke laboratorium pada bulan yang sama. Untuk itu, pemeriksaan limbah cair disarankan dilakukan di awal bulan.
        9. Penaatan kualitas limbah cair agar memenuhi baku mutu limbah cair sebagai berikut:
          1. Dalam pemeriksaan kualitas air limbah ke laboratorium, maka seluruh parameter pemeriksaan air limbah baik fisika, kimia dan mikrobiologi yang disyaratkan harus dilakukan uji laboratorium.
          2. Pemeriksaan contoh limbah cair harus menggunakan laboratorium yang telah terakreditasi secara nasional.
          3. Pewadahan contoh air limbah menggunakan jirigen warna putih atau botol plastik bersih dengan volume minimal 2 (dua) liter.
          4. Rumah sakit wajib melakukan swapantau harian air limbah dengan parameter minimal DO, suhu dan pH.
          5. IPAL di rumah sakit harus dioperasikan 24 (dua puluh empat) jam per hari untuk menjamin kualitas limbah cair hasil olahannya memenuhi baku mutu secara berkesinambungan.
          6. Petugas kesehatan lingkungan atau teknisi terlatih harus melakukan pemeliharaan peralatan mekanikal dan elektrikal IPAL dan pemeliharaan proses biologi IPAL agar tetap optimal.
          7. Dilarang melakukan pengenceran dalam pengolahan limbah cair, baik menggunakan air bersih dan/atau air pengencer sumber lainnya.
          8. Melakukan pembersihan sampah-sampah yang masuk bak penyaring kasar di IPAL.
          9. Melakukan monitoring dan pemeliharaan terhadap fungsi dan kinerja mesin dan alat penunjang proses IPAL.
        10. Penaatan pelaporan limbah cair adalah :
          1. Rumah sakit menyampaikan laporan hasil uji laboratorium limbah cair efluent IPAL minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan. Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan yang ditetapkan. Instansi pemerintah tersebut bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota;
          2. Isi laporan berisi :
            • Penaatan terhadap frekuensi sampling limbah cair yakni 1 (satu) kali per bulan.
            • Penaatan terhadap jumlah parameter yang diuji laboratorium, sesuai dengan baku mutu yang dijadikan acuan.
            • Penaatan kualitas limbah cair hasil pemeriksaan laboratorium terhadap baku mutu limbah cair, dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
          3. Setiap laporan yang disampaikan disertai dengan bukti tanda terima laporan.
      4. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah Gas

        Pengamanan limbah gas adalah upaya kegiatan penanganan limbah gas yang terdiri dari pemilihan, pemeliharaan dan perbaikan utilitas rumah sakit berbasis emisi gas yang tepat dan pemeriksaan limbah gas untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan. Kegiatan operasional dan utilitas rumah sakit menghasilkan emisi gas buang dan partikulat yang akan berdampak pada pencemaran udara dan gangguan kesehatan masyarakat. Sumber emisi gas buang dominan dari rumah sakit berasal dari emisi kendaraan parkir, cerobong insinerator, cerobong genset dan cerobong boiler, sehingga perlu dilakukan pengelolaan untuk menjaga kualitas udara ambien lingkungan rumah sakit tetap terjaga dengan baik. Untuk penyelenggaran mengelola limbah gas dan partikulat ini, maka rumah sakit harus memenuhi ketentuan dibawah ini:

        1. Memenuhi penaatan dalam frekuensi pengambilan contoh pemeriksaan emisi gas buang dan udara ambien luar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
        2. Kualitas emisi gas buang dan partikulat dari cerobong harus memenuhi standar kualitas udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang standar kualitas gas emisi sumber tidak bergerak.
        3. Memenuhi penaatan pelaporan hasil uji atau pengukuran laboratorium limbah gas kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, minimal setiap 1 kali setahun.
        4. Setiap sumber emisi gas berbentuk cerobong tinggi seperti generator set, boiler dilengkapi dengan fasilitas penunjang uji emisi.

        Untuk mencapai pemenuhan pengamanan limbah gas dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilaksanakan upaya sebagai berikut:

        1. Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah gas
          1. Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan laboratorium emisi gas buang dan udara ambien luar dengan ketentuan frekuensi sebagai berikut :
            • Uji emisi gas buang dari cerobong insinerator minimal setiap 1 (satu) kali per 6 bulan.
            • Uji emisi gas buang dari cerobong mesin boiler, minimal setiap 1 (satu) kali per 6 bulan.
            • Uji emisi gas buang dari cerobong genset ( Kapasitas < 1.000 KVa), setiap 1 (satu) kali setahun.
            • Uji emisi gas buang dari cerobong kendaraan operasional, minimal setiap 1 (satu) kali setahun.
            • Uji udara ambien dihalaman luar rumah sakit, minimal setiap 1 (satu) kali setahun.
          2. Pengujian emisi gas buang dilaksanakan oleh laboratorium yang telah terakreditasi nasional dan masih dalam masa berlaku.
        2. Pengelolaan limbah gas yang memenuhi standar
          1. Setiap cerobong gas buang di rumah sakit, khususnya cerobong mesin insinerator harus dilengkapi dengan alat untuk menangkap debu dengan tujuan untuk mengurangi emisi debu seperti alat wet scrubber, dimana air hasil tangkapan debu di salurkan ke IPAL dan residu yang dihasilkan di tangani dengan prosedur sesuai penanganan limbah B3.
          2. Sumber gas buang tidak bergerak seperti genset, insinerator, boiler dan lainnya harus dilakukan program pemeliharaan terhadap mesin bakarnya untuk menjaga agar kualitas gas emisi tetap memenuhi syarat. Upayakan mengganti bahan bakarnya dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
        3. Penaatan pelaporan limbah gas
          1. Rumah sakit menyampaikan laporan hasil uji/pengukuran laboratorium emisi gas buang dan udara ambien sesuai ketentuan. Laporan ditujukan kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi atau dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota.
          2. Isi laporan:
            • Pentaatan terhadap frekuensi sampling emisi gas buang dan udara ambien yakni sesuai dengan ketentuan. Khusus untuk uji emisi gas buang tergantung pada jenis atau kapasitas sumber emisi.
            • Penataatan terhadap jumlah parameter yang di lakukan uji/pengukuran laboratorium, sesuai dengan baku mutu yang dijadikan acuan.
            • Pentaatan terhadap baku mutu emisi dan udara ambien, dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
          3. Setiap laporan yang disampaikan dilampirkan fotocopy hasil uji/pengukuran laboratorium dan bukti tanda terima laporan.
        4. Kelengkapan fasilitas penunjang cerobong

