Mengingat allah swt agar tidak menjadi sombong dihadapan umat manusia lainnya.merupakan makna dari …

Husnuzan adalah salah satu sifat terpuji yang wajib dimiliki oleh semua umat muslim. “Kita sebagai umat muslim memiliki kewajiban untuk selalu husnuzan kepada Allah Ta’ala”. Dari pernyataan itu, ada dua hal yang perlu kita ketahui. Pertama, apa itu husnuzan? Kedua, kenapa kita harus selalu husnuzan kepada Allah Ta’ala?

Pada tulisan ini, mari kita bersama-sama memahami makna husnuzan terlebih dahulu. Dalam bahasa Arab, “husnu” memiliki arti baik, sementara “az-zan” berarti prasangka. Sehingga dari kedua kata tersebut, husnuzan dapat diartikan dengan berprasangka baik. Sedangkan secara istilah, husnuzan adalah sikap serta cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif dan dibekali dengan hati yang bersih, serta tindakan yang lurus. Dari beberapa pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa jika kita umat muslim selalu husnuzan, maka insya Allah akan mendapatkan kehidupan yang lebih indah, damai, dan lebih bermakna.

Perintah untuk selalu berhuznuzan juga tertuang dalam Al Quran surah Al-Hujurat ayat 12 yang artinya:

“Wahai, orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka. Sesungguhnya, sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada sebagian kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat Lagi Maha Penyayang.”

Berdasarkan surah tersebut dapat kita pahami bahwa sebagai umat muslim yang beriman kepada Allah, kita wajib menjauhi prasangka buruk, baik terhadap Allah Ta’ala, kepada diri sendiri serta kepada orang lain.

Husnuzon kepada Allah Ta’ala sendiri dapat terbagi menjadi empat bentuk berikut:

1.     Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala

Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala harus menjadi hal utama yang tertanam pada perasaan dan pikiran manusia. Meskipun hati manusia belum bisa merasakan kebenaran peraturan atau ketetapan Allah Ta’ala, dan pikiran manusia terkadang melihat ada hal lain yang lebih baik menurut pendapat manusia, sebagai muslim yang baik tidak ada sikap yang akan diambil selain sami’na waata’na, yang artinya “Kami dengar perintah-Mu ya Allah, dan kami taat”.

Apa pun yang diturunkan Allah Ta’ala kepada manusia pasti merupakan aturan yang terbaik untuk dijalaninya. Pasti ada hikmah besar di balik semua aturan yang Allah Ta’ala turunkan untuk manusia. Meskipun keterbatasan pikiran dan perasaan manusia belum bisa melihatnya.

2.     Husnuzan dalam nikmat Allah Ta’ala

Allah Ta’ala akan memberikan nikmat kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Nikmat dapat berupa harta, kesehatan, kesempatan, dan masih banyak lagi. Allah Ta’ala memberikan nikmat kepada manusia dengan maksud dan tujuan tertentu.

Husnuzan kepada Allah Ta’ala atas nikmat yang telah diberikan, dapat diwujudkan dengan memperbanyak syukur dan merenungkan apa sebenarnya maksud Allah Ta’ala memberikan nikmat tersebut kepada manusia.

3.     Husnuzan dalam menghadapi ujian dari Allah Ta’ala

Dalam keadaan tertimpa ujian dan musibah, manusia seharusnya makin mempertebal rasa husnuzan kepada Allah Ta’ala, karena semua yang dialami dalam kehidupan manusia, pasti memiliki hikmah yang besar nantinya. Caranya agar kita berprasangka baik di saat menerima ujian atau cobaan dari Allah Ta’ala yaitu dengan bersabar dan selalu yakin ini adalah yang terbaik diberikan Allah untuk umatnya.

Dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Allah berfirman sebagai berikut:”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkan keburukan.” (H.R.Tabrani dan Ibnu Hibban).”

