Masa berlaku sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH adalah

Perkembangan teknologi menuntut manusia untuk berubah menyesuaikan waktu dan tempat. Islam sebagai dasar seorang muslim telah mengatur semuanya yang tentunya memberikan kebaikan untuk umatnya. Asupan berupa makanan dan minumanpun diatur oleh islam bukan hanya dari segi kesehatan tapi memperhatikan aspek kehalalannya. Kepastian kehalalan suatu produk dibuktikan dengan adanya sertifikat halal. Kewajiban sertifikasi halal ini telah diatur dalam UU JPH Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal pasal 4 yang berbunyi “Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal

 Suatu produk tetap terjamin kehalalannya selama sertifikat halalnya masih berlaku. BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) sebagai pihak yang diberikan mandat oleh Undang-Undang dalam mengatur proses sertifikasi halal termasuk penetapan masa berlaku sertifikat halal. Dalam pasal 42 UU JPH Nomor 33 Tahun 2014 disebutkan bahwa “Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH”. Hal ini juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Penyelenggara JPH.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 pasal 118 disebutkan bahwa kerjasama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam penetapan kehalalan produk, yang diterbitkan oleh MUI dalam bentuk keputusan penetapan kehalalan produk. Masa berlaku sertifikat halal yang ditetapkan oleh undang-undang melalui BPJPH inilah yang menjadi dasar penyesuaian masa berlaku ketetapan halal yang dikeluarkan oleh MUI dari dua tahun menjadi empat tahun.. Berdasarkan hal ini, maka sesuai Kep-49/DHN-MUI/V/2021 tentang Perubahan Waktu Berlakunya Ketetapan Halal Majelis Ulama Indonesia, masa berlaku Ketetapan Halal menjadi empat tahun dari dua tahun sebelumnya. Ketetapan halal MUI ini tentunya akan mempengaruhi status sertifikat halal yang dikeluarkan dari BPJPH.

Pertanyaan yang sering muncul adalah kapan mulai diberlakukannya ketentuan tersebut?. Penetapan masa berlaku ketetapan halal MUI menjadi empat tahun mulai efektif per tanggal 1 Juni 2021, sehingga bagi perusahaan yang melakukan pendaftaran halal setelah tanggal tersebut maka otomatis ketetapan halal MUI yang dikeluarkan berlaku selama empat tahun. Lalu bagaimana dengan proses sertifikasi halal sebelum tanggal tersebut? Hal inilah yang mendasari LPPOM MUI sebagai LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) memiliki program konversi masa berlaku ketetapan halal MUI dari dua tahun menjadi empat tahun. Proses konversi halal ini diajukan oleh perusahaan dengan metode sebagai berikut :

Ketetapan Halal Syarat & Ketentuan
Ketetapan halal yang sudah terbit setelah tgl 17 Okt 2019 Perusahaan mengajukan melalui cerol di menu “certificate conversion”  dan menyetujui penyesuaian akad biaya

Perusahaan telah memiliki STTD dari BPJPH  jika dipasarkan di Indonesia

Sedang dalam proses sertifikasi halal 1.    Perusahaan dapat mengajukan revisi akad biaya menjadi 4 tahun, atau

2.    Perusahaan mengajukan melalui cerol di menu “certificate conversion” setelah ketetapan halal terbit

Khusus ketetapan halal produk ekspor, sesuai dengan kebijakan baru No. Kep-48/DHN-MUI/V/2021 tentang penyesuaian masa berlaku ketetapan halal untuk pasar ekspor sehingga masa berlakunya dapat disesuaikan dengan persyaratan negara tujuan ekspor seperti contohnya untuk produk yang diekspor ke UAE, masa berlaku dikonversi menjadi tiga tahun dengan ketentuan dan proses yang sama. Dengan demikian dalam rangkaian proses sertifikasi halal, setiap pelaku usaha harus memiliki 3 dokumen secara lengkap dan saling terkait antara lain :

  1. STTD (Surat Tanda Terima Dokumen) dari BPJPH
  2. Ketetapan halal berlaku 4 tahun
  3. Sertifikat halal berlaku 4 tahun

Insan halal dapat mengikuti pelatihan penerapan sistem jaminan halal di IHATEC untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru dan lengkap terkait proses konversi masa berlaku ketetapan halal ini.

Jakarta (Kemenag) --- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Surat Keputusan ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dan berlaku efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Penetapan label halal tersebut, menurut Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

"Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH," ungkap Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (12/3/2022).

Filosofi Label Halal Indonesia
Aqil Irham menjelaskan, Label Halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia.

"Bentuk Label Halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk Gunungan dan motif Surjan atau Lurik Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia," kata Aqil Irham mengilustrasikan.

"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal," lanjutnya menerangkan.

Bentuk tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Sedangkan motif Surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam. Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman. Selain itu motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.

"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," imbuh Aqil Irham.

Aqil Irham menambahkan bahwa Label Halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya. "Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sedangkan warna sekundernya adalah Hijau Toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas Aqil Irham.

Wajib Dicantumkan

Sekretaris BPJPH Muhammad Arfi Hatim menjelaskan bahwa label Halal Indonesia berlaku secara nasional. Label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH. Karena itu, pencantuman label Halal Indonesia wajib dilakukan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.

"Label Halal Indonesia ini selanjutnya wajib dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk." kata Arfi Hatim.

Sebagai penanda kehalalan suatu produk, maka pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat atau konsumen. Pencantuman label halal juga dipastikan tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, dan dilaksanakan sesuai ketentuan.

"Sesuai ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, pencantuman label halal merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal, di samping kewajiban menjaga kehalalan produk secara konsisten, memastikan terhindarnya seluruh aspek produksi dari produk tidak halal, memperbarui sertifikat Halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir, dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH," tegas Arfi.

Komponen dan Kode Warna Label Halal
Sekretaris BPJPH Arfi Hatim menambahkan, Label Halal Indonesia terdiri dari dua komponen: Logogram dan Logotype. Logogram berupa bentuk gunungan dan motif surjan. Sedang Logotype berupa tulisan Halal Indonesia yang berada di bawah bentuk gunungan dan motif surjan. Dalam pengaplikasiannya, kedua komponen label ini tidak boleh dipisah.

Secara detil, warna ungu Label Halal Indonesia memiliki Kode Warna #670075 Pantone 2612C. Sedangkan warna sekunder hijau toska memiliki Kode Warna #3DC3A3 Pantone 15-5718 TPX.

“Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan panduan teknis tentang penggunaan label halal selanjutnya dapat diakses di laman resmi BPJPH Kemenag www.halal.go.id/infopenting,” jelas Arfi.

"Selanjutnya mari kita gunakan Label Halal Indonesia ini sesuai ketentuan, sebagai penanda yang memudahkan kita semua seluruh masyarakat Indonesia dalam mengindentifikasi produk yang telah terjamin dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH," tandasnya.

(Humas)