Pekerja paksa pada zaman jepang disebut

Rōmusha (労務者、むしゃ、buruh, pekerja, kuli) adalah orang yang memiliki kontrak kerja tertentu dan sebagian besar terlibat dalam pekerjaan manual.[1] Tetapi, dalam bahasa Jepang saat ini, kata rōmusha tidak digunakan lagi dan diganti dengan kata rōdōsha (労働者、ろうどうしゃ). Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, rōmusha diperlakukan secara paksa dan kasar oleh Jepang. Kebanyakan rōmusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani untuk menjadi rōmusha.[2] Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah rōmusha tidak diketahui secara pasti—perkiraan berkisar antara 4 dan 10 juta.[3]

Film propaganda Barisan Pekerdja yang diproduksi oleh Jepang selama menjajah Indonesia.

  • Rōmusha adalah nama untuk sebuah film tahun 1973 arahan Sjumandjaya tentang masa penjajahan Jepang, tetapi tidak jadi diputar karena dilarang pemerintah Indonesia.[4]
  • cultuurstelsel
  • Perbudakan

  1. ^ "労務者(ろうむしゃ)の意味 - goo国語辞書". goo辞書 (dalam bahasa Jepang). 
  2. ^ "1940 to 1945: Perang Dunia II (the Second World War)", diakses 30 Juli 2006
  3. ^ "The Japanese Occupation, 1942-45", Country-data.com, diakses 30 Juli 2006
  4. ^ http://www.waseda-coe-cas.jp/paper/20030709_gotou_eng.pdf[pranala nonaktif permanen]

 

Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Romusa&oldid=20729676"


Page 2


Page 3


Page 4

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in, brazil, country brazil capital, and largest, city, 590 011 peringkat, 23rd kepadatan, bad, rounding here 6, 7 10, 8, 391 15th hdi, year 25, category, 776 medium 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa 25, negara bagian, brasil, distrik, center of, studies piau, rio, de janeiro rio, grande do, norte, rio grande rondonia, rondonia unkris, center, of


Page 5

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Beliau dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri untuk periode 1998-2003. Beliau juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala kawasan Bengkulu untuk periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini adalah anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Semenjak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan untuk kakeknya, Muhamad Arsyad, yang melakukan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Sesudah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda sudah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Sesudah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Bertugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak lebih dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan sukses sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk bertugas di kapal perang, dimulai dengan jabatan Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Semenjak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, patut di staf maupun Komando, beruntun sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tak selesai sesudah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Saat ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta bagian Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Kebiasaan Rosihan Arsyad menulis sudah dimulai semenjak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku ajar pelaksanaan dan pertunjuk teknis untuk kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang akhir menjadi buku pegangan resmi mengenai etiket di babak yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun saat itu belum jamak, Rosihan Arsyad sudah menyiapkan konsep pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Menempuh Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga sudah diterbitkan dalam publikasi internasional, antaranya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Babak Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang agung pada babak olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 6

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Beliau dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri untuk periode 1998-2003. Beliau juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu untuk periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini adalah anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Semenjak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan untuk kakeknya, Muhamad Arsyad, yang bekerja sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Sesudah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda sudah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Sesudah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Bertugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak lebih dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk bertugas di kapal perang, dimulai dengan jabatan Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Semenjak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, patut di staf maupun Komando, beruntun sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tak selesai sesudah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta bagian Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Kebiasaan Rosihan Arsyad menulis sudah dimulai semenjak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku ajar pelaksanaan dan pertunjuk teknis untuk kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Label dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang akhir menjadi buku pegangan resmi tentang label di babak yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad sudah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Menempuh Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga sudah diterbitkan dalam publikasi internasional, antaranya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Bidang Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang agung pada bidang olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 7