4.     Husnuzan dalam melihat ciptaan Allah Ta’ala

Setiap makhluk yang diciptakan Allah Ta’ala pasti memiliki maksud dan tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi ini. Husnuzan kepada Allah Ta’ala dalam hal ini ditunjukkan dengan meyakini bahwa tidak ada satu pun yang menjadi sia-sia dalam ciptaan Allah Ta’ala. Misalnya Allah menciptakan makluk/hewan membawa penyakit, maka akan muncul pertanyaan kenapa makhluk tersebut harus diciptakan? Padahal akan banyak manusia yang sakit bahkan meninggal karenanya. Maka dari itu kita harus memahami bahwa semua ciptaan Allah Ta’ala tersebut tetap ada tujuannya, yaitu agar manusia lebih berhati-hati, dan lebih bersih. Sehingga dengan menanamkan sikap ini, manusia akan lebih memerhatikan keadaan lingkungan sekitarnya dengan penuh penghormatan kepada Sang Pencipta.

Para pembaca sekalian, dalam kondisi bagaimanapun kita harus selalu berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, walau terkadang kita merasa tidak suka dan bahkan marah dengan ketetapan Allah Ta’ala yang tidak sesuai dengan harapan kita. Karena pada dasarnya manusia tidak akan pernah tahu bahwa dalam setiap ketetapan atau kejadian yang ada dalam kehidupan kita akan selalu terdapat hikmah yang Allah Ta’ala berikan.

Sumber:

https://kumparan.com/berita-hari-ini/Husnuzan-kepada-allah-sikap-berprasangka-baik-yang-wajib-dimiliki-umat-muslim-1v9LT9hnuvr/full

https://m.lampost.co/berita-husnuzan.html

Penulis: Elyza Gustri Wahyuni
Dosen Informatika UII

Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut.

Seorang mukmin sudah seharusnya membenamkan sifat sombong dan angkuh.

Republika/Agung Supriyanto

Kesombongan hanya akan membawa kita pada kehancuran. Kita harus belajar dari kisah Iblis. (ilustrasi).(Republika/Agung Supriyanto)

Red: Heri ruslan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdillah

Haritsah bin Wahb berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Maukah kalian aku beri tahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang kasar, rakus, dan sombong." (HR  Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong. Kesombongan merugikan pelakunya di dunia dan juga di akhirat kelak. Tiga perilaku buruk tersebut akan membawa manusia menjadi penghuni neraka.

Kesombongan hanya akan membawa kita pada kehancuran. Kita harus belajar dari kisah iblis. Iblis itu hebat. Namun, dia sombong dan angkuh; merasa diri lebih baik dari nabi Adam AS. Akhirnya, dia diusir dari surga-Nya Allah. Allah SWT berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." (QS al-A’raf: 13).

Apabila kita diberikan kekayaan, misalnya, terkadang kita juga merasa hebat dari orang yang tak punya. Padahal, kekayaan dan kemiskinan sejatinya hanyalah ujian dari Allah untuk manusia, untuk melihat seberapa baik orang kaya dan seberapa sabar orang miskin.  Oleh sebab itu, sungguh tak elok jika kita melukai hati manusia lain dengan kekayaan dan jabatan yang sejatinya adalah titipan. Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya yang Muslim.” (HR Muslim).

Seorang mukmin sudah seharusnya membenamkan sifat sombong dan angkuh. Kita harus merendahkan hati agar tak dibenci Allah yang Mahasuci. Untuk mengatasi kesombongan dan keangkuhan, Imam al-Ghazali menyampaikan enam nasihat. Pertama, jika berjumpa dengan anak-anak, anggaplah bahwa anak-anak tersebut lebih mulia daripada kita karena mereka belum banyak melakukan dosa. Kedua, apabila bertemu dengan orang tua, anggaplah ia lebih mulia daripada kita karena dia sudah lama beribadah.

Ketiga, jika berjumpa dengan orang alim, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena mereka telah mempelajari dan mengetahui banyak ilmu. Keempat, jika melihat orang bodoh, anggaplah mereka lebih mulia daripada kita karena mereka melakukan dosa dalam kebodohan, sedangkan kita melakukan dosa dalam keadaan mengetahui. Kelima, apabila melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia karena mungkin suatu hari nanti dia akan bertobat atas kesalahannya. Keenam, apabila bertemu dengan orang kafir, katakan di dalam hati bahwa mungkin suatu hari nanti mereka akan mendapatkan hidayah dan memeluk Islam sehingga segala dosa mereka akan diampuni oleh Allah.

