Pahala haji yang diterima allah subhanahu wa taala tidak lain adalah

SEGALA sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, termasuk gagalnya pergi ibadah haji. Hal ini bukan kali pertamanya terjadi, bahkan seseorang bisa mendapat pahala haji mabrur walau tidak jadi berangkat ke Tanah Suci untuk menyempurnakan rukun Islam kelima tersebut. Salah satunya seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang sol sepatu ini.

Mengutip dari laman Laduni, Kamis (4/6/2020), seorang ulama ahli fikih dan hadis Abdurrahman Abdullah ibn Al Mubarak setelah selesai menjalankan prosesi ibadah haji kemudian tertidur. Saat tidur, ia bermimpi dua malaikat turun dari langit dan saling bercakap.

Dalam percakapan kedua malaikat tersebut membahas tentang jamaah haji yang tidak diterima ibadahnya. Padahal ketika itu jumlah jamaahnya mencapai 600 ribu orang.

Abdurrahman Abdullah ibn Al Mubarak pun menangis. Ia bergetar karena khawatir jika ibadah hajinya itu sia-sia dan tidak diterima Allah Subhanahu wa ta'ala seperti apa yang diperbincangkan kedua malaikat tersebut.

Ulama itu berpikir semua orang telah datang dari belahan bumi yang jauh hanya untuk beribadah haji dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanannya. Mereka telah berkelana, namun sayangnya semua usahanya menjadi sia-sia.

Sambil gemetar, ia melanjutkan percakapan kedua malaikat itu yang masih membahas tentang ibadah haji. Tiba-tiba salah satu malaikat itu mengatakan bahwa ada seseorang yang mendapatkan pahala haji meski tidak jadi berangkat.

"Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, akan tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh ibadah haji mereka diterima oleh Allah," kata salah satu malaikat itu.

"Kenapa bisa begitu?"

"Itu kehendak Allah."

"Siapa orang tersebut?"

"Ali bin Al Muwaffaq, tukang sol sepatu di Kota Dimasyq (Damaskus)."

Pahala haji yang diterima allah subhanahu wa taala tidak lain adalah

Mendengar pernyataan malaikat itu Abdullah ibn Al Mubarak pun terbangun dari tidurnya. Ketika sepulangnya berhaji, ia langsung menuju Damaskus, Syiria, mencari keberadaan tukang sol sepetu yang mendapatkan nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala berupa pahala haji.

Setiap sudut Kota Damaskus ia telusuri, mencari tukang sol sepatu yang disebutkan kedua malaikat di dalam mimpinya waktu itu.

Kemudian ia mendapatkan kabar bahwa Ali bin Al Muwaffaq berada di tepi kota. Abdullah Al Mubarak bergegas ke lokasi tersebut.

Pencariannya berhasil. Ia menemui seorang pria dengan pakaian lusuh.

"Benarkah Anda Ali bin Al Muwaffaq?" Tanya Abdullah Al Mubarak.

"Betul tuan. Ada yang bisa saya bantu?" kata Ali.

Kemudian Abdullah Al Mubarak pun bertanya, mengapa Ali bisa sampai mendapatkan pahala haji mabrur. Mendengar itu Ali kebingungan, karena ia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya mendapatkan pahala tersebut.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Abdullah Al Mubarak meminta Ali menceritakan apa saja yang ia lakukan di dalam kehidupannya selama ini. Ali pun akhirnya menceritakannya.

"Sejak puluhan tahun lalu, setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, cukup untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji," kata Ali.

Tapi sayangnya Ali gagal berangkat karena istrinya saat itu sedang mengidam yang sangat berat. Saat itu istrinya menginginkan masakan yang aromanya ia cium. Kemudian Ali mencarinya dan menemukan asal sumber aroma masakan tersebut dari dalam gubuk reyot.

"Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya," ujar Ali bin Al Muwaffaq.

Tapi janda itu tidak ingin memberikan makanan yang dimasaknya, dengan alasan makan itu halal baginya dan haram untuk orang lain. Ternyata daging yang sedang ia olah itu bangkai kedelai, mereka tidak bisa makan dan terpaksa mengambil bangkai tersebut.

