Mungkin masih banyak yang belum tahu, mengapa tahun kelahiran Nabi Muhammad disebut tahun gajah. Mengapa kelahiran Nabi Muhammad disebut tahun gajah alasan utamanya ialah menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW, terjadi peristiwa penyerbuan ka’bah oleh tentara bergajah yang dipimpin Raja Abrahah. Saat itu Ka’bah sendiri memang menjadi sasaran penghancuran tentara Raja Abrahah dari Yaman. Tahun gajah terjadi pada tahun tahun 571 Masehi, yang juga bertepatan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad. Karena itulah tahun kelahiran Nabi Muhammad disebut dengan Tahun Gajah. Baca juga: Ini Kisah Inspiratif Shalahuddin Al-Ayyubi Namun, mungkin masih banyak juga yang tidak mengetahui pasti motif utama dari penyerangan pasukan bergajah ini. Dr Jawad Ali dalam Sejarah Arab sebelum Islam menerangkan beberapa alasan yang menjadi penyebab terjadinya penyerangan ke Mekkah. Seperti Al Qurtbi yang menjelaskan kebakaran Al Qullais menjadi penyebabnya karena beberapa orang Quraisy yang menuju wilayah Najasyi menyalakan api untuk memasak namun lupa mematikannya. Api tersebut kemudian membakar Al Qullais. Al Qullais sendiri merupakan gereja yang menjulang tinggi yang memang sengaja diperintahkan Raja Abrahah untuk dibangun guna menyaingi Ka’bah.
Umroh.com merangkum, sebagian riwayat lain menjelaskankan jika penyerangan ke Ka’bah diawali dari penjarahan pasukan Abrahah di Thaif. Para penduduk Thaif yang tertindas menunjukan Ka’bah merupakan bangunan yang paling dihormati, orang yang bisa menaklukannya berarti sempurnalah kekuasaannya. Setelah pengrusakan Al Qullais, Abrahah sangat marah besar, karena bangunan tersebut juga merupakan bangunan yang begitu dihormati oleh Abrahah, yang dianggapnya sebagai saingan ka’bah. Untuk itu pun doa menyuruh pasukannya ke Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Dia juga mengikutsertakan 15 ekor gajah dalam rencana serangannya itu. Darisinilah pasukan ini disebut Tentara Bergajah dan tahun terjadinya peritiwa penyerbuan Abrahah ke Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah disebut tahun gajah (Amul Fiil). Dalam perjalananya ke Mekkah, pasukan Abrahah sering menerima hadangan dari para penduduk yang tidak setuju dengan rencananya menghancurkan Ka’bah. Meski begitu, pasukan Abrahah tetap melakukannya. Ketika sudah sampai di Thaif, rombongan pasukannya pun berhenti. Abrahah menyuruh anak buahnya yang bernama Al Aswad bin Maqshud untuk lebih dulu melakukan beberapa aksi seperti merampas harta dan binatang ternak milik masyarakat Mekkah. Abdul Muthalib Ibnu Hasyim (Kakek Nabi Muhammad) adalah salah satu korbannya. Sejumlah 200 ekor unta milik Abdul Muthalib dirampas Abrahah. Ketika tiba di Mugammas, Abrahah menyuruh anak buahnya yang bernama Hanathah Al Himyari mencari informasi mengenai pemuka atau tokoh Kota Mekkah. Anak buah Abrahah itu akhirnya menjumpai Abdul Muthalib setelah mendapatkan informasi jika Abdul Muthalib adalah seorang pemimpin dan tokoh di kota Mekkah pada waktu itu.
