Panca Yadnya: Kurban dalam Hinduisme Show oleh: Farissa Azmia Mahasiswi Prodi Studi Agama-Agama VII Fakultas Ushuluddin UNIDA Gontor Kurban dalam agama Hindu disebut dengan Yadnya. Yadnya sendiri berasal dari bahasa sansekerta, yaitu kata yaj yang artinya memuja.[1] Dari kata yaj inilah kemudian, kemudian berkembang maknanya menjadi ‘kurban suci’. Hal ini dikarenakan bahwa kurban harus dilaksanakan berlandaskan kesucian dan ketulusan hati tanpa pamrih.[2] dalam pandangan teologi Hindu, Memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa adalah beryadnya. Tujuan dari memuja-Nya adalah tak lain dan tak bukan untuk mendapatkan tuntunan sinar suci guna mendapati kemampuan untuk menjalani kehidupan dengan ketenangan, kebahagiaan, dan kesejahteraan.[3] Di dalam kesehariannya, masyarakat Hindu bisa dikatakan tak lepas dari ajaran kurban. Pasalnya, yadnya itu sendiri adalah bagian dari dharma yang menyusun unsur-unsur ajaran keimanan dalam Hinduisme.[4] Salah satu faktor yang mendukung umat Hindu untuk menjalankan kurban atau Yadnya ini adalah adanya filsafat hutang atau Rna. Rna terdiri dari sejumlah bagian yaitu: Dewa Rna, berupa hutang hidup terhadap Ida Hyang Widhi. Pitra Rna, yaitu hutang suci kepada Rsi atau orang suci yang diwakili pendeta dan pandita. Terakhir adalah Rsi Rna yaitu hutang jasa pada leluhur.[5] NGABEN: Upacara Ngaben sebagai salah satu aplikasi Yadnya. Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Ubud_Cremation_Procession_1.jpg#/media/Berkas:Ubud_Cremation_Procession_1.jpg Panca Yadnya dan KlasifikasinyaPanca Yadnya, sebagaimana namanya terbagi menjadi lima (panca) yaitu: [6] Dewa Yadnya adalah kurban atau persembahan dengan tulus dan ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya. Adapun tujuan dari kurban ini adalah untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada Tuhan. Pelaksanaan upacara kurban ini memiliki banyak jenis, diantaranya pelaksanaan upacara pada hari Pagerwesi, Tilem, Galungan dan Kuningan, Tumpek Landep, Saraswati, Nyepi, Melaspas, Piodalan, Tumpek Wayang, Siwaratri, Ngusabha Nini, dan Ngusabha Desa.[7] Kurban dalam upacara ini berupa minyak dan biji-bijian.[8] Rsi Yadnya adalah kurban suci yang dipersembahkan kepada Rsi[9] sebagai rasa terima kasih dan penghormatan atas ajaran-ajaran atau dharma yang telah diajarkan untuk kesejahteraan umat.[10] Rsi Yadnya dilaksanakan dalam bentuk upacara Diksa Pariksa atau Upacara Dwijati dalam bentuk kurban pembacaan kitab suci.[11] Manusa Yadnya adalah kurban suci dengan tujuan untuk membersihkan lahir dan batin manusia, yang mana dimulai dari terbentuknya jasmani dalam kandungan hingga akhir hidup dari manusia tersebut.[12] Pelaksanaannya terbagi dalam beberapa jenis, yaitu dalam upacara Magedong-gedongan, upacara kelahiran bayi, upacara pemberian nama, upacara memotong rambut pertama kali, upacara turun tanah, upacara potong gigi, serta upacara perkawinan. Upacara ini dilaksanakan dengan persembahan berupa pemberian makanan-makanan kepada masyarakat.[13] Pitra Yadnya adalah kurban suci dengan tujuan memohon keselamatan dan kesejahteraan lahir batin kepada para leluhur.[14] Upacara ini merupakan upacara kematian dengan maksud agar roh yang meninggal mencapai alam Siwa.[15] Jenis pelaksanaannya antara lain Upacara Ngaben, Upacara Sawa Wedana, Upacara Asti Wedana, Upacara Swasta, Upacara Nglungah, dan Upacara Atma Wedana.[16] Bhuta Yadnya merupakan pengorbanan suci terhadap semua makhluk termasuk alam semesta, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat untuk menciptakan hidup yang harmonis.[17] Adapun jenis upacaranya adalah Upacara Mesegeh, Upacara Mecaru, dan Upacara Tawur.