Merasa iba, Ali akhirnya kembali ke rumahnya untuk memasak makanan sehat dan halal, kemudian kembali lagi ke gubuk itu dan sekaligus memberikan uang tabungan hajinya.

"Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha agar engkau tidak kelaparan lagi."

Mendengar cerita tersebut, Abdullah Al Mubarak tak bisa menahan air matanya. Terungkap sudah rahasia mimpinya itu, ternyata inilah amalan yang dilakukan oleh Ali bin Al Muwaffaq sehingga Allah menerima amalan hajinya, meski ia tidak berkesempatan menunaikan ibadah haji.

Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin mengatakan bahwa kisah tersebut diambil dari Kitab Ihya'Ulumuddin karya Hujjat al-Islam al-Imam Al- Ghazali, "Asrar al-Hajj" (rahasia-rahasia Haji).

Dalam bab ini diuraikan tentang keutamaan haji, Kota Makkah dan Kakbah jumlah rukun dan syarat, tentang amalan perbuatan dhahiriyah dari berangkat hingga pulang haji, dan juga segala adab, tata krama haji, serta rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam amalan batiniah haji.

"Kisah dari Imam al Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din bisa menjadi pencerahan buat kita. Hikmah dari kisah ini sangat besar,” kata Ustadz Ainul Yaqin saat dihubungi Okezone belum lama ini.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌُ إِلاَّ الْجَنَّةَ قِيْلَ وَمَا بِرُّهُ ؟ قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلاَمِ (رواه أحمد والطبرانى وغيره)

Artinya: "Dari Jabir Radiallahuanhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga.' Rasul ditanya, 'Apa tanda-tanda mabrurnya?' Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, 'Senang membantu memberikan makanan dan santun dalam berbicara'." (HR Ahmad, Al Tabranl)

“Berniat ibadah haji dengan sungguh-sungguh, menyiapkan diri dengan keteguhan hati dan totalitas kepasrahan, ikhtiar serta kesadaran diri untuk meraih keutamaan adalah proses yang diganjar oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, walaupun mungkin tidak kesampaian dalam melaksanakan ibadah haji tersebut dikarenakan beberapa faktor atau kendala, sehingga belum terlaksana atau tertunda," pungkasnya.

  • #Kisah Sahabat Nabi
  • #Tukang Sol Sepatu
  • #Haji
  • #Kisah Islami

Soal:

Apa tanda-tanda ibadah haji diterima? tolong jelaskan, jazakumullahu khair.

Jawab:

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

“Haji yang Mabrur tidak ada balasannya melainkan surga”

Haji yang mabrur adalah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanda-tandanya banyak di antaranya:

  1. Dana haji dari harta / nafkah yang halal
    Karena harta adalah pondasi yang utama dalam kehidupan seorang muslim, lebih-lebih untuk ibadah haji. Terdapat riwayat bahwa jika sesorang berhaji dengan harta yang baik maka diserukan padanya:

    زادك حلال، وراحلتك حلال، وحجك مبرور

    “akan ditambah harta halalmu, kendaraanmu halal dan hajimu mabrur“.
    Sebaliknya, jika ada yang berhaji dengan harta yang kotor (tidak halal), maka akan diseru padanya:

    لا لبيك ولا سعديك، زادك حرام، ونفقتك حرام، وحجك مأزور غير مأجور

    “tidak ada “labbaik” tidak ada “sa’daik”, akan bertambah harta harammu, nafkahmu haram dan hajimu sia-sia tanpa pahala”
    atau semakna dengan ini.

  2. Di antara tanda haji mabrur adalah Allah memberikan taufik kepadanya agar bisa melakukan manasik yang sesuai syariat.
    Sesuai dengan tuntutan (syariat) tanpa menguranginya. Menjauhi larangan Allah pada ibadah haji. Ia melakukannya sesuai dengan tuntunan syariat.
  3. Di antara tanda haji mabrur adalah ia kembali (ke daerahnya) dengan keadaan agama yang lebih baik dari sebelumnya.
    Kembali dengan keadaan bertaubat dan istiqamah dalam ketaatan serta terus-menerus dalam keadaan ini. Jadilah haji momentum menuju kebaikan. Pemacu dari perbaikan perjalanan kehidupan.