Nasihat Imam al-Ghazali mengajarkan kita agar rendah hati dan tidak merasa lebih baik daripada orang lain. Orang mukmin adalah mereka yang selalu rendah hati dan menghargai manusia lainnya. Allah SWT berfirman: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS al-Furqan:63). Wallahualam.

  • hikmah republika
  • imam al ghazali
  • akhlak rasulullah
  • nabi muhammad
  • sombong

Mengingat allah swt agar tidak menjadi sombong dihadapan umat manusia lainnya.merupakan makna dari …

Orang Muslim yang gemar berzikir akan mendapatkan banyak manfaat.

Foto : MgRol112

Ilustrasi Lafadz Allah

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isi pikiran dan perasaan seseorang dapat tercermin dari perilaku dan ucapannya. Karena itu, orang yang beriman akan selalu berupaya menjaga baik-baik keduanya. Bagaimanapun, penilaian yang sejati hanya datang dari sisi Allah SWT, bukan lisan dan penghakiman manusia awam.

Baca Juga

Rasulullah SAW pernah bersabda, "Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Sesungguhnya, Allah menempatkan (mendudukan) hamba-Nya, sebagaimana hamba itu mendudukkan Allah dalam jiwanya (hatinya)."

Dalam sebuah hadis riwayat Abdullah bin Bisr, Nabi SAW berpesan kepada seseorang yang bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, tuntunan dan syariat Islam telah banyak diturunkan dan saya merasa berat. Karena itu, kabarkanlah kepada saya suatu amalan yang ringkas, tetapi dapat mencukupkan amal ibadahku."

Rasulullah SAW pun menjawab, "Hendaknya engkau selalu berzikir kepada Allah."

Hal itu tidak berarti meninggalkan amalan-amalan yang wajib serta membuat diri tak terdorong untuk kerjakan amalan sunnah. Sebab, pelaksanaan ibadah merupakan wujud bukti rasa takut dan harap seorang hamba kepada Rabbnya.

Sebagai contoh, Allah SWT memberi pahala berkali-kali lipat bagi mereka yang shalat berjamaah, alih-alih shalat sendirian. Artinya, amalan itulah yang lebih disukai-Nya. Tatkala azan berkumandang, apakah hati dan pikiran seorang Muslim otomatis terpaut mengingat Allah SWT? Bila jawabannya "iya", maka dia akan bergegas menuju masjid, bukan hanya shalat sendirian. Sebab, berjamaah merupakan hal yang lebih disenangi Sang Pencipta.

Orang yang selalu mengingat Allah juga berhati-hati supaya terhindar dari perbuatan maksiat. Kalaupun melakukan hal itu, dia segera terpanggil untuk bertobat dan memohon ampunan kepada-Nya.

Sebaliknya, orang yang jauh dari mengingat Allah akan mudah lalai. Dia menganggap ringan perbuatan dosanya, sehingga alih-alih menyesal, justru pada waktu berikutnya dilakukannya lagi. Taraf paling parah dari orang yang melupa-lupakan Rabb adalah istidraj. Hal itu ditandai dengan melimpahnya kenikmatan, tetapi membuat si pelaku jauh dari rahmat Ilahi.

Medium istidraj bisa macam-macam. Sebut saja, harta, pangkat, jabatan, popularitas, atau tubuh dan wajah yang rupawan. Namun, segala yang tersebut itu pada hakikatnya bersifat fana. Semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Hanya amal dan perbuatan yang menjadi bekal di Hari Akhir.

Simak Alquran surah al-Baqarah ayat 152. Terjemahannya, "Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu." Semoga kita termasuk yang mendapatkan naungan-Nya pada Hari Kiamat, amin.

  • zikir
  • hikmah
  • rasulullah saw
  • nabi saw

Mengingat allah swt agar tidak menjadi sombong dihadapan umat manusia lainnya.merupakan makna dari …

sumber : Pusat Data Republika