          Setiap cerobong gas buang seperti mesin genset, insinerator, boiler dan sumber lainnya di rumah sakit harus memenuhi ketentuan kelengkapan sebagai berikut:

          1. Tinggi cerobong harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dilengkapi dengan topi diatasnya, terbuat dari bahan yang kuat dan anti korosif.
          2. Lubang sampling (port sampling) untuk lokasi uji/pengukuran emisi cerobong. Ketentuan lokasi pemasangan lobang sampling pada cerobong sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengendalian pencemaran udara.
          3. Fasilitas kerja bagi petugas sampling, seperti tangga dan pagar pengamannya serta lantai kerja yang dicat dengan warna terang, misalnya warna kuning.
          4. Ditulis nomor kode cerobong.
          5. Papan tulisan titik kordinat cerobong menggunakan Global Positioning Sistem (GPS).
    2. Penyelenggaraan Pengamanan Radiasi

      Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang (media) dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel-partikel atau elementer dengan kinetik yang sangat tinggi yang dilepaskan dari bahan atau alat radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit. Pengamanan radiasi merupakan upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan risiko atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan, investigasi, dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan manusia yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi. Pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit perlu dijaga kesehatannya dari efek yang ditimbulkan oleh sumber radiasi meliputi radiologi dan radioterapi. Untuk itu diperlukan upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi, pemantauan dan pencegahan risiko atas bahaya radiasi pada sumber, media lingkungan dan manusia yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi. Dalam melaksanakan penyelenggaraan pengamanan radiasi, maka harus memenuhi standar baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan pengamanan radiasi dilakukan melalui upaya sebagai berikut:

      1. Perizinan
        Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan yang memajankan radiasi dan menggunakan zat radioaktif, harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
      2. Sistem Pembatasan Dosis
        Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
      3. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.
        1. Organisasi
          Setiap pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus memiliki organisasi proteksi radiasi, dimana petugas proteksi radiasi tersebut telah memiliki surat ijin sebagai petugas radiasi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
        2. Peralatan Proteksi Radiasi
          Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus melengkapi dengan peralatan proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan pemantau lingkungan hidup sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
        3. Pemantauan Dosis Perorangan
          1. Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiologi (radiasi), mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan dan dilakukan pencatatan dosis secara ketat setiap 3 (tiga) bulan dan menggunakan alat proteksi diri setiap melakukan pekerjaannya.
          2. Pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi hendaknya mencakup rancangan instalasi yang memenuhi persyaratan, penyediaan pelindung radiasi atau kontainer.
          3. Proteksi radiasi yang disediakan harus mempunyai ketebalan tertentu yang mampu menurunkan laju dosis radiasi. Tebal bahan pelindung sesuai jenis dan energi radiasi, aktivitas dan sumber radiasi, serta sifat bahan pelindung. Proteksi radiasi harus dicek kondisinya secara rutin.
          4. Perlengkapan dan peralatan yang disediakan adalah monitoring perorangan, surveimeter, alat untuk mengangkat dan mengangkut, pakaian kerja, dekontaminasi kit, alat-alat pemeriksaan tanda-tanda radiasi.
        4. Pemeriksaan Kesehatan
          1. Pengelola rumah sakit harus menyelenggarakanpemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi, secara berkala selama bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
          2. Pengelola rumah sakit harus memeriksa akan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja kepada dokter yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan kesehatan diberikan kepada pekerja radiasi yang bersangkutan.
          3. Dalam hal terjadi kasus penyakit yang disebabkan pajanan radiasi, pengelola rumah sakit harus memberikan perlindungan dan jaminan keselamatan dan kesehatan saat bekerja dan purnakerja.
        5. Penyimpanan Dokumentasi
          Pengelola rumah sakit harus tetap menyimpan dokumen yang memuat catatan dosis hasil pemantauan daerah kerja, lingkungan dan kartu kesehatan pekerja selama 30 (tiga puluh) tahun sejak pekerja radiasi berhenti bekerja.
        6. Pendidikan dan Pelatihan
          Setiap pekerja harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi. Pengelola rumah sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan.
        7. Kalibrasi
          1. Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun.
          2. Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 1(satu) kali per 2 tahun.
          3. Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
      4. Penanggulangan Kecelakaan Radiasi
        1. Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi.
        2. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus melakukan upaya penanggulangan diutamakan pada keselamatan manusia di rumah sakit.
        3. Lokasi tempat kejadian harus diisolasi dengan memberi tanda khusus seperti pagar, barang atau bahan yang terkena pancaran radiasi segera diisolasi kemudian didekontaminasi.
        4. Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus segera melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya penanggulangannya kepada Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan instansi terkait lainnya.
      5. Pengelolaan Limbah Radioaktif
        1. Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
        2. Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakukan pemilahan menurut jenis yaitu limbah cair dan limbah padat.
        3. Limbah radioaktif yang berasal dari luar negeri tidak dizinkan untuk disimpan di wilayah Indonesia.
  7. Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

    Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya untuk mencegah dan menegndalikan populasi serangga, tikus, dan binatang pembawa penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi media penularan penyakit. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilakukan upaya pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan persyaratan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit.

  8. Penyelenggaraan Pengawasan Linen (Laundry)

    Pengawasan linen adalah upaya pengawasan terhadap tahapan-tahapan pencucian linen di rumah sakit untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan. Linen merupakan salah satu kebutuhan pasien dirumah sakit yang dapat memberikan dampak kenyamanan dan jaminan kesehatan. Pengelolaan linen yang buruk akan menyebabkan potensi penularan penyakit bagi pasien, staf dan pengguna linen lainnya. Untuk mewujudkan kualitas linen yang sehat dan nyaman serta aman, maka dalam pengelolaan linen di rumah sakit harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    1. Suhu air panas untuk pencucian 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C dalam waktu 10 menit.
    2. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian dilengkapi Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan risiko paparannya dapat tertangani secara cepat dan tepat.
    3. Standar kuman bagi linen dan seragam tenaga medis bersih setelah keluar dari proses cuci tidak mengandung 20 CFU per 100 cm persegi.
    4. Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih harus berbeda atau searah.
    5. Jarak rak linen dengan plafon : 40 cm.
    6. Dilakukan identifikasi jenis B3 yang didigunakan laundry dengan membuat daftar inventori B3 dapat berupa tabel yang berisi informasi jenis B3, karakteritiknya, ketersediaan MSDS, cara pewadahan, cara penyimpanan dan simbol limbah B3.
    7. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian dilengkapi Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan risiko paparannya dapat tertangani secara cepat dan tepat.
    8. Ditempat laundry tersedia keran air keperluan higiene dan sanitasi dengan tekanan cukup dan kualitas air yang memenuhi persyaratan baku mutu, juga tersedia air panas dengan tekanan dan suhu yang memadai.
    9. Bangunan laundry dibuat permanen dan memenuhi persyaratan pedoman teknis bangunan laundry rumah sakit atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    10. Rumah Sakit melakukan pencucian secara terpisah antara linen infeksius dan noninfeksius.
    11. Khusus untuk pencucian linen infeksius dilakukan diruangan khusus yang tertutup dengan dilengkapi sistem sirkulasi udara sesuai dengan ketentuan.
    12. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke unit pengolahan air limbah.
    13. Bangunan laundry terdiri dari ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang linen kotor dan ruang linen bersih harus dipisahkan dengan dinding yang permanen, ruang untuk perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.
    14. Laundry harus dilengkapi ruang antara untuk tempat transit keluar-masuk petugas laundry untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.
    15. Alur penanganan proses linen mulai dari linen kotor sampai dengan linen bersih harus searah (Hazard Analysis and Critical Control Point).
    16. Dalam area laundry tersedia fasilitas wastafel, pembilas mata (eye washer) dan atau pembilas badan (body washer) dengan dilengkapi petunjuk arahnya.
    17. Proses pencucian laundry yang dilengkapi dengan suplai uap panas (steam), maka seluruh pipa steam yang terpasang harus aman dengan dilengkapi steam trap atau kelengkapan pereduksi panas pipa lainnya.
    18. Ruangan laundry dilengkapi ruangan menjahit, gudang khusus untuk menyimpan bahan kimia untuk pencucian dan dilengkapi dengan penerangan, suhu dan kelembaban serta tanda/simbol keselamatan yang memadai.
    19. Perlakuan terhadap linen:
      1. Pengumpulan
        1. Pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius dimulai dari sumber dan memasukkan linen kedalam kantong plastik sesuai jenisnya serta diberi label.
        2. Menghitung dan mencatat linen diruangan.
        3. Dilarang melakukan perendaman linen kotor di ruangan sumber.
      2. Penerimaan
        1. Mencatat linen yang diterima dan telah dipilah antara infeksius dan non infeksius.
        2. Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
      3. Pencucian
        1. Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mensin cuci dan kebutuhan deterjen dan disinfektan.
        2. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah dan muntahan dengan menggunakan mesin cuci infeksius.
        3. Mencuci dikelompokan berdasarkan tingkat kekotorannya.
        4. Pengeringan linen dengan mesin pengering (dryer) sehingga didapat hasil pengeringan yang baik.
        5. Penyeterikaan dengan mesin seterika uap, mesin flat ironer sehingga didapat hasil seterikaan yang baik.
        6. Linen bersih harus ditata sesuai jenisnya dan sistem stok linen (minimal 4 bagian) dengan sistem first in first out.
      4. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.
      5. Pengangkutan
        1. Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor.
        2. Menggunakan kereta yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan linen kotor. Untuk kereta linen kotor didesain dengan pintu membuka keatas dan untuk linen bersih dengan pintu membuka ke samping, dan pada setiap sudut sambungan permukaan kereta harus ditutup dengan pelapis (siller) yang kuat agar tidak bocor.
        3. Kereta dorong harus dicuci dengan disinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.
        4. Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.
        5. Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.
        6. Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangkutannya dari dan ketempat laundry harus menggunakan mobil khusus.
      6. Petugas yang bekerja dalam pengelolan laundry linen harus menggunakan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, apron, sepatu boot, penutup kepala, selain itu dilakukan pemeriksaaan kesehatan secara berkala, serta harus memperoleh imunisasi hepatitis B setiap 6 (enam) bulan sekali.
      7. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dilakukan pengawasan penyelenggaraan linen secara rutin oleh pihak rumah sakit.
  9. Penyelenggaraan Pengawasan Proses Dekontaminasi Melalui Disinfeksi dan Sterilisasi

    Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya berbagai jenis mikroorganisme penyakit menular yang dapat menginfeksi pasien, pengunjung dan staf rumah sakit. Untuk menjamin perlindungan kesehatan, maka mikoorganisme di rumah sakit perlu dicegah dan dikendalikan melalui upaya dekontaminasi. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. Cara dekontaminasi yang sering dipakai di rumah sakit adalah desinfeksi dan sterilisasi. Untuk mengetahui upaya desinfeksi dan sterilisasi telah sesuai ketentuan dan persyaratan, maka harus harus memenuhi ketentuan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dekontaminasi sebagai berikut:

    1. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Dekontaminasi melalui Sterilisasi dan Desinfeksi

      Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi. Sedangkan sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.Persyaratan kesehatan lingkungan dekontaminasi melalui sterilisasi dan desinfeksi seperti pada tabel sebagai berikut:

      Tabel 14 : Persyaratan Dekontaminasi melalui Sterilisasi dan Desinfeksi

      NoParameterBaku Mutu1Tingkat kepadatan kuman pada lantai dan dinding pada akhir proses disinfeksi0 s/d 5cfu/ cm2Bebas mikroorganisme pathogen dan gas gangren2Suhu Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan pemanasan121°C selama 30 menit134°C selama 4 s/d 5 menit3Suhu desinfeksi peralatan yang tidak berkaitan dengan pasien dalam waktu 45 60 detik80 °C4Suhu desinfeksi peralatan memasak dalam waktu 1 menit80 °C

      Tabel 15 : Persyaratan Penyimpanan Peralatan yang telah Disterilisasi

      NoParameterBaku Mutu1Suhu tempat penyimpanan peralatan yang telah disterilisasi18°s/d 22°C2Kelembaban Tempat Penyimpanan Peralatan yang telah disterilisasi Ventilasi menggunakan system tekanan positif dengan efisiensi particular antara 90% s/d 95% (untuk particular 0,5 mikron).35% s/d 75%3Suhu Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan pemanasan121°C selama 30 menit 134°C selama 4 s/d 5 menit
    2. Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat (lemari) khusus atau ruangan khusus, dengan ketentuan:
      1. Dengan suhu 18° s/d 22°C dan kelembaban 35% s/d 75%, ventilasi menggunakan system tekanan positif dengan efisiensi particular antara 90% s/d 95% (untuk particular 0,5 mikron).
      2. Dinding dan ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan mudah dibersihkan.
      3. Barang yang steril disimpan pada jarak 20 cm s/d 2 4cm dari bawah/lantai, 40cm dari langit-langit dan 5cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penempelan debu kemasan.
      4. Rak paling bawah untuk penyimpanan peralatan steril harus berbahan solid dan tidak berlobang.
    3. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam waktu yang relative singkat, tidak terpengaruh oleh kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada.
    4. Penggunaan disinfektan harus sesuai petunjuk penggunaan yang berlaku.
    5. Sterilisasi harus menggunakan sterilan yang ramah lingkungan.
    6. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan menguasai prosedur sterilisasi yang aman.
    7. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus bebas dari mikroorganisme hidup.
    8. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya.
    9. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui persiapan, meliputi:
      1. Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai.
        • Penataan Pengemasan Pelabelan Sterilisasi
      2. Persiapan sterilisasi instrumen baru:
        • Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan)
        • Pelabelan Sterilisasi.
      3. Persiapan sterilisasi instrument dan bahan lama:
        • Desinfeksi Pencucian(dekontaminasi) Pengeringan (pelipatan bilaperlu) Penataan Pelabelan Sterilisasi.
      4. Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi:
        1. Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang termasuk kategori kritis, yakni yang dimasukkan kedalam jaringan tubuh, system vaskuler atau melalui saluran darah harus dilakukan proses sterilisasi sebelum digunakan.
        2. Semua peralatan yang termasuk kategori semi kritis, yakni yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi, pipa endotracheal harusdi disinfeksi tingkat tinggi dahulu sebelum digunakan.
        3. Semua peralatan yang termasuk kategori non kritis, yakni peralatan yang menyentuh kulit utuh seperti stetoskop, mansheet dan lainnya harus dilakukan desinfeksi tingkat rendah atau menegah sebelum digunakan.
        4. Sterilisasi untuk alat implant harus di melalui uji biologi dan menunjukkan angka kuman dengan hasil negatif.
        5. Semua peralatan yang mengalami penurunan fungsi sebelum dan setelah sterilisasi, tidak dipergunakan kembali.
        6. Dilarang menggunakan bahan seperti linen, dan lainnya yang tidak tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahannya mudah sobek, basah, dan sebagainya.
        7. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan medis dilakukan sesuai kebijakan rumah sakit.

        Untuk mencapai pemenuhan penyelenggaraan dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi, maka dilaksanakan upaya:

        1. Penggunaan dan pemeliharaan mesin sterilisasi harus memperhatikan petunjuk dari pabriknya dan harus dikalibrasi minimal 1 kali satu tahun.
        2. Alur pengiriman peralatan yang telah steril dan peralatan yang telah digunakan harus terpisah.
        3. Sterilisasi peralatan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan.
        4. Monitoring suhu, kelembaban, dan tekanan ruang penyimpanan maupun pemrosesan alat steril
  10. Penyelenggaraan Pengawasan Kegiatan Konstruksi/Renovasi Bangunan Rumah Sakit

    Pengawasan kesehatan lingkungan kegiatan konstruksi/renovasi rumah sakit adalah upaya pencegahan, pengendalian dan pengawasan berbagai sumber-sumber pengotoran, pencemaran dan penularan penyakit pada area yang terkait dengan kegiatan konstruksi dan atau renovasi bangunan di rumah sakit. Kegiatan konstruksi dan renovasi bangunan dirumah sakit untuk pengembangan fisik bangunan dan utilitas rumah sakit seringkali dilaksanakan oleh pihak kontraktor yang akan memperkerjakan pekerja dari luar rumah sakit. Dalam pelaksanaannya, maka dibutuhkan kelengkapan fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan fasilitas penanganan sampah dan air limbah dan fasilitas lainnya. Penyediaan fasilitas kesehatan lingkungan ini seringkali kurang mendapatkan perhatian, sehingga mengancam mutu kesehatan lingkungan rumah sakit. Untuk menjaga agar kegiatan konstruksi dan renovasi di rumah sakit tidak menyebabkan penularan penyakit, pencemaran lingkungan dan menganggu estetika, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

    1. Air limbah dari bedeng pekerja proyek konstruksi dan renovasi disalurkan ke unit pengolahan air limbah tersendiri dan atau Instalasi Pengolahan Air Limbah rumah sakit.
    2. Area proyek tidak ada genangan air.
    3. Tidak ditemukan sampah rumah tangga diarea bedeng pekerja proyek dan sampah sisa-sisa proyek yang berceceran diarea proyek.
    4. Lingkungan lokasi proyek dan bedeng pekerja terlihat bersih, penerangan dan penghawaan/ventilasi yang cukup, bebas serangga dan tidak ditemukan debu-debu berterbangan.
    5. Mencantumkan kewajiban melaksanakan persyaratan kesehatan lingkungan kegiatan konstruksi/ renovasi bangunan rumah sakit dalam dokumen kontrak pekerjaan.

    Penyelenggaraan pengawasan kesehatan lingkungan kegiatan konstruksi/renovasi bangunan rumah sakit, maka harus menjalankan upaya sebagai berikut:

    1. Penanganan air limbah di bedeng pekerja dan area proyek:
      1. Lokasi bedeng pekerja proyek sebaiknya berada di area servis (services area) dan berdekatan dengan fasilitas dan jaringan pipa penyaluran air limbah, seperti bak control atau bak pengumpul air limbah.
      2. Dalam bedeng disediakan ruangan untuk kegiatan mandi cuci kakus yang layak dan memenuhi syarat teknis, serta dengan jumlah yang memadai.
      3. Air limbah MCK harus disalurkan ke fasilitas sistem penyaluran air limbah menuju Unit Pengolahan Air Limbah rumah sakit menggunakan saluran tertutup (pipa) dan dilengkapi dengan saringan kasar.
      4. Bila kondisi tertentu tidak memungkinkan melaksanakan poin c, maka penyaluran dan pengolahan air limbah pekerja proyek dapat menggunakan tangki septik tank portable yang memenuhi syarat.
      5. Dilarang membuang air limbah MCK langsung ke saluran di dalam area rumah sakit atau diluar area rumah sakit.
      6. Air limbah kegiatan proyek seperti air bekas galian tanah, pembersihan alat-alat proyek dan penggunaan lainnya tidak boleh tergenang di area proyek.
      7. Rumah sakit melaksanakan pengawasan penanganan air limbah proyek secara periodik.