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Beliau dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri untuk periode 1998-2003. Beliau juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu untuk periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini adalah anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Semenjak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan untuk kakeknya, Muhamad Arsyad, yang bekerja sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Sesudah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda sudah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Sesudah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Bertugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak lebih dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk bertugas di kapal perang, dimulai dengan jabatan Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Semenjak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, patut di staf maupun Komando, beruntun sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tak selesai sesudah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta bagian Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Kebiasaan Rosihan Arsyad menulis sudah dimulai semenjak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku ajar pelaksanaan dan pertunjuk teknis untuk kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Label dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang akhir menjadi buku pegangan resmi tentang label di babak yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad sudah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Menempuh Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga sudah diterbitkan dalam publikasi internasional, antaranya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Bidang Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang agung pada bidang olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 8

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Beliau dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri untuk periode 1998-2003. Beliau juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala kawasan Bengkulu untuk periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini adalah anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Semenjak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan untuk kakeknya, Muhamad Arsyad, yang melakukan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Sesudah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda sudah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Sesudah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Bertugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak lebih dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan sukses sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk bertugas di kapal perang, dimulai dengan jabatan Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Semenjak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, patut di staf maupun Komando, beruntun sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tak selesai sesudah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Saat ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta bagian Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Kebiasaan Rosihan Arsyad menulis sudah dimulai semenjak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku ajar pelaksanaan dan pertunjuk teknis untuk kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang akhir menjadi buku pegangan resmi mengenai etiket di babak yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun saat itu belum jamak, Rosihan Arsyad sudah menyiapkan konsep pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Menempuh Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga sudah diterbitkan dalam publikasi internasional, antaranya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Babak Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang agung pada babak olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan untuk menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 9

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, pusat, ilmu, pengetahuan piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 10

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, pusat, ilmu, pengetahuan piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 11

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, center, of, studies piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 12

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, center, of, studies piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 13

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Ia dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri bagi periode 1998-2003. Ia juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu bagi periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini merupakan anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Sejak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan kepada kakeknya, Muhamad Arsyad, yang memainkan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Setelah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda telah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Setelah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Menjalankan tugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak semakin dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjalankan tugas di kapal perang, dimulai dengan letak Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Sejak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, adil di staf maupun Komando, bersambung sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tidak bubar setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta anggota Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Budaya Rosihan Arsyad menulis telah dimulai sejak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku petuah pelaksanaan dan pertunjuk teknis bagi kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang belakang menjadi buku pegangan resmi mengenai etiket di sekeliling yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad telah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Melewati Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga telah diterbitkan dalam publikasi internasional, selangnya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tidak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Aspek Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang akbar pada aspek olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 14

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) yaitu salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Ia dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri bagi periode 1998-2003. Ia juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu bagi periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini yaitu anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Sejak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan kepada kakeknya, Muhamad Arsyad, yang memainkan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Setelah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda telah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Setelah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Menjalankan tugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak semakin dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjalankan tugas di kapal perang, dimulai dengan letak Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Sejak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, adil di staf maupun Komando, bersambung sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir yaitu Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tidak bubar setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan yaitu juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta anggota Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Budaya Rosihan Arsyad menulis telah dimulai sejak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku petuah pelaksanaan dan pertunjuk teknis bagi kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang belakang menjadi buku pegangan resmi tentang etiket di sekeliling yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad telah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Melewati Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga telah diterbitkan dalam publikasi internasional, selangnya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tidak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Aspek Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang akbar pada aspek olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 15

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) yaitu salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Ia dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri bagi periode 1998-2003. Ia juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu bagi periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini yaitu anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Sejak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan kepada kakeknya, Muhamad Arsyad, yang memainkan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Setelah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda telah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Setelah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Menjalankan tugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak semakin dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjalankan tugas di kapal perang, dimulai dengan letak Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Sejak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, adil di staf maupun Komando, bersambung sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir yaitu Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tidak bubar setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan yaitu juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta anggota Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Budaya Rosihan Arsyad menulis telah dimulai sejak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku petuah pelaksanaan dan pertunjuk teknis bagi kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang belakang menjadi buku pegangan resmi tentang etiket di sekeliling yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad telah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Melewati Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga telah diterbitkan dalam publikasi internasional, selangnya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tidak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Aspek Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang akbar pada aspek olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 16

