Partai politik di Timor Timur yang berhaluan komunis adalah

Integrasi Timor Timur – Timor Timur dilepaskan dari NKRI pada masa pemerintahan B.J Habibie pada tanggal 30 Agustus 1999. Sebelumnya Timtim adalah salah satu provinsi yang masuk wilayah Republik Indonesia.

Daerah ini merupakan satu kesatuan dari pulau Timor, lebih kurang 350 tahun lamanya dijajah oleh Portugis, sehingga memisahkan saudara-saudara yang mendiami bagian barat dari pulau tersebut.

Timor Timur di Bawah Kekuasaan Portugis

Pada waktu bangsa Indonesia memproklamasikan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Timor Timur tetap berada pada cengkeraman penjajah Portugis. Pada tahun 1974 pemerintah Portugis akan melaksanakan Dekolonisasi daerah-daerah jajahannya, termasuk Timor (Timor Timur).

Dalam rangka pelaksanaan pemerintah Portugal mengenai dekolonisasi jajahannya di Timor Timur, Menteri seberang lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida Santos pada tanggal 16 sampai 19 Oktober 1974 datang ke Indonesia untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah RI, tentang kebijaksanaan Portugal yang menyangkut Timor-Timur.

Peta letak wilayah Timor Timur

Pertemuan Presiden Soeharto dan Menteri Dr. Antonio de Almeida Santos

Presiden Soeharto menerima dan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Dr. Antonio de Almeida Santos dan menegaskan beberapa hal, yaitu:

  1. Indonesia tidak mempunyai ambisi teritorial.
  2. Sebagai negara yang memperoleh kemerdekaan dari perjuangannya menentang penjajahan, maka mendukung gagasan Portugis untuk melaksanakan dekolonisasi atas Timor Timur.
  3. Di sarankan agar proses dekolonisasi berlangsung dengan aman, tertib dan tidak akan menimbulkan keguncangan-keguncangan di wilayah Asia Tenggara.
  4. Dekolonisasi tersebut harus berdasarkan prinsip penentuan nasib sendiri.
  5. Apabila seluruh rakyat Timor Timur menyatakan keinginannya menggabung kepada Indonesia, maka akan ditanggapi secara positif dengan pengertian bahwa penggabungan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Referendum Timor Timur

Mayor Rebello Gonzales utusan Pemerintah Portugis terbang dari Lisabon ke Timor Timur dan menyampaikan bahwa akan ada referendum daerah itu pada bulan Maret 1975, katanya boleh pilih satu antara 3. Pilihan tersebut yaitu :

  1. Tetap satu atap dengan Portugis
  2. Bebas merdeka
  3. Menggabung dengan Republik Indonesia

3 Partai Politik di Timor Timur

Situasi kehidupan rakyat di Timor Timur pada waktu itu ada 3 partai politik, yaitu:

  1. Partai UDT (Unio Democracio de Timorrenco). Diketuai oleh Franciscus Xavier Daerus bercita-cita Timor Timur merdeka dan tetap berada dalam ikatan dengan Portugis.
  2. Partai FRETELIN (Frente Timorenco Lente Independeco). Diketuai oleh Xavier do Amarai, bercita-cita ingin Timor Timur lepas dari Portugis maupun pemerintahan Indonesia, dan berhaluan Komunis.
  3. Partai APODETI (Acocion Populer de Timorenco). Diketuai Arnaldo das Reis Aurojo, bercita-cita Timor Timur merdeka dan berintegrasi dengan pemerintah Republik Indonesia.

Dalam pada itu Portugis mengalami perubahan pemerintahan, kaum komunis mengalami kemenangan  dalam pemilihan umum, sehingga pemerintahan jatuh ke tangan komunis. Kolonel Lemos Peres yang berhaluan komunis diangkat menjadi Gubernur di Timor Timur.

Kolonel Lemos Peres berpihak kepada partai Fretilin. Partai ini diberi kesempatan memperoleh dan menggunakan senjata dari tentara Portugis. Karena Fretilin merasa kuat, maka memusuhi dan memerangi pihak lawan-lawannya yang dianggap menghalang-halangi cita-citanya.