[18] Panca Yadnya: ilustrasi panca yadnya s jarum jam dari sudut kiri atas: Resi, Pitri, Dewa, Bhuta, dan Manusa Yadnya. Sumber: https://archive.org/details/mahabharata00ramauoftPanca Yadnya: Sarana dan Bentuk PelaksanaannyaDalam Yadnya, terdapat sarana juga bentuk pelaksanaannya. Sarana dari Yadnya adalah Drawya Yadnya (benda-benda material dan kekayaannya), Tapa Yadnya (melaksanakan tapa atau latihan batin), Yoga Yadnya (melaksanakan yoga), Swadhyaya Yadnya (mempelajari ajaran suci), dan Jnana Yadnya (ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan).[19] Keempat item inilah yang menjadi sarana atau materi kurban dalam Hinduisme. Sementara pelaksanaan Yadnya terbagi menjadi dua, yaitu Nitya Karma dan Naimitika Karma. Nitya Karma yaitu pelaksanaan Yadnya yang diadakan rutin setiap hari seperti upacara Yadnya Sesa dan Gayatri Mantra. Dan Naimitika Karma adalah pelaksanaan Yadnya pada waktu-waktu tertentu, seperti Ngaben. Dilaksanakan juga berdasarkan Desa (dimana Yadnya akan dilaksanakan) dan sesuai dengan Kala (perhitungan hari baik) dan Patra (keadaan ekonomi)[20]. KesimpulanMenarik untuk memahami betapa umat Hindu sendiri memiliki konsep kurban dengan sejumlah klasifikasinya yaitu Panca Yadnya. Panca Yadnya, kemudian dibagi lagi sesuai dengan sarana yang digunakan dan bentuk pelaksanannya. Panca Yadnya terdiri dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, dan Buta Yadnya. Bergantung kepada sarana kurbannya, Panca Yadnya bisa berbentuk Tapa Yadnya, Yoga Yadnya, Swadhayaya Yadnya, dan Jnana Yadnya. Pelaksanaan Panca Yadnya pun bisa berlangsung harian dalam bentuk Yadnya Sesa dan Gayatri Mantra atau sewaktu-waktu di tempat-tempat tertentu yaitu Naimitika Karma. (Farissa Azmia) Catatan Kaki[1] Ali Ardianto, Skripsi: “Konsep Kurban dalam Perspektif Agama Islam dan Hindu” (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012), hal. 6 [2] I Made Titib, Veda, Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan, (Surabaya: Paramita, 2006), hal. 238 [3] AA Gede Raka Mas, Menjadi Orang Tua Mulia dan Berguna, (Surabaya: Paramita, 2002), hal. 17 [4] Djam’annuri, (ed.), Agama Kita Perspektif Sejarah Agama Agama: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), hal. 55 [5] Ida Ayu Putu Surayin, Melangkah ke Arah Persiapan Upacara-Upacara Yajna: Seri 1 Upakara Yajna, (Surabaya: Paramita, 2002), hal. 3-4 [6] Nyoman Hendra Pandiawan Amba, Skripsi: “Sistem Informasi Upacara Yadnya Umat Hindu Berbasis Web” (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007), hal. 21 [7] Subagiasta, Pengantar Acara Agama Hindu, (Surabaya: Paramita, 2008), hal. 34 [8] Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud, Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti, (Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal. 9 [9] Rsi berarti orang suci, yaitu pendeta dan Pinandita, lihat Subagiasta, Pengantar Acara.. hal. 6 [10] Nyoman Hendra Pandiawan Amba, Skripsi: “Sistem Informasi… hal. 21 [11] Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud, Pendidikan Agama… hal. 9 [12] Nyoman Hendra Pandiawan Amba, Skripsi: “Sistem Informasi… hal. 22 [13] Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud, Pendidikan Agama… hal. 10 [14] Nyoman Hendra Pandiawan Amba, Skripsi: “Sistem Informasi… hal. 22 [15] Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud, Pendidikan Agama… hal. 10 [16] Subagiasta, Pengantar Acara.. hal. 5 [17] Tjok Rai Sudharta, Upadesa Tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu, (Surabaya: Paramita, 2001), hal. 62 [18] Subagiasta, Pengantar Acara.. hal. 7 [19] A.A. Raka Mas, Moksa, Universalitas dan Pluralitas Bhagawadgita: Sebuah Studi dan Analisis, (Surabaya: Paramita, 2007), hal. 43-44 [20] I.B. Putu Sudarsana, Ajaran Agama Hindu: Makna Upacara Bhuta Yadnya, (Denpasar: Yayasan Dharma Acarya, 2001), hal. 6
NITYA DAN NAIMITIKA YADNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Page 2 |