Inilah tanda-tanda haji yang mabrur.

Sumber: Majmu’ Fatawa syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/494

Penerjemah: Dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

🔍 Bolehkah Membaca Alquran Sambil Tiduran, Zakat Barang Tambang, Buah Yang Ada Di Neraka, Albaqarah 183

Disana ada hadits yang mengatakan ‘Kalau anda telah menunaikan haji dengan cara yang benar, maka kamu akan kembali seperti dilahirkan ibumu, lepas dari semua dosa. Alhamdulillah saya telah menunaikan kewajiban haji dan insyaallah ditunaikan dengan benar. Akan tetapi dari waktu ke waktu, ditengah shalat, saya teringat dengan dosa-dosaku yang telah saya lakukan sebelum haji. Dan saya merasa sempit sekali dan ketakutan. Saya memohon kepada Allah maaf dan ampunan. Apakah selayaknya saya terus menyesali dalam hati atau saya harus optimis bahwa Allah akan mengampuniku? Dan tidak berusaha mengingat dosa-dosa itu?

Alhamdulillah.

Pertama:

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, saya mendengar Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

( مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ ) رواه البخاري ( 1449 ) ومسلم ( 1350

“Siapa yang menunaikan haji karena Allah dan tidak berkata jorok dan tidak berbuat kefasikan, maka dia akan kembali seperti hari dilahirkan ibunya.” HR. Bukhori, 1449 dan Muslim, 1350.

Kita ingatkan hal ini dua perkata:

Pertama: Bahwa hal ini adalah balasan bagi haji mabrur (diterima). Siapa yang berhaji dengan harta haram, hajinya tidak ikhlas karena Allah Ta’ala atau dia mengatakan kata yang jorok atau berbuat kefasikan, maka hajinya tidak mabrur dan tidak kembali seperti hari dilahirkan ibunya.

Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Haji mabrur, dikatakan: dia yang tidak ada riya’ dan sum’ah (ingin dipuji orang). Tidak ada kata jorok dan kefasikan. Dan dengan harta yang halal.” Tamhid Lima Fil Muwatto’ Minal Ma’ani Wal Asanid, (22/39).

Sebagian ahli ilmu mengatakan, “Bahwa haji yang mabrur adalah yang diterima. Dan tanda diterimanya adalah seorang hamba tidak mengulangi kemaksiatan kepada Tuhannya. Dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya. Silahkan melihat jawaban soal no. 26242.

Kedua: seorang muslim yang telah Allah beri kemulyaan menunaikan ibadah haji selayaknya dia takut amalannya tidak diterima. Bukan berarti dia putus asa terhadap rahmat Tuhannya, agar tidak terkena gurur (bangga dengan amalannya). Dan mengharap kepada Tuhannya dengan doa yang sungguh-sungguh agar diterima darinya juga mengharap dengan amalan shaleh untuk menambahi timbangannya di hari ketika bertemu dengan Tuhannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman terkait ketika memberikan sifat orang-orang mukmin:

( وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ . أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ) المؤمنون/ 60 ، 61

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” QS. Al-Mukminun: 60-61.

Dari Aisyah istri Nabi sallallahu alaihi wa sallam berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah sallallahu alahi wa sallam tentang ayat ini (Al-Mukminum: 60). Aisyah radhiallahu anha berkata, “Apakah mereka itu meminum khomr dan mencuri? Beliau menjawab, “Tidak, wahai putri Siddiq. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan menunaikan zakat. Akan tetapi mereka takut tidak diterima amalannya. Mereka itu orang-orang yang bersegera dalam kebaikan.” HR. Tirmizi, 3175, Ibnu Majah, 4198 dan dinyatakan shoheh Al-Bani di ‘Shoheh Tirmizi.