Laksda. (Purn.) TNI AL Rosihan Arsyad (lahir di Bengkulu, 29 Juli 1949) adalah salah seorang tokoh militer Indonesia. Dia pernah menjabat Kepala Staf Armada Barat Tingkatan Laut RI sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Ia dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan menggantikan Ramli Hasan Basri bagi periode 1998-2003. Ia juga pernah dicalonkan pada pemilihan umum kepala daerah Bengkulu bagi periode 2010-2015.[1]

Masa kecil dan remaja

Rosihan Arsyad yang berdarah Minang dan Palembang ini merupakan anak kedua dari Bapak H. Achmad Anwar Arsyad (Alm) dan Ibu Hj Rosmimi Anwar (Alm), dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 29 Juli 1949. Sejak berumur satu tahun, Rosihan Arsyad dititipkan kepada kakeknya, Muhamad Arsyad, yang memainkan pekerjaan sebagai Kepala Sekolah SD 06 Sungai Tawar Palembang, dan neneknya, Amnah. Setelah menamatkan SD, SMP dan SMA di sekolah Yayasan Xaverius Palembang, Rosihan Arsyad memilih melanjutkan pendidikan di Akademi Tingkatan Bersenjata RI (AKABRI) Tingkatan kedua, atau Akademi Tingkatan Laut (AAL) Tingkatan 17.[2]

Keluarga

Rosihan Arsyad menikah dengan Rachma, dan dianugerahi tiga anak, Reza Alfisyahr Arsyad, Raisuli Abin Arsyad dan Rasuna Ayu Ananda Rosihan. Dua menantu Rosihan Arsyad yaitu Nurfitri dan Irma Nurul Huda telah memberi tiga orang cucu-cucu terkasih, Redhanes Althafah Abin Arsyad, Raphaella Adora Reza Alfisyahr serta Rommel Abrahams Abin Arsyad.

Karier

Setelah menyelesaikan pendidikan di AAL, Rosihan menjalankan penugasan pendidikan di Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II, Sekolah Staf dan Komando TNI AU (SESKOAU) dan Lemhannas Kursus Reguler Tingkatan 29. Menjalankan tugas sebagai penerbang pesawat udara di Satuan Udara Armada, menerbangkan pesawat Nomad N-22, CASA C-212 dan Dakota C-47, Rosihan Arsyad mengumpulkan jam terbang sebanyak semakin dari 6.000 jam tanpa kecelakaan, dan berhasil sampai jenjang sebagai penerbang instruktur. Rosihan Arsyad pernah dua kali mendapat tugas sebagai Komandan Skuadron, yaitu Komandan Skuadron 200 (Latih) dan Skuadron 800 (Patroli Maritim).

Pada tahun 1991, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjalankan tugas di kapal perang, dimulai dengan letak Perwira Pelaksana KRI Teluk Banten, dan pada tahun 1993 mendapat amanah menjadi Komandan KRI Teluk Semangka. Sejak itu, karier Rosihan Arsyad terus meningkat, adil di staf maupun Komando, bersambung sebagai Perwira Pembantu Utama Pengkajian Strategis, Komandan Satuan Udara Armada, Kepala Sub Direktorat Latihan, Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat. Karier Rosihan Arsyad di TNI AL terakhir adalah Kepala Staf Armada Barat, sebelum menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998 pada umur 49 tahun.

Pengabdian Rosihan Arsyad tidak bubar setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2003. Rosihan Arsyad pernah aktif membina olahraga sebagai Wakil Ketua Umum I KONI dan Sekretaris Jenderal KONI tahun 2007-2011, serta sebagai Direktur Eksekutif Institute for Maritime Studies. Rosihan juga pernah menjadi Presiden Direktur PT Bukit Baiduri Energi, Mahakam Coal Mining dan Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Umum Koran Sinar Harapan. Masa ini, selain sebagai Presiden Komisaris PT Softex Indonesia Rosihan adalah juga Komisaris Independen Blitzmegaplex Indonesia, Presiden United in Diversity serta anggota Advisory Board Conservation International Indonesia.

