Motif gunungan pada rumah adat Betawi memiliki makna

Provinsi Daerah Khusus Ibukota [DKI] Jakarta merupakan tempat berkembangnya budaya Betawi yang terkenal dengan ondel-ondel, kerak telor, dan masih banyak lagi. Kebudayaan Betawi dilindungi oleh pemerintah dalam Peraturan Daerah [PERDA] Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.

Sejalan dengan peraturan tersebut, pada tahun 2017 diterbitkan Peraturan Gubernur [PERGUB] Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi yang menjelaskan ikon betawi sebagai upaya pelestarian melalui pengenalan yang menggambarkan ciri khas masyarakat Betawi dan jati diri Provinsi DKI Jakarta sebagai daya tarik wisata.

Seperti provinsi lain, masyarakat betawi memiliki rumah adat. Menurut Abdul Azis Said dalam buku Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja, rumah adat adalah suatu bangunan dengan struktur, cara pembuatan, bentuk, fungsi serta ragam hias yang memiliki ciri khas tersendiri dan diwariskan secara turun temurun untuk dapat digunakan sebagai tempat tinggal oleh penduduk sekitarnya.

Nama rumah adat Betawi dikenal sebagai Rumah Kebaya. Ternyata, Rumah Kebaya merupakan salah satu dari tiga bentuk rumah adat Betawi. Ada beberapa bentuk rumah adat Betawi lain. Simak penjelasan mengenai rumah adat Betawi berikut ini.

Rumah Kebaya

Berdasarkan buku Mengenal Rancang Bangun Rumah Adat di Indonesia oleh Faris Al Faisal, Rumah Kebaya atau disebut juga Rumah Bapang memiliki ruangan seperti rumah tinggal pada umumnya. Rumah ini memiliki ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dapur, dan teras.

Rumah Kebaya merupakan ciri khas suku Betawi. Atap rumah kebaya berbentuk pelana yang dilipat. Asal mula nama Rumah Kebaya digunakan karena atap rumah dari samping terlihat seperti lipatan kebaya.

Advertising

Advertising

Rumah Kebaya merupakan peninggalan budaya masyarakat Betawi dalam bidang hunian. Rumah adat ini dilestarikan hingga saat ini. Pondasi Rumah Kebaya terbuat dari susunan batu alam untuk menyangga tiang-tiang rumah agar bangunan menjadi tegak dan kokoh.

Genteng yang terbuat dari tanah merupakan bahan yang umum digunakan sebagai atap rumah. Bahan lain yang dapat digunakan namun jarang adalah anyaman daun kirai yang dibentuk seperti pelana dengan kemiringan bagian depan yang sangat rendah.

Area pendopo atau teras dibuat cukup luas. Terdapat meja dan kursi untuk melayani tamu. Bagian teras dan luar rumah dipisahkan dengan susunan pagar kayu yang dibuat berbentuk segitiga simetris. Konstruksi untuk menopang rangka atap [gording] terbuat dari material kayu gowok dan kayu kecapi. Sedangkan balok tepi terbuat dari kayu nangka.

Dinding Rumah Kebaya terbuat dari material kayu nangka yang dicat menggunakan warna cerah, seperti kuning atau hijau. Daun pintu dan jendela dibuat berukuran lebar dengan lubang udara yang tersusun secara horizontal. Pintu semacam ini juga dikenal dengan istilah pintu jalusi.

Bentuk Rumah Adat Betawi

Rumah Adat Betawi [jakarta-tourism.go.id]

Dalam artikel Arsitektur Tradisional Rumah Betawi oleh Suwardi Alamsyah P., bentuk rumah Betawi dapat dilihat berdasarkan bentuk dan struktur atapnya dan dibagi menjadi 3 [tiga]. Bentuk paling populer adalah rumah Kebaya yang telah dijelaskan sebelumnya. Bentuk lainnya adalah rumah Gudang dan rumah Joglo.

Rumah Gudang

Rumah Gudang memiliki ruang tengah berbentuk segi empat yang memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi terdapat pula rumah gudang yang beratap perisai. Struktur atap rumah gudang tersusun dari rangka kuda-kuda.

Struktur tersebut pada umumnya bersistem bersifat kompleks karena terdapat dua batang yang saling bertemu pada sebuah batang yang tegak disebut ander. Dalam rumah adat lain, tidak ditemukan struktur tersebut sehingga diduga bahwa Belanda yang memperkenalkan struktur tersebut pada penduduk setempat.

Selain itu, pada bagian depan Rumah Gudang terdapat bagian atap yang miring sehingga disebut topi/dak/markis. Fungsi atap tersebut adalah menahan cahaya matahari dan air hujan hujan pada ruang depan yang selalu terbuka.