Ketakutan dari orang mukmin ini, tidak menjadikan putus asa dari rahmat Tuhannya. Bahkan mereka menggabungkan dengan penuh harap dan berbaik sangka kepada Allah agar diberi pahala dan dimulyakan. Sebab yang menjadikan orang mukmin ketakutan tidak diterima amalannya adalah dua hal. Berprasangka buruk pada dirinya bahwa belum menunaikan amalan terbaik serta kecintaan nan agung kepada Tuhannya Azza Wajalla.

Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan, ”Kalau takut –maksudnya orang mukmin—meminta uzur itu lebih tepat, yang menjadi sebab uzur ini ada dua perkata, salah satunya persaksian akan kekurangannya. Kedua, cinta yang jujur kepada-Nya. Karena orang yang jujur cintanya, dia akan mendekat kepada orang yang dicintainya semaksimal mungkin dan hal itu tidak mungkin. Dia merasa malu menghadapi-Nya dengan apa yang dihadapkan kepadanya. Dia melihat bahwa kedudukan-Nya lebih tinggi dan lebih mulia. Hal ini terlihat pada kecintaan sesama makhluk. “ Madarij Salikin, (2/325).

Kesimpulannya:

Seharusnya anda mengumpulkan dua hal dan jangan ditinggalkan salah satunya:

Pertama: jangan merasa sangat besar dosa-dosa anda dibandingkan dengan ampunan Allah dan rahmat-Nya. Sesungguhnya ketakutan orang mukmin akan kekurangannya dalam bertaubat dan kekurangan dalam ketaatan yang dapat menghapus dosa. Jadikan ketakutan anda ini sebagai pemicu untuk menambah ketaatan dan permohonan kepada Allah Azza Wajallah dengan jujur agar menerima dari anda dan dijadikan anda termasuk orang yang dekat dengan-Nya. Jauhi sejauh-jauhnya berputus asa dari rahmat Allah Azza Wajalla.

Kedua: Berprasangka baik kepada Allah Jalla Jallah, mengharap akan ampunan-Nya, kedermawanan dan rahmat-Nya yang melingkupi segala sesuatu. Selagi anda tetap istiqomah dalam urusan Tuhan anda, mengagungkan syariat-Nya, bersegera dalam ketaatan kepada-Nya. Hendaklah anda senantiasa berprasangka baik kepada-Nya agar menerima dan memberi balasan pahala kepada anda.

Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan –ketika menjelaskan hadits Qudsi yang disepakati keshohehannya Allah Ta’ala berfirman. – ‘Saya tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku’ Qurtubi dalam kitab ‘Al-Mufhim’ mengatakan, “Dikatakan makna ‘Persangkaan hamba-Ku kepada-Ku’ adalah persangkaan terkabulnya doa. Persangkaan diterima ketika bertaubat. Persangkaan ampunan ketika memohon ampunan. Persangkaan balasan ketika menunaikan ibadah dengan syaratnya serta berpegang teguh dengan kebenaran janji-Nya. Beliau menambahi, dikuatkan dengan hadits lain ‘Berdoalah kepada Allah sementara anda yakin dikabulkan’

Berkata, “Oleh karena itu selayaknya seseorang bersungguh-sungguh menunaikan apa yang menjadi kewajiban disertai yakin bahwa Allah akan menerima dan mengampuninya. Karena Dia telah menjanjikan hal itu dan Dia tidak akan menyalahi janjiNya. Kalau dia berkeyakinan atau berprasangka bahwa Allah tidak menerimanya dan itu tidak bermanfaat, hal ini termasuk berputus asa dari rahmat Allah. dan termasuk dosa besar. Siapa yang meninggal dunia dalam kondisi seperti itu, maka diserahkan sesuai dengan apa yang dia sangka sebagaimana ada dalam sebagian jalan hadits yang disebutkan tadi, ‘Maka silahkan hamba-Ku berprasangka yang dia kehendaki’. Berkata, “Siapa yang menyangka diampuni padahal dia terus melakukan (dosa), maka termasuk bodoh dan tertipu. Hal itu dapat menjerumuskan ke pemahaman ‘Murjiah’. Fathul Bari, (13/386).

Kita memohon kepada Allah agar menerima amalan sholeh anda, dan menjadikan haji anda diterima (mabrur). Dan anda diberi balasan terbaik, terbanyak dan terindah. Wallahu a’lam