Sementara kaum Fretilin mengganas memerangi kaum UDT dan lainnya, maka partai APODETI yang tanggap situasi melakukan siaga penuh dan bersiap siaga di perbatasan Timor Timur – Indonesia. Karena pihak UDT merasa terdesak, maka minta bantuan dan bersatu dengan pihak APODETI melawan Fretilin.

Kaum Fretilin makin mengganas, maka pemimpin-pemimpin UDT dan APODETI mengumumkan proklamasi di Balibo pada tanggal 7 Desember 1975, yang berisi pernyataan bahwa Timor Timur berintegrasi dengan Pemerintah RI.

Atas dasar proklamasi Balibo dan permintaan pemimpin-pemimpin UDT dan APODATI maka sukarelawan Indonesia membantu dan berintegrasi dengan putra-putra Timor Timur untuk melawan kaum Fretilin yang mengganas dibantu oleh tentara serta pemerintah Portugis.

Akhirnya putra-putra TimTim yang telah berintegrasi dan bersatu dengan saudara-saudara sukarelawan yang sedia berkorban membantu mengusir penjajah dengan kaki tangannya, maka berhasillah menghancurkan kekuatan Fretilin dengan sisa penjajah Portugis di Timor Timur.

Timor Timur Bertintegrasi dengan Republik Indonesia

Dengan hancurnya Fretilin maka kemudian rakyat sepakat membentuk pemerintah sementara yang dipimpin oleh Arnaldo dan Rais Aurojo. Dalam usaha untuk memahami dan menyalurkan keinginan rakyat Timtim yang sebenarnya, maka pemerintah sementara mengadakan rapat besar di Dili.

Rapat itu dihadiri oleh wakil dari 13 kabupaten. Rapat tersebut menghasilkan petisi kepada Pemerintah RI, tentang keinginan rakyat Timor-Timur untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Juli 1976 petisi tersebut disampaikan oleh pemimpin-pemimpin Timor Timur kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Untuk menanggapi petisi tersebut, maka dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 113/LN/1976 dibentuklah delegasi untuk mengetahui secara langsung keinginan rakyat Timor Timur.

Atas dasar laporan delegasi yang telah mengetahui secara langsung keinginan rakyat Timtim, maka pemerintah RI mengadakan langkah-langkah konstitusional, yaitu dengan mengajukan rencana Undang-undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Republik Indonesia, tentang integrasi Timor Timur kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rencana undang-undang tersebut disyahkan oleh DPR pada tanggal 17 Juli 1976, menjadi Undang-undang dan kemudian oleh MPR dengan ketetapan MPR nomor VI/MPR/1978 Timor Timur ditetapkan menjadi Propinsi yang ke-27 dari wilayah negara kesatuan RI.

Mengapa akhirnya Timor-Timur lepas dari wilayah RI? Baca selengkapnya pada artikel: Lahirnya negara Timor Leste

Jawaban yang tepat dari pertanyaan diatas adalah C.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Pernyataan benar. Penguasaan terhadap Timor Timur dilandasi oleh sikap anti komunisme. Hal ini karena bila Indonesia tidak menguasai Timor Timur, dikhawatirkan, Fretilin yang beraliran komunis akan menguasai negeri itu. Partai Fretilin juga menolak prinsip perjuangan UDT maupun Apodeti, dan tetap berpegang pada prinsipnya sendiri yakni kemerdekaan penuh bagi Timor Timur tanpa bergantung pada suatu negara manapun.

Alasan salah. Sebelum berada dalam kekuasaan Indonesia, Timor Timur berada dalam kekuasaan Portugal (Portugis). Proses kolonialisasi Portugis terhadap Timor Timur belangsung lama, bahkan setelah Indonesia merdeka dari Belanda dan Jepang tahun 1945, Timor Timur belum juga merdeka. Baru pada tahun 1974 masalah Timor Timur muncul dalam perkembangan politik global. Jadi, pertanyaan benar dan alasan salah.