    2. Penanganan Sampah Proyek
      1. Penanganan sampah di area lokasi proyek
        1. Di area proyek tersedia wadah/tong sampah rumah tangga dan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) sampah sisa-sisa proyek.
        2. Wadah/tong sampah rumah tangga selalu dalam keadaan bersih, tertutup dan dilengkapi kantong plastik hitam.
        3. Sampah rumah tangga harus diangkut keluar area proyek 1 (satu) kali per hari dan dibuang ke TPS sampah rumah sakit.
        4. Sampah sisa-sisa proyek harus diangkut keluar area proyek secara periodik tergantung pada volume sampah.
        5. Sampah rumah tangga harus dijaga kebersihannya agar tidak mengundang vektor dan binatang pembawa penyakit.
        6. Rumah sakit melaksanakan pengawasan penanganan sampah proyek secara periodik.

      2. Penanganan sampah di area bedeng proyek
        1. Diarea bedeng pekerja proyek tersedia wadah/tong sampah rumah tangga dan atau Tempat Penyimpanan Sementara (TPS).
        2. Wadah/tong sampah rumah tangga selalu dalam keadaan bersih, tertutup dan dilengkapi kantong plastik hitam.
        3. Sampah rumah tangga harus diangkut keluar area proyek 1 (satu) kali per hari dan dibuang ke TPS sampah rumah sakit
        4. Sampah rumah tangga harus dijaga kebersihannya agar tidak mengundang serangga lalat, kecoa dan tikus.
        5. Dilarang melakukan pembakaran sampah secara terbuka (open burning) di area bedeng proyek.
        6. Rumah sakit melaksanakan pengawasan penanganan sampah proyek secara periodik.
    3. Pengelolaan lingkungan lokasi proyek konstruksi dan renovasi bangunan
      1. Lingkungan fisik area proyek harus selalu bersih, dan ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok, tidak ditemukan sampah berserakan termasuk puntung rokok dan tidak ditemukan vektor dan binatang pembawa penyakit.
      2. Tersedia penerangan yang cukup di area proyek..
      3. Area proyek dilengkapi pagar penutup, agar debu proyek yang dihasilkan tidak berterbangan di sekitar dan diluar area proyek..
      4. Area proyek yang berpotensi menimbulkan debu, harus dilakukan tindakan pencegahan debu seperti penyiraman secara rutin..
      5. Rumah sakit melaksanakan pengawasan lingkungan proyek secara periodik.
    4. Pengelolaan lingkungan lokasi bedeng pekerja
      1. Lingkungan fisik area bedeng pekerja proyek harus selalu bersih, tidak ditemukan sampah berserakan termasuk puntung rokok dan tidak ditemukan vektor dan binatang pembawa penyakit. Jika bedeng pekerja berada di lingkungan rumah sakit, harus mengikuti peraturan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
      2. Bangunan bedeng dilengkapi ventalasi yang cukup, terdapat sirkulasi udara dan pada lobang ventilasi dilengkapi kasa anti nyamuk.
      3. Tersedia penerangan yang cukup di area bedeng proyek.
      4. Tidak terdapat genangan air di area bedeng yang bisa menjadi tempat perkembangan nyamuk.
      5. Area bedeng proyek harus dilengkapi pagar pembatas/penutup, agar terlihat indah.
      6. Rumah sakit melaksanakan pengawasan lingkungan bedeng proyek pekerja secara periodik.
    5. Kewajiban persyaratan kesehatan lingkungan dalam dokumen kontrak
      1. Dalam dokumen kontrak pekerjaan konstruksi/renovasi bangunan dicantumkan pasal yang mencantumkan kewajiban pelaksana pekerjaan/kontraktor untuk menerapkan ketentuan kesehatan lingkungan seperti tersebut diatas.
      2. Kewajiban pelaksana pekerjaan/kontraktor untuk melaksanakan ketentuan kesehatan lingkungan pekerjaan konstruksi/renovasi bangunan dapat juga dicantumkan dalam surat pernyataan bermaterei yang ditanda tangani pihak rumah sakit dan pihak pelaksana pekerjaan/kontraktor.
  11. Penyelenggaraan Pengawasan Rumah Sakit Ramah Lingkungan

    Rumah sakit ramah lingkungan adalah model operasional kegiatan rumah sakit dengan berbasis pada pelayanan dengan mengedepankan kualitas dan keselamatan (quality and safety), efisiensi dan ramah lingkungan yang berkelanjutan, khususnya terkait dengan konstribusi rumah sakit pada pencegahan perubahan iklim dan pemanasan global. Pengawasan rumah sakit ramah lingkungan merupakan kegiatan pengendalian penggunaan berbagai sumber daya alam dan lingkungan dan sumber-sumber pencemaran lingkungan di rumah sakit yang dapat mempengaruhi perubahan iklim dan pemanasan global, sehingga tercipta rumah sakit yang hijau, sehat, efisien dan ramah lingkungan.

    Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu menerapkan konsep rumah sakit ramah lingkungan karena alasan menggunakan cukup banyak sumber daya alam dan lingkungan. Penggunaan listrik, air bersih, bahan bakar, dan lainnya yang tidak bijak dan sistem pengelolaannya yang tidak ramah lingkungan akan menyebabkan beban pencemaran pada alam dan lingkungan hidup. Mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan dapat dilaksanakan antara lain dengan:

    1. menyusun kebijakan tentang rumah sakit ramah lingkungan;
    2. pembentukan tim rumah sakit ramah lingkungan;
    3. pengembangan tapak/lahan rumah sakit;
    4. penghematan energi listrik;
    5. penghematan dan konservasi air;
    6. penyehatan kualitas udara indoor;
    7. manajemen lingkungan gedung;
    8. pengurangan limbah;
    9. pendidikan ramah lingkungan;
    10. penyelenggaraan kebersihan ramah lingkungan; dan
    11. pengadaan material ramah lingkungan.

BAB IVMANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

  1. Kebijakan Tertulis dan Komitmen Pimpinan Rumah Sakit
    1. Komitmen pimpinan tertinggi rumah sakit dituangkan dalam kebijakan tertulis yang dapat berbentuk surat keputusan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi rumah sakit atau surat edaran dan kebijakan tertulis lainnya sebagai bentuk komitmen pimpinan rumah sakit terkait penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit. Isi surat keputusan minimal menyatakan dukungan pimpinan rumah sakit dalam penyelenggaraan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit, kesediaan dalam menyediakan sumber daya dan kesediaan menaati ketentuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    2. Kebijakan tertulis ini disosialisasikan kepada seluruh staf rumah sakit.
    3. Kebijakan tertulis ini dilaksanakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan rumah sakit.
  2. Perencanaan dan Organisasi

    Penyiapan program kerja kesehatan lingkungan rumah sakit disusun sebagai berikut:

    1. Program kerja kesehatan lingkungan rumah sakit mengacu pada hasil analisis risiko kesehatan lingkungan dan atau meliputi seluruh aspek kesehatan lingkungan.
    2. Program kerja yang disusun berupa program kerja tahunan yang dapat dijabarkan ke program kerja per triwulan dan atau per semester.
    3. Susunan program kerja mengacu pada ketentuan yang berlaku, minimal berisi latar belakang, tujuan, dasar hukum program kerja, langkah kegiatan, indikator, target, waktu pelaksanaan, penanggungjawaban dan biaya.
    4. Program kerja dilakukan monitoring dan evaluasi, ditindak lanjuti, dianalisa, dan disusun laporan.

    Penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit memerlukan dukungan kelengkapan administrasi perencanaan dan organisasi, agar memenuhi syarat-syarat penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan. Untuk itu, kegiatan kesehatan lingkungan di rumah sakit harus memenuhi persyaratan dibawah ini:

    1. Dokumen administrasi kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Rumah sakit memiliki izin lingkungan dan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      2. Rumah sakit memiliki dokumen administrasi kesehatan lingkungan rumah sakit yang meliputi panduan/pedoman (pedoman organisasi, pedoman pelayanan), kebijakan (dalam bentuk surat keputusan), standar prosedur operasional, instruksi kerja, rencana strategis, program kerja, evaluasi dan tindak lanjutnya serta dokumen administrasi lainnya.
      3. Dokumen administrasi ini diketahui pimpinan tertinggi rumah sakit.
      4. Dokumen administrasi direvisi secara berkala dan berkesinambungan sesuai dengan perkembangan kebijakan dan kebutuhan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit.
    2. Inventarisasi dan pemutakhiran peraturan perundang-undangan terkait kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Mendokumentasikan seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan dan pedoman/panduan yang terkait kesehatan lingkungan secara teratur dan sistematis.
      2. Melakukan pemutakhiran terhadap kegiatan pendokumentasian perkembangan dan perubahan peraturan perundang-undangan terkait kesehatan lingkungan rumah sakit.
    3. Analisis risiko kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Menyusun analisis risiko kesehatan lingkungan dengan mengacu pada standar/ketentuan penyusunan analisis risiko yang berlaku umum.
      2. Hasil analisis risiko ini disusun untuk mengetahui pemetaan sumber-sumber risiko kesehatan lingkungan dan prioritas pengelolaannya, menentukan upaya pencegahan dan pengendalian risiko.
      3. Analisis risiko dilengkapi dengan metode pembobotan risiko dan peta risiko kesehatan lingkungan di rumah sakit.
    4. Penyiapan rencana strategis kesehatan lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut:
      1. Rencana strategis kesehatan lingkungan disusun mengacu kepada dinamika perubahan yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi, yang dapat berpengaruh terhadap penurunan kemampuan inti organisasi.
      2. Rencana strategis yang disusun menggambarkan keputusan organisasi tentang arah dan prioritas strategis organisasi yang diperlukan guna memampukannya dalam mencapai target kinerja yang berkelanjutan
      3. Rencana strategis yang disusun berupa rencana strategis untuk kurun waktu 5 tahun, yang diuraikan berdasarkan persfektif pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis internal, pelanggan, dan keuangan.
      4. Format rencana strategis mengacu kepada ketentuan yang berlaku umum, seperti meliputi rumusan isu strategis, rumusan tantangan strategis, visi dan misi, analisis SWOT/TOWS, Peta Strategis, matriks indikator kinerja utama, program kerja strategis, dan analisis mitigasi risiko.
    5. Penyiapan program kerja kesehatan lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut:
      1. Program kerja kesehatan lingkungan rumah sakit disusun dengan mengacu pada hasil analisis risiko kesehatan lingkungan dan atau meliputi seluruh aspek kesehatan lingkungan.
      2. Program kerja yang disusun berupa program kerja tahunan yang dapat dijabarkan ke program kerja per triwulan dan atau per semester.
      3. Susunan program kerja mengacu pada ketentuan yang berlaku, minimal berisi latar belakang, tujuan, dasar hukum program kerja, langkah kegiatan, indikator, target, waktu pelaksanaan, penanggungjawab dan biaya.
      4. Program kerja monitoring dan evaluasi, ditindak lanjuti dan disusun laporan.
    6. Kelengkapan perizinan fasilitas/alat kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Penyiapan dokumen persyaratan perizinan baru dan atau pengajuan perpanjangan perizinan lama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum diajukan ke Instansi Pemerintah.
      2. Fasilitas kesehatan lingkungan rumah sakit yang wajib dilengkapi dengan perizinan adalah Unit/Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), alat/mesin Insinerator, Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan fasilitas kesehatan lingkungan rumah sakit lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      3. Batas waktu berlakunya izin fasilitas kesehatan lingkungan harus dilakukan monitoring dan evaluasi serta dilakukan perpanjangan perizinan.
      4. Untuk peralatan dan fasilitas kesehatan lingkungan yang tidak memerlukan izin tetapi memerlukan keakuratan angka hasil pengukuran, maka harus dilakukan kalibrasi secara periodik sesuai dengan standard dan pedoman teknis yang berlaku.
    7. Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman dan program kerja yang telah ditetapkan.
      2. Seluruh kegiatan dicatat, dimonitoring dan dilakukan evaluasi.
      3. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pimpinan dan petugas unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit.
      4. Monitoring dan evaluasi kegiatan kesehatan lingkungan di rumah sakit dilakukan dengan menggunakan instrument Inspeksi Kesehatan Lingkungan (terlampir)
      5. Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan pendokumentasian dan pelaporan secara berkala dan berkesinambungan, dalam rangka upaya perbaikan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit.
    8. Kegiatan tindak lanjut terhadap permasalahan kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklajuti atas permasalahan kesehatan lingkungan yang ditemukan di lapangan.
      2. Hasil kegiatan tindak lanjut kesehatan lingkungan berupa rekomendasi.
      3. Kegiatan tindak lanjut dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit atau unit kerja lain yang terkait.
      4. Seluruh hasil kegiatan tindaklanjut dan rekomendasi dilakukan pendokumentasian
    9. Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit
      1. Laporan disusun oleh unit kesehatan lingkungan rumah sakit.
      2. Laporan terdiri atas laporan internal dan eksternal. Laporan internal disampaikan oleh unit kerja kesehatan lingkungan kepada pimpinan rumah sakit, instansi pembina terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      3. Lingkup aspek kesehatan lingkungan yang dilaporkan secara eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      4. Seluruh isi laporan dilakukan sosialiasi terhadap seluruh staf unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit.
      5. Seluruh dokumen laporan, termasuk tanda terima laporan didokumentasikan.
      6. Pelaporan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan dalam pelaporan harian, bulanan, triwulan, semesteran, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    10. Tata laksana penilaian kinerja kesehatan lingkungan rumah sakit mandiri
      1. Penilaian kinerja mandiri dilaksanakan untuk mengetahui tingkat pentaatan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit terhadap Peraturan Menteri Kesehatan ini secara internal.
      2. Penilaian kinerja mandiri dilaksanakan oleh unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit.
      3. Penilaian kinerja mandiri dilaksanakan setiap tahun.
      4. Penilaian kinerja mandiri mengacu dengan formulir terlampir.
      5. Hasil penilaian kinerja mandiri dilakukan pelaporan secara berkala dan berkesinambungan.

      Dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit diperlukan organisasi yang menyelenggarakan upaya kesehatan lingkungan rumah sakit secara menyeluruh dan berada di bawah pimpinan rumah sakit. Untuk itu dibentuk satu unit kerja fungsional yang mempunyai tanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit. Unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut:

      1. Rumah sakit memiliki unit kerja fungsional yang memiliki tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawab serta kewenangan yang luas terhadap kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit.
      2. Unit kerja kesehatan lingkungan rumah sakit dapat berbentuk Instalasi Kesehatan Lingkungan yang dilengkapi dengan struktur organisasi dan tata laksana kerja yang jelas.
      3. Unit kerja dipimpin oleh staf/pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan dan kompetensi di bidang kesehatan lingkungan.
      4. Pimpinan unit kerja dan staf dilengkapi dengan sertifikasi pelatihan terkait dengan kesehatan lingkungan rumah sakit.
  3. Sumber Daya
    1. Sumber Daya Manusia

      Sumber daya manusia yang diperlukan dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit terdiri atas tenaga kesehatan lingkungan atau tenaga lain yang berkompeten dalam penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan.

      1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan B adalah seorang tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan bidang kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik penyehatan, minimal berijazah sarjana (S1) atau Diploma IV.
      2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan D adalah seorang tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan bidang kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik penyehatan, minimal berijazah diploma (D3).
      3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang seluruh atau sebagian kegiatan kesehatan lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus memiliki latar belakang pendidikan bidang kesehatan lingkungan/sanitasi/teknik lingkungan/teknik penyehatan, dan telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Kerja (SIK) yang diberikan oleh instansi/institusi yang berwenang kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
      4. Kompetensi tenaga dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan di rumah sakit dapat diperoleh melalui pelatihan di bidang kesehatan lingkungan yang pelaksana dan kurikulumnya terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      5. Jumlah tenaga kesehatan lingkungan di Rumah Sakit disesuaikan dengan beban kerja dan tipe Rumah Sakit.
    2. Peralatan Kesehatan Lingkungan

      Keberhasilan upaya kesehatan lingkungan di rumah sakit salah satunya ditentukan dengan terciptanya kualitas media lingkungan rumah sakit yang memenuhi syarat kesehatan dan syarat keselamatan. Untuk melaksanakan kegiatan pengukuran media lingkungan dibutuhkan peralatan kesehatan lingkungan. Peralatan kesehatan lingkungan adalah berbagai alat ukur dan alat uji kualitas media lingkungan yang wajib dimiliki rumah sakit untuk mendukung penyelenggaraan upaya penyehatan, pengamanan, pengendalian media lingkungan di rumah sakit. Keberadaan peralatan ini sangat penting bagi tenaga kesehatan lingkungan di rumah sakit, karena dengan hasil pengukuran terhadap media lingkungan maka tenaga kesehatan dapat dengan mudah melakukan analisis data hasil pengukuran dan merumuskan upaya tindak lanjut atau rekomendasi perbaikannya. Peralatan kesehatan lingkungan di rumah sakit dapat berupa peralatan untuk tujuan pengukuran langsung pada media dan atau sampel media lingkungan dan peralatan untuk tujuan melakukan uji laboratorium terhadap sampel media lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan peralatan kesehatan lingkungan tersebut, maka rumah sakit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

      1. Rumah sakit harus memiliki peralatan ukur minimal kegiatan kesehatan lingkungan untuk menjadi alat ukur media dan atau sampel media lingkungan bagi petugas kesehatan lingkungan rumah sakit dan atau bermitra dengan pihak ketiga yang berkompeten dan terakreditasi.
      2. Peralatan kesehatan lingkungan minimal yang harus dimiliki oleh rumah sakit adalah:
        1. Alat ukur suhu ruangan, yakni thermometer ruangan suhu rendah
        2. Alat ukur suhu air, yakni thermometer air
        3. Alat ukur kelembaban ruangan, yakni hygrometer
        4. Alat ukur kebisingan, yakni sound level meter
        5. Alat ukur pencahayaan ruangan, yakni lux meter
        6. Alat ukur swapantau kualitas air bersih, yakni klor meter, pH meter dan DO (Dissolved Oxygen) meter
        7. Alat ukur swapantau kualitasair limbah, yakni pH meter, DO (Dissolved Oxygen) meter dan klor meter
        8. Alat ukur kepadatan vector pembawa penyakit, yakni alat perangkap lalat (fly trap), alat ukur kepadatan lalat (fly grill), alat penangkap nyamuk, senter, alat penangkap kecoa, dan alat penangkap tikus.
  4. Pelatihan Kesehatan Lingkungan

    Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan tentang pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit bagi sumber daya manusia di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit. Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu kegiatan dalam rangka meningkatan pemahaman, kemampuan dan keterampilan pada anggota/pelaksana unit fungsional kesehatan lingkungan rumah sakit dan seluruh sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien dan pengunjung tentang peran mereka dalam melaksanakan kesehatan lingkungan. Peningkatan pemahaman dan kemampuan serta ketrampilan semua SDM Rumah Sakit dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi, inhouse tranning, workshop. Pendidikan dan pelatihan bagi anggota/pelaksana unit fungsional kesehatan lingkungan dapat berbentuk inhouse trainning, workshop, pelatihan terstruktur berkelanjutan yang terkait kesehatan lingkungan rumah sakit dan pendidikan formal.

    Pelatihan bagi anggota/pelaksana unit fungsional kesehatan lingkungan rumah sakit harus sesuai dengan standar kurikulum di bidang kesehatan lingkungan yang diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan. Pelatihan dapat diselenggarakan oleh lembaga/institusi pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau lembaga pelatihan yang terakreditasi, dan program pelatihannya terakreditasi di bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Pencatatan dan Pelaporan

    Rumah sakit harus melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit. Kegiatan pencatatan menggunakan formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) yang dilaporkan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan dinas lingkungan hidup daerah kabupaten/kota. Laporan dapat ditembuskan kepada dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas lingkungan hidup daerah provinsi.

    Untuk kepentingan pengendalian internal, rumah sakit dapat menyelenggarakan inspeksi yang lebih terinci sesuai fasilitas yang tersedia. Pelaporan rutin dapat berupa pelaporan harian, bulanan, triwulan, semester dan tahunan terkait pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit. Rumah sakit wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kesehatan lingkungan melalui e-monev kesehatan lingkungan rumah sakit.

  6. Penilaian Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

    Penilaian kinerja penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan oleh internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit. Penilaian kinerja mengacu pada formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) terlampir. Hasil penilaian kinerja penyelenggaraan kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dengan kategori sangat baik; baik; kurang.

    Penilaian internal yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai bahan evaluasi dan peningkatan kinerja dalam pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit. Penilaian eksternal dilakukan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi dan pemerintah pusat. Dalam rangka peningkatan kinerja rumah sakit dapat diberikan penghargaan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan/atau lembaga independen yang ditunjuk oleh Pemerintah.

BAB VPEMBINAAAN DAN PENGAWASAN

  1. Pembinaan

    Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit, maka pembinaan dilakukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan daerah provinsi, dan kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, serta institusi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk mencegah timbulnya risiko buruk bagi kesehatan, terwujudnya lingkungan yang sehat dan kesiapsiagaan kesehatan lingkungan dalam kejadian bencana. Dalam hal ini, maka kegiatan pembinaan dilaksanakan sebagai berikut:

    1. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap pimpinan/pengelola rumah sakit dan petugas kesehatan lingkungan rumah sakit melalui kegiatan pelatihan teknis, sosialisasi, advokasi, konsultasi, pemberian penghargaan dan kegiatan pembinaan lainnya.
    2. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan pemberdayaan masyarakat terkait dengan kegiatan kesehatan lingkungan di rumah sakit dengan membangun dan meningkatkan jejaring kerja atau kemitraan dan pemberian penghargaan.
  2. Pengawasan

    Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan penerapan standar baku mutu dan persyaratan kesehatan lingkungan di rumah sakit agar dapat berjalan secara efisien, efektif dan berkesinambungan, maka pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal ini, maka kegiatan pengawasan dilaksanakan sebagai berikut:

    1. Kementerian Kesehatan dapat mendelegasikan kepada pemerintah daerah setempat melalui dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan. Kegiatan pengawasan yang dilaksanakan meliputi:
      1. Pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit oleh pengelola/pimpinan rumah sakit atau penanggungjawab kesehatan lingkugan atas kewajibannya dalam mewujudkan media lingkungan yang memenuhi persyaratan dan standar baku mutu kesehatan lingkungan di rumah sakit.
      2. Pemeriksaan kualitas media kesehatan lingkungan rumah sakit dengan kegiatan meliputi pengambilan sampel, pengujian laboratorium dan penyusunan rencana tindak lanjut.
    2. Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit oleh dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    3. Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi dan dinas kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota menggunakan hasil kegiatan pengawasan sebagai acuan dalam menyusun dan melakukan perbaikan atas program kerja kesehatan lingkungan rumah sakit dalam skala kewilayahan pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

BAB VIPENUTUP

Standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah sakit ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, pimpinan/pengelola rumah sakit, tenaga kesehatan rumah sakit, pemangku kepentingan/pembuat kebijakan; dan organisasi profesi atau asosiasi rumah sakit dalam menyelenggarakan, melakukan pembinaan dan pengawasan serta berpartisipasi dalam kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit guna menjamin perlindungan kesehatan dan keamanan petugas, pasien dan pengunjung, masyarakat sekitar serta lingkungan hidup rumah sakit.

Untuk memperluas penerapan Peraturan Menteri Kesehatan ini, dan agar upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dapat berjalan secara optimal, maka diperlukan komitmen dari pimpinan/pengelola rumah sakit. Pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit dapat tercapai bila semua pihak berkepentigan yaitu pimpinan rumah sakit, manajemen, tenaga kesehatan, dan sumber daya manusia rumah sakit lainnya berperan serta dalam menjalankan perannya masing-masing. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit merupakan bagian dari usaha pemerintah yang ditujukan bagi semua pihak terkait agar seluruh rumah sakit dapat menyelenggarakan kesehatan lingkungan dengan efektif, efisien, dan berkesinambungan, sedang pemerintah daerah dapat melakukan pembinaan dan pengawasan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan dapat mencegah, mengendalikan dan menanggulangi berbagai risiko kesehatan lingkungan yang terjadi di dalam dan sekitar rumah sakit, agar rumah sakit menjadi tempat dan fasilitas umum yang sehat, nyaman dan aman.

Demikian Lampiran I Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, untuk Lampiran II Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yang berisi Formulir Inspeksi Kesehatan (IKL) Rumah Sakit, silahkan diunduh di lampiran post ini.

Permenkes Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

[ Foto By William Simpson (artist, 18231899) E. Walker (lithographer, lifespan unknown, working for Day & Son) Publishers: Paul and Dominic Colnaghi, London; Goupil & Cie, Paris; Otto Wiegel, Leipzig. Restoration by Adam Cuerden - https://wellcomeimages.org/indexplus/obf_images/a3/ac/734d0b4d5c31bb4ed35072db6b23.jpg Gallery: https://wellcomeimages.org/indexplus/image/M0007724.html Wellcome Collection gallery (2018-03-21): https://wellcomecollection.org/works/ssfhw5uq CC-BY-4.0, CC BY 4.0, Link ]

LampiranUkuranPermenkes Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit (684.94 KB)684.94 KB
Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Kesehatan
Permenkes
Rumah Sakit
Pengelolaan
Kesehatan Umum
2019