Intelektual

Budaya Rosihan Arsyad menulis telah dimulai sejak sedang menjadi perwira muda, dimulai dengan menyusun buku-buku petuah pelaksanaan dan pertunjuk teknis bagi kebutuhan TNI AL, bahkan menyusun buku Etiket dan Kehidupan Perwira TNI Tingkatan Laut, yang belakang menjadi buku pegangan resmi mengenai etiket di sekeliling yang terkait TNI AL. Dalam menghadapi pemilihan Gubernur Sumatera Selatan tahun 1998, walaupun masa itu belum jamak, Rosihan Arsyad telah menyiapkan pemikiran pembangunan Sumsel dengan judul Revitalisasi Pembangunan Sumatera Selatan Melewati Pemberdayaan Masyarakat.

Rosihan Arsyad pernah beberapa kali bercakap pada seminar dan diskusi internasional, diantaranya: Dialogue Indonesia-Japan on Maritime Security Cooperation, Jakarta, February 20, 2006 dan Indonesia – Japan 2nd Dialogue on Maritime Security Cooperation, Tokyo, 2007, The Asian Energy Security Conference, Mississippi State University, Jackson, USA, on 1-2 October 2007, The Maritime Capacity Building Conference, Mississippi State University, Columbus, USA, on 16-17 June 2009, International Seminar On "Prospects of Cooperation and Convergence of the Issues and Dynamics in South China Sea" May 31,
2011, Hotel Le Meridien, Jakarta, serta “International Conference on “South China Sea Disputes: The Road to Peace, Stability and Development”, Kuala Lumpur, Malaysia on October 17, 2011.

Tulisan Rosihan Arsyad juga telah diterbitkan dalam publikasi internasional, selangnya dalam “Asian Energy Security: Regional Cooperation in the Malacca Strait”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 23, Sea Power Center – Australia dan dalam “Maritime Capacity Building in the Asia-Pacific Region”, Papers in Australia Maritime Affairs, No. 30”, Sea Power Center – Australia.

Penghargaan

Sepanjang kariernya, Rosihan Arsyad menerima tidak kurang dari 16 penghargaan, ditengahnya Bintang Jalasena Nararya, Bintang Yudha Dhama Nararya, Bintang Jalasena Pratama, Menggala Karya Kencana Kelas I, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Pembangunan Di Aspek Transmigrasi. Kesuksesannya memimpin SAR pada kecelakaan Silk Cairan di Sungai Musi tahun 1997 mendapat pengakuan dari pemerintah Singapura. Karena pengabdian dan perhatiannya yang akbar pada aspek olahraga, Rosihan Arsyad menerima penghargaan Adimanggalya Krida, dan pada Olimpiade Beijing 2008, Rosihan Arsyad mendapat keyakinan bagi menjadi Chef de Mission Kontingen Indonesia.

Referensi


edunitas.com


Page 17

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, pusat, ilmu, pengetahuan piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 18

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, pusat, ilmu, pengetahuan piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 19

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, center, of, studies piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 20

Tags (tagged): rondonia, unkris, nia in brazil, country brazil, capital, and largest city, 590 011, peringkat, 23rd kepadatan bad, rounding here, 6, 7 10 8, 391 15th, hdi, year 25 category, 776 medium, 14th, zona waktu, 241, 276 jiwa, 25, negara bagian brasil, distrik, center, of, studies piau rio, de janeiro, rio, grande do norte, rio grande


Page 21


Page 22


Page 23


Page 24


Page 25

Piagam Jakarta yaitu dokumen historis berupa kompromi selang pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta Charter". Yaitu piagam atau naskah yang disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini disusun karena wilayah Jakarta yang akbar, mencakup 5 kota dan satu kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu. Oleh karena itu, provinsi DKI Jakarta dibuat dengan piagam tersebut dan menetapkan Soewirjo sebagai gubernur DKI Jakarta yang pertama sampai 1947.

Sembilan tokoh tersebut yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Sir A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Sir Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Sir Muhammad Yamin. BPUPKI dibuat 29 April 1945 sebagai realisasi akad Jepang untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28 Mei 1945 dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945. Setelah itu dibuat panitia kecil (8 orang) untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam masa reses terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula dimaksudkan sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun yang belakang sekalinya menjadi Pembukaan atau Mukadimah dalam UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu yaitu sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.

Berikut ini butiran-butirannya yang sampai masa ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.

Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada masa jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, berpihak kepada yang aci dan makmoer.Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang lepas sama sekali, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.Belakang daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melakukan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam sebuah Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam sebuah bangunan negara Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

  1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja*
  2. Kemanoesiaan jang berpihak kepada yang aci dan beradab
  3. Persatoean Indonesia
  4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjarawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-2605Panitia Sembilan

(Keterangan : * Kalimat tebal pada teks ideologi yang pertama menunjukkan perdebatan, terutama masyarakat Indonesia yang beragama di luar Islam. Mereka menentang kalimat tersebut, dan jika kalimat itu digunakan maka mereka akan keluar dari Indonesia, sehingga diganti dengan kalimat : "Ketuhanan Yang Maha Esa")

Pada masa penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta menjadi Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan memakai ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.

Perkembangan Piagam Jakarta Selanjutnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Di Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Piagam Jakarta dijelaskan Menjiwai UUD 1945 dan yaitu sebuah rangkaian kesatuan dengan Konstitusi. DPR pada masa itu menerima hal ini dengan Aklamasi pada tanggal 22 juli 1959.

Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966

Memorandum DPRGR 1966 tentang sumber tertib Hukum RI ditingkatkan menjadi keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, didalam keputusan ini ditegaskan kembali bawasanya bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan yaitu adalah sebuah rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.[1]

  1. ^ http://www.tatanusa.co.id/tapmpr/66TAPMPRS-XX.pdf

SEM Sibuea


edunitas.com

Page 26

Piagam Jakarta yaitu dokumen historis berupa kompromi selang pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bagi menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga "Jakarta Charter". Yaitu piagam atau naskah yang disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini disusun sebab wilayah Jakarta yang akbar, mencakup 5 kota dan satu kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu. Oleh sebab itu, provinsi DKI Jakarta dibuat dengan piagam tersebut dan menetapkan Soewirjo sebagai gubernur DKI Jakarta yang pertama sampai 1947.

Sembilan tokoh tersebut yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Sir A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Sir Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Sir Muhammad Yamin. BPUPKI dibuat 29 April 1945 sebagai realisasi akad Jepang bagi memberi kemerdekaan pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28 Mei 1945 dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945. Setelah itu dibuat panitia kecil (8 orang) bagi merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-dasar negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam masa reses terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula dimaksudkan sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun yang belakang sekalinya menjadi Pembukaan atau Mukadimah dalam UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.

Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu yaitu sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.

Berikut ini butiran-butirannya yang sampai masa ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.

Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, sebab tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada masa jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, berpihak kepada yang aci dan makmoer.Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh kehendak jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang lepas sama sekali, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.Belakang daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan bagi memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet memainkan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian tidak berkesudahan dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam sebuah Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam sebuah bangunan negara Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

  1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja*
  2. Kemanoesiaan jang berpihak kepada yang aci dan beradab
  3. Persatoean Indonesia
  4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjarawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

Djakarta, 22-6-2605Panitia Sembilan

(Keterangan : * Kalimat tebal pada teks ideologi yang pertama menunjukkan perdebatan, terutama masyarakat Indonesia yang beragama di luar Islam. Mereka menentang kalimat tersebut, dan jika kalimat itu digunakan maka mereka akan keluar dari Indonesia, sehingga diganti dengan kalimat : "Ketuhanan Yang Maha Esa")

Pada masa penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta menjadi Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan memakai ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.

Perkembangan Piagam Jakarta Selanjutnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Di Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Piagam Jakarta dijelaskan Menjiwai UUD 1945 dan yaitu sebuah rangkaian kesatuan dengan Konstitusi. DPR pada masa itu menerima hal ini dengan Aklamasi pada tanggal 22 juli 1959.

Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966

Memorandum DPRGR 1966 tentang sumber tertib Hukum RI dinaikkan menjadi keputusan MPRS Nomor XX/MPRS/1966, didalam keputusan ini ditegaskan kembali bawasanya bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan yaitu adalah sebuah rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.[1]

  1. ^ http://www.tatanusa.co.id/tapmpr/66TAPMPRS-XX.pdf

SEM Sibuea


edunitas.com