Rumah Joglo

Rumah Joglo merupakan arsitektur hasil percampuran kebudayaan Jawa dan Betawi. Berbeda dengan Rumah Joglo yang terdapat di Jawa Tengah, integrasi antara denah, tiang-tiang penopang struktur atap dan struktur atap pada Rumah Joglo Betawi tidak begitu tegas seperti pada rumah joglo di Jawa Tengah.

Tiang-tiang utama yang digunakan sebagai penopang struktur atap adalah unsur utama yang mengarahkan pembagian ruang pada Rumah Joglo Jawa Tengah. Sedangkan pada Rumah Joglo Betawi, hal tersebut tidak terlalu terlihat.

Selain itu, pada Rumah Joglo asli di Jawa Tengah, struktur bagian joglo dari atap disusun oleh sistem struktur temu gelang atau payung. Sedangkan pada rumah joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda.

Namun, Rumah Joglo berbeda dengan Rumah Gudang. Sistem kuda-kuda pada Rumah Joglo Betawi adalah kuda-kuda timur yang tidak menggunakan batang-batang diagonal seperti yang terdapat pada Rumah Gudang.

Ragam Hias Rumah Betawi

Dalam situs web Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, ragam hias pada rumah-rumah Betawi berbentuk sederhana dengan motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segi tiga, lengkung, setengah bulatan, dan bulatan.

Ragam hias rumah betawi biasanya diletakkan pada lubang angin, kusen, daun pintu dan jendela, serta tiang yang tidak tertutup oleh dinding, seperti tiang langkan, dinding ruang depan, garde [batas ruang tengah dengan ruang depan], tangan-tangan [skur], dan teras yang dibatasi langkan terbuat dari batu-batu atau jaro.

Jaro adalah pagar yang dibuat dari bambu atau kayu yang dibentuk secara ornamentik dan merupakan salah satu unsur arsitektur yang paling penting pada rumah adat Betawi. Ragam hias ditemukan pada unsur-unsur dan hubungan-hubungan struktur atau konstruksi seperti sekor, tiang atau hubungan antara tiang dengan batu kosta.

Ragam hias rumah adat Betawi memiliki konstruksi tou-kung diadaptasi dari arsitektur Tiongkok dan diterapkan pada siku penanggap. Tou-kung juga digunakan sebagai sentuhan dekoratif.

Tiang-tiang bangunan diberi dekorasi pada sudutnya dan ditambahkan detail pada ujung bawah yang berhubungan dengan batu. Dekorasi juga diberikan pada ujung atas.

Variasi dekorasi pada rumah adat Betawi memiliki makna-makna tertentu. Beberapa makna berhubungan dengan pendirinya atau lingkungan. Sementara makna lain memiliki hubungan dengan pengaruh budaya dan sejarah.

Salah satunya lambang matahari yang bermakna sebagai sumber kehidupan, kekuatan, dan kewibawaan bagi si pemiliknya. Ada pula ragam hias yang berhubungan dengan kebudayaan Arab dan islam.

Ragam hias baji dipercaya dapat membawa kesejukan bagi pemiliknya. Ada pula Bentuk rantai-rantai sebagai lambang kebersamaan. Ukiran bunga-bunga melambangkan keramahan serta kedamaian pemilik rumah.

Ornamen tombak pada pagar melambangkan gunung, puncak, pencapaian yang lebih tinggi, kewibawaan dan kekuatan untuk melindungi rumah. Penggunaan simbol yang berlaku umum sering ditemukan juga pada elemen rumah Betawi.

Misalnya, simbol garuda pada lubang ventilasi pintu depan yang melambangkan kesetiaan dan kebanggaan terhadap negara.

Ciri Khas Ornamen Gigi Balang dalam Rumah Adat Betawi

Ornamen Gigi Balang [encyclopedia.jakarta-tourism.go.id]

Dari banyak ornamen atau ragam hias yang terdapat pada rumah adat Betawi, ornamen gigi balang adalah ornamen yang paling populer. Dalam Pergub No.17/2017 tentang Ikon Budaya Betawi, makna dari ornamen gigi balang adalah sebagai lambang gagah, kokoh dan berwibawa.

Ornamen gigi balang biasanya terdapat pada lisplang rumah-rumah penduduk Betawi. Lisplang adalah bagian dari bangunan yang berfungsi menutupi bagian atas bangunan sehingga tampak rapi. Lisplang memiliki fungsi estetika dan konstruksi.

Ada beberapa variasi ornamen gigi balang yaitu tumpal wajik, wajik susun dua, potongan waru, dan kuntum melati. Variasi ornamen tersebut serupa dan memiliki segitiga berjajar menyerupai gigi belalang yang mempunyai makna bahwa hidup harus selalu jujur, rajin, ulet dan sabar.

Makna tersebut digunakan karena belalang hanya bisa mematahkan kayu menggunakan gigi jika dikerjakan secara terus menerus dalam waktu yang lama. Secara keseluruhan, ornamen gigi balang memiliki makna pertahanan yang kuat dan keberanian. Makna tersebut adalah prinsip utama yang dipegang teguh oleh masyarakat Betawi.

Kamu pasti pernah nonton si Doel Anak Sekolah bukan? Nah, rumah yang dipergunakan sebagai rumah si Doel Anak Sekolah merupakan rumah adat Betawi yang tenyata memiliki banyak makna dan filosofi dalam ukiran-ukirannya. Rumah adat Betawi sendiri terbagi menjadi tiga jenis menurut tata ruang dan bentuk bangunannya yaitu rumah Gudang, rumah Joglo, dan rumah Bapang atau yang lebih dikenal dengan rumah Kebaya.

Tata letak ketiga rumah itu hampir sama, terdiri dari ruang depan [serambi depan], ruang tengah [ruang dalam], dan ruang belakang. Pada rumah gudang, ruang belakang secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah sehingga terkesan hanya terbagi dalam dua ruang, ruang depan dan tengah.

BACA JUGA: Asal-usul Penamaan Betawi

Bentuk ukiran pada rumah-rumah Betawi berbentuk sederhana dengan motif-motif geometris seperti titik, segi empat, belah ketupat, segi tiga, lengkung, setengah bulatan, bulatan, dan sebagainya. Ukiran biasanya diletakkan pada lubang angin, kusen, daun pintu atau jendela, dan tiang yang tidak tertutup dinding. Berikut makna beberapa jenis ukiran pada rumah adat Betawi, yaitu:

1. Ukiran Bunga Matahari [Banji Swastika]

Banji Swastika [Foto: Brainly]

Ukiran bunga matahari biasanya terletak pada bagian atas pintu ruang tamu. Hiasan ukiran bunga matahari ini melambangkan bahwa kehidupan pemilik rumah harus menjadi inspirasi bagi masyarakat sekitar, karena matahari dilambangkan sebagai sumber kehidupan dan terang, terang matahari di sini diartikan bahwa pemilik rumah harus selalu memiliki pemikiran dan batin yang terang. Ukiran ini juga bermakna sebagai penerang yang akan menerangi hati para penghuni rumah tersebut.

2. Ukiran Bunga Melati

Motif bunga melati [Foto: Sudin perpustakaan jakarta pusat]

Hiasan berupa ukiran bunga melati yang terdapat pada tiang rumah adat Betawi tidak hanya berfungsi untuk memperindah tetapi ukiran bunga melati tersebut bermakna bahwa sang pemilik rumah memiliki hati atau perasaan yang harum selayaknya aroma wangi bunga melati yang sedang mekar.

3. Ukiran Tapak Dara

Tapak Dara [Foto: dekoruma]

Masyarakat Betawi dikenal pandai bercocok tanam. Di halaman rumah mereka selalu asri dengan tanaman mulai dari tanaman hias, buah, sayur, hingga obat-obatan.

Dahulu, mereka memanfaatkan bunga tapak dara untuk mengobati berbagai macam penyakit mulai dari bisul, batu ginjal, anemia, hingga diabetes. Oleh karena itu, ukiran tapak dara pada rumah adat Betawi bermakna agar semua penghuni yang ada di dalam rumah selalu sehat.

4. Ukiran Gunungan [Tumpal]

Motif tumpal betawi [Foto: Bukalapak]

Ukiran tumpal yang berbentuk gunungan yang menyerupai segitiga. Ukiran ini bermakna kekuatan alam yang terdiri dari makrokosmos [semesta], mikrokosmos [manusia], dan metakosmos [alam ghaib]. Bentuk ukiran tumpal segitiga ini dapat kira jumpai pada motif tekstil maupun anyaman.

5. Ukiran Bulatan dan Segitiga [Lisplang Gigi Balang]

Ukiran Lisplang Gigi Balang [Foto: kibrispdr.org]

Pada bagian pintu depan dan gerbang yang diberi atap dan ukiran berbentuk bulatan bermakna kesabaran, keuletan, dan keberanian. Itu adalah prinsip utama yang dipegang teguh oleh masyarakat Betawi asli. Hiasan ukiran tersebut juga dipasang pada atap lain di bagian depan rumah.

Selain itu, masih ada lagi bentuk ukiran yang ada pada rumah adat Betawi seperti bunga mawar yang bermakna kesetiaan, bunga cempaka yang bermakna keanggunan, bunga Kim Hong yang bermakna keuletan, burung merak yang bermakna kemegahan, serta binatang rusa yang bermakna tanggap dan lincah. [jow]

Video yang berhubungan