Para anak buah Abrahah pun memberi tahu Abul Muthalib jika maksud kedatangan rombongan Raja Abrahah ke Mekkah, yakni bukan bertujuan untuk memerangi penduduk Mekkah tetapi untuk menghancurkan Ka’bah. Setelah itu Abdul Muthlib pun dibawa untuk berjumpa dengan Abrahah. Ketika bertemu Abrahah, Abdul Muthalib meminta harta dan unta-unta miliknya yang dirampas agar dikembalikan. Abdul Muthalib tak gentar dengan ancaman Abrahah yang bermaksud menghancurkan Ka’bah. Meski penduduk Mekkah tidak memiliki kekuatan untuk memerangi kekuatan pasukan Abrahah, namun Abdul Muthalib percaya jika Ka’bah dijaga olehAllah. Setelah bertemu dengan Abrahah, Abdul Muthalib mendatangi Ka’bah untuk berdoa. Kemudian dia menyuruh masyarakat Kota Mekkah pergi dan agar dapat menemukan tempat untuk berlindung. Di sisi lain pasukan Abrahah pun pergi menuju Mekkah. Ketika tiba di pintu Kota Mekkah. Abrahah mengumpulkan dan menghimpun gajah-gajah yang dibawanya untuk masuk ke dalam kota Mekkah. Akan tetapi, gajah-gajah tersebut tidak mentaati komando dari pasukan-pasukan Abrahah. Gajah-gajah yang dibawanya hanya duduk dan berputar-putar setelah itu kembali ke tempat semula seperti orang kebingungan. Baca juga: Kisah Nabi Sulaiman dan Sederet Mukjizatnya Saat para pasukan gajah sedang kebingungan, datanglah sekelompok burung (ababil) beramai-ramai ke arah pasukan Abrahah. Burung-burung lalu menjatuhkan batu-batu yang dibawanya. Pasukan Abrahah pun panik apalagi mereka pun terserang penyakit cacar yang datang tiba-tiba. Dalam sekejap pasukan Abrahah pun berguguran. Pasca kejadian tersebut, Terjadi perubahan cuaca di Mekkah yang menyebabkan kota itu dilanda hujan lebat hingga akhirnya terjadi banjir. Banjir itu juga menghanyutkan mayat-mayat pasukan Abrahah ke laut. Berdasarkan penuturan Prof Mukhtar, bangsa arab lalu menanggalkan (menjadikan suatu tanggal) atas peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kalangan mereka sebagai Amul Fiil tahun gajah. Tahun terjadinya peristiwa ini mereka jadikan awal perhitungan tahun, dimana bulan pertama tetap bulan Muharam. Sebelum peristiwa ini terjadi, penanggalan yang dibikin oleh mereka didasarkan pada peristiwa penting dengan meninggalnya Qushai, sebab Qushai sendiri merupakan seorang pemimpin mereka yang agung dan dia meninggal pada tahun 480 Masehi.
Penyerbuan pasukan Abrahah ke Mekkah untuk meruntuhkan Ka’bah terjadi pada 12 Muharram tahun 1 Tahun Gajah atau Amul Fill yang bertepatan dengan 2 Maret 571 Masehi. Menurut riwayat Ibnu Hisyam dari Ziad Ibnu Abdillah Al Kufi dan dari Muhammad Ibnu Ishaq, Nabi Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1 Aumul Fiil. Tetapi apabila didasarkan pada Ilmu Falak Mesir, Mahmud Pasha menuturkan jika Nabi Muhammad lahir pada tanggal yang bertepatan dengan 20 April 571 M. Entah mana yang benar akan tanggal kelahiran Nabi Muhammas SAW. Wallahua’alam bishawab. Hari kelahiran Nabi Muhammad saw. secara umum diperingati di Indonesia pada 12 Rabiul Awal, yang pada tahun ini (1442 Hijriah) bertepatan dengan Kamis, 29 Oktober 2020. Tahun kelahiran Rasulullah dihubungkan dengan Tahun Gajah (570 M), ketika Abrahah, penguasa Yaman berniat menghancurkan Ka’bah. Peristiwa itu direkam dalam Alquran, Surah al-Fil (105). Penamaan Tahun Gajah didasarkan pada pasukan bergajah yang dibawa Abrahah al-Asyram untuk meratakan Ka’bah. Ada beberapa alasan Abrahah berniat demikian. Ia membangun gereja megah di Sana’a yang diberi nama al-Qalis dengan harapan dapat menjadi tempat ibadah haji terbesar di seluruh Arab, menyaingi Makkah. Martin Lings dalam Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (2015: 32-22) menuliskan, hal ini mengundang kemarahan suku yang tersebar di Hijaz dan Najd. Seseorang dari suku Kinanah, yang punya hubungan nasab dengan Quraisy, meruntuhkan gereja itu. Abrahah geram dan bersumpah meratakan Ka’bah. Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980) menyebutkan, Abrahah yang sudah menghiasi rumah sucinya sedemikian rupa, berhadapan dengan kenyataan: orang-orang Arab hanya berniat ziarah ke Mekkah. Mereka menganggap ziarah tidak akan sah jika tidak ke Ka’bah. Abrahah kemudian mengambil keputusan menyerang Mekkah. Dia sendiri tampil paling depan di atas seekor gajah besar. Suku-suku Quraisy, yang ketika itu secara de facto dipimpin oleh Abdul Muthalib, tidak melakukan perlawanan. Mereka bukan lawan seimbang untuk bala tentara Abrahah. Di sisi lain, Abrahah melalui utusannya menekankan, dirinya tidak ingin berperang, hanya menghancurkan Ka’bah. Selama tidak ada bentrok, maka tidak akan ada pertumpahan darah. Abdul Muthalib diriwayatkan bertemu dengan Abrahah di perkemahan sang penguasa Yaman. Namun, Abdul Muthalib justru hanya meminta 200 ekor untanya yang dirampas pasukan Abrahah dalam perjalanan ke Makkah. Ini membuat Abrahah kecewa, karena ia menganggap pimpinan suku Quraisy tidak berniat melindungi Ka’bah. Abdul Muthalib berkata, “Aku pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya”. Abdul Muthalib menasehati orang-orang Makkah untuk pergi ke lereng-lereng bukit, menghindari pasukan Abrahah, sembari mencari tempat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi di kota esok hari. Lalu, di tengah Makkah yang sunyi, ketika penghancuran Ka’bah tampak akan berjalan begitu mudah, rencana Abrahah gagal total. Lings (2015:35) menyebutkan, gajah yang ada di barisan terdepan diarahkan pemandunya, Unays menuju Ka’bah. Namun ada Nufail, tawanan penunjuk jalan yang mempelajari aba-aba yang dipahami gajah itu. Ketika Unays memberi komando agar sang gajah bangun, Nufail melakukan hal sebaliknya: memintanya duduk berlutut. Pasukan Abrahah melakukan segala cara agar gajah itu bangun, termasuk dengan memukul kepalanya dengan besi. Namun, sang gajah bergeming. Abrahah dan pasukannya tak mungkin bergerak lebih jauh lagi. Peristiwa Tahun Gajah & Surah al-Fil Peristiwa pasukan Abrahah hendak menghancurkan Ka’bah ini terekam dalam Surah al-Fil (105) yang berbunyi sebagai berikut.
Akibat kejadian mendadak ini, pasukan gajah Abrahah berantakan. Lings (2015:37) menulis, tubuh mereka membusuk, ada yang sangat cepat, ada yang perlahan. Semuannya terkena wabah. Dalam kondisi kacau balau, banyak pasukan yang mati di tengah perjalanan pulang, dan banyak pula yang mati begitu sampai di Sana’a termasuk Abrahah. Kegagalan pasukan Abrahah ini di sisi lain membuat kaum Quraisy semakin dikagumi di jazirah Arab. Tuhan mengabulkan doa mereka agar Ka’bah selamat dari kehancuran. Kisah Kelahiran Nabi Muhammad Sebelum Tahun Gajah, ada sebuah peristiwa lain yang jadi salah satu kunci perubahan sejarah kaum Quraisy dan bangsa Arab. Peristiwa itu tidak lain adalah pernikahan putra Abdul Muthalib, Abdullah dengan Aminah binti Wahab. Ketika tentara bergajah Abrahah hendak menyerbu Ka’bah, Abdullah tidak berada di Makkah Ia meninggalkan Aminah untuk urusan dagang ke Palestina dan Suriah yang memakan waktu panjang. Dalam perjalanan pulang ke Makkah, Adullah menginap di rumah keluarga neneknya di Yastrib. Ia jatuh sakit. Abdul Muthalib mengutus Harits, putra sulungnya untuk menjemput Abdullah dari Yastrib, dan membawanya pulang ke Makkah jika sudah sembuh. Namun, ketika sampai di Yastrib, Harits harus menerima kabar pahit: Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula. Duka mendalam dirasakan oleh Aminah. Dalam waktu pernikahan yang singkat, ia kehilangan sang suami. Namun, dalam lara itu, ia menguatkan hati: menunggu kehadiran buah cintanya dengan Abdullah Bayi yang ditunggu-tunggu itu akhirnya lahir: seorang laki-laki. Abdul Muthalib yang mendengar kabar ini demikian gembira, mengangkatnya, dan membawanya ke Ka’bah. Ia memberi nama Muhammad untuk sang cucu, bukan nama umum di kalangan Arab saat itu. Namun, Abdul Muthalib, yang menjadi saksi bagaimana Tuhan melindungi Ka’bah dari serangan pasukan Abrahah punya alasan kuat. “Aku menginginkan dia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi,” katanya. Penulis: Fitra Firdaus Editor: Agung DH |