Oleh: Muhammad Ikhsan Hidayat* Pancasila merupakan ideologi yang memiliki sejarah bagi Bangsa Indonesia dan lahir dari pengalaman bangsa. Hadirnya Pancasila diharapkan berfungsi sebagai petunjuk ke mana realitas bangsa diarahkan. Tentunya dengan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dari keberagaman yang dimiliki Indonesia. Sehingga bangsa ini bisa terus mengedepankan persatuan dan kesatuan. Berbagai permasalahan seperti sering terjadinya perpecahan dan kerusuhan antarwarga disebabkan karena kurangnya penjiwaan nilai-nilai persatuan. Sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi, bahwa negara ini belum berhasil menerapkan seluruh amanahnya dengan baik. Semua warga negara indonesia harus bertanggungjawab dalam penerapan serta pengamalan nilai-nilai Pancasila. Namun, sebagai rasionalitas demokrasi perwakilan, maka tanggungjawab atau beban terbesar tentu saja ada ditangan para pemimpin yang sedang menjabat, baik di kursi eksekutif maupun legislatif. Logikanya, jika pemimpinnnya baik maka masa depan dan tujuan negaranya pun akan baik. Demikian pula sebaliknya. Timbul pertanyaan tentang bagaimana kriteria pemimpin yang paling tepat untuk Indonesia. Untuk itu, terlebih dahulu kita memikirkan tentang pemimpin yang dibutuhkan yaitu pemimpin ideal untuk Indonesia. Maka, dibutuhkannya pemimpin yang peka dalam memperjuangkan aspirasi rakyatnya, bukan pemimpin yang otoriter. Pemimpin Indonesia yang sadar bahwa hal yang menjadi kunci maju mundurnya suatu bangsa ialah persatuan. Maka, dikutiplah sebuah frasa karya Mpu Tantular yang menjadi semboyan Bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu. Inilah yang menjadi motivasi penyebab lahirnya Pancasila. Perlu adanya pencarian solusi atas krisis yang terjadi di Indonesia. Yang muncul lantaran tidak tersedianya pemimpin yang berkarakter Pancasila. Yaitu pemimpin yang berketuhanan yang Maha Esa, menjamin penduduk untuk beribadah menurut kepercayaannya masing-masing. Pemimpin yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, berani membela keadilan dan kebenaran. Menumbuhkan kesadaran bahwa berbagai perbedaan bukan untuk berselisih dan bertikai. Akan tetapi senantiasa mengedepankan persatuan dalam membangun negeri. Memberikan kebebasan dan kekuasaan kepada rakyat. Serta melahirkan demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial dengan permusyawaratan. Banyaknya permasalahan yang terjadi di negara ini, dan itu sudah menjadi hal yang biasa. Diantaranya adalah masalah politik. Korupsi merajalela dimana-mana dan belum bisa diberantas hingga ke akarnya. Akan tetapi, belum terlihat usaha-usaha pemerintah dalam menangani berbagai masalah tersebut. Hal yang demikian terjadi karena sistem pemerintahan Indonesia yang masih kacau. Belum sepenuhnya teratur. Para pemimpin banyak yang memikirkan diri sendiri dan belum membuat masyarakat sejahtera secara menyeluruh. Dalam menjalankan aktivitas kepemimpinannya, setiap pemimpin memiliki gayanya masing-masing. Perbedaan gaya kepemimpinan ini bisa ditentukan oleh dua hal. Pertama, faktor lingkungan, yang sangat berpengaruh pada gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Cenderung sedikit melibatkan anggotanya ketika akan menghasilkan suatu keputusan. Faktor kedua adalah karakter. Yang merupakan kepribadian dasar yang menuntun pemikiran, sikap dan pilihan-pilihan yang akan diambil, diputuskan oleh seorang pemimpin. Menurut Gulo W, karakter merupakan bentuk kepribadian yang dapat dilihat dari etika ataupun moral seseorang, yang pada umumnya karakter memiliki hubungan dengan sifat-sifat sesorang yang relatif tidak berubah. Nah, jika dikaitkan dengan “manusia Indonesia ideal” tentu saja manusia yang pandangan hidupnya dituntun oleh nilai-nilai Pancasila. Oleh karenanya, pemimpin yang ideal pun semestinya pemimpin yang berkarakter Pancasila. Yaitu dengan ditanamkan dalam dirinya nilai-nilai Pancasila agar pembangunan karakter soerang pemimpin bisa tercapai. Namun, pemimpin Indonesia sekarang ini banyak yang kurang berkarakterkan pancasila. Indonesia pun belum bisa dikatakan maju karena adanya sebagian pemimpin yang kurang berkarakter. Para pemimpinnya cenderung tidak memaknai arti Pancasila secara mendalam dan belum mencerminkan pemimpin yang berkarakterkan Pancasila. Kebanyakan pemimpin tidak malu dengan kesalahan mereka, mereka seakan tidak bersalah, cenderung menutupi, bahkan hingga memutarbalikkan fakta. Maka, sudah seharusnya pemimpin Indonesia memiliki lima karakteristik sebagaimana yang terkandung dalam lima sila Pancasila. Dengan begitu, bangsa ini bisa berhasil dan terhindar dari keterpurukan karakter terutama pada pemimpinnya dan kesejahteraan pun akan tercapai. Juga dengan berkarakterkan Pancasila, pemimpin mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, sesuai yang diharapkan oleh seruruh rakyat Indonesia. Sehingga dapat bersatunya beberapa elemen masyarakat yang memiliki perbedaan. Pemimpin yang kuat pendiriannya sangat dibutuhkan di tengah masyarakat. Saya berpandangan bahwa pemimpin yang tidak berkarakter akan mudah berubah arah juga gampang dipengaruhi. Namun, jika ingin terhindar dari segala macam pelanggaran, terutama masalah kepemimpinan dan keluar dari segala krisis ini, maka pemimpin berkarakter Pancasila harus segera ditemukan dan dipilih. Dimulai dari sarana-sarana strategis yaitu keluarga, sekolah dan kampus. Semua itu bertujuan untuk memperkenalkan dan menginternalisasikan pancasila pada seluruh maasyarakat Indonesia. Dengan langkah ini, pemimpin berkarakter Pancasila akan terbentuk. (*) *Penulis adalah Peneliti di Pon-Pes Dar al-Qalam Semarang
Pemimpin yang dibutuhkan Bangsa Indonesia adalah pemimpin yang berjiwa Pancasila. Mengapa harus berjiwa Pancasila ? Pancasila merupakan ideologi bangsa, yaitu cita-cita yang ingin dicapai oleh Bangsa Indonesia. Pemimpin yang baik memiliki misi untuk membawa bangsa dan negaranya menggapai cita-cita bangsa, yaitu membawa penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia kearah terwujudnya kehidupan yang ber-ketuhanan, ber-kemanusiaan, ber-persatuan, ber-kerakyatan, dan ber-keadilan. Yang dimaksud dengan pemimpin berjiwa pancasila adalah pemimpin yang mengerti benar akan hakikat pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Sehingga dengan begitu, semua kebijakan yang diambilnya kelak akan berpedoman pada ideologi Bangsa. Pemimpin harus memiliki lima karakteristik sebagaimana yang terkandung dalam Lima sila yang terdapat dalam Pancasila. Karakteristik yang pertama adalah Beriman , sebagaimana yang terkandung dalam sila pertama pada Pancasila yang menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam berperilaku. Pemimpin yang beriman cenderung akan memiliki perilaku yang baik karena ia akan melibatkan Tuhan dalam setiap tindakannya. Karakteristik yang kedua adalah menjunjung tinggi HAM , sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua pada Pancasila yang mengajak setiap warga Negara untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak asasi atau bertindak adil dan beradab terhadap sesama manusia. Pemimpin yang menjunjung tinggi HAM akan memiliki kesadaran tinggi atas hak dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, yaitu melaksanakan kewajiban untuk memimpin rakyatnya dengan amanah serta bersih dari tindak korupsi karena ia tidak akan mengambil yang bukan menjadi haknya. Karakteristik yang ketiga adalah memiliki rasa nasionalisme, sebagaimana yang terkandung dalam sila ketiga pada Pancasila yang menyatakan bahwa setiap warga Negara sudah sepatutnya memiiki rasa nasionalisme. Dengan adanya rasa nasionalisme , maka pemimpin akan memiliki loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya yang ditujukan melalui sikap mental dan tingkah lakunya dalam berbagai kebijakan yang bertujuan untuk membangun Negaranya menjadi Negara yang makmur dan sejahtera. Karakteristik yang keempat adalah mendengarkan rakyat, sebagaimana yang terkandung dalam sila keempat pada Pancasila yang menekankan pada Nilai Kerakyatan, yaitu suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Dan mufakat itu semua dilakukan untuk kepentingan bangsa indonesia. Pemimpin yang mau mendengarkan keluhan rakyat merupakan pemimpin yang baik, dimana ia dapat mengetahui masalah yang sedang dialami oleh rakyatnya dan kemudian dapat dengan segera mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karakteristik yang kelima adalah adil, sebagaimana yang terkandung dalam sila kelima pada Pancasila yang menekankan pada nilai keadilan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pemimpin yang adil akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi rakyatnya. Dengan demikian, diharapkan rakyat Indonesia akan mendapatkan kesejahteraan secara lahiriah dan batiniah. Beriman, menjunjung tinggi HAM, memiliki rasa nasionalisme, mendengarkan rakyat, serta adil merupakan 5 karakteristik pemimpin yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia. Dengan karakter yang berlandaskan Pancasila sebagai ideologi Negara , diharapkan pemimpin mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi , yaitu kepada kesejahteraan dan kemakmuran seperti yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat Indonesia .
Indonesia membutuhkan pemimpin berkarakter kebangsaan yang kuat, baik dari tingkat bawah sampai tingkat Presiden. Ketua Majelis Luhur Tamansiswa, Prof. Sri Edi Swasono mengatakan saat ini yang dibutuhkan adalah pemimpin bangsa yang mampu membangun konsensus. Ia menyayangkan perilaku calon pemimpin saat ini yang lebih mementingkan koalisi dan mencari platform. “Pemimpin yang besar itu yang mampu membentuk konsensus bukan mencari konsensus,” tegas Sri Edi Swasono dalam acara seminar bertajuk “Peran Bupati/Walikota dalam Kepemimpinan Nasional Berdasarkan Pancasila” Kamis (8/5) di University Club UGM. Sri Edi menegaskan Pancasila harus menjadi ruh bangsa Indonesia sehingga dapat menyatukan seluruh elemen perbedaan yang ada. Indonesia, menurutnya memiliki karakter demokrasi tersendiri. Sri Edi menyebutnya sebagai demokrasi konsensus yang mengedepankan musyawarah mufakat. “Yang terjadi saat ini justru demokrasi voting, karena voting inilah rezim yang berkuasa isa merampok negara,” paparnya. Ia mencontohkan terdapat 748 permohonan gugatan review UU ke Mahkamah Konstitusi. Dari jumlah tersebut 126 diantaranya dikabulkan. Hal ini, menurut Sri Edi, menunjukkan bahwa anggota dewan membuat peraturan yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus maka akan merugikan bangsa Indonesia. “Jika terus terjadi, maka preman-preman akan ikut menduduki kekuasaan negara, tanpa visi, tanpa misi dan bertengger dalam pemerintahan,” tegasnya Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Kalimantan Barat, Drs. Cornelis MH mengisahkan pengalaman empirisnya selama menjadi gubernur. Cornelis mengatakan bahwa kasus-kasus yang menimpa kepala daerah di Indonesia bukan hanya karena kesalahan pribadi namun juga UU yang tidak jelas. “Saya tahu bahwa UU dibuat by order. Tidak hanya itu, UU juga kadang bersifat karet,” terangnya. Sementara itu Guru Besar Sosiologi UGM, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, MA menilai saat ini banyak elit politik yang lebih sering menggunakan partai politik sebagai instrumen untuk kepentingan kekuasaan atau kekayaan pribadi daripada menyuarakan kepentingan rakyat. Menurut Tadjuddin dalam situasi seperti ini Pancasila sebagai ideologi negara nyaris tidak terdengar dalam khasanah kehidupan politik. “Saya menangkap bahwa masyarakat saat ini mengalami kegalauan dalam mencari figur pemimpin,” paparnya (Humas UGM/Faisol) |