Negara manakah yang pertama kali mengembangkan internet dan untuk tujuan apa?

Merdeka.com - Palapa Ring, jaringan tulang punggung internet telah diresmikan Presiden Jokowi belum lama ini di Istana Negara. Hadirnya jaringan serat tulang punggung internet ini menjadikan semua daerah di Indonesia disebut-sebut akan merdeka internet. Hal ini setidaknya merupakan pencapaian besar mengingat konsep Palapa Ring ini telah tercetus sejak 2005.

Terlepas itu, mari lihatlah sejarah awal mula internet masuk ke Indonesia. Sejarah ini tak bisa dilepaskan bagaimana internet mulai ada di Indonesia. Mengutip buku Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) yang berjudul "Domain .id dan Identitas Negeri; Perjalanan Pengelolaan Domain Internet Indonesia", koneksi internet pertama kali di Indonesia dilakukan oleh Joseph Luhukay pada 1983. Dia merupakan akademisi dari Departemen Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

Kebetulan saat itu, ia baru menyelesaikan gelar Ph.D dari University of Illinois at Urbana-Champaign dan membawa sejumlah perangkat komputer unix Dual System 83/20 berbasis Motorola 68000 dan server terminal Ethernet NTS berbasis Intel 80186.

Kala itu, Joseph menggunakan UUCP (Unix-to-Unix Copy) untuk membangun jaringan internal kampus yang diberi nama UINET. Setahun kemudian, UINET pun resmi tersambung UUNetsalah satu ISP pertama dan terbesar di dunia. Indonesia pun menjadi negara pertama di Asia yang terkoneksi dengan internet.

Di masa itu, jaringan internet tak bisa lepas dari proyek Inter-UNIversity NETwork atau UNINET yang didanai World Bank. UNINET berperan menyediakan bandwidth dan kampus berupaya menggelar infrastruktur. Misi proyek tersebut sebetulnya sederhana. Menghubungkan universitas-universitas besar Tanah Air seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Hassanudin di Makassar.

Namun, kampus-kampus tersebut angkat tangan untuk membangun infrastruktur yang diperlukan. Mereka juga tak bisa mempertahankan koneksi akibat tingginya biaya dial up connections jarak jauh. Akhirnya, mau tak mau proyek UNINET pun mangkrak. Menyisakan UI dengan beberapa simpul sambungan koneksi ke dalam dan luar negeri. Meski gagal, upaya mengadopsi internet tetap berlanjut.

Salah satu simpul awal yang turut mewarnai perkembangan internet di Indonesia adalah Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada awal 1990-an, satu-satunya koneksi internet hanya bisa dilakukan melalui Universitas Indonesia yang sudah lebih dulu membangun proyek UINET. Para akademisi di Bandung harus mengeluarkan biaya mahal untuk dapat terkoneksi karena masih menggunakan line telepon dengan sambungan interlokal.

Lantaran mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, akademisi di ITB pun harus memutar otak. Setali tiga uang, anggota Amateur Radio Club (ARC) ITB bernama Suryono Adisoemarta yang baru pulang menyelesaikan studinya di Amerika Serikat, berhasil membuat sambungan internet yang efisien menggunakan radio paket ke Ipteknet melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Anggota komunitas ARC memanfaatkan PC 286 bekas dan modem radio paket pinjaman. Modem iniTerminal Node Controller (TNC)dipinjamkan oleh salah seorang staf LAPAN yang juga alumnus ITB bernama Muhamad Ihsan. Meski relative murah, kekurangan dari sambungan internet ini begitu lambat. Kecepatannya hanya sekitar 9,6 Kbps.

Era Komersialisasi

Singkat cerita, setelah masa pembangunan internet telah marak, muncullah berbagai pihak yang melihat kesempatan berbisnis dengan internet. Didik Partono Rudianto yang kini menjabat sebagai Direktur Inixindo, dalam buku karangan PANDI menyebutkan bahwa banyak desakan dari luar negeri untuk Indonesia mengembangkan internet provider sendiri yang komersil.

"Ini diluar kepemilikan universitas dan korporat," kata Didik.

Sekira tahun 1994, seorang insinyur IBM bernama Sanjaya membuka bisnis internet service provider (ISP) komersil pertama di Indonesia dengan nama PT Indo Internet (IndoNet) di Jakarta. Setahun kemudian, muncul PT Rahardjasa Internet (RadNet) sebagai pesaing pertama ISP komersial.

Di tahun yang sama, mahasiswa ITB Rully Harbani mendirikan PT Melvar Lintasnusa (Melsa). Melsa menjadi ISP ketiga di Indonesia dan pertama di Bandung. Pemerintah pun melihat bagaimana bisnis internet semakin booming dan mulai meregulasi bisnis ini pada tahun 1996.

BUMN pertama yang menjadi ISP adalah PT Pos Indonesia pada tahun 1996 melalui Wasantara Net (W-Net). W-Net sebenarnya adalah bagian dari proyek Nusantara-21 yang bertujuan menyambungkan internet ke 300 kecamatan.

W-Net juga menjadi ISP dengan jaringan terbesar di Indonesia karena memiliki node lokal di berbagai ibukota dan kota-kota besar. Meski demikian, W-Net banyak menuai kritik akibat kecepatannya yang dikatakan lambat.

Kemudian muncul PT Indosat Tbk., yang masih berstatus BUMN, untuk menjadi ISP di tahun yang sama melalui IndosatNet. Kala itu, Indosat menjadi salah satu ISP terpopuler tahun 1990-an.

Pada tahun 1998 tampil PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) menjadi tambahan pesaing ISP lainnya. Model bisnis Telkom berbeda: menyediakan jasa telepon rumah dan internet secara bersamaan. Biayanya dijadikan satu dengan tagihan telepon.

Peningkatan ISP tergolong sangat cepat. Seperti dituliskan dalam buku, terdapat 16 ISP dengan 20.000 pengguna dan kecepatan hingga 64 kbps pada akhir 1995. Data dari International Telecommunication Union (ITU) tahun 1996 mencatat perlonjakan menjadi 22 ISP dengan 100.000 pengguna.

Berjalannya waktu, kini internet telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat di negeri ini baik untuk komunikasi maupun produktivitas bekerja. Bahkan berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia tahun 2018, mencatat 171,17 juta jiwa penduduk negeri ini telah terkoneksi internet.

(mdk/faz)