Perbesar

Presiden RI ke-3 BJ Habibie saat melakukan silaturahmi dengan sejumlah tokoh bangsa dan tokoh gerakan suluh kebangsaan di kediamannya, Jakarta, Rabu (1/5/2019). Silaturahmi membahas kemajuan dan arah masa depan bangsa Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Setelah pidato kenegaraan di gedung DPR/MPR, 15 Agustus 1998, Presiden BJ Habibie membicarakan masalah Timor Timur dengan tokoh masyarakat Katolik setempat, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo. Dalam pertemuan itu dibahas terkait tuntutan penarikan pasukan dari wilayah Timtim dan adanya sekelompok pemuda dan mahasiswa yang meneriakkan referendum dan pemisahan dari Indonesia.

Alhasil, Habibie memutuskan rencana untuk memberikan otonomi luas berstatus khusus. Timtim diberi kewewenangan luas di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Sementara dalam urusan politik luar negeri, keamanan eksternal, moneter dan fiskal masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat di Jakarta.

Dalam buku Mr Crack dari Parepare karya A Makmur Makka disebutkan, saat usulan itu dibicarakan antara Indonesia, PBB, dan Portugal, digelar juga sidang Kabinet Paripurna Bidang Polkam untuk membahas alternatif lain jika usulan itu ditolak dan mereka memilih memisahkan diri dari pangkuan ibu pertiwi.

Akhirnya untuk membahas persoalan ini, Indonesia, Portugal, dan PBB, kembali menggelar pertemuan di markas PBB New York, 16 Februari 1999. Ketiga pihak akhirnya sepakat menyerahkan persoalan ini kepada rakyat Timtim. Kemudian pada 12 Maret 1999, disepakati juga adanya jejak pendapat atas sponsor PBB untuk mengetahui keinginan rakyat Timtim. Kesepatan ini diumumkan oleh Kofi Annan, yang kala itu menjabat Sekjen PBB.

Langkah itu mendapat apresiasi Presiden Habibie dengan beberapa pertimbangan.

"Kalau kita menentukan caranya, ributlah. Karena itu, silakan. Boleh berbicara dengan diri sendiri, boleh bicara dengan bekas penjajah. Boleh dengan PBB. Mau bicara Australia silakan, tetapi tentukan sebelum pemilu," ujar Habibie kala itu di Istana Merdeka, Jakarta.

Bahkan Habibie mengaku bersyukur jika rakyat Timtim memilih untuk berpisah. Dengan begitu, masalah ini diharapkan dapat selesai dengan tuntas tanpa dipersoalkan lagi oleh dunia luar. "Biar kita tidak dihina," ujarnya.

Dalam jejak pendapat yang berlangsung pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur diberikan dua pertanyaan. Pertama, apakah menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau apakah menolak otonomi khusus yang diusulkan untuk Timor Timur, yang menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia.

Rakyat Timor Timur memilih opsi kedua. Dukungan itu disuarakan oleh 344.580 atau 78,50 persen dari total 438,968 suara. Sedangkan sisanya sebanyak 94.388 suara atau 21,50 persen memilih opsi pertama.

Kemudian pada 26 Oktober 1999, Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menggantikan Habibie, menandatangani surat keputusan pembentukan UNTAET atau pemerintahan transisi di Timor Timur. Selanjutnya pada 30 Oktober 1999, Bendera Merah Putih diturunkan dari Timor Timur dalam upacara yang sangat sederhana.

Dan pada 20 Mei 2002, provinsi ke-27 Indonesia itu akhirnya lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi dan memperoleh status resminya sebagai negara anggota PBB.

Semenjak hari kemerdekaan itu, pemerintah Timor Timur memutuskan segala hubungan dengan Indonesia antara lain dengan mengadopsi Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan bahan-bahan kebutuhan pokok dari Australia sebagai "balas budi" atas campur tangan Australia menjelang dan pada saat jejak pendapat.

Selain itu, juga diubah nama resminya dari Timor Timur menjadi Republica Democratica de Timor Leste dan mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resminya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA