Menurut abu yusuf, zakat dan pajak adalah entitas yang sama dan ditulis dengan format yang sama pula

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 20 No. 1 (2021) /
  4. Articles

https://doi.org/10.35719/fenomena.v20i1.49
Abu Yusuf Thought, Kitab al-Kharaj, Taxation, State Income.

Sebagai tokoh yang memiliki nama besar, Abu Yusuf memiliki karya fenomenal dalam bidang pajak, yaitu kitab Al-Kharaj. Kitab yang ditulis atas permintaan Khalifah Harun Ar-Rasyid ini digunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan pajak. Sebagai salah satu sektor penting dalam penerimaan negara, pajak seharusnya tidak mendzolimi masyarakat dari besaran presentasenya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejarah penulisan kitab Al-Kharaj  dan isi kitabnya. Selain itu, tulisan ini juga untuk mengetahui konsep pajak yang ditulis Abu Yusuf dan utilitasnya dengan ekonomi saat ini.  Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metodologi pemikiran tokoh yang dilacak dari sikap, tulisan atau pun tanggapan pada suatu kasus fenomena yang terjadi pada masa itu. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran Abu Yusuf tidak bisa mengesampingkan beberapa faktor yang ada, baik faktor internal maupun faktor eksternal yang menjadi pemicunya. Hasil penelitian menemukan bahwa pemikiran Abu Yusuf tentang pajak menjadi salah satu konsep yang dilaksanakan hingga saat ini. Konsepnya dipakai dan diaplikasikan dalam menentukan presentase penerimaan pajak oleh negara. Konsep Al-Kharaj digunakan dalam sektor penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea cukai.

Kata kunci: Abu Yusuf, Kitab Al-Kharaj, Pajak, Pendapatan Negara

As a well-known figure, Abu Yusuf has written a phenomenal work in taxation studies, namely al-Kharaj. This book which written at the request of the Caliph Harun ar-Rashid is used as a guide in tax management efforts. As one of the important sectors in state revenue, taxes should not deceive the public from their percentage. The article aims to find out the context of Al-Kharaj and its contents. Therefore, this study seeks to reveal the thoughts of Abu Yusuf and his background which were traced through his attitudes, writings, and responses to a case that occurred at that time. In addition, the paper is also to find out the tax concept initiated by Abu Yusuf and its practice in economic conditions' today. The results of this study found that Abu Yusuf's thought about taxes is one of the concepts that is still used today. This concept is applied in determining the percentage of tax revenue by the state. The Al-Kharaj concept is also used in the land and building tax (PBB) and customs revenue sectors.

Al-Kaaf, Abdullah Zakiy. Ekonomi dalam Perspektif Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

al-Qardhawi, Yusuf, Karakteristik Islam (Jakarta: Rabbani press: tthn)

Amelia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: dari masa klasik hingga kontemporer.. Pustaka Asatruss, 2005.

Arfah, Tina; Jamilah, Putri, "Keuangan Publik Dalam Perspektif Ekonomi Islam". Jurnal ISLAMIKA, Vol. 3, No. 2 (2020)

Brinton, Crane, Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Binacipta, 1980.

Casavera, Perpajakan Yogyakarta : Graha Ilmu , 2009

Gushfahmi, Pajak Menurut Syriah, (jakarta. Rajawali Pers, 2007)

Karim, Adi Warman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: ITT Indonesia,

Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: RGP: 2004)

Khoerulloh, Abd. Kholik; Komarudin, Omay; Abdillah, Lukman Fauzi, “Konsep Pajak Dalam Perspektif Abu Yusuf dan Asy-Syatibi”. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah Volume 07, Nomor 01, April 2020

Maksum, Muh., Ekonomi Islam Perspektif Abu Yusuf. El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama, Vol 2 No 1 (2014)

Mesr, Alimin, "Kajian atas Kredibilitas Imam Abu Hanifah di Bidang Hadis". AL-FIKR Volume 14 Nomor 3 Tahun 2010

Muti, Ahmad, Keuangan Publik Islam Menurut kitab Al Kharaj Abu Yussuf Relevansinya dengan APBN, Jakarta : UI, 2001.

Oky, Rachmatullah, “Teori Pajak Menurut Abu Yusuf Sebuah Alternatif Solusi Perpajakan Di Indonesia”. Iqtishoduna Vol. 8 No. 1 April 2019

P3EI UII Yogyakarta, Ekonomi Islam (Jakarta, Rajagrafindo Persada: 2008)

pada tanggal 17 Februari 2021.

Rahmawati, Naili, Pemikiran Ekonomi Islami Abu Yusuf, makalah disajikan pada situs pemikiran ekonomi Abu Yusuf, 03 rabiul awal 1431 H, Mataram,

Sadam, Muhammad, Ekonomi Islam (Jakarta: Taramedia, 2002)

Sumardi, Dedy, “Legitimasi Pemungutan Jizyah Dalam Islam:Otoritas Agama Dan Penguasa”. Media Syariah, Vol. XV No. 2 Juli-Desember 2013

Tandilino Albertus, “Penerapan Pajak Dalam Meningkatkan Penerimaanpajak Penghasilan Final Sektor Umkm Di Kotakendari”. Jurnal Progres Ekonomi PembangunanVoume 1 Nomor 1, 2016

Tilopa, Martina Nofra, “Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf Dalam Kitab Al-Kharaj”. AL-INTAJ Vol. 3, No. 1, Maret 2017

Wikipedia, Pajak Bumi dan Bangunan, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/ diakses

Yulianti, Rahmani Timorita, "Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf". MUQTASID Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol 1, No 1 (2010)

Yulianti, Rahmani Timorita, "Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf". MUQTASID Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol 1, No 1 (2010)

Yusuf, Abu, Kitab al-Kharaj, (Kairo: al-Matba’ah as-Salafiyah, tt).

"Fungsi Pajak", https://www.pajak.go.id/id/fungsi-pajak, diakses pada 15 Februari 2021.

"Menkeu: Pajak Merupakan Tulang Punggung Nasional", https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-pajak-merupakan-tulang-punggung-nasional/ diakses pada 15 Februari 2021.

“Pemikiran Abu Yusuf soal Ekonomi Negara dalam Kitab Al-Kharaj”, https://www.nu.or.id/post/read/101873/pemikiran-abu-yusuf-soal-ekonomi-negara-dalam-kitab-al-kharaj diakses pada 20 Februari 2021

“Pemikiran Abu Yusuf soal Ekonomi Negara dalam Kitab Al-Kharaj”, https://www.nu.or.id/post/read/101873/pemikiran-abu-yusuf-soal-ekonomi-negara-dalam-kitab-al-kharaj diakses pada 20 Februari 2021

Selasa 12 Des 2017 09:01Ridha Anantidibaca 14234 kaliSemua Kategori

Menurut abu yusuf, zakat dan pajak adalah entitas yang sama dan ditulis dengan format yang sama pula

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pajak telah ada sejak masa nabi Muhammad saw dan penerapannya masih terus berlanjut. Pada masa Abbasiyah, hadir seorang ulama bernama Abu Yusuf yang diminta untuk menulis sebuah buku komprehensif yang dapat digunakan untuk permasalahan perpajakan. Abu yusuf sendiri telah mengemukakan prinsip-prinsip tentang perpajakan dengan sangan jelas yang kemudian dikenal sebagai canons of taxation oleh para ekonom.

Abu yusuf dalam kitabnya al-kharaj memiliki pemikiran untuk mengganti system pajak dari wazifah ke muqasamah. Menurutnya, muqasamah lebih adil jika diterapkan karena muqasamah merupakan system pemungutan pajak yang dilaksanakan berdasarkan nilai yang tidak tetap atau berubah dengan mempertimbangkan pada presentase penghasilan dan tingkat kemampuan. Lain halnya dengan wadzifah yang pemungutannya ditentukan berdasarkan pada nilai tetap. Pergantian system tersebut adalah dalam rangka untuk mencapai ekokomi yang berkeadilan.

Abu yusuf dalam kitabnya al-kharaj telah menjelaskan kondisi dan hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, diantaranya charging a justifiable minimum, no oppression of tax-payers, maintenance of a healthy treasury, benefiting both government and tax-payers dan in choosing between alternative policies having the same effects on treasury,preferring the one that benefits tax-payers.

Disamping itu dalam Islam, macam-macam jenis pemungutan pajak juga telah dijelaskan. Dalam Islam klasik jenis pemungutan pajak sebagai berikut:
Jizyah adalah pajak yang ditunjukan kepada kafir dzimmi, yaitu kelompok non muslim yang menetap di negara Islam dan menaati peraturan yang telah diterapkan oleh negara tersebut. Terdapat tiga pilihan yang ditawarkan Islam kepada non muslim, yaitu masuk Islam, membayar jizyah atau diperangi. Bagi yang tidak mau masuk Islam maka harus membayar jizyah.
Kharaj, yaitu pajak bumi.
‘Usyur, yaitu bea cukai (pajak ekspor dan import). Usyur adalah harta yang diambil dari hasil perdagangan ahludzzhimmah dan penduduk darul harbi yang telah melewati daerah perbatasan negara Islam sebagai hak kaum muslimin. Adapun mengenai tarif usyur disesuaikan pada status pedagang. Jika pedagang adalah seorang muslim maka dikenakan zakat perdagangan 2,5% dari barang bawaannya, dan jika pedangang adalah ahludzzimmah maka dikenakan tarif 5%, sedangkan kafir harbi tarifnya 10%.
Rikhaz yaitu pajak atas barang tambang. Jika ditemukan barang tambang yang ada pada tanah seorang muslim maka dikenakan pajak sebesar 20% atau seperlima.

Dengan mengetahui konsep perpajakan yang telah dikemukakan diatas, kiranya perlu untuk melihat realita yang terjadi pada masa sekarang ini, apakah pemikiran yang tawarkan oleh abu yusuf diatas mengenai relevan pada masa sekarang ini? Mari kita simak bersama-sama:

Tarif Proporsional atau dengan Muqasamah

Menurut Abu Yusuf, metode pajak dengan proporsional bisa memberikan peningkatan pendapatan negara dari segi pajak tanah dan juga bisa mendorong para penanam dalam meningkatkan produksinya. System ini dinilai memberikan rasa adil serta dapat menjadi automatic stabilizier untuk perekonomian yang selanjutnya tidak akan membuat perekonomian berfluktuasi terlalu tajam. Dengan demikian dapat terlihat dari paparan diatas bahwa Abu Yusuf menginginkan adanya keadilan bagi seluruh warga negara. Di Indonesia sendiri tarif pajak sangat beragam, ada tarif progresif yang di terapkan pada PPh, proporsional yang di tarapkan pada PBB dan PPN.

Self Assesment atau dengan sistem Qabalah

Pemungutan pajak dengan prinsip self assesment bias diartikan memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar serta melaporkan secara mandiri jumlah besaran pajak yang harus dibayarkan. Sedangkan system yang berlaku sebelumnya adalah Qabalah seperti yang dijelaskan dalam al-kharaj, menurutnya system tersebut hanya akan menyebabkan terjadinya kedzaliman di masyarakat. Dengan demikian solusinya yang diberikan Abu Yusuf adalah seharusnya pemerintah memiliki lembaga khusus yang mengurus tentang pajak dan memiliki petugas pajak yang professional.

Sistem yang dikemukakan oleh abu yusuf jika diterapkan pada masa sekarang masih sangat relevan, lebih-lebih self assesment system yang saat ini berlaku di Indonesia memungkinkan terjadi kecurangan-kecurangan oleh wajib pajak.

PBB atau dengan Kharaj

Pajak Bumi dan Bangunan pertama kali diatur dalam UU No. 12 tahun 1985, kemudian diubah di dalam UU No. 12 Tahun 1994. Di dalam PBB terdapat NJOP yaitu harga rata-rata yang didapatkan dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. NJOP dijadikan dasar pengenaan pajak yang setiap tiga tahun ditentukan oleh menteri keuangan. PBB mempunya perbedaan dengan al-kharaj yang ditulis oleh abu yusuf. PBB untuk semua jenis tanah sedangkan al-kharaj untuk lahan pertanian. Perbedaan lainnya adalah pada hukum asal al-kharaj yaitu pengenaan pajak tanah yang dikelola oleh orang kafir yang kalah perang dan tidak masuk Islam sedangkan PBB untuk semua warga negara yang memiliki objek pajak bumi dan bangunan. Apabila konsep pajak al-kharaj - sebagaimana yang telah dijelaskan abu yusuf - dengan system muqasamah diterapkan di Indonesia yang karakternya adalah negara agraris, maka pendapatan negara dari sector pertanian sangatlah potensial.

Bea Cukai atau Usyur

Bea adalah suatu pungutan yang dibebankan atas perbuatan atau kejadian berkaitan dengan lau lintas barang dan lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan, sedangkan cukai merupakan pungutan negara yang dibebankan terhadap barang-barang tertentu dengan sifat dan karakteristik yang telah di tetapkan oleh undang-undang, yaitu barang yang perlu dibatasi atau diawasi pemakaiannya.

Dalam istilah abu yusuf, pajak bea cukai adalah usyur. Usyur dilakukan pertama kali pada masa khalifah umar bin al-khattab. Saat itu Musa al-Asyari menulis surat kepada khalifah umar mengenai persoalan pedagang muslim dikenakan usyur 1/10 ketika mendatangi wilayah kafir harbi, maka khalifah memerintahkan kepada abu Musa untuk melakukan hal yang sama, yaitu mengambil pajak yang sama dengan ketentuan dari ahludz dzimmi 5% dan dari muslim 2,5% dengan batas minimal barang mencapai 200 dirham.

Jika ditarik pada masa sekarang ini, relevansi dari usyur dengan bea cukai dapat disimpulkan dalam beberapa hal, yaitu: Pertama, usyur merupakan bentuk pajak niaga yang dibayarkan pada negara untuk kemaslahatan umum, Kedua, usyur adalah bentuk pajak yang melihat pemiliknya secara pribadi, karena jumlah pajak yang dibebankan akan berbeda berdasarkan agama sedangkan bea cukai saat ini tidak melihat dari sisi pribadi pemiliknya, Ketiga, usyur adalah bentuk pajak tidak langsung sebagaimana dengan bea cukai saat ini, sebab dibebankan atas barang perniagaan dengan pembayarannya dilakukan di pos perbatasan Negara, Keempat, usyur merupakan pajak nominal yang dihutung berdasarkan ukuran tertentu sedangkan bea cukai mengambil dari dasar nominal terhadap sebagian barang perniagaan dengan standar barang lain.

Barang Tambang atau Rikhaj

Pasal 129 UU No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara menyebutkan pemegang operasi produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara diwajibkan untuk membayar 4% kepada pemerintah dan membayar 6% kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak melakukan aktifitas produksi. Sehingga jika dijumlahkan pajak pertambangan mencapai 10%.

Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam baik di darat ataupun di laut. Maka sudah sepatutnya rakyat merasakan kemakmuran negara ini sesuai dengan  UUD 1945 pasal 33 Ayat 3.  BUMN dan BUMD yang ditugaskan oleh negara untuk mengelola sumber daya alam di negara ini, sudah sepantasnya memberikan royalti sepenuhnya kepada negara, bukan sebaliknya membebani negara dengan sering merugi. Begitu juga BUMS khusunya yang mengelola keakayaan alam berupa pertambangan di indonesia saharusnya dibebankan pajak sebesar 20%.  Apabila pemerintah berani untuk menerapkan konsep pajak pertambangan seperti yang dikemukakan abu yusuf yaitu sama dengan rikhaj dengan tarif 1/5 maka pendapatan negara akan melampai target dan kemungkinan dapat menjadi surplus anggaran, tidak seperti sekarang yang sering terjadi defisit anggaran.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: Pertama, tarif pajak muqosamah yang dijelaskan abu yusuf atau tarif pajak proporsional telah berlaku di Indonesia seperti halnya pajak PBB dan PPN, Kedua, self assesment system yang dijalankan di Indonesia hampir sama dengan qabalah yang dikemukakan oleh abu yusuf, dan sepatutnya penggunaan system ini dibatasi begitu juga untuk perusahaan besar sepetutnya menggunakan system official assessment, Ketiga, kharaj berdasarkan tingkat kesuburan sedangkan PBB berdasarkan luas wilayah dan NJOP, jika Indonesia menginginkan pajak PBB lebih besar maka sebaiknya menerapkan kharaj karena Indonesia adalah negara agraris, Keempat, letak perbedaan usyur dan bea cukai terdapat pada kepemilikan objek pajak, Kelima, pemerintah harus berani ekstensifikasi dan diversifikasi pajak bukan hanya intensifikasi pajak, terutama pada bidang pertambangan yang punya potensi pajak sangat besar karena sudah banyak sekali perusahaan asing yang mengambil kekayaan alam di negara ini tetapi hanya membayar pajak yang relative kecil.

Sumber : tempo.co (10 Desember 2017)


Foto : Tempo